Anda di halaman 1dari 6

Studi Kasus Kebijakan Mobil Murah (Low Cost Green Car): Dilihat dari

Sudut Pandang Ekonomi dan Lingkungan

(Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Ekonomi Publik)

Dosen Pengampu: Dr. Siti Aisyah,

Oleh:

Ahmad Dyan Muharoma

An-Nurrahmawati

Feizal Bayu Permana (F 0311053)

Gregorius Bagas Satria (F 0311054)

Hafid Tamimi (F 0311055)

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2014
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembahasan mengenai kebijakan tentang transportasi kini menjadi sangat


sensitif melihat kondisi sarana dan prasarana transportasi di Indonesia cukup
banyak persoalan. Terlebih di kota-kota besar yang kini lekat dengan kondisi
kemacetan yang luar biasa membuat persoalan transportasi menjadi bahasan
sangat penting di Indonesia. Melihat situasi dan kondisi yang ada saat ini, tercatat
pada tanggal 1 Juli 2013 Kementrian Perindustrian merilis petunjuk teknis
(juknis) mobil murah ramah lingkungan atau Low Cost Green Car (LCGC)
dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor :
33/M-IND/Per/7/2013 Tentang Pengembangan Produksi Kendaraan Bermotor
Roda Empat yang Hemat Energi dan Harga Terjangkau. Kebijakan ini membawa
angin segar bagi bisnis penjualan mobil murah dan ramah lingkungan dan ini
artinya bahwa jumlah pengguna kendaraan bermotor semakin naik didukung
dengan harganya yang terjangkau.

Menurut Ashari (Sekjen Kemenperin), kebijakan LCGC akan mendorong


pertumbuhan industri automotif tanah air. Sampai triwulan III tahun ini industri
alat angkut (automotif) telah tumbuh sebesar 7,52%. Sementara, Data Gabungan
Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyebutkan, selama kurun
Januari hingga November 2012 mobil merek Jepang tetap menguasai pasar
automotif Indonesia. Dalam sisi ini terlihat bahwa penguatan kemandirian
industri kendaraan bermotor roda empat menjadi tujuan pemerintah. Selain itu
menurut Menteri Perindustrian M.S Hidayat kebijakan ini berhubungan dengan
kompetesi dibidang industri otomotif dalam rangka Asean Free Trade Area
(AFTA). Menurut menteri perindustrian jika industri otomotif nasional tidak
merespon permintaan pasar maka Indonesia harus mengimpor mobil-mobil LCGC
ini dari Thailand, dan hal ini dapat menghambat bahkan merugikan urat nadi
industri otomotif nasional. Selain itu menteri perindustrian juga beralasan bahwa
hak kepemilikan mobil merupakan hak semua orang, masyarakat berpenghasilan
rendah hinggah menengah juga berhak untuk mempunyai mobil.

Cara pandang pemerintah tentang penguatan posisi industri otomotif


nasional ini ternyata tidak selaras dengan kondisi sarana dan prasarana
transportasi di Indonesia. Kalau dilihat lebih cermat bahwa permasalahan
kemacetan kini menjadi sebuah bencana bagi hampir sebagian besar penduduk
Indonesia. Sebagai negara berkembang, Indonesia mengalami peralihan dari
negara agraris menjadi negara Industri, dimana sektor-sektor agraris mulai
tersisihkan sehingga kebutuhan akan alat-alat untuk mempermudah akses dan
mobilisasi semakin meningkat.

Kemacetan juga disebabkan oleh terbatasnya jaringan jalan. Luas total


jaringan jalan di Indonesia sangat rendah dibandingkan total luas daerah
perkotaan yang harus dilayani. Sebagai contoh, total luas jaringan jalan di
Metropolitan Bandung hanya sekitar 2-3% dari total luas wilayah pelayanan.
Idealnya angka tersebut berkisar antara 10-30% (Banister dan Hall, 1981).
Ironisnya dengan kapasitas jaringan jalan yang terbatas, banyak ditemukan ruas-
ruas jalan yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Faktor lain penyebab
kemacetan di daerah perkotaan adalah meningkatnya kecenderungan para
pemakai jasa transportasi untuk menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan
dengan kendaraan umum. (sumber: Sensus Penduduk Indonesia, 2010).

Fakta ini juga masih ditambah dengan dampak akibat penggunaan


kendaraan bermotor yang semakin kritis dan bahkan polusi kini menjadi kajian
masalah internasional. Sebuah sumber menyatakan bahwa kontribusi gas buang
kendaraan bermotor sebagai sumber polusi udara mencapai 60-70%,
dibandingkan dengan industri yang hanya berkisar antara 10-15%. Sedangkan
sisanya berasal dari rumah tangga, pembakaran sampah, kebakaran hutan/ladang
dan lain-lain (inunknung-nurfitriana.blogspot.com tahun 2010).
Penyebab paling signifikan dari polusi udara di Jakarta adalah kendaraan
bermotor yang menyumbang andil sebesar ±70 persen. Hal ini berkorelasi
langsung dengan perbandingan antara jumlah kendaraan bermotor, jumlah
penduduk dan luas wilayah DKI Jakarta. Berdasarkan data Komisi Kepolisian
Indonesia, jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar di DKI Jakarta (tidak
termasuk kendaraan milik TNI dan Polri) pada bulan Juni 2009 adalah 9.993.867
kendaraan, sedangkan jumlah penduduk DKI Jakarta pada bulan Maret 2009
adalah 8.513.385 jiwa. Perbandingan data tersebut menunjukkan bahwa kendaraan
bermotor di DKI Jakarta lebih banyak daripada penduduknya.
(kabarindonesia.com)

Pertumbuhan jumlah kendaraan di DKI Jakarta juga sangat tinggi, yaitu


mencapai 10,9 persen per tahun. Angka-angka tersebut menjadi sangat signifikan
karena ketersediaan prasarana jalan di DKI Jakarta ternyata belum memenuhi
ketentuan ideal.Panjang jalan di DKI Jakarta hanya sekitar 7.650 kilometer
dengan luas 40,1 kilometer persegi atau hanya 6,26 persen dari luas wilayahnya.
Padahal, perbandingan ideal antara prasarana jalan dan luas wilayah adalah 14
persen. Dengan kondisi yang tidak ideal tersebut, dapat dengan mudah dipahami
apabila kemacetan makin sulit diatasi dan pencemaran udara semakin meningkat.
(kabarindonesia.com)

Melihat kondisi sarana dan prasarana transportasi di Indonesia yang


menuai banyak kritik dan kemudian Pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang
mobil murah (LCGC) seakan menjadi dua hal yang tidak berkorelasi. Hal inilah
yang menjadikan kebijakan ini menjadi polemik di masyarakat Indonesia.
Sehingga kami tertarik untuk mengambil judul paper ini yaitu, “Studi Kasus
Kebijakan Mobil Murah (Low Cost Green Car): Dilihat dari Sudut Pandang
Ekonomi dan Lingkungan.”
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana studi analisis kebijakan LCGC terhadap perekonomian
Indonesia?
2. Bagaimana studi analisis kebijakan LCGC terhadap lingkungan ?
3. Bagaimana studi analisis kebijakan LCGC melihat kondisi sarana dan
prasana transportasi di Indonesia ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui analisa ekonomi dari penerapan kebijakan mobil
murah (low cost green car)
2. Untuk mengetahui analisa lingkungan dari penerapan kebijakan LCGC
3. Untuk mengetahui hubungan penerapan kebijakan LCGC terhadap
kondisi sarana dan prasarana transportasi di Indonesia
DAFTAR PUSTAKA

Sensus Penduduk Indonesia. 2010

Akbar, Harizul. 2014. Polemik Kebijakan Mobil Murah (LGCG): Sebuah


Kesesatan Pemikiran Pemerintah. (dalam birokrasi.kompasiana.com)

Asiyah, Siti. 2013. Dampak Polusi Kendaraan. (dalam


http://sitiasiyah97.wordpress.com)

http://www.kemenperin.go.id

inunknung-nurfitriana.blogspot.com

kabarindonesia.com

Anda mungkin juga menyukai