Anda di halaman 1dari 30

Pengaruh Kesejahteraan dan Motivasi Terhadap Kinerja Guru Honorer SMP di

Jakarta Timur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Konsep Kinerja Guru

2.1.1.1 Definisi Kinerja

Menurut Moeheriono (2012:95), mengatakan bahwa kinerja atau

performance merupakan sebuah penggambaran mengenai tingkat pencapaian

pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran,

tujuan, visi, dan misi organisasi yang dituangkan dalam suatu perencanaan

strategis suatu organisasi

Menurut Rivai dan Basri (2017:138), mengatakan bahwa kinerja

merupakan hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama

periode tertentu dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai

kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran maupun kriteria yang

telah di tentukan terlebih dahulu telah di sepakati bersama.

Menurut Mangkunegara (2017:9), mengatakan bahwa kinerja merupakan

pencapaian hasil atau prestasi kerja oleh Sumber Daya Manusia disetiap satuan

periode waktu saat melaksanakan pekerjaan sesuai tanggung jawab yang

diberikan, baik secara kuantitas dan kualitas.

Istilah kinerja guru berasal dari kata Job Performance (sebuah prestasi

kerja yang dicapai oleh seseorang) yang selanjutnya diartikan sebagai hasil kerja
secara kualitas dan kuatitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan

tugasnya sesuai tanggung jawab yang diberikan.

Kemudian, guru dapat diartikan sebagai pendidik profesional dengan tugas

utama, mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan

mengevaluasi hasil pembelajaran siswa. Profesionalitas guru ditandai dengan

keahliannya dibidang pendidikan (Barnawi dan Mohammad Arifin, 2012:13).

Sedangkan menurut Jamil Suprihatiningrum (2016:24), yang disebut

seorang guru adalah orang yang memiliki kemampuan merancang program

pembelajaran, serta mampu menata dan mengelola kelas agar siswa dapat belajar

dan akhirnya dapat mencapai tingkat kedewasaan sebagai tujuan akhir dari proses

pendidikan.

Dalam Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

Pasal 2, menyatakan bahwa:

“Guru dikatakan tenaga profesional yang mengandung arti bahwa


pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang memiliki
kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikasi pendidik sesuai dengan
persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu.

Oleh sebab itu guru memiliki kedudukan penting pada lembaga

pendidikan, dimana seorang guru yang memiliki tugas yang sangat berat karna ia

harus mampu menyampaikan dengan baik semua potensi yang ia miliki dalam

suatu bentuk wadah kegiatan belajar mengajar di sekolah, sehingga harus

memiliki hasil yang harus dirasakan oleh peserta didik.

Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja guru yaitu suatu

kemampuan kerja guru yang diimplementasikan pada kegiatan proses belajar


mengajar untuk mencapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien. Guru

dituntut supaya dapat memberikan pelayanan yang baik kepada murid maupun

masyarakat, guru harus selalu dapat menyesuaikan kemampuan dan

pengetahuannya dengan keinginan para peserta didik dan orang tuanya, oleh

karena itu guru harus selalu dituntut untuk secara terus menerus meningkatkan

dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan mutu pelayanannya.

2.1.1.2 Kompetensi Dasar Kinerja Guru

Dalam perspektif kebijakan nasional, pemerintah telah merumuskan empat

jenis kompetensi guru, sebagaimana tercantum dalam penjelasan Peraturan

Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu:

kompetensi pedagogis, kepribadian, sosial dan profesional.

Berikut ini penjelasan terkait kompetensi guru menurut Soejipto dan Raflis

kosasih (2018 :34-35), yang mencakup empat hal yaitu, “kompetensi pedagogik,

kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial”.

a. Kompetensi Pedagogik, merupakan kemampuan guru dalam mengelola

pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta

didik, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar

dan pengembangan peserta didik.

b. Kompetensi Kepribadian, merupakan kemampuan seorang guru dalam

mengendalikan proses pembelajaran di kelas.

c. Kompetensi Profesional, merupakan kemampuan seorang guru dalam

menguasai materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang


memungkinkanya dalam membimbing peserta didik untuk memenuhi

standar kompentensi yang telah ditetapkan dalam standar nasional

pendidikan.

d. Kompetensi Sosial, merupakan kemampuan seorang guru dalam bergaul

dengan lingkungan sekolah maupun dengan masyarakat sekitar.

Oleh sebab itu guru diharapkan dapat menguasai keempat kompetensi

tersebut, guru harus belajar dengan sungguh-sungguh karna menjadi guru

bukanlah pekerjaan yang mudah, disela-sela kesibukan seorang guru dalam

mendidik ia juga harus dituntut belajar dengan tekun untuk mendalami empat

kompetensi tersebut, sehingga dapat menjadikan guru yang profesional.

2.1.1.3 Dimensi Kinerja

Menurut Edison dkk (2018:193) terdapat beberapa dimensi kinerja yaitu:

1) Target.

Indikator terhadap pemenuhan jumlah barang, pekerjaan, atau jumlah uang

yang dihasilkan.

2) Kualitas.

Kualitas terhadap hasil yang dicapai, dan ini adalah elemen penting,karena

kualitas merupakan kekuatan dalam mempertahankan kepuasan pelanggan.

3) Waktu penyelesaian.

Penyelesaian yang tepat waktu dan/atau penyerahan pekerjaan menjadi

pasti. Ini adalah modal untuk membuat kepercayaan pelanggan. Pengertian


pelanggan disini berlaku juga terhadap layanan pada bagian lain di lingkup

internal perusahaan/organisasi.

4) Taat asas.

Tidak hanya harus memenuhi target, kualitas dan tepat waktu tapi juga

harus dilakukan dengan cara yang benar, transparan dan dapat

dipertanggungjawabkan.

Moorhead dan Chung/Megginson menyebutkan kinerja pegawai

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut (Sugiyono, 2011:12):

1) Kualitas Pekerjaan (Quality of Work)

Merupakan tingkat baik atau buruknya sesuatu pekerjaan yang diterima bagi

seorang pegawai yang dapat dilihat dari segi ketelitian dan kerapihan kerja,

keterampilan dan kecakapan.

2) Kuantitas Pekerjaan (Quantity of Work)

Merupakan seberapa besarnya beban kerja atau sejumlah pekerjaan yang harus

diselesaikan oleh seorang pegawai. Diukur dari kemampuan secara kuantitatif

didalam mencapai target atau hasil kerja atas pekerjaan-pekerjaan baru.

3) Pengetahuan Pekerjaan (Job Knowledge)

Merupakan proses penempatan seorang pegawai yang sesuai dengan

background pendidikan atau keahlian dalam suatu pekerjaan. Hal ini ditinjau

dari kemampuan pegawai dalam memahami hal-hal yang berkaitan dengan

tugas yang mereka lakukan.

4) Kerjasama Tim (Teamwork)


Melihat bagaimana seorang pegawai bekerja dengan orang lain dalam

menyelesaikan suatu pekerjaan. Kerjasama tidak hanya sebatas secara vertikal

ataupun kerjasama antar pegawai, tetapi kerjasama secara horizontal

merupakan faktor penting dalam suatu kehidupan organisasi yaitu dimana

antar pimpinan organisasi dengan para pegawainya terjalin suatu hubungan

yang kondusif dan timbal balik yang saling menguntungkan.

5) Kreativitas (Creativity)

Merupakan kemampuan seorang pegawai dalam menyelesaikan pekerjaannya

dengan cara atau inisiatif sendiri yang dianggap mampu secara efektif dan

efisien serta mampu menciptakan perubahan- perubahan baru guna

perbaikan dan kemajuan organisasi.

6) fInovasi (Inovation)

Kemampuan menciptakan perubahan-perubahan baru guna perbaikan dan

kemajuan organisasi. Hal ini ditinjau dari ide-ide cemerlang dalam mengatasi

permasalahan organisasi.

7) Inisiatif (Initiative)

Melingkupi beberapa aspek seperti kemampuan untuk mengambil langkah

yang tepat dalam menghadapi kesulitan, kemampuan untuk melakukan

sesuatu pekerjaan tanpa bantuan, kemampuan untuk mengambil tahapan

pertama dalam kegiatan.

Menurut John Miner (2017:192), Dimensi kinerja yaitu untuk mencapai

atau menilai kinerja, ada dimensi yang menjadi tolak ukur yaitu:
1) Kualitas, yaitu: tingkat kesalahan, kerusakan, dan kecermatan.

2) Kuantitas, yaitu: jumlah pekerjaan yang dihasilkan.

3) Penggunaan Waktu dalam Kerja, yaitu: tingkat ketidak hadiran, keterlambatan,

waktu kerja efektif atau jam kerja hilang.

4) Kerja sama dengan orang lain dalam bekerja.

2.1.1.3 Indikator Kinerja

Menurut Setiawan (2014:147), untuk mengukur kinerja dapat

menggunakan indikator-indikator sebagai berikut:

1) Ketepatan penyelesaian tugas

Merupakan pengelolaan waktu dalam bekerja dan juga ketepatan karyawan

dalam menyelesaikan pekerjaan.

2) Kesesuaian waktu kerja

Kesediaan karyawan dalam mematuhi peraturan perusahaan yang berkaitan

dengan ketepatan waktu masuk/pulang kerja dan jumlah kehadiran.

3) Tingkat kehadiran

Jumlah ketidak hadiran karyawan dalam suatu perusahaan selama periode

tertentu.

4) Kerjasama tim

Kemampuan karyawan untuk bekerja sama dengan orang lain dalam

menyelesaikan suatu tugas yang ditentukan sehingga mencapai daya guna dan

hasil guna yang sebesar-besarnya.


Menurut Darmawan (2011:140), indikator kinerja karyawan adalah

sebagai berikut:

1) Absensi. Mengukur proporsi waktu kehadiran dan kesiapan

2) Motivasi dan Komitmen, merupakan kontribusi yang penting di mana

3) Produktivitas, merupakan ukuran yang mengidentifikasikan efisiensi

4) Kepuasan Karyawan. Dengan adanya peningkatan kepuasan karyawan

5) Jam kerja. Lamanya jam kerja mempunyai pengaruh yang signifkan

6) Loyalitas karyawan. Lamanya karyawan bekerja diperusahaan

7) mengidentifikasi tingkat kepuasan karyawan terhadap perusahaan.

Menurut Mangkunegara (2017:70), Indikator kinerja adalah sebagai

berikut:

1) Dari dimensi kualitas terdapat indikator tiga indikator, yaitu:

a. Kerapihan: merupakan keteraturan dalam melakukan tugasnya.

b. Ketelitian: merupakan ketepatan dalam melakukan suatu pekerjaan.

c. Keandalan: merupakan kemampuan seseorang dalam segala hal dan bisa

dipercaya.

2) Dari dimensi kuantitas kerja terdapat tiga indikator, yaitu:

a. Ketepatan waktu: merupakan sesuai tidaknya dengan waktu yang

direncanakan.

b. Hasil kerja: menjelaskan sesuatu yang harus diberikan sebagai bagian dari

kewajiban dalam bekerja.


c. Kepuasan kerja: merupakan sikap (positif) tenaga kerja terhadap

pekerjaannya, yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi kerja.

3) Dari dimensi kerjasama terdapat dua indikator yaitu;

a. Jalinan kerjasama: merupakan hubungan antar sesama manusia saling

membantu satu sama lainnya dalam melaksanakan suatu kegiatan untuk

mewujudkan tujuan bersama.

b. Kekompakan: ditandai dengan kuatnya hubungan antar anggota tim yang

saling merasakan adanya ketergantungan dalam urutan tugas,

ketergantungan hasil yang dicapai dan komitmen yang tinggi sebagai

bagian dari sebuah tim.

4) Dari dimensi tanggung jawab terdapat dua indikator, yaitu:

a. Tangung jawab dalam mengambil keputusan; merupakan rasa keadaan

wajib menanggung segala sesuatunya dalam mengambil keputusan.

b. Memanfaatkan saran dan prasarana; keseluruhan proses dalam

pendayagunaan berbagai fasilitas sarana dan prasarana yang dapat

menunjang dan memperlancar pekerjaan.

5) Dari dimensi inisiatif terdapat 2 indikator, yaitu:

a. Kemandirian: meampu mengatasi hambatan dan masalah, mempunhyai

rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain.

b. Kemampuan dalam bekerja: merupakan sifat yang dibawa sejak lahir yang

memungkinkan seseorang menyelesaikan tugas pekerjaannya.


Indikator Kinerja menurut Hamzah B. Uno (2014):

No Dimensi Indikator
1 Kualitas Kerja a. Menguasai bahan
b. Mengelola proses belajar mengajar
c. Mengelola kelas
2 Kecepatan/ketepatan a. Menggunakan media. sumber belajar
kerja b. Menguasai landasan pendidikan
c. Merencanakan program pengajaran
3 Insisiatif dalam a. Memimpin kelas
kerja b. Mengelola interaksi belajar mengajar
c. Melakukan penilaian hasil belajar siswa
4 Kemampuan kerja a. Menggunakan metode dalam pembelajaran
b. Memahami dan melaksanakan fungsi dan
layanan bimbinga penyuluhan
4 Komunikasi a. Memahami dan menyelenggarakan
administrasi kelas
b. Memahami dan dapat menafsirkan hasil
penelitian untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran

Berdasarkan uraian di atas dari beberapa para ahli, dapat disintesiskan

bahwa kinerja adalah kesuksesan seseorang dalam melakukan tugas, hasil kerja

yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi

sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing atau tentang

bagaimana seseorang diharapkan dapat berfungsi dan berperilaku sesuai dengan

tugas yang telah dibebankan kepadanya serta kuantitas, kualitas dan waktu yang

digunakan dalam menjalankan tugas. Hal tersebut dapat ditunjukkan oleh

dimensi-dimensi kinerja: kuantitas kerja, kualitas kerja, tanggung jawab, dan

kerjasama tim. Indikator-indikator: ketepatan menyelesaikan tugas, kesesuaian

waktu kerja, tingkat kehadiran, dan kerjasama tim.


2.1.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru

Guru merupakan seseorang yang memiliki peranan penting dalam dunia

pendidikan untuk tercapainya suatu tujuan pendidikan. Kinerja yang dicapai oleh

seorang guru merupakan penentu suatu pembelajaran proses pembelajaran di

sekolah.

Menurut Fatah Syukur yang dikutip A.A. Anwar Prabu Mangkunegara

(2012:132) ada dua faktor yang mempengaruhi kinerja seorang guru, yaitu:

a. Faktor kemampuan, secara umum kemampuan dibagi menjadi 2 yaitu,

kemampuan Potensi (IQ) dan kemampuan reality (Knowledge dan

Skill). Seorang guru seharusnya memiliki kemampuan tersebut agar

mampu menyelesaikan pendidikan formal dan mempu mengajar dalam

mata pelajaran ampuannya.

b. Faktor motivasi, sikap motivasi terbentuk dalam menghadapi situasi

kerja. Motivasi guru sangatlah penting karena untuk mencapai visi dan

misi institusi pendidikan.

Sedangkan Kopelman dalam Supardi (2013:50) menyatakan bahwa:

“kinerja organisasi ditentukan oleh empat faktor antara lain yaitu: (1) lingkungan,

(2) karakteristik individu, (3) karakteristik organisasi dan (4) karakteristik

pekerjaan’’.

Dari beberapa faktor yang telah dijelaskan diatas, bahwasanya seorang

guru dapat bekerja secara maksimal apabila memiliki beberapa faktor antara lain

faktor internal, faktor eksternal dan faktor karakteristik biografik seorang guru.
Sehingga dengan adanya faktor tersebut, guru yang memiliki peran penting dalam

dunia pendidikan dapat mewujudkan tujuan pendidikan secara maksimal.

2.1.2 Kesejahteraan

2.1.2.1 Definisi Kesejahteraan

Menurut Sunarti (2012), mengatakan bahwa Kesejahteraan adalah suatu

tata kehidupan dan penghidupan sosial, material, maupun spiritual yang diliputi

rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir batin yang memungkinkan

setiap warga negara untuk mengadakan usaha-usaha pemenuhan kebutuhan

jasmani, rohani dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, rumah tangga serta

masyarakat.

Menurut Liony dkk (2013) mengatakan bahwa Kesejahteraan adalah

sebuah tata kehidupan dan penghidupan social, material maupun spiritual yang

diikuti dengan rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman diri, rumah tangga

serta masyarakat lahir dan batin yang memungkinkan setiap warga Negara dapat

melakukan usaha pemenuhan kebutuhan jasmanai, rohani dan soial yang sebaik-

baiknya bagi diri sendiri, rumah tangga, serta masyarakat dengan menjunjung

tinggi hak-hak asasi.

Menurut Indriyani (2020:181) mengatakan bahwa Kesejahteraan

merupakan suatu masalah yang sangat vital dan harus selalu mendapat perhatian

yang lebih dari berbagai pihak sebagai contoh kesajahteran finansial yang

meliputi gaji sebagai aspek utama dan tunjangan-tunjangan lainnya dan


kesejahteraan non finansial yang terdiri dari rasa aman, kondisi kerja dan

hubungan pribadi

2.1.2.2 Dimensi Kesejahteraan

Sunarti (2012) mengemukakan dimensi kesejahteraan yang meliputi:

1. Dimensi Fisik:

Menyangkut kesehatan fisik individu, termasuk kebugaran tubuh, pola makan

yang sehat, dan kondisi fisik secara umum.

2. Dimensi Psikologis:

Terkait dengan kesehatan mental dan emosional seseorang, seperti kestabilan

emosi, kebahagiaan, dan rasa puas dengan hidup.

3. Dimensi Sosial:

Melibatkan hubungan sosial yang sehat dan memuaskan dengan orang lain,

seperti keluarga, teman, dan komunitas, serta dukungan sosial yang diterima.

4. Dimensi Ekonomi:

Berkaitan dengan kondisi keuangan individu, termasuk pendapatan yang

mencukupi, akses terhadap pekerjaan yang layak, dan keamanan finansial.

5. Dimensi Lingkungan:

Meliputi kondisi lingkungan fisik di sekitar individu, seperti kebersihan

lingkungan, akses terhadap sumber daya alam, dan ketersediaan infrastruktur

yang mendukung kehidupan yang berkualitas.

6. Dimensi Budaya dan Spiritual:


Terkait dengan nilai-nilai, keyakinan, dan praktik keagamaan yang menjadi

bagian dari identitas individu serta memberikan makna dalam kehidupan

sehari-hari.

2.1.2.3 Tujuan Kesejahteraan

Pasal 88 ayat 1 sebagaimana telah dipaparkan mengandung arti bahwa

penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak adalah jumlah penerimaan

atau pendapatan pegawai dari pekerjaannya sehingga mampu memenuhi

kebutuhan hidupnya dan keluarga secara wajar meliputi sandang, pangan, papan,

perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi dan jaminan hari tua. Sedangkan pada

pasal 100 UU No 13 ayat I Tahun 2003 yang dimaksud dengan fasilitas

kesejahteraan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 adalah fasilitas

dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan pekerja/buruh dan ukuran

kemampuan perusahaan.

Kesejahteraan merupakan suatu keadaan sejahtera, keselamatan, keamanan,

ketentraman, kesenangan dan kemakmuran. Kesejahteraan guru berupa finansial

dan non finansial dan Indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat

kesejahteraan guru adalah: (a) Penghasilan tetap, (b) Tunjangan, (c) Penghargaan

(Tri wahyuni, 2017:2)

Robbins dalam buku Mutiara S. Pangabean (2004:78) mengemukakan bahwa

penghargaan dapat meningkatkan prestasi kerja dan kepuasan kerja apabila: (a)

Mereka merasakan adanya keadilan dalam penggajian, (b) Penghargaan yang


mereka terima dikaitkan dengan kinerja mereka, dan (c) Berkaitan dengan

kebutuhan individu.

Dari pendapat di atas dapat dikemukakan bahwa kesejahteraan merupakan tingkat

keadilan yang diperoleh pegawai dalam hidupnya baik dari segi materil maupun

non materil sehingga hidupnya merasa tentram dan aman, serta menimbulkan

kepuasan kerja. Sejahtera atau tidaknya seseorang dapat diukur berdasarkan

keadaan psikologi dalam menyikapi suatu pekerjaan, keadaan sosial di lingkungan

ia bekerja dan keadaan finansial.

2.1.2.4 Unsur Kesejahteraan

Guru merupakan salah satu faktor penentu tinggi rendahnya mutu hasil

pendidikan. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan saangat ditentukan oleh

sejauh mana kesiapan guru dalam mempersiapkan peserta didiknya melalui

kegiatan belajar mengajar. Namun demikian, posisi strategis guru untuk

meningkatkan mutu hasil pendidikan sangat dengaruhi oleh kemampuan

profesional mengajar dan tingkat kesejahteraanya.

Kesejahteraan guru yang kurang terjamin akan melemahkan

konsentrasinya pada peningkatan kualitas dan kapasitas dirinya. Guru

berkecenderungan untuk mengajar dan mendidik siswa ala kadarnya, bahkan

sekadar masuk kelas tanpa target belajar yang jelas dan terarah.

Untuk itu, upaya menempatkan guru dalam posisi yang terhormat sebagai

sosok pencetak generasi unggul bangsa perlu dilakukan. Guru tentunya harus

memiliki kualitas yang baik, termasuk juga kesejahteraan yang memadai. Tingkat
kesejahteraan guru yang terjamin harapannya akan berbanding lurus dengan

profesionalitas guru.

Terkait dengan hal ini, Loper Winartha (2006) dalam penelitiannya pada

sekolah unggulan mengemukakan bahwa tinggi rendahnya kinerja guru sangat

dipengaruhi oleh bagaimana cara pemerintah memperhatikan kesejahteraannya.

Lebih lanjut disampaikan bahwa beberapa faktor yang menyebabkan

rendahnya kinerja guru yaitu:

a. Gaji/insentif secara nasional masih rendah,

b. Gaya kepemimpinan kepala sekolah,

c. Iklim kerja sekolah,

d. Minimnya kesempatan untuk mengikuti kegiatan pengembangan

sumber daya manusia dalam bentuk inservis trainning,

e. Kurangnya kesempatan membaca karena mencari hasil tambahan

disamping harga buku yang cukup mahal,

f. Tidak bangga jadi guru karena perlakuan yang kurang adil terhadap

guru, dan

g. Rasa kurang nyaman dan aman dalam bertugas.

Sedangkan dalam penelitiannya Umi Chotimah menyebutkan bahwasanya

terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesejahteraan guru adalah

sebagai berikut: Dukungan kepala sekolah, Dukungan administrasi, Dukungan

siswa, Dukungan materi pengajaran, Dukungan berupa program studi pendidikan,

dan Dukungan fasilitas (Hema, 2009: 1-5)


2.1.2.5 Indikator Kesejahteraan

Beberapa contoh indikator kesejahteraan menurut Sunarti (2012) yang bisa

digunakan untuk mengukur atau mengevaluasi tingkat kesejahteraan antara lain:

1) Indikator Kesejahteraan Fisik:

Kesehatan tubuh secara umum, seperti tingkat kebugaran, berat badan yang

sehat, dan kondisi fisik lainnya. Akses terhadap layanan kesehatan yang

berkualitas dan kebutuhan medis yang terpenuhi.

2) Indikator Kesejahteraan Psikologis:

Tingkat kebahagiaan dan kepuasan hidup. Kemampuan mengelola stres dan

emosi secara efektif. Keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.

3) Indikator Kesejahteraan Sosial:

Kualitas hubungan interpersonal, seperti dukungan dari keluarga, teman, dan

komunitas. Tingkat keterlibatan dalam aktivitas sosial dan kemampuan untuk

membangun jaringan sosial yang kuat.

4) Indikator Kesejahteraan Ekonomi:

Pendapatan dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti

makanan, tempat tinggal, dan Pendidikan. Keamanan finansial dan

kemandirian ekonomi.

5) Indikator Kesejahteraan Lingkungan:

Kualitas lingkungan tempat tinggal, termasuk akses terhadap air bersih, udara

bersih, dan lingkungan yang aman. Kesadaran dan partisipasi dalam praktik

yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.


6) Indikator Kesejahteraan Budaya dan Spiritual:

Penghargaan terhadap nilai-nilai budaya dan keyakinan spiritual. Kemampuan

untuk mengekspresikan diri secara kreatif dan mencari makna dalam

kehidupan.

7) Indikator Kesejahteraan Pendidikan:

Akses terhadap pendidikan yang berkualitas dan kesempatan untuk

pengembangan diri. Tingkat pencapaian pendidikan dan keterampilan yang

dimiliki.

8) Indikator Kesejahteraan Politik dan Hukum:

Hak asasi manusia yang dihormati dan perlindungan hukum yang adil.

Partisipasi dalam proses politik dan keterlibatan dalam kegiatan masyarakat.

Indikator-indikator tersebut di atas dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur

dan memantau tingkat kesejahteraan individu atau kelompok dalam berbagai

dimensi kehidupan.

2.1.2.6 Pengaruh Kesejahteraan Terhadap Peningkatan Kinerja Guru

Menurut teori yang dikemukakan oleh Steers & Porter, Bahwa rendahnya

kinerja berkaitan erat dengan kesejahteraan, salah satu bentuk kesejahteraan

seseorang adalah dilihat dari sistem pemberian kompensasi yang diterapkan oleh

lembaga/organisasi tempat mereka bekerja. Pemberian kompensasi yang tidak

tepat berpengaruh terhadap peningkatan kinerja seseorang (Tisna Sukmana, … :

100)
Tisna Sukmana, … : 100) Mengungkapkan bahwa Ketidaktepatan pemberian

kompensiasi disebabkan oleh :

a. Pemberian jenis kompensasi yang kurang menarik

b. Pemberian penghargaan yang kurang tepat tidak membuat para pekerja

merasa tertarik untuk mendapatkannya, akibatnya para pekerja tidak

memiliki keinginan meningkatkan kinerjanya untuk mendapatkan

kompensasi tersebut.

2.1.3 Motivasi

2.1.3.1 Definisi Motivasi

Motivasi merupakan suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang

yang ditandai dengan timbulnya reaksi afektif dengan perubahan energi untuk

melakukan suatu aktivitas nyata berupa kegiatan fisik untuk mencapai tujuan

tertentu Djamarah, 2008 dalam Qalbi & Sunarya (2023: 424).

Definisi motivasi jika diterjemahkan lebih spesifik pada motivasi kerja

adalah sikap sadar dari seorang individu untuk melakukan pekerjaannya untuk

suatu tujuan tertentu (Seto & Merdja, 2020: 44).

Munandar (2014) dalam Ufaira & Hendriani (2019:213–214) menyatakan

bahwa motivasi kerja guru honorer dapat ditingkatkan dengan meningkatkan

faktor-faktor yang memengaruhinya. Pertama peran pemimpin atau atasan yang

memberikan suatu tujuan yang bermakna, sesuai dengan kemampuan guru

honorer tersebut. Kedua, peran diri sendiri, dimana tipe setiap individu berbeda

(reaktif atau proaktif). Ketiga, adanya peran organisasi dimana terdapat berbagai

kebijakan dan peraturan. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Foster et al.
(2021, pp. 518–519) yang mengatakan bahwa ada tiga elemen kunci dalam

motivasi yaitu upaya, tujuan organisasi dan kebutuhan. Benang merah dari

definisi diatas adalah bahwa motivasi merujuk pada kekuatan internal atau

eksternal yang mendorong individu untuk mencapai tujuan. Bagi guru honorer di

SMP Jakarta Timur, motivasi dapat berasal dari berbagai faktor, seperti rasa

tanggung jawab terhadap pendidikan, keinginan untuk memberikan kontribusi

positif, atau harapan untuk mendapatkan penghargaan dan pengakuan.

2.1.3.2 Dimensi Motivasi

Djamarah (2008) dalam bukunya yang berjudul "Psikologi Belajar" membahas

dimensi motivasi kerja dalam konteks psikologi belajar. Meskipun buku tersebut

lebih fokus pada proses pembelajaran, namun motivasi kerja juga menjadi salah

satu topik yang dibahas. Berdasarkan teori-teori yang dijelaskan dalam buku

tersebut, dimensi motivasi kerja dapat dilihat dari beberapa perspektif, seperti:

1) Tujuan dan Harapan:

Motivasi kerja dapat dipengaruhi oleh tujuan-tujuan individu dalam pekerjaan

mereka. Tujuan-tujuan ini dapat mencakup aspirasi karier, keinginan untuk

mencapai kemajuan atau prestasi tertentu, atau mencari pengakuan dan

penghargaan atas kinerja yang baik.

2) Keinginan untuk Belajar dan Berkembang:

Motivasi kerja juga dapat diperkuat oleh dorongan untuk terus belajar dan

berkembang dalam pekerjaan. Individu yang memiliki motivasi intrinsik untuk

meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mereka cenderung lebih

termotivasi dalam mencapai tujuan dan mencari tantangan baru.


3) Pengakuan dan Penghargaan:

Faktor eksternal seperti pengakuan dan penghargaan dari atasan atau rekan

kerja juga dapat menjadi sumber motivasi dalam lingkungan kerja. Pengakuan

atas prestasi, promosi, atau insentif lainnya dapat meningkatkan motivasi kerja

individu.

4) Keseimbangan Antara Tantangan dan Keterampilan:

Teori aliran (flow) yang dikemukakan oleh Mihaly Csikszentmihalyi juga

relevan dalam konteks motivasi kerja. Kesejahteraan psikologis dan motivasi

dapat ditingkatkan ketika individu merasakan keseimbangan antara tingkat

tantangan dalam pekerjaan dan tingkat keterampilan atau kemampuan mereka.

5) Komitmen dan Keterikatan:

Motivasi kerja juga dipengaruhi oleh tingkat komitmen individu terhadap

pekerjaan mereka dan rasa keterikatan mereka terhadap organisasi tempat

mereka bekerja. Individu yang merasa terikat dengan nilai-nilai organisasi dan

merasa memiliki peran yang penting dalam mencapai tujuan organisasi

cenderung lebih termotivasi.

2.1.3.3 Indikator Motivasi

Dalam karyanya "Psikologi Belajar" yang diterbitkan pada tahun 2008,

Djamarah lebih menekankan pada teori-teori pembelajaran dan motivasi dalam

konteks pendidikan. Meskipun demikian, terdapat beberapa indikator motivasi

yang dapat diterapkan dalam konteks motivasi kerja. Berikut beberapa contoh
indikator motivasi kerja yang dapat diambil dari teori-teori motivasi yang dibahas

oleh Djamarah:

1) Pengakuan dan Penguatan:

Indikator ini mencakup pemberian pujian, penghargaan, atau insentif lainnya

sebagai bentuk pengakuan terhadap prestasi kerja yang baik. Penguatan positif

seperti ini dapat meningkatkan motivasi intrinsik individu untuk melakukan

pekerjaan dengan baik.

2) Penetapan Tujuan:

Individu yang memiliki tujuan yang jelas dan terukur dalam pekerjaan mereka

cenderung lebih termotivasi untuk mencapai hasil yang diinginkan. Indikator

ini mencakup penetapan target kinerja yang spesifik dan mendukung upaya

pencapaian tujuan tersebut.

3) Belajar dan Berkembang:

Individu yang memiliki kesempatan untuk terus belajar dan berkembang

dalam pekerjaan mereka cenderung lebih termotivasi. Indikator ini mencakup

adanya peluang untuk pelatihan dan pengembangan keterampilan, serta umpan

balik yang konstruktif untuk meningkatkan kinerja.

4) Kemandirian dan Otonomi:

Individu yang diberi kewenangan untuk mengambil keputusan dan

bertanggung jawab atas pekerjaan mereka cenderung lebih termotivasi.

Indikator ini mencakup memberikan kebebasan dalam pengaturan waktu,

metode kerja, dan pengambilan keputusan terkait dengan pekerjaan.

5) Keterlibatan dan Keterikatan:


Individu yang merasa terlibat dan terikat dengan pekerjaan mereka cenderung

lebih termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi. Indikator ini mencakup

adanya kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan,

proyek-proyek penting, dan merasakan dampak positif dari kontribusi mereka

terhadap kesuksesan organisasi.

6) Keseimbangan Antara Tantangan dan Keterampilan:

Individu yang merasakan keseimbangan antara tingkat tantangan dalam

pekerjaan dan tingkat keterampilan mereka cenderung lebih termotivasi.

Indikator ini mencakup penyesuaian tingkat kesulitan tugas dengan tingkat

keterampilan individu.

Indikator-indikator tersebut di atas dapat membantu manajer dan

pemimpin dalam merancang lingkungan kerja yang memotivasi dan

meningkatkan kinerja karyawan.

Indikator Motivasi menurut Hamzah B. Uno (2014):

No Dimensi Indikator
1 Motivasi 1) Tanggung jawab guru dalam melaksanakan tugas
Internal 2) Melaksanakan tugas dengan target yang jelas
3) Memiliki tujuan yang jelas dan menantang
4) Ada umpan balik atas hasil pekerjaannya
5) Memiliki perasaan senang dalam bekerja
6) Selalu berusaha untuk mengungguli orang lain
7) Diutamakan prestasi dari apa yang dikerjakannya
2 Motivasi 1) Selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup
Eksternal dan kebutuhan lainnya
2) Senang memperoleh pujian dari apa yang
dikerjakannya
3) Bekerja dengan harapan ingin memperoleh
insentif
4) Bekerja dengan harapan ingin memperoleh
perhatian dari teman dan atasan.
2.1.3.4 Pengaruh Motivasi terhadap kinerja guru

Teori motivasi yang terkait kinerja dikemukakan oleh Armstrong dalam

dalam wibowo, proses kinerja dapat memotivasi orang untuk memperbaiki kinerja

mereka dan mengembangkan kapabilitas (Wibowo, 2007:338)

Teori motivasi yang berkaitan dengan kinerja guru dibahas di bawah ini:

a. Teori penguatan (Reinfoercement theory)

Teori penguatan menyatakan bahwa keberhasilan mencapai tujuan dan

penghargaan bertindak sebagai insentif dan penguat positif perilaku

sukses, yang berulang di awaktu yang akan datang. (Wibowo, 2007:338)

b. Teori Harapan (Expectancy theory)

Menurut teori harapan, motivasi hanya mungkin apabila terjadi hubungan

yang jelas dirasakan dan dapat dipergunakan anatara kinerja dan otucomes,

outcomes dilihat sebagai sarana untuk memuaskan kebutuhan.

c. Teori Efikasi (Self-efficacy theory)

Etifikasi diri mengindikasikan bahwa motivasi diri akan secara langsung

dihubungkan dengan self-belief atau keyakinan individual yang

memungkinkan mereka dapat menyelesaikan tugas tertentu.

d. Teori pembelajaran sosial (Social learning theory)

Social learning mengombinasikan aspek penguatan dan teori harapan.

Teori ini mengenal penting konsep dasar penguatan sebagai penentu

perilaku masa depan, tetapi juga menekankan pentingnya faktor psikologis


internal, terutama harapan tentang nilai tujuan dan kemampuan individu

untuk mencapainya.

e. Teori atribusi (Attribution theory)

Teori atribus berkepentingan dengan bagaimana orang menjelaskan kinerja

mereka. Tipe penjelasan yang dapat dipergunakan untuk memperhitungkan

keberhasilan atau kegagalan adalah : kemampuan,usaha, kesulitan tugas,

situasi dan anasib baik.

f. Permodelan peran (Role modeling)

Orang dapat dimotivasi dengan dasar perilaku mereka pada model peran,

yaitu seseorang yang pendekatannya dalam bekerja dan kemampuannya

menjalankan segala sesuatu memberikan inspirasi.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian pendahuluan ini menjadi salah satu referensi bagi penulis untuk

melakukan penelitiannya guna memperkaya teori yang mereka gunakan ketika

mengkaji penelitiannya pada saat itu. Dengan penelitian terdahulu yang terkait,

penulis dapat memperkaya bahan penelitian dengan mengacu pada hasil penelitian

tersebut. Beberapa penelitian terdahulu yang relevan penulis sajikan dalam tabel

2.2.1.

Tabel 2.2.1

Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Sumber Kesimpulan
1 Gita Desty Pengaruh Upah dan Jurnal Neraca: Jurnal Terjadi pengaruh di antara kedua
Trisnia, Insentif Karyawan Pendidikan dan Ilmu variabel secara signifikan.
Zahruddin Terhadap Kinerja Ekonomi Akuntansi Jikalau bertambah baik upah
Hodsay, Karyawan Pada Pt. Volume 6 Nomor 2, maka bertambah tinggi juga
Diana Milano Panai Tengah Desember 2022, Hal: kepuasan kerja pada karyawan.
Widhi 146-155 DOI:
Rachmawat 10.31851/neraca.v6i2.91
i 05

2 M. Irfa’ul Pengaruh Kesejahteraan Skripsi Fakultas Ilmu Terjadi pengaruh yang


Aziz terhadap peningkatan Tarbiyah Dan Keguruan signifikan antara variabel X
Kinerja Guru di MIN 15 Universitas Islam Negeri terhadap variabel Y. semakin
Bintaro (UIN) Syarif tinggi kesejahteraan pegawai
Hidayatullah Jakarta maka berpangaruh positif
(2019) terhadap kinerja guru.
3 Amelia Pengaruh Kesejahteraan Skripsi Fakultas Ilmu Terjadi pengaruh anatara
Wachidah, Guru dan Motivasi Kerja Tarbiyah dan Keguruan variabel X1, dan X2 terhadap
Rizka terhadap Kinerja Guru di Universitas Islam Negeri variabel Y. semakin tinggi
SMPN se Kecamatan Maulana Malik Ibrahin kesejahteraan guru, maka
Tanggulangin Kab. Malang (2019) semakin tinggi motivasi kerja
Sidoarjo. guru dan aka meningkatan
kinerja guru secara signifikan

2.3 Kerangka Pemikiran

Menurut Sugiyono (2019: 95), kerangka berpikir adalah model konseptual

dari variabel-variabel penelitian dan penjelasan teoritis tentang bagaimana teori

tersebut berhubungan dengan variabel-variabel penelitian yang ingin diteliti yaitu

variabel bebas dan variabel terikat.

. Jika penelitian menyangkut lebih dari satu variabel, maka kerangka

konseptual penelitian harus disajikan. Ketika hanya satu atau lebih variabel yang

dianggap independen dalam suatu penelitian, maka gambaran teoritis tentang


variasi besaran variabel yang diteliti harus dibangun dan disimpulkan untuk setiap

variabel.

Seperti yang dikutip oleh Sugiyono (2019: 95), kerangka konseptual yang baik

menurut Uma Sekarani adalah:

1. Variabel yang diteliti harus jelas.

2. Kerangka konseptual menggambarkan hubungan antar variabel yang

diteliti dan harus didukung dengan teori.

Menurut Sugiono (2019: 96), kerangka konseptual dalam penelitian

kuantitatif menemukan jawaban ilmiah atas pertanyaan penelitian yang

menjelaskan variabel dan hubungan antar variabel yang secara teoritis berkaitan

dengan hasil penelitian sebelumnya, merupakan kesatuan kerangka pemikiran

yang digunakan untuk kebenaran.

Menurut Rudi (2016: 48), penelitian korelasional adalah “studi yang

mengkaji hubungan antara satu atau lebih variabel dengan variabel lainnya”.

Variabel yang digunakan untuk prediksi disebut variabel prediktor atau variabel

bebas (independen).

Guru merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pendidikan.

Keberhasilan dalam proses pendidikan sangat dipengaruhi oleh kesiapan dan

kinerja guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran. Salah faktor yang

mempengaruhi kinerja guru ialah motivasinya adlam mengajar.

Ketika seorang guru melakukan proses pembelajaran dengan penuh

semangat tanpa paksaan artinya guru tersebut mempunyai motivasi dalam

mengajar. Motivasi kerja seorang guru juga bisa dilihat dari kesejahteraan guru
tersebut. Apabila tingkat kesejahteraan guru tersebut baik, maka guru akan lebih

mudah dalam meningkatkan kinerjanya.

2.3.1 Pengaruh Kesejahteraan Terhadap Kinerja


..................

2.3.2 Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja


..................

2.3.3 Pengaruh Kesejahteraan dan Motivasi Terhadap Kinerja

Gambar 2.1
Kerangka Berpikir

H1

Kesejahteraan Guru
(X1)
Kinerja Guru
H3
(Y)
Motivasi Kerja
(X2)

H2

Keterangan:
H : Pengaruh Kesejahteraan (X1) terhadap Kinerja guru honorer di SMP
Jakarta Timur (Y).
H2 : Pengaruh Motivasi (X2) terhadap kinerja Kinerja guru honorer di
SMP Jakarta Timur (Y)
H3 : Pengaruh Kesejahteraan (X1) dan Motivasi (X2) terhadap Kinerja
guru honorer di SMP (Y).

: Garis menunjukan pengaruh Simultan variabel (X1) dan (X2).


: Garis menunjukan pengaruh Parsial variabel (X1) terhadap (Y)
dan (X2) terhadap (Y).

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah suatu pernyataan yang kebenarannya belum dapat

dibuktikan secara empiris. Hipotesis merupakan alat penelitian ilmiah yang

penting dan tidak dapat dibuang begitu saja karena merupakan alat kerja teoritis.

(Sugiyono, 2019: 99).

Tujuan peneliti dalam merumuskan hipotesis adalah untuk memastikan

bahwa perhatian peneliti dalam kegiatan penelitian terfokus hanya pada informasi

yang diperlukan untuk membuktikan hipotesis tersebut.

Berdasarkan teori yang sudah dibaca, hipotesis yang penulis ajukan dalam

penelitian ini menyatakan bahwa :

Ha1 : Kesejahteraan Guru berpengaruh positif terhadap kinerja guru honorer di

SMP Jakarta Timur

Ho1 : Kesejahteraan Guru tidak berpengaruh positif terhadap kinerja guru

honorer di SMP Jakarta Timur

Ha2 : Motivasi Kerja berpengaruh positif terhadap kinerja guru honorer di SMP

Jakarta Timur

Ho2 : Motivasi Kerja tidak berpengaruh positif terhaadap kinerja guru honorer

di SMP Jakarta Timur


Ha3 : Kesejahteraan guru dan motivasi kerja berpengaruh positif terhadap

kinerja guru honorer di SMP Jakarta Timur

Ho3 : Kesejahteraan guru dan motivasi kerja tidak berpengaruh positif terhadap

kinerja guru.

Anda mungkin juga menyukai