Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konstipasi atau sembelit adalah terhambatnya defekasi (buang air besar)
dari kebiasaan normal. Dapat diartikan sebagai defekasi yang jarang, jumlah
feses (kotoran) kurang, atau fesesnya keras dan kering. Semua orang dapat
mengalami konstipasi, terlebih pada lanjut usia (lansia) akibat gerakan
peristaltik (gerakan semacam memompa pada usus, red) lebih lambat dan
kemungkinan sebab lain. Kebanyakan terjadi jika makan kurang berserat,
kurang minum, dan kurang olahraga. Kondisi ini bertambah parah jika sudah
lebih dari tiga hari berturut-turut.
Kasus konstipasi umumnya diderita masyarakat umum sekitar 4-30
persen pada kelompok usia 60 tahun ke atas. Ternyata, wanita lebih sering
mengeluh konstipasi dibanding pria dengan perbandingan 3:1 hingga 2:1.
Insiden konstipasi meningkat seiring bertambahnya umur, terutama usia 65
tahun ke atas. Pada suatu penelitian pada orang berusia usia 65 tahun ke atas,
terdapat penderita konstipasi sekitar 34 persen wanita dan pria 26 persen.
Konstipasi bisa terjadi di mana saja, dapat terjadi saat bepergian,
misalnya karena jijik dengan WC-nya, bingung caranya buang air besar
seperti sewaktu naik pesawat dan kendaraan umum lainnya. Penyebab
konstipasi bisa karena faktor sistemik, efek samping obat, faktor neurogenik
saraf sentral atau saraf perifer. Bisa juga karena faktor kelainan organ di
kolon seperti obstruksi organik atau fungsi otot kolon yang tidak normal atau
kelainan pada rektum, anak dan dasar pelvis dan dapat disebabkan faktor
idiopatik kronik.
Mencegah konstipasi secara umum ternyata tidaklah sulit. Lagi-lagi,
kuncinya adalah mengonsumsi serat yang cukup. Serat yang paling mudah
diperoleh adalah pada buah dan sayur. Jika penderita konstipasi ini
mengalami kesulitan mengunyah, misalnya karena ompong, haluskan sayur
atau buah tersebut dengan blender.

1
B. Tujuan
Tujuan dari rumusan masalah di atas yaitu :
1. Memahami definisi konstipasi
2. Memahami patofisiologis konstipasi
3. Memahami faktor- faktor risiko konstipasi pada usia lanjut
4. Memahami manifestasi klinis konstipasi
5. Memahami komplikasi konstipasi pada usia lanjut
6. Memahami penatalaksanaan konstipasi
7. Memahami web of causes konstipasi
8. Memahami asuhan keperawatan pada konstipasi

C. Manfaat
1. Menambah pengetahuan khususnya dalam menangani masalah
keperawatan dan menerapkan asuhan keperawatan keluarga dengan kasus
konstipasi.
2. Sebagai informasi institusi pendidikan dalam pengembangan dan
peningkatan mutu pendidikan dinas yang akan datang.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Pada umumnya konstipasi sulit didefinisikan secara tegas karena
sebagai suatu keluhan terdapat variasi yang berlainan antara individu.
Penggunaan istilah konstipasi secara keliru dan belum adanya definisi
yang universal menyebabkan lebih kaburnya hal ini. Biasanya konstipasi
berdasarkan laporan pasien sendiri atau konstipasi anamnestik dipakai
sebagai data pada penelitian-penelitian. Batasan dari konstipasi klinis
yang sesungguhnya adalah ditemukannya sejumlah besar feses
memenuhi ampul rektum pada colok dubur, dan atau timbunan feses pada
kolon, rektum, atau keduanya yang tampak pada foto polos perut.
Studi epidemiologis menunjukkan kenaikan pesat dari konstipasi
terkait dengan usia terutama berdasarkan keluhan pasien dan bukan
karena konstipasi klinis. Banyak orang mengira dirinya konstipasi bila
tidak buang air besar (BAB) tiap hari sehingga sering terdapat perbedaan
pandang antara dokter dan pasien tentang arti konstipasi itu sendiri.
Frekuensi BAB bervariasi dari 3 kali per hari sampai 3 kali per
minggu. Secara umum, bila 3 hari belum BAB, massa feses akan
mengeras dan ada kesulitan samapi rasa sakit saat BAB. Konstipasi
sering diartikan sebagai. kurangnya frekuensi BAB, biasanya kurang dari
3 kali per minggu dengan feses yang kecil-kecil dan keras, serta
kadangkal disertai kesulitan sampai rasa sakit saat BAB. Orang usia
lanjut seringkali terpancang dengan kebiasaan BABnya. Hal ini mungkin
merupakan kelanjutan dari pola hidup semasa kanak-kanak dan saat
masih muda, dimana setiap usaha dikerahkan untuk BAB teratur tiap
hari, kalau perlu dengan menggunakan pencahar untuk mendapatkan
perasaan sudah bersih. Ada anggapan umum yang salah bahwa kotoran
yang tertimbun dalam usus besar akan diserap lagi, berbahaya untuk

3
kesehatan, dan dapat memperpendek usia. Ada pula yang
mengkhawatirkan keracunan dari fesesnya sendiri bila dalam jangka
waktu tertentu tidak dikeluarkan.
Suatu batasan dari konstipasi diusulkan oleh Holson, meliputi paling
sedikit 2 dari keluhan di bawah ini dan terjadi dalam waktu 3 bulan :
a. konsistensi feses yang keras;
b. mengejan dengan keras saat BAB;
c. rasa tidak tuntas saat BAB, meliputi 25% dari keseluruhan
BAB;
d. frekuensi BAB 2 kali seminggu atau kurang.
International Workshop on Constipation berusaha lebih jelas
memberikan batasan konstipasi. Berdasarkan rekomendasinya,
konstipasi dikategorikan dalam dua golongan : 1) konstipasi
fungsional, 2) konstipasi karena penundaan keluarnya feses pada
muara rektisigmoid.
Konstipasi fungsional disebabkan waktu perjalanan yang
lambat dari feses, sedangkan penundaan pada muara
rektosigmoid menunjukkan adanya disfungsi anorektal. Yang
terakhir ditandai adanya perasaan sumbatan pada anus.
Tabel 1. Definisi Konstipasi sesuai international workshop on constipation
No Tipe Kriteria
1 Konstipasi Dua atau lebih dari keluhan ini ada paling sedikit dalam
Fungsional 12 bulan :
1. Mengejan keras 25% dari BAB
2. Feses yang keras 25% dari BAB
3. Rasa tidak tuntas 25% dari BAB
4. BAB kurang dari 2 kali per minggu

2 Penundaan pada 1. Hambatan pada anus lebih dari 25% BAB


muara rektum 2. Waktu untuk BAB lebih lama
3. Perlu bantuan jari-jari untuk mengeluarkan feses.

4
Model tinja atau feses 1 (konstipasi kronis), 2 (konstipasi sedang)
dan 3 (konstipasi ringan) dari Bristol Stool Chart yang menunjukkan
tingkat konstipasi atau sembelit.
2. Anatomi dan Fisiologi
Defekasi seperti juga pada berkemih adalah suatu proses fisiologis
yang menyertakan kerja otot-otot polos dan serat lintang, persarafan
sentral dan perifer, koordinasi dari sistem refleks, kesadaran yang baik
dan kemampuan fisis untuk mencapai tempat BAB. Kesukaran diagnosis
dan pengelolaan dari konstipasi adalah karena banyaknya mekanisme
yang terlibat pada proses BAB normal. Gangguan dari salah satu
mekanisme ini dapat berakibat konstipasi.
Defekasi dimulai dari gerakan peristaltik usus besar yang
menghantakan feses ke rektum untuk dikeluarkan. Feses masuk dan
meregangkan ampula dari rektum diikuti relaksasi dari sfingter anus
interna. Untuk meghindarkan pengeluaran feses yang spontan, terjadi
refleks kontraksi dari sfingter anus eksterna dan kontraksi otot dasar
pelvis yang depersarafi oleh saraf pudendus. Otak menerima rangsang
keinginan untuk BAB dan sfingter anus eksterna diperintahkan untuk
relaksasi, sehingga rektum mengeluarkan isinya dengan bantuan
kontraksi otot dinding perut. kontraksi ini akan menaikkan tekanan dalam
perut, relaksasi sfingter dan otot elevator ani. Baik persarafan simpatis
maupun parasimpatis terlibat dalam proses BAB.
3. Etiologi
Dibutuhkan pengenalan faktor-faktor resiko yang berkaitan dengan
konstipasi untuk memahami masalah ini. Sebagai contoh, polifarmasi
dapat menyebabkan konstipasi karena beberapa golongan obat
mempunyai potensi untuk hal ini. Beberapa kelainan neurologis dan
endokrin-metabolik juga dapat mengakibatkan konstipasi yang berat.
Faktor-faktor resiko konstipasi :
Obat-obatan

5
Yaitu golongan obat-obatan :
1. Antikolinergik
2. Narkotik
3. Analgesik
4. Diuretik
5. NSAID
6. Kalsium antagonis
7. Preparat kalsium
8. Preparat besi
9. Antasida alumunium
10. Penyalahgunaan pencahar
11. Kondisi neurologis
a) Stroke
b) Penyakit Parkinson
c) Traauma medulla spinalis
d) Neorupati diabetik
12. Gangguan metabolik
a) Hiperkalsemia
b) Hipokalemia
c) Hipotiroid
13. Kausa Psikologis
a) Psikosis depresi
b) Demensia
c) Kurang privasi untuk BAB
d) mengabaikan dorongan BAB
e) konstipasi imajiner

14. Penyakit-penyakit saluran cerna

6
a) Kanker kolon
b) Divertikel
c) Illeus
d) Hernia
e) Volvulus
f) Irritable Bowel Syndrome
g) Rektokel
h) Wasir
i) Fistula atau Fissura ani
j) Inersia kolon
15. Lain-lain
a) Diet rendah serat
b) Kurang cairan
c) Imobilitas atau kurang olahraga
d) Bepergian jauh
e) Pasca tindakan bedah perut
4. Patofisiologi
Patogenesis dari konstipasi bervariasi, penyebabnya multipel,
mencakup beberapa faktor yang tumpang tindih. Walaupun konstipasi
merupakan keluhan yang banyak pada usia lanjut, motilitas kolon tidak
terpengaruh oleh bertambahnya usia. Proses menua yang normal tidak
mengakibatkan perlambatan dari perjalanan saluran cerna. perubahan
patofisiologi yang menyebabkan konstipasi bukanlah karena
bertambahnya usia tapi memang khusus terjadi pada mereka dengan
konstipasi.
Penelitian dengan petanda radioopak yang ditelan oleh orang usia
lanjut yang sehat tidak mendapatkan adanya perubahan dari total waktu
gerakan usus, termasuk aktivitas motorik dari kolon. Tentang waktu
pergerakan usus dengan mengikuti petanda radioopak yang ditelan,
normalnya kurang dari 3 hari sudah dikeluarkan. Sebaliknya, penelitian
pada orang usia lanjut yang menderita konstipasi menunjukkan

7
perpanjangan waktu gerakan usus dari 4-9 hari. Pada mereka yang
dirawat atau terbaring di tempat tidur, dapat lebih panjang lagi sampai 14
hari. Petanda radioaktif yang dipakai terutama lambat jalannya pada
kolon sebelah kiri dan paling lambat saat pengeluaran dari kolon
sigmoid.
Pemeriksaan elektrofisiologis untuk mengukur aktivitas motorik dari
kolon pasien dengan konstipasi menunjukkan berkurangnya respons
motorik dari sigmoid akibat berkurangnya inervasi intrinsic karena
degenerasi plexus mienterikus. Ditemukan juga berkurangnya rangsang
saraf pada otot polos sirkuler yang dapat menyebabkan memanjangnya
waktu gerakan usus.
Individu di atas usia 60 tahun jug aterbukti mempunyai kadar plasma
beta-endorfin yang meningkat, disertai peningkatan ikatan pada reseptor
opiate endogen di usus. Hal ini dibuktikan dengan efek konstipatif dari
sediaan opiate yang dapat menyebabkan relaksasi tonus kolon, motilitas
berkurang, dan menghambat refleks gaster-kolon.
Selain itu, terdapat kecenderungan menurunnya tonus sfingter dan
kekuatan otot-otot polos berkaitan dengan usia, khususnya pada
perempuan. pasien dengan konstipasi mempunyai kesulitan lebih besar
untuk mengeluarkan feses yang kecil dan keras sehingga upaya mengejan
lebih keras dan lebih lama. Hal ini dapat berakibat penekanan pada saraf
pudendus sehingga menimbulkan kelemahan lebih lanjut.
Sensasi dan tonus dari rektum tidak banyak berubah pada usia lanjut.
Sebaliknya, pada mereka yang mengalami konstipasi dapat mengalami 3
perubahan patologis pada rektum :
1) Diskesia Rektum
Ditandai dengan penurunan tonus rektum, dilatasi
rektum, gangguan sensasi rektum, dan peningkatan
ambang kapasitas. Dibutuhkan lebih besar regangan
rektum untuk menginduksi refleks relaksasi dari
sfingter eksterna dan interna. Pada colok dubur pasien

8
dengan diskesia rektum sering didapatkan impaksi feses
yang tidak disadari karena dorongan untuk BAB sering
sudah tumpul. Diskesia rektum juga dapat diakibatkan
karena tanggapnya atau penekanan pada dorongan
untuk BAB seperti yang dijumpai pada penderita
demensia, imobilitas, atau sakit daerah anus dan rectum
2) Dis-sinergis Pelvis
Terdapatnya kegagalan untuk relaksasi otot pubo-
rektalis dan sfingter anus eksterna saat BAB.
Pemeriksaan secara manometrik menunjukkan
peningkatan tekanan pada saluran anus saat mengejan.
3) Peningkatan Tonus Rektum
Terjadi kesulitan mengeluarkan feses yang
bentuknya kecil. Sering ditemukan pada kolon yang
spastik seperti pada penyakit Irritable Bowel Syndrome,
dimana konstipasi merupakan hal yang dominan.
5. Tanda dan gejala
Anamnesis yang terperinci merupakan hal terpenting untuk
mengungkapkan adakah konstipasi dan faktor resiko penyebabnya.
Konstipasi merupakan suatu keluhan klinis yang umum dengan berbagai
tanda dan keluhan lain yang berhubungan.
Pasien yang mengeluh konstipasi tidak selalu sesuai dengan patokan-
patokan yang obyektif. Misalnya jika dalam 24 jam belum BAB atau ada
kesulitan dan harus mengejan serta perasaan tidak tuntas untuk BAB
sudah mengira dirinya menderita konstipasi.
Beberapa keluhan yang mungkin berhubungan dengan konstipasi
adalah :
1) Kesulitan memulai dan menyelesaikan BAB
2) mengejan keras saat BAB
3) Massa feses yang keras dan sulit keluar
4) Perasaan tidak tuntas saat BAB

9
5) Sakit pada daerah rektum saat BAB
6) Rasa sakit pada perut saat BAB
7) Adanya perembesen feses cair pada pakaian dalam
8) Menggunakan jari-jari untuk mengeluarkan feses
9) Menggunakan obat-obatan pencahar untuk bisa BAB
6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan fisis pada konstipasi sebagian besar tidak didapatkan
kelainan yang jelas. Walaupun demikian, pemeriksaan fisis yang teliti
dan menyeluruh diperlukan untuk menemukan kelainan-kelainan yang
berpotensi mempengaruhi khususnya fungsi usus besar. Diawali dengan
pemerikssaan rongga mulut meliputi gigi gerigi, adanya lesi selaput
lendir mulut dan tumor yang dapat mengganggu rasa pengecap dan
proses menelan.
Pemeriksaan daerah perut dimulai dengan inspeksi adakah
pembesaran abdomen, peregangan atau tonjolan. Selanjutnya palpasi
pada permukaan perut untuk menilai kekuatan otot-otot perut. Palpasi
lebih dalam dapat meraba massa feses di kolon, adanya tumor atau
aneurisma aorta. Pada perkusi dicari antara lain pengumpulan gas
berlebihan, pembesaran organ, asietes, atau adanya massa feses.
Auskultasi antara lain untuk mendengarkan suara gerakan usus besar,
normal atau berlebihan misalnya pada jembatan usus. Pemeriksaan
daerah anus memberikan petunjuk penting, misalnya adakah wasir,
prolaps, fisur, fistula, dan massa tumor di daerah anus dapat mengganggu
proses BAB.
Pemeriksaan colok dubur harus dikerjakan antara lain untuk
mengetahui ukuran dan kondisi rektum serta besar dan konsistensi feses.
Colok dubur dapat memberikan informasi tentang :
1) Tonus rektum
2) Tonus dan kekuatan sfingter
3) Kekuatan otot pubo-rektalis dan otot-otot dasar pelvis
4) Adakah timbunan massa feses

10
5) Adakah massa lain (misalnya hemoroid)
6) Adakah darah
7) Adakah perlukaan di anus

Pemeriksaan laboratorium dikaitkan dengan upaya mendeteksi


faktor-faktor resiko penyebab konstipasi, misalnya glukosa darah, kadar
hormon tiroid, elektrolit, anemia yang berhubungan dengan keluarnya
darah dari rektum, dan sebagainya. Prosedur lain misalnya anuskopi
dianjurkan dikerjakan secara rutin pada semua pasien dengan konstipasi
untuk menemukan adakah fisura, ulkus, wasir dan keganasan.
Foto polos perut harus dikerjakan pada penderita konstipasi,
terutama yang terjadinya akut. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adakah
impaksi feses dan adanya massa feses yang keras yang dapat
menyebabkan sumbatan dan perforasi kolon. Bila diperkirakan ada
sumbatan kolon, dapat dilanjutkan dengan barium Enema untuk
memastikan tempat dan sifat sumbatan. Pemeriksaan intensif ini
dikerjakan secara selektif setelah 3-6 bulan pengobatan konstipasi kurang
berhasil dan dilakukan hanya pada pusat-pusat pengelolaan konstipasi
tertentu.
Uji yang dikerjakan dapat bersifat anatomik (enema,
proktosigmoidoskopi, kolonoskopi) atau fisiologik (waktu singgah di
kolon, cinedefecografi, menometri, dan elektromiografi).
Proktosigmoidoskopi bisanya dikerjakan pada konstipasi yang baru tejadi
sebagai pprosedur penapisan adanya keganasan kolon-rektum. Bila ada
penurunan berat badan, anemia, keluarnya darah dari rektum atau adanya
riwayat keluarga dengan kanker kolon perlu dikerjakan kolonoskopi.
Waktu persinggahan suatu bahan radio-opak di kolon dapat diikuti
dengan melakukan pemeriksaan radioologis setelah menelan bahan
tersebut. Bila timbunan zat ini terutama ditemukan di rektum
menunjukkan kegagalan fungsi ekspulsi, sedangkan bila di kolon
menunjukkan kelemahan yang menyeluruh.

11
Sinedefecografi adalah pemeriksaan radiologis daerah anaorektal
untuk menilai evakuasi feses secara tuntas, mengidentifikasi kelainan
anorektal dan mengevaluasi kontraksi serta relaksasi otot rektum. Uji ini
memakai semacam pasta yang konsistensinya mirip feses, dimasukkan ke
dalam rektum. Kemudian penderita duduk pada toilet yang diletakkan
dalam pesawat sinar X. Penderita diminta mengejan untuk mengeluarkan
pasta tersebut. Dinilai kelainan anorektal saat proses berlangsung.
Uji manometri dikerjakan untuk mengukur tekanan pada rektum dan
saluran anus saat istirahat dan pada berbagai rangsang untuk menilai
fungsi anorektal. pemerikasaan elektromiografi dapat mengukur misalnya
tekanan sfingter dan fungsi saraf pudendus, adakah atrofi saraf yang
dibuktikan dengan respon sfingter yang terhambat. Pada kebanyakan
kasus tidak didapatkan kelainan anatomik maupun fungsional, sehingga
penyebab dari konstipasi disebut sebagai non-spesifik.
7. Penatalaksanaan
Banyaknya macam-macam obat yang dipasarkan untuk mengatasi
konstipasi, merangsang upaya untuk memberikan pengobatan secara
simptomatik. Sedangkan bila mungkin, pengobatan harus ditujukan pada
penyebab dari konstipasi. Penggunaan obat pencahar jangka panjang
terutama yang bersifat merangsang peristaltik usus, harus dibatasi.
Strategi pengobatan dibagi menjadi :
1. Pengobatan non-farmakologis
a. Latihan usus besar :
melatih usus besar adalah suatu bentuk latihan perilaku
yang disarankan pada penderita konstipasi yang tidak jelas
penyebabnya. Penderita dianjurkan mengadakan waktu
secara teratur setiap hari untuk memanfaatkan gerakan usus
besarnya. dianjurkan waktu ini adalah 5-10 menit setelah
makan, sehingga dapat memanfaatkan reflex gastro-kolon
untuk BAB. Diharapkan kebiasaan ini dapat
menyebabkan penderita tanggap terhadap tanda-tanda dan

12
rangsang untuk BAB, dan tidak menahan atau menunda
dorongan untuk BAB ini.
b. Diet :
peran diet penting untuk mengatasi konstipasi terutama
pada golongan usia lanjut. data epidemiologis menunjukkan
bahwa diet yang mengandung banyak serat mengurangi
angka kejadian konstipasi dan macam-macam penyakit
gastrointestinal lainnya, misalnya divertikel dan kanker
kolorektal. Serat meningkatkan massa dan berat feses serta
mempersingkat waktu transit di usus. untuk mendukung
manfaa serat ini, diharpkan cukup asupan cairan sekitar 6-8
gelas sehari, bila tidak ada kontraindikasi untuk asupan
cairan.
c. Olahraga :
cukup aktivitas atau mobilitas dan olahraga membantu
mengatasi konstipasi jalan kaki atau lari-lari kecil yang
dilakukan sesuai dengan umur dan kemampuan pasien, akan
menggiatkan sirkulasi dan perut untuk memeperkuat otot-
otot dinding perut, terutama pada penderita dengan atoni
pada otot perut
2) Pengobatan farmakologis
Jika modifikasi perilaku ini kurang berhasil, ditambahkan terapi
farmakologis, dan biasnya dipakai obat-obatan golongan pencahar.
Ada 4 tipe golongan obat pencahar :
a. Memperbesar dan melunakkan massa feses, antara
lain : Cereal, Methyl selulose, Psilium.
b. Melunakkan dan melicinkan feses, obat ini bekerja dengan
menurunkan tegangan permukaan feses, sehingga
mempermudah penyerapan air. Contohnya : minyak kastor,
golongan dochusate.

13
c. Golongan osmotik yang tidak diserap, sehingga cukup aman
untuk digunakan, misalnya pada penderita gagal ginjal,
antara lain : sorbitol, laktulose, gliserin
d. Merangsang peristaltik, sehingga meningkatkan motilitas usus
besar. Golongan ini yang banyak dipakai. Perlu diperhatikan
bahwa pencahar golongan ini bisa dipakai untuk jangka
panjang, dapat merusak pleksusmesenterikus dan berakibat
dismotilitas kolon. Contohnya : Bisakodil, Fenolptalein.

Bila dijumpai konstipasi kronis yang berat dan tidak dapat diatasi
dengan cara-cara tersebut di atas, mungkin dibutuhkan tindakan
pembedahan. Misalnya kolektomi sub total dengan anastomosis
ileorektal. Prosedur ini dikerjakan pada konstipasi berat dengan masa
transit yang lambat dan tidak diketahui penyebabnya serta tidak ada
respons dengan pengobatan yang diberikan. Pasa umumnya, bila tidak
dijumpai sumbatan karena massa atau adanya volvulus, tidak dilakukan
tindakan pembedahan.
8. Komplikasi
Walaupun untuk kebanyakan orang usia lanjut, konstipasi hanya
sekedar mengganggu, tetapi untuk untuk sebagian kecil dapat berakibat
komplikasi yang serius, misalnya impaksi feses. Impaksi feses
merupakan akibat dari terpaparnya feses pada daya penyerapan dari
kolon dan rektum yang berkepanjangan. Feses dapat menjadi sekeras
batu, di rektum (70%), sigmoid(20%), dan kolon bagian proksimal(10%).
Impaksi feses penyebab penting dari morbiditas pada usia lanjut,
menigkatkan resiko perawatan di rumah sakit dan mempunyai potensi
terjadinya komplikasi yang fatal. penampilannya sering hanya berupa
kemunduran klinis yang tidak spesifik. kadang-kadang dari pemeriksaan
fisis didapatkan panas sampai 39,5 o, delirium perut yang tegang, suara
usus melemah, aritmia serta takipnia karena karena peregangan dari
diafragma. pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis. peristiwa

14
ini dapat disebabkan ulserasi sterkoraseus dari suatu fecaloma yang keras
menyebabkan ulkus dengan tepi yang nekrotik dan meradang. dapat
terjadi perforasi dan penderita datang dengan sakit perut berat yang
mendadak.
Impaksi feses yang berat pada daerah rektosigmoid dapat menekan
leher kandung kemih menyebabkan retensio urin, hidronefrosis bilateral,
dan kadangh-kadang gagal ginjal yang membaik setelah impaksi
dihilangkan titik. Inkontinensia alvi juga sering didapatkan, karena
impaksi feses di daerah kolorektal.
Volvulus daerah sigmoid juga sering terjadi sebagai komplikasi dari
konstipasi. Mengejan berlebihan dalam jangka waktu lama pada
penderita dengan konstipasi dapat berakibat prolaps dari rektum.

BAB III
TINJAUAN KASUS

15
A. PENGKAJIAN
1. ANAMNESA
a. Data Pribadi Pasien
Identitas Klien
Nama : Ny.S
Umur : 51
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Jenis kelamin : Perempuan
Status perkawinan : Janda
Alamat : Jl.Mayjend Sutoyo, Sungai Pinang Dalam
Sumber Informasi : Pasien
Diagnosa Medis : Konstipasi
Tanggal Masuk : 17 Desember 2019
Ruang/kamar : Melati
b. Riwayat Penyakit
1. Keluhan saat pengkajian
Pasien mengatakan nyeri pada perut. Dari skala 1-10. Pasien
mengatakan skala 6. Dan tidak BAB selama seminggu.
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengatakan bahwa setiap pagi hari setelah bangun tidur
pasien sering merasa nyeri pada perut bagian sebelah kanannya.
3. Riwayat penyakit dahulu

4. Riwayat penyakit keluarga


Dalam keluarga tidak ada yang mempunyai penyakit keturunan
seperti diabetes mellitus dan Hipertensi serta penyakit menular
seperti Hepatitis dan TBC.
5. GENOGRAM (Garis Keturunan Klien Dua Generasi)

16
= Laki-laki
= Perempuan
= Klien
= Meninggal
= Garis perkawinan
= Garis Keturunan

c. Pengkajian saat ini


1. Pola nutrisi/metabolic
Pasien mengatakan makan dua kali sehari. Napsu makan
berkurang, dan tidak bisa minum air putih yang banyak.
2. Pola eliminasi
Pasien mengatakan BAK dua kali sehari dengan warna kuning,
bau khas, dan pasien tidak kesulitan dalam BAK.
3. Pola aktivitas/latihan
Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan
orang lain maupun alat bantu.
4. Pola tidur-istirahat
Pasien mengatakan tidur selama 7 jam mulai tidur pukul 22.00
WIB dan bangun pukul 05.00 WIB. Pasien sering tidur siang.

5. Pola koping/toleransi stress


Emosi pasien stabil.

17
6. Pola Persepsi dan Penanganan kesehatan
Pasien mengatakan telah mencoba alat pencahar untuk
mempermudah BAB. Seperti Dulcolax dan obat-obatan dari
resep dokter.
7. Pola seksual/reproduksi
Reproduksi pasien stabil
8. Pola persepsi diri/Konsep diri
Body Image: Pasien mengetahui bahwa dirinya sakit dan
membutuhkan pengobatan agar cepat sembuh.
Self Ideal: Pasien merasa diperlukan dengan baik oleh perawat
dan mendapat perhatian yang cukup dari pengasuh.
9. Pola kognitif/perseptual
Pola pikir, daya ingat pasien stabil.
10. Pola peran/Hubungan
Hubungan pasien dengan perawat serta pasien lain dalam satu
ruangan baik. Pasien juga kooperatif dan dapat berinteraksi baik
dengan tenaga kesehatan serta hubungannya dengan keluarga
baik.
11. Pola nilai/Keyakinan
Pasien mengatakan islam. Dan masih mampu untuk melakukan
sholat lima waktu.

2. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum : Keadaan umum sadar
b. Tanda-tanda vital : TD: 140/70 mmHg
N: 78x/mnt
S: 36,5 ℃
P: 24x/mnt
c. Kesadaran : CM (composmentis)
d. Kepala : Bersih, bentuk wajah simetris
e. Mata : Simetris, fungsi penglihatan masih bagus

18
f. Telinga : Tidak menggunakan alat bantu pendengaran
g. Hidung : Tidak ada keluhan dan kelainan pada hidung
h. Mulut : Bibir tampak kering dengan gigi bersih
i. Leher : Tidak terdapat pembesaran pada tiroid
j. Dada & Abdomen : Simetris, tidak ada benjolan dan nyeri tekan
k. Genetalia : Tidak terpasang kateter
l. Ekstremitas : Tidak ada luka, dan tidak lumpuh

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG

4. TERAPI MEDIKASI

B. ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah
1 DS: a. Pola BAB tidak Konstipasi
Seminggu tidak BAB, kebiasaan teratur.
BAB tiga kali sehari b. Eliminasi feses tidak
DO: lancar.
a. Inspeksi : c. Konstipasi
pembesaran abdomen
b. Palpasi :
Perut terasa keras, ada
impaksi feses
c. Perkusi : redup
d. Auskultasi :
bising usus tidak terdengar
2 DS: a. Sulit BAB Nutrisi
Klien tidak nafsu makan b. Perut terasa kurang dari
DO: kembung kebutuhan
Bising usus tidak terdengar c. Nafsu makan

19
menurun
d. Menurunnya intake
makanan
3 DS: a. Konsistensi tinja Nyeri akut
Keluhan nyeri dari pasien yang keras
DO: b. Sulit keluar
Perubahan nafsu makan c. Akumulasi di kolon
d. Nyeri abdomen

C. PRIORITAS MASALAH
1. Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya
nafsu makan
3. Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen

D. PERENCANAAN/INTERVENSI KEPERAWATAN
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
1 Konstipasi berhubungan Pasien dapat defekasi a. Temukan pola
dengan pola defekasi dengan teratur (setiap defekasi bagi klien
tidak teratur hari) dan latih klien
Kriteria Hasil: untuk menjalankan.
a) Defekasi dapat b. Atur waktu yang
dilakukan satu kali sehari tepat untuk defekasi
b) Konsistensi feses klien seperti
lembut sesudah makan
c) Eliminasi feses c. Berikan cakupan
tanpa perlu mengejan nutrisi berserat
berlebihan sesuai dengan
indikasi
2 Perubahan nutrisi Perubahan nutrisi kurang a. Buat perencanaan
kurang dari kebutuhan dari kebutuhan makan dengan

20
berhubungan dengan berhubungan dengan pasien untuk
hilangnya nafsu makan hilangnya nafsu makan. dimasukkan ke
Kriteria Hasil: dalam jadwal
a) Toleransi terhadap makan.
diet yang dibutuhkan b. Tawarkan
b) Mempertahankan makanan porsi
masa tubuh dan berat besar di siang hari
badan dalam batas normal ketika nafsu makan
tinggi
3 Nyeri akut berhubungan Tujuan: a. Bantu pasien
dengan akumulasi feses menunjukkan nyeri telah untuk berfokus
keras pada abdomen berkurang pada aktivitas dari
Kriteria Hasil: nyeri dengan
a. Menunjukkan melakukan
teknik relaksasi secara penggalihan melalui
individual yang efektif televisi atau radio
untuk b. Perhatikan bahwa
mencapai kenyamanan lansia mengalami
b. Mempertahankan peningkatan
tingkat nyeri pada skala sensitifitas terhadap
kecil efek analgesik opiat

E. IMPLEMENTASI/TINDAKAN KEPERAWATAN
Nama : Ny.S No.Reg/RM :
Umur : 51 Ruang : Melati
Jenis Kelamin : Perempuan
Hari/ NO TTD

21
Tangga DIAGNOSA Implementasi Respon
l/ Pasien
Jam
18/02/ 1 Menyarankan klien DS:
2020 untuk minum setelah Klien mengatakan
08.00 bangun tidur dan minum merasa lebih baik
air hangat setelah makan saat cairan terpenuhi
dengan sesuai kebutuhan di setiap harinya
cairan harian klien. DO:
Wajah Klien tampak
lebih fresh dari
biasanya.

1 Memberikan cakupan DS:


nutrisi makanan berserat Klien mengatakan
sesuai indikasi BAB menjadi lebih
mudah dari biasanya
DO:
Wajah klien tampak
nyaman pada saat
dilakukan pengkajian
19/02/ 2 Menyarankan klien DS:
2020 untuk minum setelah Klien mengatakan
08.00 bangun tidur dan minum nyeri di perut
air hangat setelah makan berkurang
dengan sesuai kebutuhan DO:
cairan harian klien Wajah klien tampak
lega.

2 Memberikan cakupan DS:

22
nutrisi makanan berserat Klien mengatakan
sesuai nutrisi. feses tidak lagi keras
DO:
Wajah Klien tampak
rileks

F. EVALUASI
Nama : Ny.S No.Reg/RM :
Umur : 51 Ruang : Melati

23
Jenis Kelamin : Perempuan
Hari/
Tanggal/ Diagnosa Evaluasi TTD
Jam Keperawatan
18/02/ Konstipasi S: Klien mengatakan merasa lebih
2020 berhubungan dengan baik saat cairan terpenuhi di setiap
08.00 pola defekasi tidak harinya
teratur O: Wajah Klien tampak lebih fresh
dari biasanya.
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan Intervensi

Perubahan nutrisi S: Pasien merasa nyaman dengan


kurang dari kebutuhan makanan yang di bawa dari rumah
berhubungan dengan dan dapat meningkatkan nafsu makan
hilangnya nafsu pasien.
makan O: Wajah klien tampak senang
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan Intervensi

Nyeri akut S: Klien dapat mengalihkan perhatian


berhubungan dengan dari nyeri
akumulasi feses keras O: Wajah klien tidak merasa cemas
pada abdomen dari biasanya
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan Intervensi
19/02/ Konstipasi S: Klien mengatakan sudah tidak
2020 berhubungan dengan merasakan kesulitan selama BAB.
08.00 pola defekasi tidak O: Wajah klien tampak nyaman.
teratur A: Masalah selesai
P: Hentikan Intervensi

24
Perubahan nutrisi S: Klien mengatakan perut sudah
kurang dari kebutuhan tidak terasa kembung lagi dan nafsu
berhubungan dengan makan kembali seperti semula.
hilangnya nafsu O: Wajah klien tampak rilex.
makan A: Masalah selesai
P: Hentikan Intervensi
Nyeri akut
berhubungan dengan S: Klien mengatakan perut sudah
akumulasi feses keras tidak merasakan sakit lagi
pada abdomen O: Wajah klien tampak rilex.
A: Masalah selesai
P: Hentikan Intervensi

BAB IV
A. KESIMPULAN

25
Konstipasi atau sembelit adalah terhambatnya defekasi (buang air besar)
dari kebiasaan normal. Dan dapat diartikan pula sebagai defekasi yang jarang,
jumlah feses (kotoran) kurang, atau fesesnya keras dan kering.
Penyakit Konstipasi atau sembelit ini lebih banyak menyerang pada usia
lanjut atau orang tua dengan rata-rata berumur sekitar 65 tahun ke atas dan
wanita lebih cenderung mengalaminya di banding pria. Penyebab Konstipasi
bisa terjadi dimana saja dapat terjadi saat sedang berpergian misalnya karena
jijik melihat WC-nya yang terlihat kotor dan mungkin kurang terawat dan
juga karena faktor lain misalnya karena faktor sistemik, efek samping obat,
faktor neurogenik saraf sentral atau saraf perifer bisa juga karena faktor
kelainan organ di kolon seperti obstruksi organik atau fungsi otot kolon yang
tidak normal.

B. SARAN
Dalam mencegah penyakit konstipasi atau sembelit ini secara umum
tidak begitu sulit untuk dapat mencegahnya dengan mengkonsumsi serat
yang cukup, dan serat yang mudah untuk di peroleh yaitu pada buah-buahan
dan sayur-sayuran. Bisa juga dengan meminum jus buah. Dengan sering
mengkonsumsi buah dan sayur yang sehat setiap hari maka penyakit
konstipasi ini dapat dicegah.

DAFTAR PUSTAKA

26
http://edyblogers.blogspot.com/2013/12/makalah-penyakit-konstipasi.html?m=1

https://www.academia.edu/8535674/
Rabu_09_Mei_2012_MAKALAH_KONSTIPASI

http://andysmar.blogspot.com/2012/05/makalah-konstipasi.html

http://normaalfira-keperawatanuim.blogspot.com/2010/12/makalah-
konstipasi.html

27

Anda mungkin juga menyukai