Anda di halaman 1dari 163

KATA PENGANTAR

Oleh : Dr. Yek Amin Aziz

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI........................................................................................ii
PENDAHULUAN................................................................................ii
BAB I : Sejarah Bahasa Arab (Asal-Usul, Sistem
Penulisan, Rumpun & Dialek)...........................................................1
A. Sekilas Tentang Bahasa Arab & Asal-Usulnya.............................1
B. Sistem Penulisan Bahasa Arab.......................................................9
C. Rumpun Bahasa Arab .................................................................25
D. Dialek Bahasa Arab......................................................................38
BAB II : Perkembangan, Persebaran & Pengaruh
Bahasa Arab.......................................................................................50
A. Periodisasi perkembangan Bahasa Arab......................................50
B. Pengaruh Bahasa Arab Terhadap Agama.....................................57
C. Pengaruh Bahasa Arab Terhadap Perdagangan...........................65
D. Pengaruh Bahasa Arab Terhadap Pengobatan ............................71
E. Pengaruh Bahasa Arab Terhadap Budaya Dan
Literatur........................................................................................76
F. Perkembangan Dan Persebaran Bahasa Arab..............................78
BAB III : Peran Bahasa Arab Pada Era Digital &
Modernitas.........................................................................................85
A. Konsep Bahasa Arab Era Digital.................................................85
B. Peran Bahasa Arab Era Digital....................................................94
C. Konsep Bahasa Arab Era Modernitas........................................104
D. Peran Bahasa Arab Di Era Modernitas......................................111
BAB III : Sekapur Sirih Tentang Pembelajaran
Bahasa Arab.....................................................................................128
A. Pembelajaran Bahasa Arab Pada Era Metode............................128
B. Pembelajaran Bahasa Arab Pada Era Pasca Metode..................136
C. Pembelajaran Bahasa Arab Pada Era Digital.............................144
PENUTUP........................................................................................150
DAFTAR PUSTAKA......................................................................151

ii
iii
PENDAHULUAN

iv
BAB I

SEJARAH BAHASA ARAB


( ASAL USUL, SISTEM PENULISAN, RUMPUN
BAHASA, DAN DIALEK)

A. Sekilas Tentang Bahasa Arab Dan Asal Usulnya

Kata “bahasa Arab” merupakan gabungan dua kata yang


terdiri dari kata “bahasa” dan “Arab”. Bahasa secara etimologi
berarti sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan para
anggota suatu masyarakat untuk melakukan kerja sama,
interaksi, dan mengidentifikasi diri. Secara terminologi
pengertian bahasa dikemukakan oleh beberapa ahli, di
antaranya adalah John Dewey berpendapat bahwa bahasa
adalah alat penghubung rohani yang amat penting dalam hidup
bersama. Niewarhuis mengungkapkan bahwa makna bahasa
adalah kadang-kadang yang terikat, dan kadang-kadang yang
terdengar tetapi selalu pengertian. Sedangkan Buhrn dan Stern
mengatakan bahwa bahasa adalah alat untuk melahirkan isi
jiwa, alat untuk mengadakan hubungan rohani, dan alat untuk
membicarakan sesuatu.
Selain itu, Lutfi Abbas mengungkapkan bahwa bahasa
merupakan suatu sistem simbol-simbol yang terdiri dari
bunyibunyian yang diucapkan dalam atau melalui mulut yang
disetujui bersama oleh sekelompok manusia, yang dipelajari
oleh sekelompok manusia dengan simbol-simbol tersebut di
atas manusia itu berkomunikasi.
Senada dengan hal tersebut, Jurjiy Zaidan menegaskan
bahwa bahasa merupakan bunyi-bunyian yang dilakukan oleh
setiap kelompok atau suku dalam mengungkapkan

1
kehendaknya. Bentuk bunyi-bunyian tersebut berbeda cara
penyampaian dan pengungkapannya pada setiap kelompok atau
suku yang menggunakannya. Bunyi-bunyian yang dimaksud
adalah bunyibunyian yang bermakna dan berdasarkan
kesepakatan tertentu yang disepakati oleh sekelompok
masyarakat yang menggunakannya tersebut.
Bahasa Arab adalah bahasa yang digunakan oleh suatu
bangsa yang mendiami gurun pasir yang luas. Bahasa ini telah
tersebar di sepenjuru dunia, digunakan dan dipakai oleh banyak
manusia hal ini tidak terlepas dari keberadaan bahasa Arab
sebagai bahasa Al Qur’an. Dahulu, sebelum al Qur’an
diturunkan, bahasa Arab hanya sebuah bahasa yang digunakan
oleh suatu masyarakat yang mendiami gurun pasir yang
gersang, panas dan tak berkehidupan. Bangsa Arab adalah
bangsa yang menjalani kehidupan dengan cara berpindah-
pindah, dari satu tempat ke tempat yang lain (nomaden), hal
tersebut disebabkan kondisi geografis mereka sebagian besar
merupakan gurun pasir, di bagian utara terdapat gurun Nefud
(68.635 km) dan di bagian selatan terdapat gurun Rub Al Khali
(593.110 km).
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut maka dapat
dipahami bahwa bahasa adalah salah satu alat komunikasi yang
digunakan untuk menyampaikan atau mengungkapkan
perasaan, pikiran, ide, dan keinginan manusia kepada lainnya.
Bahasa tersebut merupakan unsur kebudayaan umat manusia
yang membedakan suatu kelompok masyarakat dengan
kelompok masyarakat yang lainnya.

1. Asal Usul Bahasa Arab


Salah satu pembahasan pokok dalam bahasa Arab
adalah pembahasan tentang latar belakang munculnya
bahasa tersebut. Dengan pembahasan seperti itu, kita dapat
mengetahui dari mana asal usul bahasa yang tentu dengan
sendirinya harus mengetahui sejarah perjalanannya sampai

2
menjadi satu bahasa yang berdiri sendiri demikian halnya
dengan bahasa Arab, tidak langsung menjadi satu satu
bahasa yang terpisah dari lainnya, akan tetapi mengalami
proses yang cukup panjang mulai dari asal bahasa tersebut.
Bahasa Arab merupakan rumpun dari bahasa Semit
dan mempunyai anggota penutur yang terbanyak. Bangsa
Semit berikut bahasanya dinisbahkan dari putra Nabi Nuh
yang bernama Sam ibn Nuh. Garis keturunan Sam inilah
yang melahirkan berbagai bangsa dan bahasa, di antaranya
bangsa ‘Akkadiyyah, Kan‘an, Ethopiah, Arab dan
sebagainya.
Namun seiring dengan perjalanan umat manusia dari
sekian rumpun bahasa Semit, yang tersisa sampai sekarang
hanyalah bahasa Arab, bahasa yang telah memberi
pengaruh yang cukup besar dalam sejarah peradaban umat
manusia, terutama disaat memasuki abad ke VI
masehi.Menurut para ahli, bahwa bahasa-bahasa di dunia
yang jumlahnya diperkirakan hampir 3000 bahasa, paling
baik dikelompokkan dengan teori yang berdasarkan
hubungan kekerabatan yaitu rumpun bahasa Indo-Eropa,
Semit-Hemit dan Turania.
Bahasa-bahasa yang termasuk kedalam rumpun
bahasa Indo-Eropa dikelompokkan menjadi bahasa India,
bahasa Iran, bahasa Yunani, bahasa Prancis, Spanyol,
Portugis, Italia Rumania, bahasa Inggris, Belanda, Jerman,
Denmark, Armania, Albania dan lain-lain. Sedang bahasa-
bahasa yang termasuk rumpun bahasa Semit dan cabang
bahasa-bahasa Hemit. Bahasa-bahasa Semit dapat dibagi
menjadi dua bahagian, yaitu bahasa Semit Utara, yang
terdiri dari bahasa-bahasa Akkadiyah, bahasa Babilonia,
bahasa Kan’an dan bahasa-bahasa Aramiah. Sedang bahasa
Semit selatan terdiri bahasa mesir (Mesir kuno dan koptik),
bahasa-bahasa Barbar yang dipergunakan penduduk asli
Afrika Utara, seperti Tunisia, Aljasair, Maroko, Sahara dan

3
sekitarnya serta bahasa Kusyitik, yaitu bahasa penduduk
asli bagian timur Afrika seperti bahasa Somalia, Galla,
Bedja, Dankali, Agaw, Afar, Sidama dan lainlain.
Adapun rumpun bahasa Tarania meliputi kelompok –
kelompok bahasa, yaitu bahasa-bahasa Tunisia yang terdiri
dari bahasa Turki, Mongolia dan Manmair,
bahasa Jepang, bahasa Cina, bahasa Korea, Kaukasia,
bahasa Sudan, bahasa Melayu Polinesia (termasuk bahasa
Indonesia).
Berbagai macam bahasa yang telah disebutkan diatas
sebenarnya berasal dari satu bahasa. Hal tersebut
menunjukkan bahwa bangsa-bangasa yang mengucapkan
nya juga berasal dari satu keturunan. Hanya saja berpisah
antara satu dengan yang lainnya dan membentuk satu
bangsa. Dengan perpisahan antara satu dengan yang
lainnya, mengakibatkan pembentukan bahasa pergaulan
tersendiri yang sudah tidak persis sama dengan bahasa
induknya. Akan tetapi hal itu pun tentu dengan proses yang
panjang. Begitu pula perpisahan bahasa Arab dengan
induknya menjadi bahasa yang berdiri sendiri tidak terjadi
begitu saja tanpa dengan proses, tapi dengan proses yang
panjang.
Pertama mungkin dengan pemisahan salah satu
keturunan bangsa Semit yang menjelajah kewilayah jazirah
yang bertujuan untuk memperlas wilayah kekuasaanya,
kemudian proses selanjutnya terbentuklah kebudayaan
yang lain yang sudah berada dengan bangsa pertama yang
akhirnya tercipta alat komunikasi yang tampaknya berbeda
dengan bahasa aslinya. Sejarah pembentukan bahasa
adalah proses kata dan kalimat selama beberapa abad, kata
yang satu mungkin ssaja tidak terpakai selanjutnya hilang
dan digantikan oleh kata baru, apakah itu serapan atau
terbentuk dari proses perbedaan dialek antara suku atau

4
bangsa pengguna bahasa arab itu. Begitu pula seterusnya
hingga terbentuk bahasa Arab seperti sekarang ini.

2. Perkembangan Bahasa Arab


Penamaan bahasa yang bersumber dari bahasa
Semit sebenarnya muncul dengan kemunculan bangsa-
bangsa yang berasal dari keturunan bangsa Semit itu
sendiri, maka muncullah bahasa-bahasa ‘Akkadiyah( Abad
XX SM) yaitu bahasa yang dipergunakan oleh bangsa
Asyuriah dan Babilonia, Bahasa-bahasa Aramiyah (Abad
IX SM) dan Abbariyah ( sebelum abad XX SM) Finikiyah
(Abad XII SM).
Begitu pula muncul bahasa-bahasa Arab, bahasa
Yaman Kuno dan bahasa Habsyi. Bahasa Arab lahir dari
sebuah rumpun bahasa yang bernama Semit, sebelum
datangnya agama Kristen, para peneliti tidak dapat
menemukan apapun karena tidak ada bukti dokumen
tertulis berupa teks-teks. Kelangkaan teks-teks Arab itu
karena meluasnya buta huruf (‘ummiyyah) dikalangan
bangsa arab sebelum Islam datang. Namun tidak berarti
sebelum datangnya agama Kristen bahasa Arab belum ada.
Tidak pula berarti bahwa bahasa Arab lebih mudah
dibanding dengan bahasa ‘Ibrani dan bahasa-bahasa Semit
lain. Bahasa Arab mewarisi dan memelihara unsur-unsur
bahasa bahasa Semit asal, berbeda dengan bahasa ‘Ibrani
sangat banyak memperbaharui diri dan itu semakin
menjauh dari persamaan dengan bahasa Semit asal.
Bahasa Arab sama halnya dengan bahasa-bahasa
Yaman Kuno, bahasabahasa Habsy Semit adalah berasal
dari satu induk yang sama yakni bahasa bangsa Semit yang
berdiam disebelah selatan, tepatnya diwilayah Irak, dengan
demikian hubungan bahasa Arab dengan bahasa Semit
sangat kuat. Lain halnya dengan bangsa Semit yang ada di
utara sangat berbeda dengan bahasa Arab dari berbagai

5
aspek, seperti asal-usul kata, Aswaat dan qawaid-nya.
Sedangkan bahasa–bahasa Yaman Kuno dan bahasa-
bahasa habsy–Semit sangat kuat dan lebih dekat dengan
bahasa Semit selatan dibanding dengan bahasa Arab.
Menurut Ali Abd al-Wahid Wafiy, informasi yang
sempat terekam dalam sejarah dan sampai kepada kita
tentang bahsa Arab adalah temuan dari prasasti tentang
Arab Baidah yang diperkirakan hidup pada abad I sebelum
masehi, sedangkan Arab Baqiyah, informasi yang
ditemukan nanti setelah abad V masehi. Sehingga
periodisasi pertumbuhan bahasa Arab sangat sulit untuk
dilacak.
Bahasa Arab secara tertulis masih sangat sedikit jika
dibanding dengan bahasa yang lain, sehingga periodisasi
bahasa Arab dan kesusasteraannya hanya terbatas pada
zaman jahiliah, masa munculnya Islam yang dibawa oleh
Nabi Muhammad Saw, masa Bani Umayyah, Bani
Abbasiyah, kemunduran dan periode moderen. Dan yang
diperpegangi oleh para ahli, tentang perkembangan bahasa
Arab pada masa pra Islam (jahiliyah) adalah nukilah puisi-
puisi yang dikembangkan pada zaman tersebut yang
dipindahkan dari generasi kegenerasi.

3. Sejarah Bahasa Semit


Istilah bahasa semit atau Samiyah ditetapkan
sebagai sebutan bagi sekumpulan bahasa yang
dihubungkan kepada salah satu anak nabi Nuh as yaitu
Sam. Orang yang pertama kali memberikan istilah tersebut
adalah Scholozer paada tahun 1781 ketika dia mencari
nama bagi bahasa orang Ibrani dan bangsa Arab6. dia
melihat antara bahasa Ibrani dan bahasa Arab ternyata ada
hubungan dan kesamaan. Scholozer menyandarkan
penamaan ini kepada berita yang terdapat dalam kitab
Taurat tentang keturunan Nuh setelah terjadi banjir besar.

6
Bangsa-bangsa dan kabilahkabilah dibagi menjadi tiga
bagian besar yang semuanya kembali kepada anak-anak
Nuh yaitu Sam, Ham dan Yafas.7 Di dalam hadits nabi
juga disebutkan ketiga anak nabi Nuh yang bernama sam
ham dan yafus.
Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw
bersabda: “Sam adalah bapak orang Arab, Ham adalah
bapak orang Habsyi, dan Yafits adalah bapak orang
Romawi.
Penamaan bahasa yang bersumber dari bahasa
Semit sebenarnya muncul dengan kemunculan bangsa-
bangsa yang berasal dari keturunan bangsa Semit itu
sendiri, maka muncullah bahasa-bahasa ‘Akkadiyah
(Abad XX SM) yaitu bahasa yang dipergunakan oleh
bangsa Asyuriah dan Babilonia, Bahasa-bahasa Aramiyah
(Abad IX SM) dan Abbariyah ( sebelum abad XX SM)
Finikiyah (Abad XII SM).
Begitu pula muncul bahasa-bahasa Arab, bahasa
Yaman Kuno dan bahasa Habsyi. Bahasa Arab lahir dari
sebuah rumpun bahasa yang bernama Semit, sebelum
datangnya agama Kristen, para peneliti tidak dapat
menemukan apapun karena tidak ada bukti dokumen
tertulis berupa teks-teks. Kelangkaan teks-teks Arab itu
karena meluasnya buta huruf (‘ummiyyah) dikalangan
bangsa arab sebelum Islam datang. Namun tidak berarti
sebelum datangnya agama Kristen bahasa Arab belum
ada. Tidak pula berarti bahwa bahasa Arab lebih mudah
dibanding dengan bahasa ‘Ibrani dan bahasa-bahasa
Semit lain. Bahasa Arab mewarisi dan memelihara unsur-
unsur bahasa bahasa Semit asal, berbeda dengan bahasa
‘Ibrani sangat banyak memperbaharui diri dan itu
semakin menjauh dari persamaan dengan bahasa Semit
asal.

7
Bahasa Arab sama halnya dengan bahasa-bahasa
Yaman Kuno, bahasabahasa Habsy Semit adalah berasal
dari satu induk yang sama yakni bahasa bangsa Semit
yang berdiam disebelah selatan, tepatnya diwilayah Irak,
dengan demikian hubungan bahasa Arab dengan bahasa
Semit sangat kuat. Lain halnya dengan bangsa Semit
yang ada di utara sangat berbeda dengan bahasa Arab dari
berbagai aspek, seperti asal-usul kata, Aswaat dan
qawaid-nya. Sedangkan bahasa–bahasa Yaman Kuno dan
bahasa-bahasa habsy–Semit sangat kuat dan lebih dekat
dengan bahasa Semit selatan dibanding dengan bahasa
Arab.
Menurut Ali Abd al-Wahid Wafiy, informasi yang
sempat terekam dalam sejarah dan sampai kepada kita
tentang bahsa Arab adalah temuan dari prasasti tentang
Arab Baidah yang diperkirakan hidup pada abad I
sebelum masehi, sedangkan Arab Baqiyah, informasi
yang ditemukan nanti setelah abad V masehi. Sehingga
periodisasi pertumbuhan bahasa Arab sangat sulit untuk
dilacak.
Bahasa Arab secara tertulis masih sangat sedikit
jika dibanding dengan bahasa yang lain, sehingga
periodisasi bahasa Arab dan kesusasteraannya hanya
terbatas pada zaman jahiliah, masa munculnya Islam yang
dibawa oleh Nabi Muhammad Saw, masa Bani Umayyah,
Bani Abbasiyah, kemunduran dan periode moderen. Dan
yang diperpegangi oleh para ahli, tentang perkembangan
bahasa Arab pada masa pra Islam (jahiliyah) adalah
nukilah puisi-puisi yang dikembangkan pada zaman
tersebut yang dipindahkan dari generasi kegenerasi.

B. Sejarah Dan Sistem Penulisan Bahasa Arab

8
Bahasa arab sebagaimana bahasa pada umumnya pasti
memiliki sejarahnya sendiri dan sistem penulisannya tersendiri.
Hal inilah yang menjadikan bahasa yang satu dengan bahasa
yang lainnya berbeda dan melahirkan kajian-kajian yang
berbeda pula pada pengkajiannya. Dalam sistem penulisan arab
sendiri kita akan di hadapkan dengan berbagai macam istilah
yang berkaitan dengan sistem tulisan arab, diantaranya adalah
ortografi arab dan kaligrafi arab. dua istilah ini sama-sama
mengakaji tentang sistem penulisan dalam bahasa arab.
Istilah ortografi pada judul dalam KBBI, yakni gambaran
bunyi bahasa yang berupa lambang atau tulisan. Pengertian ini
sama dengan pengertian kitabah yang diberikan oleh Emil Badi
Ya’qub. Ia mengatakan, kitabah atau tulisan adalah simbol
bahasa yang digunakan oleh manusia untuk merekan ide-ide
mereka sebagai kenangan atau sarana untuk
mengomunikasiakan kepada orang lain dengan lintasan ruang
dan waktu. Dalam percakapan sehari-hari, istilah ini sering
diungkapkan dengan istilah tulisan. Ini tampak dalam tuturan
kita sehari-hari yang menyebutkan alif, ba’, ta’ dan seterusnya
itu sebagai “tulisan” arab, bukan “ortografi” arab. padahal,
istilah “tulisan”, jika kita merujuk pada KBBI, tidak ada
definisi yang mengacu ke pengertian itu. Meskipun demikian,
dalam makalah ini, istilah “ortografi” dipadankan dengan
istilah “tulisan”, dengan alasan bahwa istilah “tulisan”lah yang
lebih banyak dipakai dalam tuturan. Sehingga, pemakaian
berganti-gantian antara kedua istlah itu dalam tulisan ini
mengacu pada pengertian yang sama.
Istilah Ortografi berasal dari bahasa Yunani: orthos yang
artinya‚ benar dan graphein yang artinya menulis. Definisi
ortografi itu sendiri adalah sistem ejaan suatu bahasa atau
gambaran bunyi bahasa yang berupa tulisan atau lambang yang
meliputi antara lain masalah ejaan, kapitalisasi, pemenggalan
kata, tanda baca dan lain sebagainya. Mark Donohue, dalam
kamus Lexicography for Your Friends mendefenisikan bahwa

9
orthografi menggambarkan atau mendefinisikan sekumpulan
simbol yang digunakan dalam menulis bahasa, dan aturan
mengenai cara menggunakan simbol-simbol itu. Ortografi Arab
jika dikaitkan dengan cara dan teknik menuliskannya, maka
dalam ilmu-ilmu alat bahasa Arab, seperti; Qawaidul imla’,
kitabah, khat, dan rasm. Meski demikian istilah-istilah tersebut
memiliki perbedaan makna. Ortografi dalam kajian grafem
adalah sistem pelambangan bunyi atau disebut sistem ejaan,
sehingga bila seseorang menyebutkan sebuah huruf, maka ia
berkaitan sistem bunyi yang melekat pada huruf itu. Definisi
ortografi itu sendiri adalah berkaitan dengan sistem ejaan suatu
bahasa atau gambaran bunyi bahasa yang berupa tulisan atau
lambang yang meliputi antara lain masalah ejaan, kapitalisasi,
pemenggalan kata, tanda baca dan lain sebagainya. Ibnu
Manzur, dalam lisan al-‘Arab, mengemukakan bahwa ortografi
Arab, dalam istilah hija’i berasal dari kata yang berarti
‚mengeja, menghitung, membaca huruf dengan huruf.
Sedangkan kaligrafi, Secara etimologi, kata "kaligrafi"
berasal dari bahasa Yunani kaligraphia atau kaligraphos.
Kallos berarti indah dan grapho berarti tulisan. Dengan
demikian, kaligrafi mempunyai dua unsur, yakni tulisan
(aksara) dan keindahan (nilai estetik). Dalam bahasa Arab,
kaligrafi disebut khat, yang berarti "dasar garis", "coretan
pena", atau "tulisan tangan". Bentuk kata kerjanya adalah
khatta yang berarti kataba (menulis) atau rasama
(menggambar). Bahasa Arab mengistilahkan kaligrafi dengan
kata khat (tulisan atau garis), yang ditujukan pada tulisan yang
indah (al-kitabah al-jamilah atau al-khat al-jamil).
Dari segi terminologi, secara gamlang dikemukakan oleh
Syaikh Syamsudin al Afkani (ahli kaligrafi) dalam kitabnya
Irsyad al Qasid pada bab Hasyr al 'Ulum: "Khat adalah ilmu
yang memperkenalkan bentuk huruf tunggal, penempatannya,
dan cara merangkainya menjadi tulisan atau apa yang ditulis
dalam baris-baris (tulisan), bagaimana cara menulisnya dan

10
(menentukan mana) yang tidak perlu ditulis, mengubah ejaan
yang perlu digubah dan bagaimana mengubahnya." Pengertian
ini menjelaskan bahwa ilmu khat mencakup tata cara menulis
huruf, menyusun dan merangkainya dalam komposisi tertentu
demi mencapai keserasian (harmony) dan keseimbangan
(equilibrium) yang dituntut setiap karya seni.
Kaligrafi adalah salah satu karya kesenian Islam yang
paling penting. Kaligrafi Islam yang muncul di dunia Arab
merupakan perkembangan seni menulis indah dalam huruf
Arab yang disebut khat. Definisi tersebut sebenarnya persis
sama dengan pengertian etimologis kata kaligrafi dari kata
Yunani kaligraphia (menulis indah). Dalam perkembangannya,
huruf Arab yang menjadi obyek seni khat berkembang sesuai
dengan perkembangan tempat dimana tempat asal seni khat
berada. Demikian pada abad ke-10, misalnya, gaya kufi
merupakan awal perkembangan khat yang tadinya agak kaku
menjadi semakin lentur dan ornamental meskipun tetap
angular. Kemudian berkembang pula bentuk khat yang bersifat
kursif (miring) yang diwujudkan dalam seni yang disebut sulus,
naskhi, raiham, riqa dan tauqi. Pada fase berikutnya gaya riqa
dan tauqi tidak tampak lagi penggunaannya.
Kaligrafi Islam adalah pengejawantahan visual dari
kristalisasi realitas-realitas spiritual (al-haqa'iq) yang
terkandung di dalam wahyu Islam. Kaligrafi datang untuk
menduduki posisi khusus yang sangat istimewa dalam Islam
sehingga dapat disebut sebagai leluhur seni visual Islam
tradisional dan memiliki jejak yang sangat istimewa dalam
peradaban Islam. Munculnya al-khat al-Arabi dengan bentuk
yang baik dan indah sangat penting pada masa Islam,
dikarenakan al-khat adalah seni asli dan di dalamnya terdapat
ruh peradaban dan falsafah Islam. Dengan demikian, kaligrafi
menjadi salah satu seni tulisan yang berkembang hingga kini,
dan memiliki peranan penting dalam perkembangan agama
Islam di penjuru dunia.

11
1. Sejarah Dan Sistem Penulisan Bahasa Arab Pra-Islam
Huruf Arab berasal dan berkembang dari tulisan
dari bangsa-bangsa arab sebelumnya. Tulisan Arab berasal
dari berkembang tulisan Arami (Aramean), Nabati
(Nabaten), dan berakhir menjadi tulisan Hijazi. Tulisan
terakhir inilah yang kemudian berkembang di wilayah arab
sebelum dakwah Nabi Muhammad SAW. Di antara bukti-
bukti yang mengukuhkan pendapat ini ialah batu-batu yang
terukir dengan khat Arab yang di jumpai sebelum utara
Hijaz. Khat tersebut diduga mempunyai hubungan dengan
Persia dan Roma.
Aram adalah bangsa yang meninggali kawasan
mesopotamia dan bercampur dengan bangsa-bangsa di
wilayah itu. Dalam Al-Qur’an surah Al fajr ayat 6-8
disebut sebagai bangsa yang menempati kota Iram (Aram
dari Plilar), rumah kaum ‘Ad masyarakat wilayah Al
Ahqof. Aram terus menjadi penduduk mayoritas dibabel
(sekedar disebut Iraq) dan beberapa bagian dari suriah.
Sejumlah kerajaan Aramean bermunculan diwilayah
tersebut, yang terpenting adalah kerajaan Palmyra. Bangsa
Aram sendiri terus menyebut diri mereka “Aram”, tapi oleh
sekeliling mereka dikenal sebagai bangsa Kasdim,
Assyaria atau suriah.
Mereka berbicara menggunakan bahasa Semit Barat
dari bahasa Aram lama (1100 SM-M 200), namun tulisan
mereka menggunakan Abjad Fenisia, yang kemudian
dimodifikasikan secara khusus menjadi Abjad Aram. Pada
Awal ke-8 SM bahasa tulisan dan Aram bersaing dengan
bahsa Semit Timur (Akkadia) dan Tulisan Paku di Asyur,
dan selanjutnya menyebar ke timur. Sekitar 800 SM bahasa
Aram menjadi Liguafranca dari kekaisaran Neoasyur
meskipun terpingirkan oleh Yunani pada periode
Helenistik, namun tetap tak tertandingi sebagai dialeg

12
umum diwilayah tersebut sampai pada penaklukan Islam
atas Mesopotamia di abad ke-7 Masehi.
Suku Nabatean Adalah salah satu rumpun bangsa
Arab yang hidup sebelum masuknya bangsa Romawi,
mereka adalah sebuah bangsa berawal dari keturunan Nabi
Isma’il. Nabi Isma’il diberi karunia dua belas putra,
diantara Nebajoth atau Naba dan keturunan nabat Inilah
yang akhirnya muncul dinasti Nabatean (600 SM sampai
50 M). Mereka kenal sebegai suku pengembara yang
berkelana keberbagai penjuru dengan kawanan unta dan
domba. Mereka sangat mahir dalam membuat tangki air
bawah tanah untuk mengumpulkan air berisi yang bisa
digunakan saat mereka bepergian jauh sehingga,
dimanapun mereka berada mereka bisa membuat galian
untuk saluran air digunakan untuk saluran air guna
memenuhi kebutuhan mereka akan air bersih.
Dari tulisan Suriani (Tulisan Neo-aramean),
kemudian berevolusi lagi menjadi tulisan Nabatean.
Tulisan dikembangkan dari Abjad bahasa arami pada Abad
2 SM. Batu prasasti dalam Abjad Nabatean telah
ditemukan di Petra, ibu kota kerajaan Nabatean (tahun 150
SM sampai 100 M), di Syiria dan Damaskus selama 4
abad, abjad Nabatean berevolusi menjadi huruf Arab.
Pendapat senada dengan Nabia Abbott seoran ilmuan
yang memiliki otoritas, membuktikan bahwa tulisan bahasa
arab berasal dari Nabatean. Dia berpendapat bahwa skrip
arab yang digunakan di awal permulaan Islam adalah
perkembangan tulisan arab arab sebelum Islam yang secara
langsung merupakan pengaruh dari perkembangan tulisan
Kerajaan Nabatean Arabi yang muncul pada awal
permulaan abad masehi.
Dari tulisan Nabatean yang berkembang di sekitar
syiria dan Damaskus pada abad ke-2 SM itu, bergerak
menuju daerah Anbar di Irak Utara, kemudian ke daerah

13
Hierah, daerah yang terletak antara Najef dan Kufa
kemudia bergerak kedaerah Himyiar, Yaman selatan, dari
Himyar ke Buq’ah, lalu Tho’if dan akhirnya ke Mekkah.
Dari mekkah kemudian menyebar ke Madinah.
Transformasi bahasa Nabatean ke bahasa arab melalui jaur
ini lebih lambat dibandingkan melalui jalur pertama. Jenis
huruf yang berkembang melalui jalur ini adalah tulisan
arab atau khat Hijazi atau Makkih (sekarang dinamai
Khatnash).
Bahasa arab sampai ke kota Mekkah melalai jalur ini
yang dibawah oleh Basyar Bin malik atau yang lebih
dikenal dengan nama Al Kindi. Al kindi adalah saudara
Ukaidar, penguasa Daumatul jandal. Al Kindi hijrah ke
Hierah dan menetap beberapa waktu, dan belajar bahasa
arab. Pada suatu hari, Al kindi dan Abu Qais melakukan
kegiatan bisnis di Thaif ditemani pula Ghaylan Bin Salmah
At Tsaqafi yan juga belajar bahasa arab dari Al Kindi.
Kemudian ia mengajarkan bahasa arab disana. Beberapa
bangsawan Quraisy memintanya mengajari tata tulis dan
ejaan arab, diantarany sufyan Bin umayyah bin Abd syams
dan Abu Qois bin Abd Manaf bin Zuhrah, sejak itulah baca
tulis maju pesat dikota dagang tersebut.
Ketika tulisan ini sampai Mekkah, orang orang
Mekkah mengenal tulisan arab jenis Kufi yang dipelajari
dari orang Madinah yang dibawa oleh Harb bin Umayyah
pada abad pertama Masehi, sebelum kedatangan Isalam.
Disebutkan Bahwa dikalangan suku kaum Quraisy sebelum
Islam, hanya terdapat 12 orang saja yang pandai menulis,
diantaranya Umar bin Khattab, Ali bin Abu Thalib,
Utsman bin Affan dan Yazzid bin Abu Sufian.

2. Sejarah Dan Sistem Penulisan Bahasa Arab Setelah


Datangnya Islam

14
Pada masa Rasulullah saw, tidak sedikit kebijakan
politik yang memberikan nilai positif terhadap
perkembangan tulisan. Sejak tahun ke-2, Rasulullah
mensyaratkan mengajarkan tulis menulis bagi tawanan yang
ingin dibebaskan tanpa membayar tebusan. Isyarat
menyempurnakan keberadaan Al-Qur’an melalui sikap
Rasulullah tersebut adalah bagian yang tidak bisa
dipisahkan. Masyarakat Arab sudah memiliki tulisan sendiri
meskipun masih sangat sederhana, yakni dengan model kufi
klasik yang tidak memiliki penanda vokal (syarat) dan
pembeda konsonan (jumlah dan posisi titik pada huruf yang
sama). Selain itu, masih belum dikenal penanda kalimat
yang berupa titik, koma, ataupun hiasan tulisan. Tidak
dipungkiri bahwa Alquran mempunyai peranan penting
dalam perkembangan tulisan arab, yang mana untuk
merekam Al-quran memaksa memperbaharui tulisan
mereka dan memperindahnya. Setelah wafatnya Nabi
Muhammad pada tahun 632 M, penyebaran Al-quran dari
mukmin yang yang satu kepada yang lain dengan secara
lisan oleh para Huffaz (Mereka yang hapal Alquran dan
dapat membaca dalam hati). Pada tahun 633, sejumlah
Huffaz ini terbunuh dalam peperangan yang timbul setelah
wafatnya nabi. Ini memberikan peringatan kepada kaum
Muslimin, khususnya Umar Bin Khatab, sahabat terdekat
Nabi Muhammad Saw yang ditakdirkan menjadi khalifah
ke dua setelah wafatnya beliau.
Di saat itu Umar mendesak Khalifah pertama yaitu
Abu Bakar As-Shidiq agar supaya mengerjakan dan
merampungkan penulisan Al-Quran. Sementara sahabat
Zaid Bin Sabit yang diperintahkan untuk menyusun dan
mengumpulkan wahyu dalam sebuah kitab, yang kemudian
ditetapkan olek khalifah ke tiga Utsman Bin Affan pada
tahun 651. Dalam masa khalifah inilah terjadi berbagai
perluasan dan pembukaan wilayah baru. Konsekuensi dari

15
perluasan wilayah inilah banyaknya orang-orang non Arab
yang kemudian masuk kedalam Islam, disamping itu tentu
saja meningkatkan interaksi muslim Arab dengan orang non
muslim Arab ataupun orang non muslim. Dalam
momentum ini pula memungkinkan bahasa dan tulisan
Arab semakin tumbuh dan berkembang di kalangan bangsa
Romawi, Parsi dan Iraq. Yang tidak dapat dihindari dari
pergumulan budaya ini adalah kekeliruan dalam
menentukan jenis huruf dan kesalahan dalam membaca
harkat huruf menjadi sebuah fenomena yang tak
terhindarkan, tidak hanya dikalangan orang non muslim
Arab namun juaga dikalangan orang Arab sendiri, hal ini
menjadi kekhawatiran terhadap penguasa kaum muslimin.
Penyusunan kemudian kedalam empat atau lima kitab
dan dikirim ke wilayah wilayah Islam yang penting untuk
digunakan sebagai naskah kitab yang baku. dari sinilah
kemudian semua salinan Al-quran dibuat, mula mula dalam
tulisan mekkah dan madinah, yang merupakan ragam
setempat tulisan jazm kemudian dalam tulisan Kuffah.
Pada masa sahabat ini, mushaf al-Qur’an juga ditulis
dalam bentuk Kufi Klasik yang tidak memiliki penanda
vokal (syakal) dan pembeda huruf (posisi dan jumlah titik
pada huruf yang sama) akan tetapi ketebalan dan garis
tulisan lebih rata dan serasi. Di masa pemerintahan Ali Bin
Abi Thalib (40 H / 661 M), meski tulisan Al- Qur’an masih
berbentuk Kufi Klasik, tidak ada perubahan model tulisan,
beliau memerintahkan seseorang ahli tata bahasa arab yang
bernama Abu Aswad Ad-Duali, untuk menciptakan tanda
tanda huruf hidup (nuqat wal harakat), agar tulisan lebih
mudah dibaca, khususnya oleh orang orang yang tidak
mengerti bahasa arab. Dalam pemberian harkat terhadap Al-
Qur’an Abu aswad menunjuk seorang dari suku Al-Qais
untuk membantunya dari 30 orang yang di Ajukan Ziyad.
Abu Aswad kemudian memerintahkan juru tulis itu

16
mengambil mushaf dan zat pewarna yang berbeda. Dan
setiap kali usai satu halaman, Abu Aswad pun
memeriksanya kembali sebelum melanjutkan kehalaman
berikutnya.
Pekerjaan tersebut disempurnakan oleh beberapa
muridnya diantaranya Nasr Ibnu Asm (W. 707), Yahya Ibnu
Ya’mur (W. 708) dan generasi sesudahnya beliau. Maka
sempurnahlah tanda tanda huruf hidup yang seperti yang kita
lihat, terdiri dari fathah, kashroh, dhommah, sukun, tanwin,
tasdhid, hamzah, tanda mad, dan titik.
Maka sempurnalah tanda-tanda Huruf hidup seperti
yang kita lihat sekarang, terdiri dari: Fathah, kasrah,
Dammah, Sukun, Tanwin, Tasydid, Hamzah, Tanda Mad,
dan Titik. Dapat diduga bahwa mushaf Usman ibn Affan
dapat ditemukan di museum Turki, Mesir dan Irak.
Sedangkan Mushaf Ali ibn Abi Thalib dapat dilihat di
museum Irak dan Iran.
Sebelum kedatangan Islam, bangsa Arab kurang
terbiasa membaca dan menulis. Mereka lebih menyukai
tradisi menghafal. Syair, nama silsilah, transaksi, atau
perjanjian disampaikan dari mulut ke mulut tanpa dicatat.
Hanya sedikit kalangan tertentu, seperti kalangan bangsawan
Arab, yang menguasai keterampilan membaca dan menulis.
Sampai pada masa awal Islam, yakni zaman Rasulullah
SAW dan al Khulafa ar Rasyidun (Khalifah Abu Bakar as
Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin
Abi Thalib; 632-661), corak kaligrafi masih kuno dan
mengambil nama yang dinisbahkan kepada tempat tulisan
dipakai, seperti Makki (tulisan Mekkah), Madani (tulisan
Madinah), Hejazi (Hijaz), Anbari (Anbar), Hiri (Hirah), dan
Kufi (kufah). Kufi merupakan yang paling dominan dan satu-
satunya kaligrafi yang "dirajakan" untuk menulis mushaf
(kodifikasi) al Quran sampai akhir kekuasaan al Khulafa ar
Rasyidun.

17
Islam menghendaki orang Islam belajar menulis pada
masa ini, sebagian sumber-sumber sejarah menyebutkan
bahwa ada tujuh belas laki-laki dan tujuh wanita yang bisa
menulis di Mekkah saat itu, dan sebagian sumber lain
menyebutkan terdapat empat puluh dua orang penulis.
Rasulullah SAW telah memerintahkan kepada para tawanan
perang Badar untuk mengajari kaum muslimin menulis.
Sehingga muncullah para sahabat yang ahli dalam menulis
atau melakukan pencatatan ayat-ayat Al-Quran, seperti Ali
bin Abi Thalib. Pada masa-masa awal Islam, yakni masa
Rasulullah dan khulafaurrasyidin berkembang jenis khat al
Hairi, al Anbari, al Kufi. Selanjutnya jenis khat ini pun
berkembang pada masa Umawiyah
Tatkala al-qur’an diwahyukan, jenis tulisan yang
dominan adalah kufi (merujuk kekota kufah yang didirikan
pada 640 M). kemudian dikenallah jenis-jenis seperti kufi
murabba’ (lurus-lurus), muwarraq (dekorasi daun),
mudhaffar (dianyam), mutarabith mu’aqqad (berlilit-
berikatan) dan lain-lain. Peranannya cukup sentral dalam
berbagai aktivitas masyarakat arab diawal islam, terutama
untuk penulisan al-qur’an , catatan perdagangan, surat-
menyurat, dan bentuk dokumentasi lain. Hal tersebut terus
berlanjut sampai pada saat pola mabsuth yang kaku telah
menjenuhkan, sebaliknya bentuk mudawwar yang lebih
elastic dan fleksibel diminati.

3. Sejarah Dan Sistem Penulisan Bahasa Arab Pada Masa


Daulah Umayyah
Pada akhir masa kekuasaan kekhalifaan Ali bin Abu
Thalib, dan awal kekuasaan Bani Umayyah yang dipimpin
oleh Mu’awiyyah bin Abi Sufyan, kaligrafi yang Paling
banyak dipakai dalam berbagai penulisan adalah jenis Kufi.
Orang mulai meninggalkan penulisan Kufi dalam Naskh-
Naskh dan beralih kepada jenis jenis tulisan lain. Sebab

18
tulisan Kufi dianggap kurang praktis dan kaku, sehingga
sulit digoreskan. Sehingga satu satunya Tulisan yang paling
banyak digunakan dalam penulisan Naskh hanya tulisan
Naskhi.
Meskipun sebenarnya bahasa Arab telah berkembang
jauh sebelum Islam Lahir, tetapi bahasa ini menyebar
dengan cepat sejalan dengan perkembangan agama Islam.
Khalifah Abdul Malik (685-705 M), dari Bani Umayyah
membuat sebuah keputusan politik yang sangat penting
dalam bidang ini yaitu dengan menetapkan Bahasa Arab
sebagai bahasa resmi seluruh Wilayah Islam. Sehingga
perkembangan tulisan pun meluas ke seluruh wilayah
kerajaan bersamaan dengan keputusan politik tersebut.
Bani Umayyah adalah kekhalifahan Islam pertama
setelah masa Khulafa al-Rasyidin yang memerintah dari
661H sampai 750M di Jazirah Arab dan sekitarnya, serta
dari 756M sampai 1031M di Kordoba, Spanyol. Penamaan
dinasti ini dirujuk kepada Umayyah bin ‘Abd asy-Syams,
kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu
Muawiyah bin Abu Sufyan atau kadangkala disebut juga
dengan Muawiyah I. Kekhalifahan ini merupakan
kekhalifahan kedua setelah wafatnya Nabi Muhammad
Saw, setelah pembubaran Khulafa Rasyidin pada kawasan
Arab. Damaskus, merupakan ibukota khalifah Umayyah
pada masa awal orang Madinah menjabat Hasan bin Ali,
kemudian memberikan jabatannya kepada Muawiyah bin
Abu Sufyan agar mendamaikan kaum muslimin yang
dilanda fitnah sejak terbunuhnya Utsman Bin Affan. Khat
yang dipakai zaman awal Islam serta pada saat
diturunkannya Al-Qur’an di zaman Rasulullah Saw,
Dituliskan dengan hampir sama dengan kaligrafi gaya Kufi,
dengan tidak memakai tanda baca serta titik dan berbeda
setiap huruf tulisan, Sama seperti tulisan pada pemakaian
khat Kufi yang terkenal dan dipakai di zaman Khulafa al-

19
Rasyidin, pada zaman ini masih menggunakan khat kufi.
Sebelum datangnya Islam masyarakat arab hidup nomaden
(berpindah-pindah), maka kurangnya perkembangan untuk
baca tulis, namun ketika Islam muncul dan berkembang
mereka mulai mengenal baca tulis, di masa Rasulullah Saw
kaligrafi juga sudah ada tetapi dengan tulisan arab
sederhana yang tidak memiliki baris namun ketika turunya
Al-Qur’an kaligrafi mulai berkembang, Pada masa Bani
Umayyah muncul rasa kurang menarik pada kaligrafi gaya
Kufi yang dirasakan kaku serta sulit ditulis. Kemudian pada
masa Bani Umayyah mulai mencari gaya tulisan yang
dikenalkan dengan bentuk tulisan kursif (bentuk tulisan
yang lembut), setelah itu muncul banyak bentuk. Gaya khat
yang terkenal yaitu adalah Tumar, Jalil, Nisf, Sulus dan
Sulusain. Muawiyah Bin Abu Sufyan merupakan pelopor
pendorong upaya pencarian bentuk baru kaligrafi pada
masa kekhalifaan Umayyah dari tulisannya yang kaku dan
sulit digoreskan menjadi tulisan lembut (kursif), dari
perubahan bentuk tulisan ini timbullah bentuk gaya
penulisan kaligrafi lain yang berkembang pada masa itu.
Banyak bentuk kaligrafi mulanya berkembang sesuai
tempat kota dipopulerkan khat tersebut, Dari beragam jenis
bentuk ada 3 bentuk utama yang berkaitan pada kaligrafi
dikenal di Makkah dan Madinah ialah Mudawwar
(bundar), Mutsallats (segitiga), dan Ti’im (kembar yang
tersusun dari segitiga dan bundar).
Awal mulanya kaligrafi diperluaskan berdasarkan
kota ditulisnya kaligrafi, tulisan yang terkenal hanya
dikenal di Makkah dan Madinah, pada saat itu muncul
tulisan yang berbentuk bundar, segitiga atau gabungan dari
keduanya. Namun salah satu tulisan yang terus
berkembang yaitu tulisan kufi, Tiga bentuk tulisan diatas,
dua saja yang khususkan ialah gaya kursif yang mudah
disebut gaya Muqawwar berbentuk lembut, lentur dan gaya

20
Mabsut berciri kaku dan terdiri goresan-goresan tebal
(rectilinear). Gaya kursif dan gaya muqawwar juga
melahirkan gaya lain yaitu gaya mail (yang berbentuk
miring) dan gaya Masyq ( bentuk gaya yang membesar),
dan gaya Naskh (yang berbentuk inskriptif), tulisan kursif
menjadi berkembang sampai dikatakan kalah dari gaya kufi
hal ini dibuktikan dari kitab-kitab agama dan surat
menyurat yang menggunakan gaya kursif. Salah satu
penulis kaligrafi kekhalifahan Umayyah yang terkenal
dikembangkan gaya kursif yaitu Qutbah al Muharrir. Dia
mendapat 4 jenis khat yaitu Thumar, Jalil, Nisf, dan
Tsuluts. Ke-4 bentuk ini saling menyesuaikan diantara 1
bentuk dengan bentuk lain maka menjadi menarik. Bentuk
Thumar yang berbentuk lurus digambar pada pena besar
pada tumar-tumar (lembaran penuh, gulungan kulit atau
kertas tidak terpotong, Tulisan ini dipakai dalam
komunikasi tertulis khalifah kepada Amir serta penulisan
data dan surat resmi istana.

4. Sejarah Dan Sistem Penulisan Bahasa Arab Pada Masa


Daulah Abbasiyah
Pada masa Daulah Abasiyyah (750-1258)
ditemukan gaya selain Kufi. Pada masa ini ditemukan
enam rumusan pokok al-aklam al-sittah. Para tokoh awal
yang menjadi panutan kaligrafer sampai sekarang muncul
pada masa daulah ini seperti Ibnu Muqlah, Al Bawwab,
dan Yaqut Al Musta’shimi.
Awalnya Kaligrafi Islam banyak ditulis di atas kulit
dan di daun lontar. Penemuan kertas di China pada
pertengahan abad ke- 9 M berperan cukup besar dalam
perkembangan seni ini. Kertas, selain harganya relatif lebih
murah, cukup melimpah, mudah dipotong, dan dari sisi
tehnik lebih mudah dibandingkan bahan bahan yang
dipakai sebelumnya.

21
Gerakan perkembangan seni khat telah mencapai
masa keemasan pada masa ini disebabkan motivasi para
khalifah dan pedana menteri Abbasiyah, sehingga
bermunculan kelompok para kaligrafer yang jenius.
Gaya dan teknik menulis kaligrafi semakin
berkembang terlebih pada periode ini semakin banyak
kaligrafer yang lahir, diantaranya Ad Dahhak Ibnu Ajlan
yang hidup pada masa Khalifah Abu Abbas As Shaffah
(750-754 M), dan Ishaq Ibnu Muhammad pada masa
Khalifah al Manshur (754-775 M) dan al Mahdi (775-786
M). Ishaq memberi kontribusi yang besar bagi
pengembangan tulisan Suluts dan Sulutsain dan
mempopulerkan pemakaiannya. Kemudian kaligrafer lain
yaitu Abu Yusuf as Sijzi yang belajar Jalil kepada Ishaq.
Yusuf berhasil menciptakan huruf yang lebih halus dari
sebelumnya.
Adapun kaligrafer periode Bani Abbasiyah yang
tercatat sebagai nama besar adalah Ibnu Muqlah yang pada
masa mudanya belajar kaligrafi kepada Al Ahwal al
Muharrir. Ibnu Muqlah berjasa besar bagi pengembangan
tulisan kursif karena penemuannya yang spektakuler
tentang rumus-rumus geometrikal pada kaligrafi yang
terdiri dari tiga unsur kesatuan baku dalam pembuatan
huruf yang ia tawarkan yaitu: titik, huruf alif, dan
lingkaran. Menurut Ibnu Muqlah, setiap huruf harus dibuat
berdasarkan ketentuan ini dan disebut al-Khat al-Mansub
(tulisan yang berstandar). Ia juga mempelopori pemakaian
enam macam tulisan pokok (al-Aqlam as-Sittah) yaitu
Suluts, Naskhi, Muhaqqaq, Raihani, Riqa’, dan Tauqi’
yang merupakan tulisan kursif. Tulisan Naskhi dan Suluts
menjadi populer dipakai karena usaha Ibnu Muqlah yang
akhirnya bisa menggeser dominasi khat Kufi.
Usaha Ibnu Muqlah pun dilanjutkan oleh murid-
muridnya yang terkenal diantaranya Muhammad Ibnu As

22
Simsimani dan Muhammad Ibnu Asad. Dari dua muridnya
ini kemudian lahir kaligrafer bernama Ibnu Bawwab. Ibnu
Bawwab mengembangkan lagi rumus yang sudah dirintis
oleh Ibnu Muqlah yang dikenal dengan Al Mansub Al Faiq
(huruf bersandar yang indah). Ia mempunyai perhatian
besar terhadap perbaikan khatt Naskhi dan Muhaqqaq
secara radikal. Namun karya-karyanya hanya sedikit yang
tersisa hingga sekarang yaitu sebuah al Quran dan fragmen
duniawi saja.
Pada masa berikutnya muncul Yaqut al Mustasimi
yang memperkenalkan metode baru dalam penulisan
kaligrafi secara lebih lembut dan halus lagi terhadap enam
gaya pokok yang masyhur itu. Yaqut adalah kaligrafer
besar di masa akhir Daulah Abbasiyah hingga runtuhnya
dinasti ini pada tahun 1258 M karena serbuan tentara
Mongol.
Pemakaian kaligrafi pada masa Daulah Abbasiyah
menunjukkan keberagaman yang sangat nyata, jauh bila
dibandingkan dengan masa Umayyah. Para kaligrafer
Daulah Abbasiyah sangat ambisius menggali penemuan-
penemuan baru atau mendeformasi corak-corak yang
tengah berkembang. Karya-karya kaligrafi lebih dominan
dipakai sebagai ornamen dan arsitektur oleh Bani
Abbasiyah daripada Bani Umayyah yang hanya
mendominasi unsur ornamen floral dan geometrik yang
mendapat pengaruh kebudayaan Hellenisme dan Sasania.

5. Sejarah Dan Sistem Penulisan Bahasa Arab Daulah


Turki Usmani
Kekuasaan Safawi di Persia (1502-1736),
Memunculkan tiga gaya baru, yaitu gaya Farisi, gaya
Nasta’liq (Merupakan gabungan antara Naskhi, Ta’liq) dan
gaya Syikasteh (bentuk terpecah pecah). Kemudian pada
Dinasti Utsmaniyah (1281-1924 M) di Turki, lahir model

23
Diwani oleh Ibrahim Munif ( abad ke-15 M/860 H).
Kaligrafi kenamaan yang lain adalah Utsman bin Ali (w.
1698 M) yang dikenal sebagai Utsman , dari
pengembangan muncul kaligrafer berikutnya Shalha Pasha
yang kemudian tercipta gaya Diwani Jali.
catatan khusus, bukan hanya periode ini yang telah
melahirkan gaya-gaya baru Diwani, Diwani Jali, Riq’ah,
misalnya, tiga gaya baru yang datang belakangan, akan tapi
juga yang menarik adalah besarnya perhatian pemerintah
kepada seni ini. Beberapa kesultanan Turki datang dengan
penuh ketekunan mendalami kaligrafi kepada seniman
khaththath masanya.
Kiblat kaligrafi Islam yang sejak abat 15 M
berpindah ke Turki, setelah kokoh di Baghdad sejak abad 9
dan berkembang di Persia sejak abad 14 yang menemukan
puncak perkembangan di sana. Rumus rumus baku
penulisan Arab tercipta pada periode ini, yang tetap kokoh
digunakan sebagai standar hingga saat ini. Negeri Turki
selanjutnya menjadi benteng pertahanan terakhir kaligrafi
Islam.
Pertama, Keseluruhan kebudayaan Turki merupakan
campuran dari beraneka ragam elemen yang berbeda-beda.
Sehingga terjadinya persinggungan dengan Islam pun
melahirkan budaya tulis menulis indah, yakni seni kaligrafi
Arab. Sebagaimana tulisan Arab yang mulanya merupakan
hasil perkembangan dari tulisan Mesir kuno (Hierograph).
Kedua, eksistensi kaligrafi Arab pada masa
kekhalifahan Turki Ustmani merupakan masa
penyempurnaan dari kaligrafi periode klasik, sekaligus
penerus generasi tersebut ialah Syekh Hamdullah Al-
Amasi (w. 1520 M) sebagai tokoh kaligrafer pada masa
Sultan Muhammad Al-Fatih berkuasa, juga Al-Hafizh
Utsman, Al-Ustadz Darwisy Ali, dan kaligrafer yang hidup
setelahnya. Selanjutnya didukung dengan temuan corak

24
kaligrafi Syikasteh dan Diwani sebagai gaya kalihgrafi
khas Turki Utsmani.
Ketiga, kontribusi Sultan Muhammad Al-Fatih
(1451-1481) dalam menumbuh-kembangkan seni kaligrafi
Arab cukup memberi ruang seluas-luasnya kepada para
kaligrafer. Demikian terbukti dengan berdirinya arsitektur
dengan corak Islam dihiasi oleh sejumlah ornamen dan
kaligrafi Arab, seperti halnya masjid Hagia Sophia, masjid
Al-Muhammadi dan sepuluh buah mesjid lain, yang
dilengkapi dengan perpustakaan dan diisi dengan buku-
buku warisan pemikiran Arab, Persia, dan Turki.

C. Rumpun Bahasa
Sejak zaman dahulu hingga masa kini berbicara tentang
bahasa merupakan persoalan yang sering dimunculkan dan
dicari jawabannya.Mulai dari pertanyaan apa itu bahasa?
Sampai dengan dari mana asal bahasa dan siapa yang
mengjarkan manusia berbahasa.
Banyak teori yang disodorkan untuk menjawab persolan-
persoalan mengenai pertanyaan yang bermunculan, tapi semua
itu belum memuaskan mengapa demikian? karena bahasa selalu
haadir dan dihadirkan ia berada ditengah-tenga kehidupan
manusia dan menyatu dengan manusia
Bahasa adalah sebuah kenyataan yang tumbuh dan
berkembang seiring berkembangnya para penutur
bahsa.pengaruh dari perkembangan bahasa adalah semakin
kuatnya eksistensi manusia sebagai makhluk yang berbudaya
dan beragama yang di tandai dengan semakin maju nya sains
dan tekhnologi hal itu tidak terlepas dari peran bahasa itu
sendiri. Akan tetapi tidak dapaat dipungkiri bahasa juga sebagai
alat propoganda, bahkan ironisnya bahsasa dijadikan alat
perang jika pengguna bahasa tidak melihat rambu rambu
agama. Namun disisi lain bahasa adalah objek kajian yang
sangat menarik untuk dibicarakan.sehingga para ahli tidak

25
pernah selsai membicarakannya. Hal ini beralasan karena
bahasa adalah aspek yaang tidak bisa terpisahkan dengan
kehidupan sehari hari.
Terlepas dari hal tersebut bahasa merupakan anugrah dari
sang maha kuasa yang diberikan kepada makhluk yang
sempurna yang dinamakan manusia sebagai khalifah dimuka
bumi ini untuk mengelola alam jagad raya ini. Kemudian
Tuhan menjadikan manusia menjadi beranak pinak sehingga
memenuhi bumi sampai akhirnya memiliki aneka ragam bahasa
dan menyebar kemana mana dan memiliki kelompok yang
berbeda beda yang disebut dengan rumpun. Pada kesempatan
kali ini penulis akan menjelaskaan mengenaai beberapa hal
diantaraanya, pengertian rumpun, rumpun bahasa didunia,
bahasa arab di antara rumpun bahasa dunia, Kedudukan bahasa
Arab di antara rumpun bahasa-bahasa Semit, pertumbuhan
bahasa semit, karakter rumpun bahasa semit, dan dasar penting
mengkaji bahasa arab.

1. Pengertian rumpun bahasa


Sebelum beranjak ke pengertian yang lebih luas
alangkah baiknya kita mengetahui makna perkata dari
kalimat rumpun bahasa. menurut kamus besar bahasa
Indonesia (KBBI) diantara makna dari rumpun adalah
“Golongan besar bangsa (bahasa) yang sama asal dan
jenisnya”. Dalam istilah bahasa Arab disebut dengan kata
‫ فصيلة‬dengan bentuk jamak (plurel) dari “‫”فصائل‬.
Rumpun bahasa menurut Kridalaksana ialah:
“Kelompok bahasa dalam satu keluarga bahasa yang
diturunkan dari bahasa madya”. Sedangkan bahasa madya
adalah turunan bahasa kedua dari bahasa pertama yang
disebut dengan bahasa purba.
Rumpun bahasa adalah sejumlah bahasa yang
berasal dari bahasa purba yang sama. Beberapa bahasa
disebut satu rumpun apabila memiliki sejumlah unsur

26
kebahasaan, bunyi bahasa dan struktur gramatikal yang
sama. Sub dari rumpun bahasa ini disebut dengan cabang
bahasa.

2. Rumpun Bahasa di Dunia


Menurut Mox Muller, sebagaimana dikutip Syahin,
membagi rumpun bahasa di dunia kepada tiga keluarga
besar yaitu:
a) Rumpun bahasa Indo-Eropa. Merupakan bahasa yang
paling banyak tersebar dan penutur bahasa ini
memiliki pengaruh yang sangat besar dalam peradaban
ma nusia modern
b) Rumpun bahasa Hamiah-Samiyah. Rumpun bahasa ini
juga disebut juga dengan Afro-Asiatik.Bahasa-bahasa
yang termasuk rumpun dan atau sub rumpun bahasa
Hamiah-Samiyah adalah: Koptis, Berber, Kushid,
Khad, Arab, Etiopia, dan Ibrani, Akkadiyah,
Aramiyah, dan Kan’aniyah.
c) Rumpun bahasa Tourani. Bahasa-bahasa dimaksud
adalah: bahasa Jepang, Cina, Korea, Tibeto, India,
Austronesia (Melayu- Poliesia, yaitu: Indonesia dan
Melayu),
Apabila rumpun bahasa tersebut dihubungkan
dengan defenisi Kridalaksana dapat diketahui bahwa kita
masih harus mencari informasi mengenai bahasa madya
dan bahasa purba dari ketiga rumpun bahasa tersebut.
Karena rumpun bahasa adalah turunan ketiga dari bahasa
purba.
Menurut Shubhi Shaleh rumpun bahasa terbagi
menjadi beberapa golongan diantaranya yaitu: (1) rumpun
bahasa Indo-Eropa (2) rumpun bahasa Hamiah-Samiyah
dan (3) rumpun bahasa lainnya. Rumpun bahasa lainnya
menurut subhi Saleh sama dengan rumpun bahasa Taurani.

27
Menurut Subhi Saleh hal didasarkan kepada
kedekatan hubungan atau kesamaan bahasa. Kelompok
bahasa yang mempunyai kesamaan dalam bunyi bahasa,
tata bahasa dan susunannya dimasukkan dalam satu
rumpun.
Klasifikasi terhadap bahasa-bahasa di dunia
dilakukan dengan melihat kesamaan ciri yang ada pada
setiap bahasa.Bahasa yang mempunyai ciri-ciri yang sama
akan dimasukkan dalam satu kelompok. Setidaknya ada
empat pendekatan yang digunakan dalam membuat
klasifikasi tersebut, yaitu genetis, tipologis, areal, dan
sosiolingustik.

3. Klasifikasi Genetis
Klasifikasi genetis disebut juga klasifikasi
geneologis, dilakukan berdasarkan garis keturunan bahasa-
bahasa itu, artinya suatu bahasa berasal atau diturunkan
dari bahasa yang lebih tua.
Menurut A. Schlercher memberi gambaran
seperti batang pohon yang berbalik. Sehingga teori ini
bernama teori “batang pohon” (1866). Kemudian
berbarengan dengan hal itu dilengkapi oleh S. Schmidt
pada tahun 1872 dengan teori gelombang, maksudnya
adalah perkembangan atau perpecahan bahasa itu dapat
diibaratkan seperti gelobang yang disebabkan oleh sebuah
batu yang dijatuhkan ke tengah kolam. Penyebaran bahasa
itu terjadi karena penuturnya menyebar atau berpindah
tempat sebagai akibat adanya peperangan atau bencana
alam. Sejauh ini hasil klasifikasi banyak diterima orang
secara umum bahwa bahasa-bahasa yang ada didunia
terbagi dalam sebelas rumpun besar antara lain:
1) Rumpun Indo Eropa, yakni bahasa-bahasa German,
Indo-Iran, Armenia, Baltik Stavik, Roaman, Keltik dan
Gaulis.

28
2) Rumpun Hamito-Semit atau Afro Asia, yakni bahasa-
bahasa Koptis, Berber, Kushid, dan Chad yang
termasuk rumpun bahasa Hamit, Bahasa Arab, Etiopik
dan Ibrani.
3) Rumpun Chari Nil, yakni bahasa-bahasa Swahili,
Bantuk dan Khoisan.
4) Rumpun Dravida, yaitu bahasa-bahasa Telugu, Tamil,
Kanari dan Malayalam.
5) Rumpun Austronesia, yaitu bahasa-bahasa Indonesia,
Melanesia, Mikronesia, dan Polinesia.
6) Rumpun Kaukasus
7) Rumpun Fino-Ugris, yaitu bahasa-bahasa Hungar,
Lapis, dan Samoyid
8) Rumpun Paleo Asiatis atau Hiperbolis, yaitu bahasa-
bahasa yang terdapat di Siberia Timur.
9) Rumpun Ural-Altai, yaitu bahasa-bahasa Mongol,
Manchu, Tungu, Turki, Koreadan Jepang.
10) Rumpun Sino-Tibet, yakni bahasa-bahasa Yenisei,
Ostyak, Tibeto, Burma dan Cina.
11) Rumpun bahasa-bahasa Indian, yakni bahasa-bahasa
Eskimo, Aleut, Na-Dene, Algonkin, Hokan, Sioux,
Penutio, Aztek-Tanoan dan sebagainya.

4. Klasifikasi Tipologis
Klasifikasi tipologis ialah klasifikasi yang
berdasarkan pada kesamaan unsur tertentu dalam bahasa,
seperti unsur bunyi, unsur morfem, unsur kata, unsur frase,
unsur kalimat dan sebagainya.
Klasifikasi tipologis yang telah dilakukan para ahli
bahasa dapat bagi menjadi tiga kelompok, sebagai berikut:
1) Memakai bentuk bahasa sebagai dasar klasifikasi.
Berdasarkan klasifikasi ini, Fredrich Von Schlegel
membagi bahasa menjadi dua kelompok, yaitu Bahasa
berafik dan Bahasa berfleksi

29
2) Memakai akar kata sebagai dasar klasifikasi. Menurut
Franz Bopp, berdasarkan pendekatan ini bahasa dibagi
menjadi tiga kelompok, yaitu:
a) Mempunyai akar kata yang monosilabis.
b) Memiliki akar kata yang mampu mengadakan
komposisi.
c) Memiliki akar kata yang silabis dengan tiga
komponen.
3) Memakai bentuk sintaksis sebagai dasar klasifikasi.
a) Klasifikasi Areal.Klasifikasi areal dilakukan
berdasarkan adanya hubungan timbal balik antara
bahasa yang satu dengan bahasa yang lain di
dalam suatu areal atau wilayah, tanpa
memperhatikan apakah bahasa itu berkerabat
secara genetik atau tidak. Klasifikasi ini bersifat
arbitrer karena dalam kontak sejarah bahasa-
bahasa itu memberikan pengaruh timbal balik
dalam hal- hal tertentu yang terbatas. Klasifikasi
inipun bersifat non ekhaustik, sebab masih banyak
bahasa- bahasa di dunia ini yang masih bersifat
tertutup dalam arti belum menerima unsur- unsur
luar.
b) Klasifikasi Sosiolinguistik. Klasifikasi
sosiolinguistik dilakukan berdasarkan hubungan
antara bahasa dengan faktor- faktor yang berlaku
dalam masyarakat, tepatnya berdasarkan status,
fungsi, penilaian yang diberikan masyarakat
terhadap bahasa itu.Klasifikasi sosiolinguistik ini
pernah dilakukan oleh William A. Stuart tahun
1962 yang dapat kita baca dalam artikelnya “ An
Outline of Linguistic Typology for Describing
Multilingualism”.
Berdasarkan klasifikasi genetis di atas, bahasa Arab
merupakan bahasa yang termasuk dalam rumpun bahasa

30
Hamito-Semit atau Afro Asia yang merupakan salah satu
rumpun bahasa besar juga yang namanya tercatat sebagai
rumpun bahasa dengan banyaknya penutur asli menempati
peringkat ke-4 dibawah Indo-Eropa, Sino-Tibet, dan Niger-
Kordofanian. Dan juga menempati peringkat ke-6 dalam
jumlah banyaknya bahasa dalam satu rumpun, yakni
berjumlah 374 bahasa. Bahasa Afro-Asiatik yang terbesar
adalah bahasa Arab yang menempati urutan ke-5 dalam
banyaknya penutur asli, sejumlah 221 juta lebih penutur
asli. Rumpun bahasa Afro-Asiatik ini memiliki wilayah
penyebaran bahasa di sekitar Timur-Tengah dan bagian
utara benua Afrika, dengan cabang terbesar dari rumpun ini
adalah cabang bahasa Semit, yang secara harafiah berarti
bahasa anak Sem dari 3 anak Nabi Nuh.

5. Bahasa Arab di antara Rumpun Bahasa Dunia


Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa bahasa
Arab termasuk rumpun bahasa Hamiah-Samiyah atau lebih
populernya disebut rumpun bahasa Semit. Diantara bahasa-
bahasa yang serumpun dengan bahasa Arab adalah bahasa
Akkâdiyah (Babilonia), bahasa Arâmiyah (Phunishia),
bahasa Kan’âniyah (Ibrani), Yaman dan Habsyi. Tiga
bahasa yang pertama telah punah, sementara tiga yang
terakhir masih dapat eksis, dan akhirnya bahasa Arab
keluar sebagai bahasa yang terkuat dan unggul setelah
menjalani kompetisi bahasa dalam waktu yang tidak
singkat.
Sementara itu para pakar belum dapat memastikan
secara tegas kapan bahasa Arab itu mulai tumbuh dan
bagaimana cara perkembangannya, yang jelas, akhirnya
bahasa Arab diketahui terbagi kepada dua:
a. Arabiyah al- ba’idah atau di istilahkan dengan bahasa
Arab yang sudah punah

31
Arab Ba’idah dinamakan juga Arab al-Nuqusy
karena hanya diketahui dari peninggalan sejarah berupa
prasasti-prasasti yang ditemukan oleh para arkeolog di
daerah Damaskus sampai wilayah al-’Ula (sebelah utara
Hijaz). Yang termasuk ’Arabiyah Ba’idah adalah:
1) samudiyah, yaitu bahasa yang terdapat dalam
prasastiprasasti peninggalan bangsa Tsamud yang
dikisahkan dalam Al-Qur’an. Para arkeolog telah
menemukan kurang lebih dua ribu prasasti yang
sebagian besar ditemukan di daerah Hijaz dan Nejd
2) Al-Shafawiyah, yaitu bahasa yang terdapat dalam
prasastiprasasti di wilayah al-Shafa.
3) Al-Lihyaniyah, yaitu bahasa yang terdapat dalam
prasastiprasasti peninggalan bangsa Lihyan.
Pendapat yang paling kuat menyatakan bahwa
bangsa Lihyan tinggal di wilayah al-’Ula (sebelah
utara Hijaz).

b. Arabiyah al baqiyah atau kata lain bahasa Arab yang


masih eksis.
Secara bahasa baqiyah artinya tetap,kekal,
abadi.Arabiyah Baqiyah merupakan bahasa Arab yang
masih digunakan dalam komunikasi sampai sekarang.
Arabiyah Baqiyah ialah nama lain dari Arabiyah yang
dikenal dewasa ini. ’Arabiyah Baqiyah merupakan
campuran dari berbagai dialek mulai dari wilayah
utara sampai selatan yang membentuk satu bahasa
persatuan, yang dinamakan bahasa Arab Fusha.
Bahasa inilah yang digunakan dalam kegiatan-kegiatan
seperi penulisan surat kabar, siaran berita, pidato resmi
dan lain-lain. Walaupun bahasa Arab Fusha telah
tersebar dan digunakan secara resmi sejak zaman
kejayaan Islam, namun di berbagai kabilah berlaku

32
pula dialek-dialek lokal yang berbeda antara satu
wilayah dengan wilayah lain.
Berdasarkan pendapat penjelasan tersebut
dapat kita simpulkan bahwa bahasa arab ba’idah kini
telah musnah bersamaan dengan punahnya para
penuturnya sebagaimana yang sudah dijelaskan oleh
mereka ahli lingusitik. Kemudian bahasa arab
baqiyah merupakan bibit dari bahasa arab yang
eksistensinya dapat kita rasakan hingga saat ini yang
dipakai sebagai bahasa resmi.

6. Kedudukan bahasa Arab di antara rumpun bahasa-


bahasa Semit
Bahasa Semit atau dalam bahasa arab di kenal
dengan istilah assamiyah merupakan sekumpulan bahasa
yang tersebar sejak dahulu di sepanjang belahan Benua
Asia dan Afrika sebagian bahasa-bahasa ini masih hidup
dan digunakan oleh jutaan manusia dan membawa
peradaban yang tinggi dalam budaya dan sastra,tetapi
sebagiannya juga menglami pengikisan seiring dengan
berlalunya waktu.
Istilah bahasa semit bermula sebagai sebutan bagi
sekumpulan bahasa yang dihubungkan kepada salah satu
anak nabi Nuh as yaitu Sam. Orang yang pertama kali
memberikan istilah tersebut adalah Scholozer pada tahun
1781 ketika dia mencari nama bagi bahasa orang Ibrani dan
bangsa Arab. dia melihat antara bahasa Ibrani dan bahasa
Arab ternyata ada hubungan dan kesamaan. Scholozer
menyandarkan penamaan ini kepada berita yang terdapat
dalam kitab Taurat tentang keturunan Nuh setelah terjadi
banjir besar. Bangsa-bangsa dan kabilah-kabilah dibagi
menjadi tiga bagian besar yang semuanya kembali kepada
anak-anak Nuh yaitu Sam, Ham dan Yafat. (Ahamad
Muhammad Qodddur, 1992)

33
Menurut Ghazy Mukhtar bahwa sesungguhnya
bahasa Semit Ham mempunyai rumpun tersendiri dan Ham
juga mempunyai bahasa tersendiri. Berikut ini pembagian
dari dua bahasa di atas.
a. Bahasa Semit ada 2 bagian
1) Bangsa Semit Utara dan cabang-cabangnya,
yaitu : Akadiyah, Asyuriyah, Aramiyah,
Kan’aniyah yang terbagi atas dua bahasa yaitu
Abariyah dan Finiqiyyah.
2) Bangsa Semit Selatan dan cabang-cabangnya,
yaitu : bahasa Arab, Yaman Kuno, Habsy Semit.
b. Bahasa Ham, ada 3 bagian
1) Bangsa Mesir, yang terdiri dua bangsa. Mesir
Kuno dan Qibhty
2) Bangsa Libyah atau Barbariyyah yang terdiri dari
Qabaliyyah (bahasa Aljazair Kuno) dan
Syawiyyah di Aljazair juga. Tamasyakiyyah di
Maroko, Syalhiyyah di Selatan Maroko Kuno dan
al-Junusiyyah di Gurun Arab Selatan
3) Bangsa Qusytiyyah (bagian Timur Afrika)

7. Pertumbuhan Bahasa Semit


Para ahli bahasa sepakat mengenai bahasa semit
sebagai bahasa yang dipakai oleh bangsa- bangsa semith
yaitu sebagai berikut:
a. Aram merupakan bahasa Semitik dengan sejarah
selama 3.000 tahun. Bahasa ini pernah menjadi bahasa
pemerintahan berbagai kekaisaran serta bahasa untuk
upacara kegamaan. Bahasa Aram adalah bahasa asli
sebagian besar Kitab Daniel dan Ezra dalam kitab suci,
dan merupakan bahasa utama Talmud.
b. Fenisia adalah sekelompok bangsa yang hidup di
wilayah Timur Tengah, atau sekarang di Lebanon
yang merupakan daerah pesisir laut.

34
c. Ibrani adalah sebuah bahasa Semitik, dari cabang
rumpun bahasa Afro-Asia, yang merupakan bahasa
resmi Israel dan dituturkan sebagian orang Yahudi di
seluruh dunia.
d. Arab ialah Orang-orang Arab, yang terdiri dari orang
Arab Utara dan Arab Selatan
e. Yaman merupakan tempat kerajaan besar yang terdiri
dari bangsa Minaen, Sabaen, Himyar, Qathaban,
Hadramaut dan Aswan. Bahasa Yaman Kuno berbeda
dari bahasa Arab ketika dilihat dari segi dialeknya,
kaidahnya, pemaknaan kata dan gaya bahasanya.
f. Babilonia dan bangsa-bangsa lain yang tinggal di
sekitar wilayah bangsa Semit
Adapun orang yang pertama kali menggunakan
Semit sebagai bahasa bangsa Semit adalah, salah seorang
ahli bahasa berkebangsaan Jerman yang kemudian diikuti
oleh ahli bahasa bangsa Jerman lainnya, Eichhorn pada
abad ke 18 M. Penamaan Semit ini bukanlah suatu
penamaan tanpa dasar. Penamaan ini diambil dari kitab
Perjanjian Lama yang menyebutkan bahwa Nabi Nuh
memiliki anak yang bernama Ham, Sam, dan Yafitz.
Kabilah dan bangsa yang ada merupakan keturunan dari
anak-anak Nabi Nuh tersebut.Bahasa-bahasa yang
termasuk dalam rumpun bahasa Semit dahulu tumbuh dan
tersebar di Asia dan Afrika. Seiring dengan perkembangan
zaman, sebagian bahasa-bahasa tersebut masih digunakan
sebagai bahasa komunikasi, sedangkan sebagiannya
mengalami kepunahan pendek kata tidak digunakan lagi.
Disamping mengalami kepunahan, namun ada yang
peninggalan-peninggalannya tersimpan di berbagai
museum, sedangkan sebagian lagi tidak dikenal karena
tidak meninggalkan bekas sama sekali.

8. Karakteristik rumpun bahasa semit

35
Karakteristik bahasa Semit penting untuk
diketahui,karena pengetahuan tentang karakteristik tersebut
berarti mengetahui karakteristik bahasa Arab yang
merupakan bahasa yang termasuk rumpun bahasa Semit.
Ada beberapa hal yang menjadi karakteristik rumpun
bahasa Semit (hamiya -samiyah), antara lain:
1) Penulisan bahasa Samiyah lebih menggunakan huruf
konsonan daripada vokal (harakat). yaitu dlammah
(u), fathah (a), dan kasrah (i).
2) Bahasa Samiyah menyerupai bahasa Arab dalam
pembentukan isim dari aspek bilangan dan jenis-
jenisnya, begitupun pembentukan fi’il dari aspek
zaman, mujarrad, mazid, shahih, dan mu’tal
3) Kebanyakan kata-katanya terdiri dari tiga huruf
4) Memiliki ciri-ciri dengan dua huruf halqi yaitu ‫ ح‬dan
‫ع‬, dan huruf-huruf ithbaq yaitu ‫ص‬، ‫ض‬، ‫ط‬، ‫ظ‬
5) Hampir tidak ada kata benda yang memakai tarkib
mazji kecuali pada bilangan seperti ‫ر‬ccc‫ة عش‬ccc‫خمس‬,
berbeda dengan bahasa Arab Aryan
6) Bahasa semit terkadang dibentuk dengan Isytiqaq
dengan mengubah harakat, atau menambah huruf
pada kata ataupun menguranginya, tanpa terikat pada
satu perubahan saja, berbeda dengan Aryan yang
membentuk isytiqaq dengan menambah beberapa
instrumen yang menunjukkan makna khusus di awal
kata pada umumnya.
7) Bahasa Samiyah menyerupai bahasa Arab dalam hal
dlomir dan menghubungkannya dengan isim, fi’il,
dan hurf, dan dalam kumpulan sighat dan
susunannya, serta dalam beberapa isim musytaq
seperti isim fail, isim maful, isim zaman, isim
makan, dan isim alat.

9. Dasar penting mengkaji bahasa arab

36
Seperti yang sudah di ketahui Bahasa arab adalah
suatu bahasa dari rumpun bahasa semit selatan yang
digunakan oleh orang-orang yang mendiami semenanjung
Arabia, di bagian barat daya benua Asia. Setelah
menempuh perjalanan berabad-abad, bahasa Arab kini
menjadi bahasa resmi diberbagai Negara, seperti Al-Jazair,
Irak, Libanon, Libya, Maroko, Mesir, Arab Saudi, Sudah,
Suriah, Tunisia, Yordania, dan Negara-negara lain di
semenanjung Arabia.
Adapun dasar pentingnya mempelajari bahasa arab
adalah sbb;
a. Bahasa Arab adalah bahasa wahyu (al-qur’an).didalam
al-qur’an bahasa arab disebut sebanyak 11 kali sebagai
bahasa wahyu, diantaranya adalah qs azzukhruf ayat
3,qs yusuf ayat 2, qs fussilat ayat 3 dan 44,qs assyuara
ayat a92 dan 195,dan qs azzumar ayat 27 dan 28.
b. Bahasa Arab adalah bahasa yang bersifat ilmiah dan
unik.
c. Bahasa Arab adalah pelopor peradaban
d. Diantara alasan mengapa Bahasa Arab penting untuk
dipelajari adalah karena digunakan di peringkat
internasional selama 8 abad dalam bidang keilmuan,
politik, ekonomi, dll. Sehingga banyak sekali kata-kata
Arab yang dipinjam oleh bahasa lain hingga kini.
Contoh ringkas kata Arab yang dipinjam dalam
Bahasa Indonesia: akal, ajaib, alkohol, aljabar, asykar,
atlas, bakhil, falak, kertas, ilmiah, kimia, mayit, nisbi,
wakil, zalim dll.
e. Tiang peradaban dan merupakan bagian dari agama.
f. Bahasa Arab amat kaya dengan kosa kata ‫ ))مفردات‬dan
sinonim ‫ات‬cc‫))مترادف‬. Jumlah kosa kata bahasa Arab
mencapai sekitar 12,302.912. Sementara kosa kata
bahasa Inggris hanya mencapai 600 ribu. Kosa kata

37
bahasa Prancis 150 ribu, dan kosa kata bahasa Rusia
hanya 130 ribu.
g. Bahasa Arab digunakan oleh hampir setengah milyar
orang di dunia

D. Sejarah Dialek Bahasa Arab


Dialek bahasa Arab muncul sejak zaman kuno, dialek
merupakan variasi bahasa yang muncul dalam suatu bahasa
induk, biasanya dipengaruhi oleh faktor-faktor ekstrinsik dan
intrinsik seperti lingkungan, geografis, sosial, politik, dan
kebudayaan. Dalam konteks bahasa Arab, dialek-dialek ini
muncul melalui proses-proses linguistik seperti ibdāl, i’rab,
binâ’, tashīh, ‘ilāl, itmām, dan naqs, serta memiliki perbedaan
dalam aspek suara, makna, kata, dan kaidah. Dialek Quraisy
dianggap sebagai dialek paling berkuasa dan ekspresif dalam
bahasa Arab, dengan faktor agama, ekonomi, politik, dan
kekayaan bahasa yang mempengaruhi dominasinya.
Dialek bahasa Arab tentunya akan merujuk pada variasi
dalam pengucapan, kosakata, dan tata bahasa yang dimiliki
oleh penutur asli bahasa Arab di berbagai wilayah, dialek ini
juga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah faktor
geografis, budaya dan Sejarah. Setiap daerah memiliki ciri khas
dialek dan aturannya sendiri.
Asal mula dialek bahasa Arab berasal darii bahasa Arab klasik
yang digunakan pada zaman kuno bermula dari proses evolusi
yang terjadi dalam pergolakan bahasa Arab dengan bahasa-
bahasa setempat, menjadikan bahasa Arab asli menjadi
bermacam-macam dialek. Dialek-dialek ini terus
dipergunakanhingga datangnya islam, bahkan masing-masing
suku menggunakan dialek mereka saat membaca al-Qur’an
hingga akhirnya Khalifah Usman bin Affan menyatukan bacaan
umat dalam satu lahjah yakni lahjah Quraisy. Proses ini terjadi
karena salah satu dari pengguna bahasa semit awal melakukan

38
perpindahan ke daerah-daerah lainnya, lalu membentuk bangsa
dan juga bahasa yang baru. Proses evolusi ini menjadikan
bahasa Arab asli menjadi bermacam-macam dialek, dengan
pengaruh komunikasi dan perjalanan perdagangan antara suku-
suku Arab membawa perkembangan dialek dan variasinya.
Perbedaan dialek bahasa Arab itu sendiri dapat ditemukan
diberbagai wilayah, termasuk Afrika Utara, Timur Tengah, dan
Asia Tenggara.
Dialek bahasa Arab penting untuk berkomunkasi dengan efektif
dalam berbagai konteks sosial maupun budaya, tidak dapat
dipungkiri bahwa dialek bahasa Arab berkembang sejak pra-
Islam.

1. Faktor Kemunculan Berbagai Macam Dialek


Secara umum, ada satu faktor mendasar yang
menyebabkan timbulnya berbagai macam dialek dalam
satu bahasa, yaitu tersebar luasnya suatu bahasa dan
dipergunakannya oleh banyak orang. Seperti yang
dijelaskan oleh Wāfī, sudah menjadi ketentuan dalam
undang-undang bahasa bahwa ketika sebuah bahasa telah
menyebar luas dan dipergunakan oleh berbagai macam
kelompok manusia, maka mustahil bagi bahasa tersebut
untuk tetap menjaga keutuhan atau kesatuan bahasanya
yang semula untuk jangka waktu yang lama. Bahasa
tersebut tidak lama lagi pasti akan bercerai berai menjadi
berbagai macam dialek. Jarak perbedaan itu senantiasa
melebar dan melebar di antara satu dialek dengan dialek
lainnya hingga menjadi bahasa berbeda dan berdiri sendiri
yang tidak dipahami kecuali oleh pemiliknya.
Pupusnya kesatuan politik ini berimbas pada
hilangnya kesatuan pola pikir dan bahasa yang sama,
sehingga menimbulkan dialek-dialek yang berbeda.
Demikian juga halnya ketika negara menetapkan untuk
memilih sebuah bahasa untuk dijadikan sebagai bahasa

39
resmi yang akan dipergunakan dalam bidang-bidang
seperti kebudayaan, ilmu dan sastra. Adapun bahasa yang
dipergunakan sebatas dalam hidup sehari-hari dan dalam
kelompok atau kalangan tertentu saja, maka akan menjadi
lahjah `dialek` atau bahasa `āmmiyyah.
Faktor sosial pun tidak kalah perannya dari faktor
politik dalam menimbulkan dialek-dialek. Perbedaan-
perbedaan ini mengkotak- kotakkan mereka dalam satu
level yang berbeda dengan level lainnya, dan level-level
mereka ini berpengaruh pula pada bahasa yang mereka
pergunakan. Ungkapan orang berpendidikan pasti berbeda
dengan ungkapan orang yang tidak pernah mengenyam
pendidikan; bahasa di lingkungan pekerjaan berlainan
dengan bahasa yang dipergunakan dalam lingkungan
keluarga.Demikian juga halnya dengan faktor geografis,
faktor ini pun sangat berpengaruh dalam menimbulkan
dialek-dialek. Faktor kebudayaan pun tidak kalah
pentingnya dalam menimbulkan dialek Pembentukan ini
akan berpengaruh juga dalam bahasa yang dipergunakan
oleh manusia.

2. Penyebab Perbedaan Dialek


Harus diakui bahwa perkembangan dialek yang
dihasilkan dari bahasa-bahasa melalui proses dan pengaruh
yang berbeda -beda juga menimbulkan perbedaan antar
dialek - dialek tersebut. Banyak faktor yang dapat
menyebabkan satu dialek berbeda dengan dialek
lainnya. Faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan
tersebut antara lain lingkungan, jarak dari rumah, gaya
hidup , perbedaan cara memandang dunia , dan perbedaan
cara memahami dan berbicara. Daoud juga menjelaskan ,
dalam editorial yang berbeda tetapi dalam arti yang
sama , bahwa perbedaan dialek Arab disebabkan oleh
terisolasinya suku tertentu dari suku lain dan kurangnya

40
sarana komunikasi di antara mereka. Selain itu, terdapat
cacat bawaan yang berkaitan dengan proses berbahasa ,
seperti ketidakmampuan mendengar atau mengucapkan kata
.

3. Aspek Perbedaan dialek


Perbedaan Dialek dan Aspek Morfologinya
Setelah mengetahui dialek dan faktor penyebab
perbedaannya , maka perlu diketahui aspek apa saja
yangmenyebabkan perbedaan dialek .Secara umum, selain
ciri -ciri umum setiap dialek yang menghubungkan setiap
dialek dengan ciri-ciri umum, dialek-dialek tersebut juga
mempunyai ciri - ciri yang unik, dengan kata lain setiap
dialek mempunyai ciri-ciri khusus yang membedakannya
dengan dialek lainnya. dapat diketahui bahwa Perbedaan
dialek-dialek tersebut dapat dilihat pada berbagai aspek
seperti bunyi , makna, kosa kata, dan kaidah (morfologis
dan sintaksis ). Mengenai bunyi , yaitu bentuk
pengucapan kata. Dari sudut pandang ini , kita dapat
melihat adanya perbedaan dialek , dimana dialek yang satu
mengucapkan kata-kata secara berbeda dari dialek lainnya.
Sebagai contoh adalah fenomena bacaan imālah, yaitu
mencondongkan bacaan harakat fathah ke kasrah seperti
bacaan (‫حى‬cc‫ الض‬،‫جى‬cc‫ س‬،‫ قلى‬،‫ا‬cc‫)دع‬, walaupun ada dialek lain
yang membacanya dengan tidak di-imālah-kan. Demikian
juga dengan penggantian huruf hamzah menjadi hā' dalam
dialek Thai', seperti ‫ ألنك‬menjadi ‫ لهنك‬. Penggantian mīm
menjadi bā' dan bā' menjadi mīm dalam bahasa Mazin,
seperti ‫مك‬cc‫ا اس‬cc‫م‬menjadi ‫مك‬cc‫ باس‬atau ‫ر‬cc‫ بك‬menjadi ‫ر‬cc‫مك‬.
Perbedaan pengucapan ini terlihat juga dalam dialek-dialek
Mesir yang merubah suara qāf menjadi alif, seperti ‫يقول‬
menjadi ‫ يأول‬.
Perbedaan-perbedaan dialek ini tampak juga pada
aspek makna seperti yang terlihat dalam kata-kata sinonim

41
atau antonim. Sebagai contoh, perbedaan dialek dari segi
makna ini terlihat dalam sebuah riwayat yang
menunjukkan bahwa Abu Hurairah tidak memahami kata
‫ السكين‬yang diucapkan oleh Rasulullah, padahal maknanya
sama dengan kata ‫المدية‬. Kata ini berasal dari suku Daus.
Adapun dari segi perbedaan kata, hal ini bisa
dilihat dari kata-kata yang tidak berubah dan maknanya
pun masih seperti makna dialeknya yang dulu. Hal ini bisa
dijumpai pada Sebagian suku. Seperti kata ‫ المدية‬pada suku
Daus yang bermakna ‫كين‬cc‫الس‬.Kata ‫ط‬cc‫ الغي‬yang bermakna
kendaraan atau tumpangan bagi perempuan dalam dialek
Thai'. Kata ‫ ذو‬yang bermakna ‫ الذى‬dalam dialek Thai'. Kata
‫تى‬cc‫ م‬yang bermakna huruf jarr ‫ من‬dalam dialek Huzail.
Kata ‫‘ وثب‬melompat’ bermakna ¸ ‫‘جلس‬duduk’ dalam dialek
Himyar, sedangkan kata melompat dalam dialek mereka
adalah ‫ الفراش‬.

4. Macam-macam dialek bahasa Arab


Ciri khas masing-masing dialek bisa dibedakan
dengan melihat aspek-aspek perbedaan yang dimiliki oleh
setiap dialek. Perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh tiap-
tiap dialek tidak semuanya dianggap baik. Ada sebagian
dialek yang dipandang buruk atau cela. Di antara dialek-
dialek yang dianggap memiliki cacat atau cela antara lain:
a. 'Aj'ajah dan 'amghamah-nya dialek Qadha'ah. 'Aj'ajah
yaitu merubah yā' jadi jīm bila terletak setelah 'ain,
seperti ‫ الراعج خرج معج‬yang dimaksudkan adalah ‫راعي‬c‫ال‬
‫رج معي‬cc‫ خ‬, dan 'amghamah, yaitu tidak membedakan
antara jelas-tidaknya huruf di tengah-tengah kata.
b. Syansyanah dan watm-nya dialek Yaman. Syansyanah
yaitu mengubah kāf menjadi syīn, seperti ‫ ˛ليش‬dan
‫ملني‬cc‫ ش‬dari ‫ني‬cc‫ك و كلم‬cc‫ لبي‬dan watm yaitu mengubah sīn
menjadi tā', seperti‫ النات‬dari ‫الناس‬

42
c. Thumthamaniah-nya dialek Himyar yaitu menjadikan al
jadi am seperti ‫ طاب أمهواء‬dalam ,‫طاب الهواء‬
d. Taltalah-nya dialek Bahra' yaitu meng-kasrah-kan
huruf- huruf mudhāra'ah dan fahfahah-nya Huzail yaitu
merubah hā' menjadi 'ain, seperti ‫ العسن أو العسين‬dari ‫الحسن‬
‫ أخو الحسين‬.
e. 'An'anah-nya dialek Tamim, yaitu mengganti huruf
hamzah yang mengawali sebuah kata menjadi 'ain,
seperti ‫ عن‬dari ‫ أن‬atau ‫ عمان‬dari ‫ أمان‬.
f. Kasykasyah-nya dialek Asad atau Rabi'ah, yaitu
mengganti kāf mukhāthabah menjadi syīn, seperti ˛‫عليش‬
dari ‫ عليك‬atau menambah syīn setelah kāf yang dibaca
kasrah, seperti ‫ عليكش‬dari ‫عليك‬.
g. Wahm-nya dialek Kilab, yaitu meng-kasrah-kan hā' al-
gaib bila diikuti mīm jama' selagi tidak ada yā' dan
kasrah sebelumnya, seperti ,‫منهم و عنهم و بينهم‬.
h. Wakm-nya dialek Rabi'ah Kilab, yaitu meng-kasrah-kan
kāf khitāb dalam jama' jika sebelumnya ada yā' atau
kasrah, seperti ,‫عليكم وبكم‬.
i. Lakhlakhanah-nya al-Sihr atau Rabi'ah, seperti ‫ما شا هللا‬
dari ‫ ما شاء هللا‬.
j. at'ah-nya Thai', yaitu membuang huruf akhir kata,
seperti ‫ يا أبا الحكا‬dan yang dimaksud adalah ‫يا أبا الحكم‬.
k. Istintha', yaitu menjadikan 'ain yang bersukun menjadi
nūn apabila melampaui thā', seperti ‫ أنطى‬dari ‫أعطى‬Hal
ini terdapat dalam dialek Sa'ad bin Bakar, Huzail,
al-'Azd, Qais dan al-Anshar.

5. Penyebab Kejayaan Dialek Quraisy


Kejayaan Dialek Quraisy dan Penyebabnya
Dialek Quraisy merupakan salah satu dialek yang ada
dalam bahasa Arab itu sendiri. Seperti yang diketahui,
bahasa Arab sejak lama terdiri dari berbagai suku, dan
setiap suku berbeda dengan bahasa lainnya. Perbedaan

43
antar suku bangsa Arab dapat disebabkan oleh letak
geografis, keadaan alam dan sosial, pola pikir, bahkan
tersedianya sarana dan prasarana budaya yang berbeda.
Bila suatu bahasa digunakan dan digunakan secara luas
oleh berbagai kelompok manusia, sulit untuk menjaga
keutuhan bahasa aslinya dalam jangka panjang, karena
bahasa itu pasti akan segera terpecah menjadi dialek-
dialek yang berbeda.
Bahasa Arab telah lama terbagi menjadi berbagai
dialek, yang masing-masing dialek berbeda satu sama
lain dalam bunyi, makna, aturan, dan kosa kata. Setelah
penyebaran dan perluasan bahasa Arab, berbagai dialek
pun tersedia. Proses pencampuran ini membutuhkan
waktu yang sangat lama karena berbagai faktor seperti;
Perdagangan, kedekatan satu suku dengan suku lainnya,
migrasi untuk mencari rumput dan ternak, pertemuan
pada musim haji, pertukaran dagang di pasar, pertemuan
pada perang antar suku yang paling sering terjadi,
kepentingan Arab, pertemuan hari raya. Pada semua
kesempatan ini, terjadi kebingungan dalam perdebatan
linguistik antara satu dialek dengan dialek lainnya, dan
dialek Quraisy muncul sebagai pemenang.
Dialek Quraisy mengalahkan dan mendominasi
dialek lain dan menjadi bahasa sastra puisi dan prosa
seluruh suku Arab.Ini juga merupakan bahasa agama,
politik, dan ekonomi.Dari pembahasan di atas terlihat
jelas bahwa ada beberapa faktor yang menjadikan dialek
Quraisy lebih unggul dibandingkan dialek lainnya.
Faktor-faktor tersebut antara lain agama, ekonomi,
politik, dan kekayaan bahasa Quraisy itu sendiri. Faktor
agama sangat mendukung kemenangan dialek Quraisy.
Hal ini disebabkan karena suku Quraisy memegang
kedudukan keagamaan yang sangat penting bahkan
sebelum masa Islam. Mereka adalah tetangga Baitullah

44
dan hamba-hambanya. Di mata sebagian besar orang
bodoh, Baitura adalah sesuatu yang suci. Orang-orang
dari suku lain berziarah ke Baitula, mengunjungi berhala
mereka dan mempersembahkan kurban kepada
mereka.Karena kedudukannya inilah kaum Quraisy
mempunyai kekuasaan agama atas suku-suku lain.
Selain faktor agama, faktor ekonomi juga
mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap
penaklukan dialek Quraisy. Kaum Quraisy mendominasi
perekonomian karena mereka adalah kaum pekerja paling
cerdas dan paling keras di negara Arab. Sebagian besar
omzet perdagangan Jazirah Arab ada di tangan mereka
dengan membawa barang dan berpindah dari satu wilayah
di Jazirah Arab ke wilayah utara, yaitu dari Syam sampai
ke selatan ujung Yaman. Mereka juga melakukan
perjalanan dagang pada waktu yang berbeda sepanjang
tahun. Di musim dingin mereka pergi ke Yaman, dan di
musim panas pergi ke Suriah. Melalui aktivitas
perdagangan ini mereka telah mengumpulkan kekayaan
yang besar. Kaum Quraisy menjalankan pengaruh politik
langsung atas wilayah Arab lainnya selama periode
Jahiliya dengan memegang dan mengendalikan pengaruh
agama dan ekonomi serta posisi strategis di wilayah
tersebut. Di wilayah ini, tidak ada salahnya dialek kita
mendominasi dialek lain.
Selain faktor-faktor di atas, ada faktor lain yang
menjadikan dialek Quraisy lebih unggul dibandingkan
dialek lainnya, yaitu kekayaan kebahasaan dialek Quraisy
itu sendiri. Dialek Arablah yang terkaya secara linguistik,
dengan materi terkaya, Uslub terbaik, dialek Arab paling
sempurna, dan bahasa paling fleksibel. Selain itu,
cukupnya waktu untuk bercampur dengan dialek lain juga
turut menambah kekayaan linguistik dialek ini berupa
kosakata baru yang belum dimiliki dialek ini.

45
6. Peta Dialek Bahasa Arab
Menurut pendapat Wāfī ia menyatakan bahwa
sebelum abad 19, ragam dialek yang terdapat dalam
bahasa Arab belum banyak diketahui secara menyeluruh
kecuali melalui informasi-informasi yang sangat sedikit
dari sela-sela buku gramatika dan sastra atau lagu-lagu
kesukuan yang terdapat dalam Muqaddimah Ibnu
Khaldun. Sebagiannya lagi diketahui melalui kitab-kitab
yang ditulis dengan bahasa Arab ‘āmmiyyah dan fus.h.ā
seperti buku Alfu Lailah wa Lailah . Hal ini didukung
oleh pendapat Daud yang menjelaskan bahwa pada
dasarnya para ulama terdahulu telah memberikan
perhatian terhadap perbedaan-perbedaan dialek dalam
bahasa Arab, apalagi terhadap dialek-dialek yang terdapat
dalam al-Qur'an. Namun, lanjutnya, usaha para ulama itu
hanya sekedar mengumpulkan dan menyusunnya tanpa
melengkapinya dengan penelitian secara kebahasaan. Hal
ini bisa dilihat dalam karangan-karangan para ulama
terdahulu seperti yang dicantumkan oleh Ibn al-Nadhim
dalam kitabnya al-Fihris, tentang kitab-kitab yang
mengumpulkan berbagai macam dialek Arab, seperti
kitab-kitab yang berjudul Lughāt al-Qur'ān yang ditulis
oleh Abū Zakaria al-Farrā' (207 H), Abū Zaid al-Anshāri
(215 H), al-Asma'i (216 H) dan Ibnu Duraid (321 H).
Demikian juga dengan kitab-kitab yang berjudul Kitāb al-
Lughāt yang ditulis oleh Yunus bin Habīb (182 H), al-
Farrā' (207 H), Abu 'Ubaidah (210 H), Abū Zaid al-
Anshāri, al-Asmai' dan sebagainya (Daud: 2001: 68-69).
Penelitian yang serius tentang dialek-dialek
bahasa Arab ini dimulai sejak abad 19. Para ahli telah
mengelompokkan dialek- dialek tersebut menjadi lima
kelompok besar. Setiap kelompok mencakup dialek-
dialek yang berdekatan dalam bunyi, kosakata, gaya

46
bahasa, gramatika, serta pengaruh-pengaruh yang
melingkupi dalam perkembangannya. Pertama, kelompok
dialek- dialek Hijaz–Nejd. Kelompok ini mencakup
dialek-dialek Hijaz, Nejd dan Yaman. Kedua, kelompok
dialek-dialek Suriah (di sini dikecualikan dari dialek-
dialek yang berasal dari bahasa Aramiah yang masih
dipakai sampai sekarang di tiga desa di Suriah, yaitu
Ma'lulah. Jab'adin dan Ba'fa). Kelompok ini meliputi
semua dialek-dialek bahasa Arab yang dipakai di Suriah,
Libanon, Palestina, Timur Yordania. Ketiga, kelompok
dialek-dialek Irak (kecuali dari dialek-dialek bahasa Irak
yang berasal dari selain Suriah, seperti dialek-dialek
bahasa Kurdi dan dialek yang berasal dari bahasa Suriah
yang bukan Arab seperti dialek-dialek Aramiah yang
masih terpakai sampai sekarang di beberapa desa di Thur
Abidin, Jabal al-Kurdi, dan pinggir timur danau Aurmia).
Dialek-dialek yang termasuk dalam kelompok
ini adalah semua dialek bahasa Arab yang dipergunakan
dalam negara Irak. Keempat, kelompok dialek-dialek
Mesir (di sini dikecualikan dialek-dialek selain Arab yang
masih dipergunakan di sebagian daerah Sudan). Dalam
kelompok ini mencakup semua dialek bahasa Arab yang
dipergunakan di Mesir dan Sudan. Dan kelima, kelompok
dialek-dialek Maroko (di sini dikecualikan dari dialek
Berbar yang masih dipakai sampai sekarang oleh suku-
suku di Magrib al-'Aqsa, Aljazair, Tunisia, dan Libia).
Kelompok ini mencakup semua dialek bahasa Arab yang
dipergunakan di Afrika Selatan. Setiap kelompok dari
kelompok-kelompok di atas meliputi kelompok dialek-
dialek yang sangat banyak. Setiap dialek memiliki
berbagai cabang dan setiap cabang terpecah-pecah
menjadi banyak kelompok yang berbeda-beda yang
sesuai dengan daerah-daerah yang mempergunakannya.
Sebagai contoh kelompok dialek-dialek Mesir yang

47
terbagi ke dalam beratus- ratus dialek, setiap dialek dari
dialek-dialek ini terbagi lagi menjadi berbagai cabang dan
kelompok. Dan, semuanya ini berbeda dengan
berbedanya daerah yang mempergunakannya, bahkan
sampai antara dua desa yang berdekatan yang termasuk
dalam satu dialek bisa berbeda dengan jelas dalam bunyi,
kosakata, susunan, dan gaya bahasa.
Walaupun dengan banyaknya perbedaan di
antara kelima kelompok besar ini, orang yang berbicara
dengan salah satunya, dengan sedikit perhatian, bisa
banyak memahami percakapan dari kelompok lainnya.
Hal ini dimungkinkan karena kesamaannya dalam akar
kosakata, dasar gramatika dan gaya bahasanya.
Dari kelima kelompok dialek-dialek ini, yang paling
mendekati bahasa Arab fus.h.ā adalah kelompok dialek-
dialek Hijaz, Nejd, dan Mesir. Dialek Hijaz dan Nejd
berkembang di daerah-daerah asal bahasa Arab fus.h.ā
dan kebanyakan penduduk Hijaz dan Nejd termasuk
keturunan Arab yang murni. Adapun kedekatan dialek-
dialek Mesir dengan fus.h.ā, karena kemenangan bahasa
Arab ketika menghadapi bahasa Koptik, dan di samping
itu karena kebanyakan penduduk Mesir berasal dari suku-
suku Arab yang asli. Adapun kelompok dialek-dialek
yang paling jauh dari bahasa Arab fus.h.ā adalah
kelompok Irak dan Maroko. Hal ini disebabkan karena
kelompok Irak terlalu terpengaruh oleh bahasa Aramiah,
Parsi, Turki, dan Kurdi, sehingga kalau dibagi menjadi
dua kelompok besar, maka kosakata dan Sebagian
gramatikanya bukan Arab yang asli lagi. Adapun
Maroko, yang merupakan bahasa ‘āmmiyyah yang paling
jauh dari bahasa Arab fus.h.ā, hal ini disebabkan karena
sangat terpengaruh oleh dialek- dialek Berbar yang
mayoritas penduduknya menggunakannya sebelum
kemenangan Arab. Oleh karena itu, banyak yang

48
menyimpang dari akar-akarnya yang asli, baik dalam
bunyi, kosakata, gaya pengucapan serta dalam
gramatikanya. Dialek-dialek orang-orang badui
(nomaden) dari setiap daerah ini merupakan dialek-dialek
yang lebih fasih daripada dialek-dialek orang yang bukan
badui (sudah menetap). Selain itu, mereka sedikit
menjumpai kata asing dan lebih dekat dengan bahasa
Arab fus.h.ā. Demikian juga, dialek desa-desa yang
termasuk dalam semua daerah lebih fasih daripada dialek-
dialek kota, karena mereka kurang terpengaruh oleh kata-
kata asing dan lebih dekat dengan bahasa Arab. Hal ini
disebabkan karena kecondongan penduduk desa untuk
memproteksi diri dan kurang berinteraksi dengan orang
asing .

49
BAB II

PERKEMBANGAN, PERSEBARAN & PENGARUH


BAHASA ARAB

A. Periodisasi Perkembangan Bahasa Arab


1. Bahasa Arab Standar Sesudah Kedatanga Islam
Para pembahas dan ahli linguistic sependapat
bahwa pperistiwa terpenting dalam sejarah perkembangan
Bahasa Arab adalah datangnya Islam dan tersiarnya agama
rahmatan lil alamiin ini sampai meluas ke berbagai daerah
dari Asia Tengah sampai Afrika Barat. Kedatangan Islam
dan turunnya al-Qur’an yang disusul oleh hadits pada
beberapa abad kemudian, yang berbahasa Arab standar
menjadikan Bahasa Arab sesuatu yang sangat penting dan
menarik perhatian bagi kalangan masyarakat, terutama para
peneliti social masyarakat.
Sulit dipungkiri bawha semakin besar jumlah
pemelukIslam, meskipun dalam proses penyebaran selalu
berperinsip pada larangan untuk menyebarkan Islam secara
paksa, Semakin meluas pula pengaruh Bahasa Arab satndar
ini hingga menyentuh kehidupan orang-orang awam.
Didorong oleh jiwa dan smenagat keagamaan yang tinggi,
pemeluk-pemeluk Islam mempunyai kecantikan untuk
selalu membaca dan mempelajarai al-Qur’an baik konteks
ta’abbud (ibadah) maupun tilawah (membaca) al-Qur’an
semata-mata. Kini umat Islam semakin tersandarkan dan
tercerahkan bahwa memahami isi dan kandungan al-
Qur’an untuk menggali ajaran-ajaran dan nilai-nilai Islam
merupakan keniscayaan yang sulit dihindari.

50
Berawal dari sini, upaya-upaya menyalin-padukan
Bahasa aeab dengan Islam mulai digagas dan
disosialisasikan ke seluruuh pelosok negara yang
menembus lintas batas wilayah. Pencetus gagasan dan
sosialisasi Bahasa Arab ini membawa pengaruh yang
sangat beasr.
Sebelum abad tujuuh masehi, Bahasa Arab adalah
“Bahasa statis” dan terkungkung oleh batas-batas
kekuasaan. Ia tidak lain hanya merupakan Bahasa orang-
orang badui yang bermukim di bagian utara semanjung
Arabia, dan sebagian tersebar dibagian daerah syam dan
irak, serta menjadi Bahasa bagi penduduk kota—kota di
daerah utara semanjung Arabia. Mereka-baik kabilah badui
maupun penduduk kota- adalah komunitas yang memiliki
peradaban tinggi bila dibandingkan dengan masyarakat
dosekitar wilayah itu, baik syam, irak, maupun mesir.
Karena itu, Bahasa Arab hingga masa itu masih menjadi
Bahasa yang sangat bersahaja. Ia belum menjadi Bahasa
kebudayaan. Ia juga mempunyai otoritas yang berwibawa
sebagai alat komunikasi bisnis atau persatuan. Pendek kata,
Bahasa Arab masa itu adalah Bahasa yang termarginalkan
oleh sistem yang berlaku.
Setelah Islam berkembang dan meluas ke berbagai
daerah di luar semanjung Arabia, bahkan ke benua yang
berbeda. Agama Islam sebagai ajaran dan pengaruhnya
tersebar luas, kebutuhan tenaga pengajarpun semakin
banyak. Maka, terjadilah perpindahan secara berbondong-
bondong sejumlah penduduk dari kabilah semanjung
Arabia yang memeluk pertama kali ke daerah-daerah yang
telah menjadikan Islam sebagai way of life dalam hidup
mereka. Kabilah-kabilah pendatang inilah yang kemudain
tinggal dan menetap disana.
Pada zaman umar Ibn Khattab, orang-orang Arab
yang notabene adlah pendatang tersebut dilarang untuk

51
memiliki hak kepemilikan tanah didaerah-daerah baru yang
mereka tempati. Sebaliknya, merka diharusakn untuk
tinggal menetap dan berteduh di perkemahan-perkemahan
yang letaknya jauh dari kota. Perkemahan-perkemahan
inilah yang kelak menjadi kota baru yang bercorak Islam di
basrah, kufah, dan fustat. Karena para pendatang baru
(orang non Arab) itu belum berasimilasi dan bersosialisasi
dengan penduduk aslinya pergaulan di antara pendatagn
baru menjadi semakin solid dan kompak. Inilah factor yang
sangat signifikan dalam memperkuat kesatuan Bahasa
Arab sejalan dengan semakin berkurangnya kebiasaan-
kebiasan berbahasa yang semula dibawa dari masing-
masing kabilah. Karena itu, sebagai bahsa pendatang yang
saat itu belum go internasioanl bahsa Arab masih
dipandang oleh masyarakat setempat sebagai Bahasa yang
terhormat dan berwibawa, serta “sulit dijangkau” oleh daya
nalar mereka.

2. Perkembangan Bahsa Arab Pada Zaman Bani


Umayyah
Pada zaman pemerintahan Bani Umayyah, terjadi
perubahan social yang sangat dramatis dalam masyarakat
Islam. Orang Arab mulai berasimiliasi dan berasosiasi
dengan penduduk asli karena kelompo-kelompok social ini
semakin hari semakin bercampur. Pada saat yang
bersamaan, penduduk asli pun yang kemudian merasa
butuh dan berkepentingan untuk mempelajari Bahasa Arab.
Alasan mereka setidak-tidaknya untuk saling mengerti dan
memahami dalam berkomunikasi dengan orang-orang Arab
yang bahsanya masih asing tersebut. Karena itu, lahirlah
dialek-dialek baru yang mereka gunakan sehari-hari.
Sulit dipungkiri dialek-dialek itu mempunyai
perbedaan yang sangat jauh dengan bahsa percakapan yang
bias diucapkan oleh orang-orang Arab. Ada banyaj factor

52
yang menjadikan Bahasa Arab menduduki puncak
singgasana peradaban. Factor-faktor yang membawa Arab
dalam posisi tersebut, antara lain: pertama, setelah proses
Arabisasi berjalan lancer melalui penyebaran Islam,
administrasi pemerintahan mulai tertata rapid an
professional sejak kira-kira 87 H, bahsa Arab dengan
sendirinya menajdi bahsa resmi negara Islam. Kedua,
bahsa Arab dianggap Bahasa masyarakat kelas elit, karena
banyak digunakan para pejabat dan apparat pemerintahan.
Karena itu, penggunaan Bahasa Arab yang fasih dan
ketinggian ilmu, kemajuan berfikir, dan status social yang
tinggi. Ketiga, Bahasa Arab yang fasih dan shaih menjadi
Bahasa syair, sedangkan syair bagi masyarakt kelas tinggi
menjadi kebanggaan sehingga Bahasa Arab dengan fasih
otomatis menjadi kebanggaan yang tersendiri pula.
Keempat, Bahasa Arab selain Bahasa Al-Qur’an adalah
Bahasa yang hanya digunakan untuk sebagian besar ibadah
dalam ajaran Islam sehingga setiap muslim sangat butuh
dan berkepentingan untuk mempelajarinya.
Menjelanang berakhirnya bani umayyah, timbullah
gerakan pemurnian Bahasa Arab yang dilancarkan oleh
sebagian cendikiawan Arab yang didukung oleh
cendikiawan dari keturunan non-Arab. Banyak dari
cendikiawan non-Arab yang bersemangat untuk
memepertahankan kemurnian bahas Arab.
3. Perkembangan Bahasa Arab Pada Zaman Bani
Abbasiyah
Meskipun pemerintah yang berasl dari keturunan
Arab (bani umayyah) jatuh, fungsi dan peranan Bahasa
Arab tidak ikut jatuuh. Sejak semula, para penguasa bani
abbasiyah sudah mengetahui dan berkeyakinan bahwa
pengaruh dan kekuasaan mereka bergantung pada
perkembangan dan kemajuan Islam, karena pemerintah
mereka ditegakkan di ast landasan dan slogan-slogan

53
agama. Kitab suci dan mujizat terbesar agama Islam adalah
al-Qur’an sedangkan al-Qur’an menggunakan Bahasa
Arab. Karena itu, dalam pandangan dan perasaan setiap
muslim apapun Bahasa asalnya, Bahasa Arab sebagai
Bahasa al-Qur’an menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
hakikat Islam.
Pemahaman atas reaslitas itulah yang dipahami
dengan baik oleh penguasa bani abbasiyah. Itulah
sebabnya, seluruh khalifah pada pemerintaahan bani
abbasiyah [un memberi perhatian khusus kepad Bahasa
Arab. Bahasa Arab badui tetap dipandang dan dinilai
sebagai Bahasa yang bermutu dan tinggi dan dikagumi.
Mereka adlah tempat meminta hujjah, jika ada perselisihan
Bahasa diantara para ahli nahwu aliran bashrah dan kufa.
Pada abad dua hijriyah, orang-orang yang tergolong
kelas terpelajar (bangsawan) tidak menggunakan Bahasa
Arab fusha karena mereka hanya sebatas menguasai
Bahasa tulisan, meskipun mereka berusaha untuk
menggunakannya sebagai Bahasa percakapan. Pada masa
ini gerakan pemurnian Bahasa Arab terus berjalan.
Sungguhpun demikian, Bahasa Arab tidak dapat
menghindarkan diri dari pengaruh Bahasa non-Arab.
Pada pertengahan abad hijriyah, Bahasa percakapan
Bahasa Arab badui mengalami kemunduran yang sangat
menyediihkan. Banyak sekali menteri-menteri kerajaan
masa itu, seperti Ismail Ibn Bulbul salah seorang menteri
pada masa pemerintahan Mu’tadlil dan para pejabat tinggi
kerajaan yang berbicara dengan menggunakan Bahasa
Arab Ammiyah. Ini terjadi karena orang-orang non-Arab
semakin banyak menduduki jabatan penting dan strategis
dalam pemerintahan Islam. Realitas yang menyedihkan ini
dijelaskan oleh banyak buku yang pernah terbit pada masa
itu, diantaranya kitab Islah al Mantiq yang ditulis Ya’qub

54
as-Sakit al-Jamhy dan Lahn al-Ammah yang ditulis Abu
Hasan Hamzah al-Kisai.
Abad empat hijriyah dapat dikatakan sebagai abad
kecemarlangan bagi penerbit buku-buku berbahasa Arab
karena masa itu hampir tidak ada lagi orang yang
mempelajari Bahasa Arab dengan mengunjungi guru-guru
bahara Arab badui dan menerima langsung dari orang-
orang Arab badui. Bahasa Arab sudah dapat dipelajari
melalui buku-buku karena jumlah buku yang
diterbitkansebagai buku pelajaran sudah banyak yang
dipublikasi. Beberapa buku yang diterbitkan pada masa itu,
diantaranya Jawahir al-Lafz yang ditulis Qadamah ibn
Ja’far dan al-Fazh al-Kitabiyyah yang ditulis Ya’qubas-
Sakit al-Jamhy.
Berdasarkan gambaran yang dijelaskan al-hamid
tersebut jelaslah bahwa Bahasa Arab disemanjung Arabia
sendiri sudah mulai lemah dan kehilangan keindahan serta
daya tariknya. Orang sudah mulai berpaling dari Bahasa
Arab orang-orang badui di semanjung Arabia, dan tidak
lagi berhakim kepada mereka dalam menyelesaikan
permasalahan-permasalahan kebahasaan.
4. Perkembangan Bahasa Arab Sesudah Abad Lima
Hijriyah
Sesudah dunia Arab terpecah belah dan
pemerintahan Islam dikuasai oleh penguasa-penguasa
politik non-Arab, Bahasa Arab tidak lagi menjadi Bahasa
politik dan Bahasa administrasi pemerintahan sebagaimana
khalifah sebelummnya. Posisi Bahasa Arab terdegradasi
dan tersudutkan di pojok, karena hanya menjadi Bahasa
agama semata-mata. Contohnya ialah pada masa dinasti
saljuk, di negara Islam bagian timur itu orang-orang saljuk
yang berkuasa pada saat itu menjadikan Bahasa Persia
sebagai Bahasa resmi negara yang mereka pimpin.

55
Sejak saat itu, orang-orang Persia mulai mengarang
dan menulis buku mereka dengan perantara Bahasa Persia.
Bahkan sebagian penduduk wilayah itu mulai
meninggalkan penggunaan Bahasa Arab, meskipun
sebagian ulama meninggalkan pengggunaan Bahasa Arabm
ulama ahli fikir lainnya tetap mengarang dengan Bahasa
Arab, diantara ulama pada masa itu adalah Imam Ghazali,
dengan buku nya yaitu Ihya Ulumuddin yang
menggunakan Bahasa Arab, namun ia juga menulis buku
dengan Bahasa Persia yaitu an-natsr al-Masbuk.
Pada tahun 459 H, sebuah lembaga pendidikan yang
bertugas khusus, yakni menangani pengembangan Bahasa
dan sastra Arab yang bernama Madrasah an-Nidhamiyah
dibangun dengan megah. Pembangunan ini menunnjukkan
bahwa bangsa saljuk memberi perhatian khusus terhadap
Bahasa Arab fusha, meskipun dalam kehidupan social-
politik Bahasa persialah yang dianggap lebih penting dan
berperan.

5. Perkembangan Bahasa Arab Zaman Baru


Tepatnya pada sevolusi Eropa, sesudah kekuasaan
prancis yang dikomandani oleh Napoleon Bonaparte, yang
mulai menjajah Mesir. Golongan intelektual Eropa tersebut
membangun berbagai sarana yang melandasi dan
mendorong perkembangan ilmu pengetahuan di Mesir
seperti lembaga ilmu pengetahuan, perpustakaan, sekolah,
surat kabar, labolatorium penelitian, dan percetakan Arab.
Banyak lembaga pendidikan dibuka untuk mempelajari
macam-macam pengetahuan seperti pengetahhuan,
kemiliteran, kedokteran, teknik, pertanian, kesenaian,
administrasi, Bahasa dan terjemah. Bahasa arab adalah
Bahasa pengantar di sekolah-sekolah tersebut, karena guru-
guru yang mengajar sebagian besar adalah alumni Eropa

56
dari kelompok misi mahasiswa Mesir yang beberapa ahun
sebelumnya telah berhasil melanutkan studi ke Eropa.
Para penerjemah dan pengarang di seluruh Mesir
seperti Rifa’ah Rofi’ath Thantowi misalnya, dapat
dianggap sebagai perintis dalam pencapaian istilah-istilah
ilmiah modern. Istilah-istilah tersebut mereka gali dari
buku-buku ilmiah berbahasa arab klasik, kemudian
disesuaikan dan diterapkan sebagai istilah-istilah untuk
berbagai bidang ilmu pengetahuan. Inilah salah satu
langkah yang paling berhasil dalam rangkak mengatasi dan
mengurai sebab-sebab keterbelakangan Bahasa Arab,
sekaligus meletakkan dasar kokoh bagi Bahasa Arab untuk
menjadi Bahasa yang dinamis dan mampu berkembang
secara wajar.
Diwilayah lain yang letaknya di Turki, berjauhan
dengan negara-negara Arab, Bahasa Turki secara resmi
diajarkan dan menjadi Bahasa pengantar di sekolah-
sekolah dan lembaga pendidikan di pemerintahan
kesultanan usmaniyyah. Dalam rangka mempertahankan
Bahasa Arab, pada akhir abad Sembilanbelas, Al-Jami’iyah
al-Khairiyyah al-Islamiyyah mendirikan sekolah-sekolah
di Damaaskus dan kota-kota lainnya di Syiria.

B. Pengaruh Bahasa Arab Terhadap Pendidikan Agama


Pendidikan Islam dilihat dari segi kehidupan struktural
umat manusia merupakan salah satu alat pembudayaan manusia
itu sendiri. Sebagai suatu alat pendidikan dapat difungsikan
untuk mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan hidup
manusia kepada titik optimal kemampuannya untuk
memperoleh kesejahteraan dan kebahagiaan hidupnya di
akhirat. Dengan kata lain tujuan akhir pendidikan Islam adalah
pada hakikatnya merupakan realisasi dari cita- cita ajaran Islam
itu sendiri, yang membawa misi kesejahteraan umat manusia
sebagai hamba Allah Swt, lahir dan batin, dunia dan akhirat

57
berdasarkan al-Qur’an dan Hadits. Karena sumber-sumber asli
ajaran Islam yakni al-Qur’an, hadits dan ilmu- ilmu keislaman
tertulis dalam bahasa Arab, maka sangatlah penting bagi umat
islam terutama kalangan ilmuannya untuk mempelajari dan
memahami serta menguasai bahasa Arab. Jika tidak sulit bagi
kita untuk mengkaji Islam dari sumber aslinya yang berasal
dari bahasa Arab.

Oleh karena itu pembelajaran bahasa Arab dalam


Pendidikan Islam sangat penting, disebabkan: pertama, bahwa
sumber asli ajaran Islam al-Quran dan Hadits ditulis dalam
bahsa Arab, kedua, kitab-kitab karya ulama-ulama besar yang
mempengaruhi alur pemikiran umat Islam terutama di bidang
tafsir, hadits,fiqih, aqidah, tasawuf ditulis dalam bahasa Arab,
ketiga, kajian ilmu keislaman akan semakin berbobot jika
mengambil rujukan dari bahasa Arab, keempat, realitas
kekinian di kalangan sarjana muslim, terutama Indonesia
semakin menipis dalam mengkaji ilmu keislaman yang berbasis
bahasa Arab. Setelah Bahasa Arab dijadikan Allah SWT
sebagai bahasa al-Qur’an, maka terjadi perkembangan yang
luar biasa pada bahasa ini, sehingga memunculkan berbagai
peranan penting dalam intraksi kehidupan umat manusia,
khususnya dalam pendidikan Islam, peranan-peranan tersebut
dapat diklasifikasi sebagai berikut: Pertama, bahasa Arab
berperan sebagai bahasa wahyu, sehingga menjadi bahasa yang
istimewa. Indikasinya Allah berkenan berbicara kepada umat
manusia dengan bahasa Arab melalui alQuran. Q.S. Yusuf ayat
2 “Sesungguhnya kami menurunkannya berupa Al Quran
dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya”.13 Kedua,
peranan bahasa Arab sebagai bahasa komunikasi umat manusia
kepada Allah SWT. Dalam agama Islam terdapat ibadah-ibadah
tertentu yaitu sholat, zikir dan do’a yang dilakukan dengan
menggunakan bahasa Arab

58
akta mengatakan selain menjadi bahasa pengantar dalam
kitab suci umat Islam yakni Al-Qur’an dan juga Hadis Nabi
Muhammad SAW. bahasa Arab telah dinyatakan secara mutlak
menjadi bahasa dalam agama Islam, juga salah satu bahasa
resmi PBB. Bahasa Arab menyandang status prestise
mengingat termasuk warisan sosial budaya (Lughat at-turats),
Lughat al-dhat, dan secara nasional ditetapkan di lebih 22
negara bagian Timur Tengah (Nasution, 1959). Di Indonesia
sendiri, bahasa Arab diketahui sudah mulai dilakukan
pengembangan dan perintisan akan keberadaannya secara
bertahap. Sedangkan asumsi sosial yang kadung beredar di
tengah komunitas menganggap jika bahasa Arab telah diketahui
oleh bangsa ini semenjak mayoritas penduduknya mengenal
dan memeluk Islam (Nasution, 1959). Jika dihadapkan dengan
istilah pembelajaran bisa diartikan sebagai prosedur interaksi
yang melibatkan pendidik dan peserta didik tidak lupa
melibatkan sumber belajar di lingkungan tertentu, termasuk
pendidikan formal ataupun informal (Pusat Kurikulum, 2002)

Pendidikan bernapaskan Islam maka menggunakan dasar


hukum berupa Al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad SAW.
Berangkat dari dua sumber tersebut, para cendekiawan muslim
lantas melebarkannya dan melakukan klasifikasi ke dalam dua
komponen utama, yang pertama yakni akidah yang secara
khusus berfokus pada keimanan. Selanjutnya kedua berkaitan
dengan syariah berhubungan dengan ajaran yang bertalian
dengan amal secara konkret di kehidupan sehari-hari.
Mengingat pendidikan termasuk ke dalam kategori amal nyata,
maka dari itu pendidikan masih bisa dihubungkan dalam
konteks syariah. Apabila dijabarkan secara lebih komprehensif,
tercatat melalui sub bidang muamalah (Andriani, 2015)
Berkaitan dengan tujuan pendidikan Islam, dipaparkan
sebagai berikut (Cahya Edi Setyawan, 2020): 1) Menjadi media
efektif guna mendidik seorang anak supaya mempunyai

59
akhlakul karimah dengan attitude baik dan tingginya kepekaan
sosial. 2) Membimbing sekaligus mengoptimalkan potensi
seorang anak agar dapat menjadi sosok pemimpin yang amanah
bagi kesejahteraan rakyat di dunia. 3) Menciptakan potensi
seorang anak sehingga mempunyai komponen kecerdasaan
yang seimbang dan sempurna, ialah IQ, EQ, dan SQ sebagai
bekal hidup di dunia bahkan sampai akhirat. 4) Menjadi
pengingat bagi anak-anak mengenai tujuan hidup yang tak lain
dan tak bukan adalah beribadah pada Allah SWT dengan
kepercayaan di setiap aktivitas kehidupan bahwa semuanya
adalah kepunyaan Allah dan akan kembali pada-Nya.

Rabba-Yurabbi-Tarbiyyatan merupakan cuplikan bahasa


Arab yang memiliki korelasi dengan kata pendidikan. Makna
dari kata Arab tersebut ialah pendidikan, pemeliharaan, serta
pengasuhan (Munwwir, 1997). Terkait pengertian dari
Pendidikan Islam sendiri jika ditelisik dari istilahnya yakni
suatu usaha guna mengaktualisasikan sifat kesempurnaan yang
diberikan Allah SWT sebagai anugerah untuk manusia
(Bawani, 1991). Adapun pendapat pakar lain menjelaskan jika
pendidikan agama termasuk ke dalam proses menyampaikan
ragam informasi dalam membentuk manusia sebagai sosok
yang memiliki keimanan serta ketakwaan sehingga bisa belajar
arti kedudukan, fungsi, beserta tugas yang diemban selama
hidup di muka bumi dengan senantiasa menjaga konektivitas
dengan Sang Pencipta (Allah), diri sendiri, orang lain, dan tidak
lupa alam sekitar yang kembali lagi wajib dilakukan
pertanggungjawaban kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Esa (Andriani, 2015).
Pendidikan bernapaskan Islam maka menggunakan dasar
hukum berupa Al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad SAW.
Berangkat dari dua sumber tersebut, para cendekiawan muslim
lantas melebarkannya dan melakukan klasifikasi ke dalam dua
komponen utama, yang pertama yakni akidah yang secara

60
khusus berfokus pada keimanan. Selanjutnya kedua berkaitan
dengan syariah berhubungan dengan ajaran yang bertalian
dengan amal secara konkret di kehidupan sehari-hari.
Mengingat pendidikan termasuk ke dalam kategori amal nyata,
maka dari itu pendidikan masih bisa dihubungkan dalam
konteks syariah. Apabila dijabarkan secara lebih komprehensif,
tercatat melalui sub bidang muamalah (Andriani, 2015).

Berkaitan dengan tujuan pendidikan Islam, dipaparkan


sebagai berikut (Cahya Edi Setyawan, 2020): 1) Menjadi media
efektif guna mendidik seorang anak supaya mempunyai
akhlakul karimah dengan attitude baik dan tingginya kepekaan
sosial. 2) Membimbing sekaligus mengoptimalkan potensi
seorang anak agar dapat menjadi sosok pemimpin yang amanah
bagi kesejahteraan rakyat di dunia. 3) Menciptakan potensi
seorang anak sehingga mempunyai komponen kecerdasaan
yang seimbang dan sempurna, ialah IQ, EQ, dan SQ sebagai
bekal hidup di dunia bahkan sampai akhirat. 4) Menjadi
pengingat bagi anak-anak mengenai tujuan hidup yang tak lain
dan tak bukan adalah beribadah pada Allah SWT dengan
kepercayaan di setiap aktivitas kehidupan bahwa semuanya
adalah kepunyaan Allah dan akan kembali pada-Nya.
Kemudian tujuan umum pendidikan Islam jika berdasar
pada pendapat Al-Ghazali dibagi ke dalam lima unsur pokok,
yakni: 1) Pembinaan terhadap akhlak mulia. 2) Bekal persiapan
bagi kehidupan dunia hingga akhirat. 3) Menyiapkan para
peserta didik untuk suatu tujuan profesi tertentu sehingga diberi
kemudahan Allah dalam pencarian rezeki. 4) Menjadi ajang
untuk menyiapkan diri mencari rezeki halal sekaligus
melakukan pemeliharaan terhadap segi pemanfaatan.
Perpaduan agama dan ilmu akan mendatangkan keseimbangan
bagi manusia menuju kesempurnaan. 5) Memupuk dengan cara
menumbuhkan ruh ilmiah bagi para peserta didik termasuk

61
pemenuhan dan keinginan terhadap kesanggupan mengkaji
berbagai ilmu.

Tujuan pendidikan Islam menurut Ibnu Khaldun ada dua.


Yang pertama ialah berhubungan dengan unsur agama di mana
titik terberatnya adalah melakukan suatu amal yang
diperuntukkan untuk kepentingan akhirat, sehingga di waktu
yang tepat ketika seorang individu bertemu Tuhannya telah
melaksanakan hak-hak Allah SWT yang sudah diputuskan
sebagai kewajiban. Kedua yakni berkaitan dengan sifat
keduniawian, yang berarti pendidikan modern terselubung
kebermanfaatan atau persiapan guna bertahan hidup. Adapun
gagasan yang dicetus Abdullah Fayad menjelaskan, pendidikan
Islam juga mengarah pada dua tujuan. Pertama terkait bekal ke
akhirat. Kedua menjadi media guna membentuk individu
berbalut ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk menjadi
penghantar dalam kesejahteraan hidup di muka bumi.
Keseluruhan rumusan yang telah disebutkan khususnya perihal
tujuan menyesuaikan nilai-nilai dalam agama Islam (Cahya Edi
Setyawan, 2020).

Jika diamati dalam konteksnya sebagai bagian dari


kehidupan struktural umat, pendidikan Islam termasuk alat
untuk membudayakan manusia itu sendiri. Selain itu, bisa
dijadikan sarana guna memberi bimbingan terhadap
pertumbuhan sekaligus perkembangan seluruh manusia menuju
titik optimal keterampilan yang ujungnya yakni kebahagiaan
dan kesejahteraan di akhirat kelak. Bagaimanapun juga, tujuan
final dari pendidikan Islam ini tetap berpijak pada aktualisasi
cita-cita ajaran Islam dengan misi utama menghantarkan umat
manusia mencapai kata sejahtera sebagai hamba Tuhan semesta
alam (Allah SWT), secara lahira dan batin, tidak hanya di dunia
melainkan juga akhirat berlandaskan pada pedoman utama ialah

62
kitab suci Al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad SAW
(Andriani, 2015).

Seperti yang sudah disingguh sebelumnya, sumber


autentik ajaran Islam adalah dari AlQur’an, hadis, serta ilmu
keislaman yang tertuang menggunakan bahasa Arab.
Menyadari fakta demikian, maka penting bagi umat Islam
terlebih kalangan pelajar mengerahkan waktu dan tenaga
mempelajari, memahami, dan tidak ketinggalan menguasai
bahasa Arab. Jika upaya ini tidak dilakukan, maka bisa memicu
kesulitan tersendiri ketika melakukan pengkajian terhadap
sumber asli yang mana menggunakan bahasa Arab. Pendidikan
Islam yang bertautan dengan bahasa Arab bisa dikatakan sangat
penting yang menurut Asna Andriani, penyebabnya bisa
dikaitkan dengan beberapa poin di bawah ini:

Pertama: terkait sumber autentiknya yakni Al-Qur’an dan


Hadis dengan bahasa pengantar yakni bahasa Arab. Kedua:
berbagai kitab karya para ulama besar dengan alur pemikiran
Islam, misalnya di bidang fiqih, tafsir, aqidah, tasawuf, dan
hadis dilakukan penulisan menggunakan bahasa Arab. Ketiga:
Kajian yang menyangkut ilmu keislaman dinilai semakin
berkualitas ketika sumber rujukan berasal dari literasi
berbahasa Arab. Keempat: realitas yang ada menunjukkan
bahwa sarjana muslim kekinian, terutama di negara Indonesia
kian sedikit perkara urusan yang berkaitan dengan studi ilmu
keislaman berbasis bahasa Arab (Andriani, 2015). Gagasan
yang memiliki kemiripan juga disampaikan oleh Ubaid Ridho
yang menerangkan bisa penguasaan bahasa untuk setiap
individu pengkaji studi Islam adalah syarat penting. Terlebih
lagi realitas yang ada menunjukkan perguruan tinggi berbasis
Islam sudah banyak dipilih banyak orang yang ingin
memperoleh ilmu pengetahuan umum sekaligus ilmu agama
(Satrio, 2018).

63
Berdasarkan ulasan yang sudah dikemukakan tersebut,
argumen yang dinilai paling krusial menyangkut studi Islam
ialah pengembangan ilmu pengetahuan menjadi jawaban dari
perkembangan zaman. Seiring berkembangnya zaman, diiringi
pula dengan aspek teknologi dan ilmu pengetahuan yang juga
berkembang. Keterlibatan unsur yang dinamis menyangkut
pengkajian ilmu pengetahuan sudah terlaksana sedari dulu, hal
ini menjadi bagian dari tolok ukur akan kecerdasan seseorang,
baik sebagai seorang individu ataupun anggota masyarakat
secara utuuh. Contoh kasusnya yakni, saat ini tengah marak
kajian terkait ekonomi syariah bernapaskan keislaman di
berbagai kalangan menyadari fakta ketidakadilan sistem
ekonomi kapitalis yang juga banyak digaungkan oleh berbagai
negara. Dari situ, menjadikan kajian ekonomi Islam sebagai hal
yang penting di dalam keberlangsungan studi Islam terlebih
yang saat ini mulai menunjukkan progres positif di Indonesia
maupun di negara tetangga, Malaysia.

Beberapa dasar yang menjadikan bahasa Arab itu


penting, mencakup: 1) Bahasa Arab ditetapkan sebagai bahasa
wahyu. Hal ini sesuai dengan keterangan yang termaktub dalam
kita suci Al-Qur’an yang menyebutkan bahasa Arab sebagai
wahyu sebanyak 11 kali, dengan penjabarannya QS. Yusuf: 2,
al-Zukhruf: 3, Fussilat: 3 & 44, al-Ahqaf: 12, al-Nahl: 103,
Taha: 113, al-Syu‟ara: 192-195, al-Ra‟d: 37, al-Syura: 7, al-
Zumar: 27-28, contoh satu Firman tersebut ialah:
“Sesungguhnya Kami turunkan al-Quran dalam bahasa Arab
agar kamu mengerti.” (QS. Yusuf 2). 2) Bahasa Arab termasuk
kategori bahasa dengan keunikan tersendiri yang sifatnya juga
bisa ilmiah. Termasuk di antaranya memiliki akar kata dan
conjugation dengan angka 3.000 pencapaian bentuk yang mana
hal ini tidak dipunyai bahasa lainnya. 3) Termasuk pelopor dari
kemunculan peradaban. Hal ini karena bahasa Arab

64
diperuntukkan dikancah internasional dalam kurun 8 abad di
berbagai bidang keilmuan, termasuk ekonomi dan politik.
Dengan demikian, ada beragam kosakata yang asal-muasalnya
ialah kata-kata Arab. Sebut saja berbagai kata bahasa Indonesia
yang disadur dari bahasa Arab seperti, aljabar, atlas, falak, akal,
ajaib, nisbi, wakil, zalim, kimia, dan lain-lain. 4) Bahasa Arab
ialah bahasanya kitab suci Al-Qur’an, yakni tonggak suatu
peradaban bernapaskan nilai-nilai Islami yang juga bagian dari
agama. Bahkan tokoh masyhur Imam Syafi’I sempat berujar
jika setiap muslim diwajibkan belajar bahasa Arab (Ahmad,
2009).

C. Pengaruh Bahasa Arab Terhadap Perdagangan


Eksistensi dan Implementasi Bahasa Arab Terhadap
Ekonomi Masyarakat Dalam sejarah perkembangan ilmu
pengetahuan di dunia, bahasa Arab telahmemberikan
sumbangan besar dan memegang peranan penting. Dikala dunia
Barat pada zaman abad pertengahan masih diliputi suasana
kegelapan, disaat itu ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani
telah disimpan dalam bahasa Arab dalam bentuk terjemahan,
sehingga karena hampir semua buku-buku ilmu pengetahuan
yang kenamaan diwaktu itu telah diterjemahkan ke dalam
bahasa Arab, maka bahasa Arab dalam dunia keilmuan dikenal
sebagai bahasa ilmu pengetahuan.
Di era Modern ini, bahasa Arab tetap memiliki potensi
yang cukup signifikan dalam pengembangan dan penguatan di
pelbagai bidang kehidupan, mulai dari bidang sosial, budaya,
politik, ekonomi dan sebagainya. Hal ini juga diperkuat dari
anemo masyarakat non-Arab, khususnya di negara-negara
Barat, seperti Amerika Serikat, yang sejak tragedi 11
Sepetmber 2001, mulai meminati untuk mempelajarinya.
Bahkan, di negara-negara tersebut, mulai dibuka beberapa
Lembaga kursus bahasa Arab.

65
Dalam bidang perkembangan situasi ekonomi global,
bahasa Arab juga mengambil peran yang urgen dan signifikan
di dalamnya. Hal ini dapat terepresentasi dengan semakin
pentingnya kawasan Timur Tengah, yang notabene- nya
sebagai kawasan yang berbahasa Arab, sebagai pusat sumber
daya energi dan mineral dunia. Karenanya, siapapun yang
memiliki kepentingan dan ingin membuka jalur komunikasi
dengan negara-negara Timur Tengah, maka wajib bagi mereka,
menguasai bahasa Arab terlebih dahulu, agar komunikasi
mereka, yang kemudian dapat membuka banyak jalan dalam
hubungan ekonomi, politik dan sebagainya menjadi semakin
lancar dan efektif. Timur Tengah, sebagai kawasan bisnis baru
yang menjanjikan dan memiliki prospek yang gemilang, tentu
menjadi primadona baru yang mendapat banyak perhatian dari
pelbagai kalangan. Oleh karena itu, tak heran jika akhir-akhir
ini semakin banyak lembaga dan perusahaan dari luar Arab
yang berdatangan dan membuka kantor di negara-negara Timur
Tengah. Tentunya, mereka yang berdatangan ini menyadari
bahwa bahasa Arab adalah salah satu syarat utama dalam
komunikasi dan diplomasi serta pendekatan terhadap
masyarakat dan negara-negara Timur Tengah. Dalam hal ini,
tidak hanya proses masuknya investasi asing ke Timur Tengah
aja yang memerlukan bahasa Arab, namun mereka juga
berharap, dengan kemampuan bahasa Arab yang mereka sudah
miliki, mampu menarik negara- negara Timur Tengah agar
melakukan investasi jugadi negara mereka masing- masing.
Dalam sejarahnya, ekonomi Masyarakat dan keumatan
dibangun dengan pondasi nilai-nilai ketuhanan dan
kemanusiaan dalam bentuk baitul mal yang dikelola secara
professional yang sumber hartanya didapatkan mulalui zakat,
shodaqah, infaq, wakaf, hibah dan harta rampasan perang serta
bentuk usaha usaha lainnya yang tidak mengikat dan halal.
Dalam pengelolaannya, baitul mal lebih memprioritaskan
pada kepercayaan dan integritas peminjam untuk

66
mengembalikan pinjamannya. Karena itu, apabila ada salah
satu individu umat Islam ingin meminjam pinjaman, maka
tidak ada jaminan yang harus dijaminkan kepada lembaga dan
apabila pinjaman tersebut tidak dikembalikan berdasarkan
kesepakatan, maka akan ada sanksi moral yang berasal dari Al-
Qur‟an dan Hadits sekaligus dari masyarakat. Tentu ini berbeda
dengan koperasi yang ada saat ini, di mana apabila ada anggota
atau individu masyarakat yang berada dalam wilayah kerja
koperasi tersebut ingin melakukan pinjaman maka harus
disertakan dengan jaminan.
Dengan demikian, yang diperlukan dalam penguatan
ekonomi masyarakat dan umat ini adalah pemahaman yang
intens dan komprehensif mengenai ekonomi Islam yang sudah
jelas sumber utamanya Al- Qur‟an dan Hadist. 17 Dengan kata
lain, untuk meningkatkan dan menguatkan ekonomi
mesyarakat, kita harus memahami seluk beluk bahasa Arab
yang merupakan bahasa utama Al-Qur‟an dan Hadits. Dan itu
artinya, bahasa Arab juga memiliki peran yang sangat urgen
dan signifikan dalam penguatan ekonomi masyarakat ini.
Sebagai salah satu bahasa tertua di dunia, bahasa Arab
memang mengalami pasang surut dalam perjalanannya. Pada
abad pertengahan, di mana kekhalifaan Islam berada di puncak
keemasan, bahasa Arab, sebagai “bahasa sakral”nya juga
mengalami kejayaan.
Aktivitas ekonomi dapat dikatakan sama tuanya dengan
sejarah manusia itu sendiri. Ia telah ada semenjak diturunnya
nenek moyang manusia, Adam dan Hawa ke permukaan bumi .
perkembangan manusia dan pengetahuan teknologi yang
dimiliki. Pembagian kerja paling tua dalam sejarah umat
manusia adalah antara melakukan pekerjaan yang berhubungan
dengan binatang (peternak) dan orang yang berkerja dengan
pertanian (petani). Peternak diwakili oleh habil dan petani
diwakili oleh qabil.

67
Seiring perkembangan dan perjalanan sejarah manusia,
aspek ekonomi juga turut berkembang dan semakin komplit.
Kebutuhan manusia yang semakin menjadi-jadi dan tidak dapat
dipenuhi sendiri menyebabkan mereka melakukan kegiatan
tukar-menukar dalam berbagai bentuk. Alam yang tadinya
menyediakan banyak komoditas tidak lagi bisa diandalkan.
Akhirnya muncullah aneka transaksi, mulai dari barter hingga
yang paling modern, seperti yang dirasakan pada hari ini.
Secara umum, kegiatan ekonomi dapat dibagi menjadi
tiga macam, yaitu : produksi, distribusi, dan konsumsi. Dalam
dunia modern, dikenal pula adanya intermediasi dan kebijakan
pemerintah. Selain itu, semua ini bergantung pula kepada
tenaga kerja, sumber daya alam , manajemen dan lain
sebagainya. Kesemuanya ini membentuk sebuah system yang
rumit yang biasa disebut dengan kegiatan ekonomi.System ini
memiliki satu tujuan utama yaitu kesejahteraan manusia. Bila
system kacau, maka dapat dipastikan kehidupan manusia akan
kacau pula.
Kegiatan mempelajari al Quran dan bahasa Arab ini amat
diperlukan guna lebih memahami makna ekonomi Islam itu
sendiri. Ayat-ayat qawliyyah berasal dari bahasa Arab sehingga
kita mesti menguasai bahasa Arab terlebih dahulu agar lebih
sempurna menuntut ilmu ekonomi Islam tersebut sebab
bagaimana mungkin kita bisa dianggap ahli ekonomi Islam
sementara kita tidak menguasai bahasa asal yang digunakan
dalam mengkaji ekonomi Islam itu. Sumber pemahaman
tentang ekonomi Islam tentu berasal dari al Quran, Hadist,
Sirah Nabawiyyah dan berbagai tradisi keislaman yang telah
dilalui umat Islam sehingga dahulu Islam pernah jaya dalam
zaman keemasannya (the golden age of Islam) yang membuat
Islam dengan cepat dan mudah menyebar tidak hanya di jazirah
Arab saja tetapi keseluruh penjuru dunia. Peradaban Islam yang
dibentuk oleh umat Islam pada masa kejayaan itu membuat
pengembangan sains dan teknologi berjaya dan mampu

68
menjadikan kehidupan masyarakat di era kekuasaan Islam
menjadi begitu nyaman, kondusif, sehingga masyarakat
merasakan kedamaian.Disinilah tampak bahwa Islam memang
agama yang 'rahmatan lil alamin'.
jika hingga kini misalnya masyarakat Indonesia belum
merasakan kondisi positif semacam itu padahal mayoritas
penduduk Indonesia beragama Islam maka mungkin saja dan
bahkan keniscayaan telah terjadi sesuatu kekeliruan dalam
memahani konsep keislaman. Termasuk dalam hal ini
memahami ekonomi Islam sebagai suatu cara untuk
menyejahterakan umat Islam sehingga tidak ada umat yang
berada digaris kemiskinan. Jika berdasarkan standar
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahwa mereka yang berada
dalam garis kemiskinan apabila memiliki penghasilan dibawah
2 dollar AS atau sekitar 20 ribu rupiah per hari atau 600 ribu
rupiah per bulan, maka jumlah orang miskin di Indonesia bisa
mencapai setengah atau 50 persen dari total penduduk
Indonesia yang berjumlah mendekati 250 juta jiwa itu.
Sedangkan standar pemerintah melalui BPS menetapkan orang
miskin itu sekitar 1 dollar AS per hari atau separuhnya dari
standar PBB tersebut, ini berarti orang baru dianggap miskin
bila penduduk memiliki penghasilan kurang dari 300 ribu
rupiah per bulan. Artinya jika berdasarkan tolok ukur
pemerintah tersebut maka jumlah orang miskin di Indonesia
"hanya" sekitar 12 persen atau 30 juta jiwa.
Padahal untuk kondisi kehidupan dewasa ini uang 600
ribu rupiah per bulan yang didasarkan standar PBB itu saja
sudah sulit untuk menjalankan hidup sehari-hari apalagi
penghasilan hanya 300 ribu rupiah per bulan.Sungguh
keterlaluan standar yang ditetapkan pemerintah itu. Ironisnya,
gaji dan fasilitas pejabat pemerintah, elite negeri ribuan atau
ratusan ribu kali lipat dari penghasilan warga miskin, dan jika
dengan korupsinya sekalian akan jutaan kali lipat dari
penghasilan warga miskin Indonesia. Alamak, alangkah

69
"kejam" dan egoisnya pemerintah dalam persolan kemiskinan
yang diderita rakyat kebanyakan sehingga tega-teganya
menetapkan standar kemiskinan yang tidak masuk akal dan
hanya ingin enaknya sendiri saja.
Kembali ke persoalan pemahaman al Quran melalui
penguasaan bahasa Arab, kita menyadari bahwa selama ini
pendidikan kita dicekoki dengan bahasa Asing non Arab yang
dipelajari tidak saja di tingkat sekolah menengah bahkan sejak
TK atau pun taman bermain atau play group anak-anak kita
"dipaksa" berbahasa asing yakni bahasa Inggris. Bahasa Arab
tidak menjadi hal yang serius dipelajari. Jika pun ada yang
terkait dengan bahasa Arab itu hanya pada tataran
menghafalkan doa-doa yang diajarkan pada jenjang program
pendidikan usia dini termasuk manakala anak-anak kita belajar
di madrasah kesungguhan untuk dapat menguasai bahasa Arab
kurang terasa dibandingkan upaya untuk menguasai bahasa
Inggris. Alhasil, anak-anak kita saat menggali ilmu
pengetahuan hanya terbiasa dengan bahasa Inggris ketimbang
bahasa Arab. Padahal bahasa Arab juga bahasa ilmu yang dapat
menginspirasi ilmuwan sebagaimana sejumlah Saintis Muslim
terkemuka seperti al Khawarizmi, Abu Wafa', Ibnu Haitham,
Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, al Ghazali dan lain-lain dalam masa
the golden age of Islam dahulu pernah memperolehnya setelah
mereka menguasai (hafal) al Quran dan bahasa Arab.
mempelajari Bahasa Arab di Indonesia tidak hanya
bermanfaat untuk memahami ajaran agama Islam dan
kebudayaan Islam tapi juga bermanfaat untuk mengetahui
pengaruh dan peranan bahasa Arab dalam perkembangan
kebudayaan nasional Indonesia yang sebagian besar
masyarakatnya menganut agama islam. Begitu dengan bahasa
Arab sendiri yang demikian unik dan harus dikuasai oleh setiap
muslim.
Al Qur‟an Al Karim tidak hanya menjelaskan soal
keyakinan, keimanan dan aqidah.Di dalam al Qur‟an juga

70
mengandung mukjizat, baik susunan bahasa maupun
kandungan isinya.Dalam kandungan al Qur‟an juga memuat
tentang nilai-nilai ekonomi.Dan bersumber dari Al-Qur‟an juga
maka lahirlah ekonomi syari‟ah.Ekonomi syariah merupakan
ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah
ekonomi rakyat yang dilhami oleh nilai-nilai Islam.Ekonomi
syariah berbeda dari kapitalisme, sosialisme, maupun negara
kesejahteraan (Welfare State).Berbeda dari kapitalisme karena
Islam menentang eksploitasi oleh pemilik modal terhadap
buruh yang miskin, dan melarang penumpukan kekayaan.Selain
itu, ekonomi dalam kaca mata Islam merupakan tuntutan
kehidupan sekaligus anjuran yang memiliki dimensi ibadah.
Al Qur‟an sebagai sumber agama Islam dituliskan dalam
Bahasa Arab.Oleh karena itu mempelajari bahasa Arab sebagai
bahasa kitab bagi kaum muslimin merupakan suatu kebutuhan
yang sangat utama.Selain itu juga dengan mempelajarinya
merupakan tujuan suci yaitu untuk memperdalam pemahaman
ajaran agama Islam dari sumbernya yang asli.
Salah satu keunikan bahasa arab adalah keindahan
sastranya tanpa kehilangan kekuatan materi kandungannya.
Sedangkan bahasa lain hanya mampu salah satunya. Kalau
bahasanya indah, kandungan isinya menjadi tidak
terarah.Sebaliknya, kalau isinya informatif maka penyajiannya
menjadi tidak asyik diucapkan.

D. Pengaruh Bahasa Arab terhadap Pengobatan


Sebagaimana dipahami bersama bahwa bahasa
Arab adalah salah satu bahasa resmi internasional
dan merupakan salah satu bahasa yang paling berpengaruh di
dunia. Hal ini dikarenakan jumlah ummat Islam yang sangat
besar yang tersebar di seluruh dunia, bahkan Islam sekarang
tidak hanya tersebar luas di benua Asia dan Afrika saja namun
juga telah berkembang di benua-benua lainnya. Ini

71
menunjukkan bahwa bahasa Arab telah tersebar ke seluruh
penjuru dunia, tanpa terkecuali.
Bahasa Arab adalah bahasa Kalam Ilahi dan bahasa
penghuni surga, oleh karenanya orang-orang muslim memiliki
kebanggaan dan kebahagiaan tersendiri dalam mempelajarinya.
Jika seorang muslim ingin mempelajari dan memperdalam
ilmu-ilmu Islam, maka sebaiknya harus dibekali dengan
kemampuan dalam bahasa Arab karena hampir semua buku dan
kitab yang menjadi referensi dan acuan dalam agama Islam
adalah berbahasa Arab.
Meskipun bahasa Arab identik dengan bahasa agama
Islam, namun ternyata bahasa Arab tidak hanya dipelajari oleh
orang-orang muslim saja, akan tetapi juga sudah mulai
digemari oleh orang-orang non-muslim. Salah satu contohnya
adalah di kampus Kulliyah Da’wah Islâmiyah, Tripoli Libya,
sering kedatangan rombongan mahasiswa dari negara Jepang,
Italia, Prancis dan lainnya dalam rangka mengikuti program
pembelajaran bahasa Arab. Ada yang mengikuti
program selama sebulan, bahkan ada yang mengikuti program
selama satu tahun. Ini menunjukkan bahwa bahasa Arab sudah
menjadi salah satu bahasa yang paling penting dan paling
berpengaruh di dunia.
Di Indonesia sendiri, sejak jaman dahulu bahasa Arab
sudah masuk ke Indonesia seiring masuknya agama Islam ke
bumi pertiwi ini. Terlebih lagi mayoritas penduduk Indonesia
merupakan penganut agama Islam atau muslim, sehingga
bahasa Arab berkembang luas. Bahasa Arab dipelajari di
lembaga-lembaga pendidikan baik fomral maupun non-formal
seperti di pesantren-pesantren, di sekolah-sekolah, di kampus-
kampus, maupun diajarkan secara personal oleh para ustadz.
Bahkan hampir di seluruh pesantren, bahasa Arab tidak tidak
hanya dipelajari saja, tapi juga dipraktekkan dalam percakapan
sehari-hari oleh para ustadz dan santri-santrinya. Sedangkan

72
dalam tataran kampus, sudah dilakukan kajian-kajian dan
pengembangan dalam hal linguistik dan sastra Arab. Banyak
juga buku-buku yang ditulis dan diterbitkan yang berkaitan
dengan ilmu bahasa Arab dan cabang-cabangnya.
Bahasa Arab memiliki pengaruh yang besar terhadap para
pelajar Islam, oleh karenanya bahasa Arab tidak hanya
dipelajari oleh para penuntut ilmu yang sekolah atau kuliah di
sekolah dan kampus berlabel Islam saja, akan tetapi banyak
juga mahasiswa yang nota bene dari jurusan umum seperti
teknik, psikologi dan lain-lain, ikut mempelajari bahasa Arab.
Dalam bahasa arab, usaha untuk mendapatkan
kesembuhan biasa disebut dengan istilah At-Tadawi yang
artinya menggunakan obat; diambil dari akar kata dawa
(mufrad) yang bentuk jamaknya adalah Adwiyah. Kalimat
dawa yang biasa diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan
arti obat; adalah segala yang digunakan oleh manusia untuk
menghilangkan penyakit yang mereka derita. Sementara
penyakit yang akan diobati, dalam bahasa arab biasa disebut
dengan istilah Daa-un, bentuk masdar dari kata Daa-un. Bentuk
jamak dari kalimat “Adaa-u” adalah “Adwaa-u”. Pengertian
kalimat Tadawi dalam sisi bahasa tidak jauh berbeda dengan
makna tadawi yang dipahami oleh para ahli fikih (pakar hukum
Islam). kalimat Tadawi diartikan oleh para pakar hukum Islam
dengan makna; “menggunakan sesuatu untuk penyembuhan
penyakit dengan izin Allah SWT; baik pengobatan tersebut
bersifat jasmani ataupun alternatif.
Pengobatan adalah suatu kebudayaan untuk
menyelamatkan diri dari penyakit yang mengganggu hidup.
Kebudayaan tidak saja dipengaruhi oleh lingkungan, tetapi juga
oleh kepercayaan dan keyakinan, karena manusia telah merasa
di alam ini ada sesuatu yang lebih kuat dari dia, baik yang dapat
dirasakan oleh panca indera maupun yang tidak dapat dirasakan
dan bersifat gaib. Pengobatan ini pun tidak lepas dari pengaruh

73
kepercayaan atau agama yang dianut manusia. Secara umum di
dalam dunia pengobatan dikenal istilah medis dan non medis.
Para ahli berbeda pendapat tentang penjelasan batasan istilah
medis dan definisinya secara terminologis menjadi tiga
pendapat, yaitu:
1. Medis atau kedokteran adalah ilmu untuk mengetahui
berbagai kondisi tubuh manusia dari segi kesehatan dan
penyakit yang menimpanya. Pendapat ini dinisbatkan oleh
para dokter klasik dan Ibnu Rusyd al-Hafidz.
2. Medis atau kedokteran adalah ilmu tentang berbagai
kondisi tubuh manusia untuk menjaga kesehatan yang telah
ada dan mengembalikannya dari kondisi sakit.
3. Ilmu pengetahuan tentang kondisi-kondisi tubuh manusia,
dari segi kondisi sehat dan kondisi menurunnya kesehatan
untuk menjaga kesehatan yang telah ada dan
mengembalikannya kepada kondisi sehat ketika kondisinya
tidak sehat. Ini adalah pendapat Ibnu Sina.
4. Definisi-definisi tersebut walaupun kata-kata dan
ungkapannya berbeda tetapi memiliki arti dan kandungan
yang berdekatan, meskipun definisi ketigalah yang
memiliki keistimewaan karena bersifat komprehensif
mencakup makna yang ditujukan oleh definisi pertama dan
kedua. Istilah pengobatan medis dapat disimpulkan sebagai
suatu kebudayaan untuk menyelamatkan diri dari penyakit
yang mengganggu hidup manusia didasarkan kepada ilmu
yang diketahui dengan kondisi tubuh manusia, dari segi
kondisi sehat dan kondisi menurunnya kesehatan, untuk
menjaga kesehatan yang telah ada dan mengembalikannya
ketika kondisi tidak sehat. Pengobatan medis sendiri dalam
sejarah manusia merupakan hasil proses panjang yang
diawali secara tradisional hingga menjadi modern seperti
sekarang.
Kata pengobatan. berasal dari bahasa Latin, yaitu ars
medicina, yang berarti seni penyembuhan pengobatan adalah

74
ilmu dan seni penyembuhan. Bidang keilmuan ini mencakup
berbagai praktek perawatan kesehatan yang secara kontinu
terus berubah untuk mempertahankan dan memulihkan
kesehatan dengan cara pencegahan dan pengobatan penyakit.
Dalam pengertian lain pengobatan juga diartikan sebagai suatu
kebudayaan untuk menyelamatkan diri dari penyakit yang
mengganggu hidup. Kebudayaan tidak saja dipengaruhi oleh
lingkungan, tetapi juga oleh kepercayaan dan keyakinan, karena
manusia telah merasa di alam ini ada sesuatu yang lebih kuat
dari dia, baik yang dapat dirasakan oleh panca indera maupun
yang tidak dapat dirasakan dan bersifat gaib. Pengobatan ini
pun tidak lepas dari pengaruh kepercayaan atau agama yang
dianut manusia.
Pengobatan terhadap penyakit fisik dan non-fisik telah
dipraktekkan pada zaman Rasulullah saw., yakni ketika
Rasulullah saw. menganjurkan kepada para sahabatnya untuk
mengurangi porsi makan yang berlebih-lebihan. Dalam
penelitian modern telah didapatkan bahwa makan dengan porsi
sedikit dapat mengurangi resiko terkena penyakit jantung, dapat
memaksimalkan sistem metabolisme tubuh, memaksimalkan
sistem pencernaan, dan membuat harapan hidup lebih lama.
Secara umum di dalam dunia pengobatan dikenal istilah
medis dan non medis. Para ahli berbeda pendapat tentang
penjelasan batasan istilah medis dan definisinya secara
terminologis menjadi tiga pendapat, yaitu sebagai berikut. 1.
Medis atau kedokteran adalah ilmu untuk mengetahui berbagai
kondisi tubuh manusia dari segi kesehatan dan penyakit yang
menimpanya. Pendapat ini dinisbatkan oleh para dokter klasik
dan Ibnu Rusyd al-Hafidz. 2. Medis atau kedokteran adalah
ilmu tentang berbagai kondisi tubuh manusia untuk menjaga
kesehatan yang telah ada dan mengembalikannya dari kondisi
sakit. 3. Ilmu pengetahuan tentang kondisi-kondisi tubuh
manusia, dari segi kondisi sehat dan kondisi menurunnya
kesehatan untuk menjaga kesehatan yang telah ada dan

75
mengembalikannya kepada kondisi sehat ketika kondisinya
tidak sehat. Ini adalah pendapat Ibnu Sina.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut istilah pengobatan
medis dapat disimpulkan sebagai suatu kebudayaan untuk
menyelamatkan diri dari penyakit yang mengganggu hidup
manusia didasarkan kepada ilmu yang diketahui dengan kondisi
tubuh manusia, dari segi kondisi sehat dan kondisi menurunnya
kesehatan, untuk menjaga kesehatan yang telah ada dan
mengembalikannya ketika kondisi tidak sehat. Pengobatan
medis sendiri dalam sejarah manusia merupakan hasil proses
panjang yang diawali secara tradisional hingga menjadi modern
seperti sekarang.

E. Pengaruh Bahasa Arab terhadap Budaya dan Literatur


Bahasa sebagai alat komunikasi bukanlah sesuatu yang
statis, melainkan mengalami perkembangan seirama dengan
perkembangan masyarakat karena senantiasa tunduk pada
hukum perubahan. Termasuk didalamnya penggunaan bahasa
arab dimana bahasa arab memiliki peran yang penting sebagai
bahasa keagamaan dan kebudayaan, terlihat dari
penggunaannya dalam kitab suci (Al-Qur'an), sebagai bahasa
budaya Islam, dan bahasa keilmuan. Selain itu, bahasa Arab
juga digunakan secara ritual dalam adzan, salat, dan doa.
Padahal bahasa arab memiliki peran untuk mencapai
tujuan pembelajaran dengan banyaknya sumber pengetahuan
yang menggunkan bahasa arab dalam penjelasannya dan hanya
sedikit lingkungan yang menyadari bahwa bahasa Arab, selain
menjadi bahasa agama, juga merupakan bahasa ilmu
pengetahuan dan sains yang berhasil menghasilkan karya-karya
besar dari para ulama dalam berbagai bidang seperti ilmu
pengetahuan, filsafat, sejarah, dan sastra.
Bahasa adalah realitas yang tumbuh dan berkembang
seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan manusia
sebagai penggunanya. Realitas bahasa dalam kehidupan ini

76
secara signifikan meningkatkan eksistensi manusia sebagai
mahluk berbudaya dan beragama. Kekuatan eksistensi manusia
sebagai makhluk berbudaya dan beragama tercermin dalam
kemampuannya untuk menghasilkan karya-karya besar dalam
bidang sains, teknologi, dan seni yang tidak terlepas dari peran
bahasa yang digunakan. Bahasa Arab memiliki keistimewaan
dan keunggulan yang membedakannya dari bahasa lainnya.
Salah satu keistimewaannya adalah sebagai bahasa yang abadi,
karena bahasa Arab menjadi bahasa Al-Qur'an yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW.
Bahasa Arab telah memberikan banyak kontribusi
kosakata kepada bahasa-bahasa lain dalam dunia Islam, mirip
dengan peran yang dimainkan oleh Bahasa Latin terhadap
sebagian besar bahasa Eropa. Selama Abad Pertengahan,
Bahasa Arab juga merupakan alat komunikasi utama dalam
bidang budaya, terutama dalam sains, matematika, dan filsafat,
yang mengakibatkan banyak pinjaman kosakata dari Bahasa
Arab.
Bahasa Arab tidak hanya digunakan sebagai bahasa lisan,
tetapi juga sebagai bahasa tulisan. Bahasa tulisan inilah yang
telah membangun tradisi ilmiah yang kuat di kalangan umat
Islam. Secara historis, hal ini dapat dibuktikan melalui karya-
karya monumental para ulama dalam berbagai bidang seperti
tafsir, hadits, fiqih, aqidah, dan ilmu-ilmu keislaman lainnya,
yang ditulis dalam bahasa Arab.
Sebagai subsistem budaya, Bahasa Arab merupakan salah
satu bahasa rumpun Semit yang dianggap salah satu yang tertua
dan masih eksis hingga saat ini. Kemampuan Bahasa Arab tetap
eksis karena digunakan sebagai bahasa Al-Qur'an. Dalam
keyakinan umat Islam, Bahasa Arab dianggap sebagai bahasa
penghuni surga, sedangkan surga sendiri dipercaya sebagai
tempat asal Adam, nenek moyang manusia. Persepsi yang
muncul adalah bahwa Bahasa Arab telah digunakan oleh Adam
dan keturunannya sejak awal kehidupan mereka. Selain sebagai

77
bahasa keagamaan dan kebudayaan dapat di lihat dari
digunakannya bahasa Arab sebagai bahasa kitab suci Al-Quran,
bahasa ritual (peribadatan), bahasa budaya keislaman, dan
bahasa keilmuan. Sebagai bahasa ritual, bahasa Arab digunakan
dalam adzan, salat, dan doa. Sebagai bahasa kebudayaan, dapat
dilihat penggunaannya dalam expresi seni (seni sastra, seni
suara, seni drama, dan lainnya). Sehingga bisa dikatakan
bahawa Bahasa merupakan suatu sistem lambang bunyi yang
digunakan oleh manusia untuk mengekspresikan pikiran dan
perasaan. Sistem tersebut terdiri atastiga sub sistem yaitu bunyi,
kaidah, dan makna. Hal ini tampak dengan jelas dalam bahasa
tulis yang di dalamnya tercermin hubungan yang erat antara
sistem lambang bunyi, sistem kaidah, dan sistem makna.

F. Perkembangan dan persebaran bahasa arab


Bahasa arab pada masa jahiliyah
Secara Etimologi Jahiliyah sering diartikan dengan
suatu zaman yang ada sebelum kedatangan agama Islam,
inilah yang ditegaskan oleh Ibnu Khalawih. "Sesungguhnya
penamaan ini perkara baru dalam agama Islam, dan sering
diartikan dengan zaman sebelum diutusnya nabi
Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam". Adapun
pernyataan Imam Nawawi dalam berbagai kesempatan
dalam bukunya Syarh Muslim, bahwa inilah yang dimaksud
sesuai dengan apa adanya. Maka ucapan beliau perlu
dikritisi, sebab kata ini yakni Jahiliyah sering diartikan
dengan makna sesuatu yang telah lewat, yang dimaksud
masa sebelum datangnya agama Islam, dan dijelaskan batas
terakhirnya ialah pasca penaklukan kota Makkah”
Sedangkan pengertian Jahiliyah secara terminologi
mashdar shina'i dari ism fâ'il 'Jahil' dengan cara
ditambahkan padanya huruf 'Ya' yang menunjuk pada
penisbatan lalu ditambah lagi dengan huruf ‚Ta Ta'nits.‛

78
(Ta' yang menunjukan perempuan). Sehingga
kesimpulannya bisa diketahui bahwa asal kata Jahiliyah
berasal dari kata Jahil yang merupakan ism fâ'il, pecahaan
dari kata jahlun. Pakar bahasa yang bernama Ibnu Mandzûr
menjelaskan, "al-Jahlu artinya tidak memiliki ilmu, seperti
dikatakan si fulan bodoh ketika Jahlan (tidak paham),
Jahalatan tatkala bodoh tentangnya, dan Tajâhala ketika
menampakan kebodohannya. Dan Juhalâu yang bermakna
melakukan sesuatu tanpa didasari ilmu"
Al-Alusi menuturkan, "al-Jahlu juga mempunyai arti
orang yang tidak mau mengikuti ilmu, sehingga orang
yang berbicara menyelisihi kebenaran, baik dirinya paham
tentang kebenaran tersebut ataupun tidak maka dinamakan
dia orang yang Jâhil (bodoh)". Begitu pula orang yang
mengamalkan lawan dari kebenaran maka dia dinamakan
bodoh walaupun dirinya paham jika dirinya sedangkan
mengamalkan amalan yang menyelisihi kebenaran. Dari
sini kita mendapati kekeliruan sebagian orang,
sebagaimana dijumpai dalam beberapa kamus, yang
mengatakan, kalau jahiliyah menunjukan tentang zaman
yang penuh dengan kebodohan yang tidak mempunyai
ilmu sama sekali serta tidak bisa baca tulis, maka ucapan
ini kurang tepat, sebab, orang Arab sebagaimana yang kita
ketahui mereka mempunyai ilmu dan pengetahuan.
Pada masa-masa ini yang berkembang dalam
masyarakat adalah sastra arab yang merupakan kebiasaaan
turun temurun. Sastra Jahiliyah (500-622 M) hampir tak
pernah luput dari pembicaraan. Berdasarkan studi
komparatif antara sastra Arab pada periode Jahiliyah dan
periode-periode setelah munculnya Islam akan dapat
ditarik kesimpulan mengenai peran Islam yang begitu besar
dalam perubahan sosio kultural bangsa arab. Kita akan
menyaksikan bagaimana sebuah bangsa yang sekian lama
terjerembab dalam paganisme dan dekadensi moral yang

79
demikian parah dapat diselamatkan oleh Islam menuju
kehidupan yang penuh petunjuk dan kemuliaan.
Karya sastra pada periode jahiliyah menggambarkan
keadaan hidup masyarakat di kala itu, di mana mereka
sangat fanatik dengan kabilah atau suku mereka, sehingga
syair-syair yang muncul tidak jauh dari pembanggaan
terhadap kabilah masing-masing. Demikian juga khutbah
yang kebanyakan berfungsi sebagai pembangkit semangat
berperang membela kabilahnya, namun demikian karya-
karya sastra pada periode jahiliyah juga tidak luput dari
nilai-nilai positif yang dipertahankan oleh Islam seperti
hikmah dan semangat juang. Hampir seluruh syair-syair
dan khutbah pada masa jahiliyah diriwayatkan dari mulut
ke mulut kecuali yang termasuk ke dalam Al-Mu’allaqat,
hal ini disebabkan masyarakat jahiliyah sangat tidak
terbiasa dengan budaya tulis menulis, umumnya syair-syair
jahiliyah dimulai dengan mengenang puing puing masa
lalu yang telah hancur. Berbicara tentang hewan-hewan
yang mereka miliki dan menggambarkan keadaan alam
tempat mereka tinggal. Beberapa kosa kata yang terdapat
dalam karya sastra jahiliyah sulit dipahami karena sudah
jarang dipakai dalam bahasa arab saat ini.
Secara garis besar, karya sastra adab dibedakan atas
dua genre, yaitu puisi, dan prosa. Secara kategoris, puisi
bisa dibedakan atas puisi, cerita puisi, perasaan puisi
perumpamaan, dan puisi pengajaran. Prosa bisa dibedakan
atas prosa tertulis dan prosa tak tertulis. Prosa tertulis
meliputi prosa naratif dan prosa non naratif . Prosa naratif
meliputi biografi, kisah, cerita pendek dan novel. Adapun
prosa non naratif bisa dibedakan atas prosa subyektif
(argumentasi/persuasi) dan prosa obyektif.
Natsr atau prosa. Pada periode ini terdapat beberapa
jenis natsr, di antaranya : khutbah, wasiat, hikmah dan
watsal.

80
Khutbah yaitu serangkaian perkataan yang jelas dan
lugas yang disampaikan kepada khalayak ramai dalam
rangka menjelaskan suatu perkara penting. Sebab-sebab
munculnya khutbah pada periode jahiliyah :
 Banyaknya perang antar kabilah
 Pola hubungan yang ada pada masyarakat jahiliyah
seperti saling mengucapkan selamat, bela sungkawa dan
saling memohon bantuan perang.
 Kesemrawutan politik yang ada kala itu Menyebabkan
buta huruf, sehingga komunikasi lisan lebih banyak
digunakan dari pada tulisan
 Saling membanggakan nasab dan adat istiadat

Ciri-cirinya :
• Ringkas kalimat
• Lafadznya jelas
• Makna yang mendalam
• Sajak (berakhirnya setiap kalimat dengan huruf yang
sama
• Sering dipadukan dengan syair, hikmah dan matsal.

Walaupun puisi di awal islam kehilangan gema dan


daya tariknya yang semula sangat menyihir dan
menghipnotis masyarakat jahiliyah karena turunnya Al-
Quran, akan tetapi syair bagi bangsa arab adalah sesuatu
yang sangat sakral dan melekat pada jati diri kehidupan
mereka masing-masing. Pada masa ini terkenal seorang
penyair islam yang gigih memperjuangkan islam, terutama
membela agama dan rasulnya dari serangan para penyair
kaum jahiliyah dan kafirin yang membenci islam saat itu.
Sebenarnya di kalangan Bangsa Arab Jahiliyah
banyak terdapat penyair kenamaan yang mempunyai
reputasi dan pengaruh yang tinggi. Namun dari sekian
benyak yang terkenal akan keindahan syairnya hanya ada

81
tujuh sampai sepuluh orang saja, sebab dari sebagian hasil
karya mereka masih utuh dan terjaga sampai sekarang.
Pada masa Tabrizy ada sepuluh jumlah penyair muallaqat
yakni: Umrul Qais, Nabighah, Zuhair, Tarfah, Antarah,
Labid, Amru ibn Kulsum, Al-Haris ibn Hilza dan Abidul
Abros.
Seluruh hasil karya dari kesepuluh orang penyair itu
semuanya dianggap hasil karya syair yang terbaik dari
karya syair yang pernah dihasilkan oleh bangsa arab. Hasil
syair karya mereka terkenal dengan sebutan Muallaqat.
Dinamakan muallaqat (kalung perhiasan) karena indahnya
puisi-puisi tersebut menyerupai perhiasan yang
dikalungkanoleh seorang wanita. Sedangkan secara umum
muallaqat mempunyai arti yang tergantung, sebab hasil
karya syair yang paling indah di masa itu, pasti
digantungkan di sisi ka’bah sebagai penghormatan bagi
penyair atas hasil karyanya. Dan dari dinding ka’bah inilah
nantinya masyarakat umum akan mengetahui secara
meluas, hingga nama penyair itu akan dikenal oleh segenap
bangsa arab secara meluas dan turun menurun. Karena
bangsa arab sangat gemar dan menaruh perhatian besar
terhadap syair, terutama yang paling terkenal pada masa
itu. Seluruh hasil karya terhadap syair digantungkan pada
dinding ka’bah selain dikenal dengan sebutan muallaqat
yaitu syair ditulis dengan tinta emas. Sebab setiap syair
yang baik sebelum digantungkan pada dinding ka’bah
ditulis dengan tinta emas terleih dahulu sebagai
penghormatan terhadap penyair.
Dari perkembangan sastra jahiliyah ini ada beberapa
faktor sebagai pendukung berkembangnya sastra jahiliyah
pada masa itu. Pertama adalah iklim dan alam. Kedua
adalah ciri etnis , bangsa Arab adalah bangsa yang lahir
untuk memuja dan memuji sastra. Yang ketiga adalah
perang. Keempat adalah factor kemakmuran dan kemajuan.

82
Kelima adalah agama. Keenam yaitu ilmu. Ketujuh adalah
politik. Kedelapan adalah interaksi dengan ras dan budaya
yang berbeda.
Selain dua faktor diataasa ada sua faktor lain yang
mempengaruhi perkembangan sastra arab masa jahiliyah
yaitu:
Pertama, pasar sastra (al-aswaq), ada dua macam
pasar jazirah arab, yaitu pasar umum dan pasar khusus atau
(Mahalliah) atau pasar luar dan pasar dalam. Ukaz adalah
contoh dari pasar dalam yang paling terkenal. Ukaz adalah
contoh dari pasar yang paling terkenal. Pasar ini dimulai
sejak tanggal 1 sampai tanggal 20 Dzulqo’dah. Kemudian
pasar Majannah, yang dimulai pada tanggal 20 sampai
dengan tanggal 30 Dzulqo’dah, sedangkan pasar Dzul
Majaz pada awal bulan Dzulqo’dah sampai dengan tanggal
8, saat hari tarwiyah, di mana sejak itu ibadah haji besar
dimulai. Kemudian pasar Khaibar yang dilaksanakan
setelah musim haji sampai pada akhir bulan Muharram.
Pasar Ukaz adalah tempat yang paling terkenal dan
menjadi tempat berkumpulnya orang-orang Quraisy,
Hawazin, Ghafan, Khuza’ah dan ‘Adhal. AlIdrisi
menyebut pasar Ukaz sebagai pasar umum. Pasar Dzul
Majaz dilaksanakan oleh para saudagar sejak awal bulan
Dzulhijjah sampai pada hari tarwiyah, pasar Majannah
dilakukan oleh para saudagar sejak tanggal 20 sampai pada
penghujung bulan Dzulhijjah, yaitu setelah pasar Ukaz
berakhir. Ia terletak di dekat kota Mekah. Secara praktis
pasar-pasar itu juga menjadi peran sastra dan budaya yang
dihindari oleh para penyair kelas menengah dan kelas
bawah. Pada waktu itu kecintaan terhadap puisi dan
penyair bagi seluruh masyarakat arab hamper menjadi
sebuah naluri alamiyah. Pasar Ukaz dikatakan sebagai
pesan sasta dan budaya yang resmi. Hal itu dikuatkan oleh
pendapat Bahruddin Dallau, yang mengatakan pasar Ukaz

83
tidak saja merupakan pesan diskusi sastra arab secara
umum, di mana para penyair dan khutoba berkumpul dan
berlomba-lomba dalam berpuisi dan berkhotbah. Pasar-
pasar tersebut telah berperan dalam memunculkan pesan
sastra dalam mempercepat proses ilmiah (obyektif) untuk
menatap keadaan sosial, ekonomi dan budaya demi
mencapai persatuan.
Kedua, adalah Ayyamul ‘Arab merupakan salah satu
fenomena sosial yang menggejala di arab menjelang
kelahiran islam adalah apa yang dikenal dengan sebutan
“hari-hari orang arab” (ayyam al-arab). Arab merujuk pada
permusuhan antar suku yang secara umum muncul akibat
persengketaan seputar hewan ternak, padang rumput dan
mata air. Persengketaan itu menyebabkan terjadi
perampokan dan penyerangan, munculnya sejumlah
pahlawan lokal, para pemenang suku-suku yang
bersengketa, serta menghasilkan perang syair yang penuh
kecaman di antara penyair yang berperan sebagai juru
bicara. Ayyam al-Arab menjadi media yang cukup efektif
bagi pengembangan tematema puisi arab. Peran penyair
dalam peperangan sangat besar sehingga motivator atau
untuk menjatuhkan lawan secara psikologis dengan puisi-
puisi hija’nya yang pedas. Puisi-puisi legendaries juga
banyak lahir dari medan perang seperti puisi-puisi Antarah,
Syanfara dan lain-lain.

84
BAB III :

PERAN BAHASA ARAB ERA PASCA DIGITAL DAN


ERA MODERNITAS

A. Konsep Bahasa Arab Era Pasca Digital


Sistem pendidikan kita telah mengalami kemajuan pesat
setelah penerapan teknologi informasi dan komunikasi di sektor
pendidikan. Dalam era globalisasi pendidikan, penekanan lebih
pada kreativitas dan hubungan antarmanusia yang memiliki
nilai ekonomi tinggi, melebihi kepentingan intelektualitas di
bidang matematika dan sains. Fakta ini menggambarkan bahwa
pendidikan bersifat dinamis dan terus mengikuti perkembangan
zaman, dengan peranannya yang terbukti dalam kemajuan
ekonomi, sosial, budaya, dan politik bangsa Indonesia.
Pentingnya pendidikan sebagai pendorong kemajuan bangsa
termanifestasi dalam Pembukaan UUD 1945 yang secara
eksplisit menyebutkan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
melalui pendidikan, yang diatur pelaksanaannya dalam Pasal
31.
Bagi para pendidik di era ini, menciptakan proses
pembelajaran yang menarik, kreatif, inovatif, dan
menyenangkan menjadi tujuan utama. Pendidikan saat ini tidak
hanya berfokus pada pemahaman terhadap disiplin ilmu, tetapi
juga mengajarkan melebihi pemahaman tersebut. Mendorong
penyatuan kecerdasan dan moralitas, semangat berbagi,
memprioritaskan hidup bersama, menciptakan kualitas, bersatu
melawan kemiskinan dan kebodohan, serta membentuk dunia
yang ditinggali oleh beragam manusia menjadi tujuan utama
pendidikan di era sekarang. Oleh karena itu, guru di era
sekarang diharapkan dapat mengajar dengan memanfaatkan

85
perangkat TIK dalam proses pembelajaran. Pemanfaatan media
presentasi menjadi salah satu cara menarik perhatian siswa,
sementara beragam sumber belajar yang tersedia seharusnya
memudahkan tugas guru dalam menyampaikan materi
pembelajaran.
Kemunculan Era Society 5.0 yang digagas oleh Jepang
pada tahun 2019 memiliki dampak signifikan terhadap sektor
pendidikan. Perkembangan teknologi berbasis digital merubah
pola interaksi sosial di dunia nyata, menggeser interaksi sosial
ke ranah digital. Aspek-aspek sosial dan kemanusiaan beralih
ke dalam lingkup dunia maya, dengan interaksi sosial yang kian
terpolarisasi melalui media digital. Dampak arus interaksi
sosial ini turut memengaruhi bidang pendidikan, di mana
kegiatan pendidikan dapat dilakukan secara daring (dalam
jaringan). Era Society 5.0 dirancang sebagai langkah antisipasi
terhadap gejolak disrupsi yang muncul akibat revolusi industri
4.0. Revolusi tersebut menimbulkan ketidakpastian yang
kompleks dan ambigu (VUCA), yang dapat mengancam nilai-
nilai karakter kemanusiaan yang selama ini dijunjung tinggi.
Kekhawatiran muncul bahwa invasi teknologi dapat merusak
nilai-nilai tersebut.
Bahasa Arab berkembang seiring dengan perkembangan
islam. Bahasa Arab dan pendidikan Islam bagaikan rumah dan
pintunya, bahasa Arab sebagai pintunya, pendidikan islam
adalah rumahnya. Rumah tidak berpintu sungguh tidak menarik
dan mustahil manusia bisa memasuki rumah itu. Begitu pula,
pintu berdiri sendiri tidak mungkin karena pintu bagian atau
organ dari rumah. Pintu adalah hiasan yang menarik bagi
sebuah rumah. Rumah yang bagus memiliki pintu yang bagus.
Karena sebagai hiasan maka pintu dibuat seindah mungkin,
begitu pula bahasa Arab sebagai pintu pendidikan Islam
dipelajari sebaik mungkin dan sedalam mungkin agar mampu
memasuki ruang keilmuan dalam pendidikan dengan
pemahaman yang baik dan benar. Titik awal kejayaan

86
perkembangan bahasa Arab, dimulai sejak penurunan alQuran
berbahasa Arab yang merupakan mukjizat yang paling agung
didunia ini. Oleh karena itu, bahasa Arab secara tidak langsung
berperan menjadi alat komunikasi seluruh umat Islam didunia.
Hadis Rasul SAW juga dikodifikasikan berbahasa Arab.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek)
mengikuti kemajuan yang pesat dalam dunia informatika.
Bahasa, sebagai alat untuk menyampaikan informasi, memiliki
peran yang sangat penting dalam mencatat dan mengabadikan
berbagai peristiwa, baik yang sudah terjadi maupun yang
sedang berlangsung. Khususnya, bahasa Arab, yang menjadi
bahasa yang luas digunakan di seluruh dunia, berfungsi sebagai
penyatuan bagi umat Islam, mengatasi perbedaan bangsa,
negara, dan bahasa ibu mereka. Oleh karena itu, di mana pun
agama Islam tumbuh, bahasa Arab juga mengalami
perkembangan. Oleh karena itu, pembelajaran Bahasa Arab
tetap menjadi kebutuhan penting, terutama bagi pelajar di
Indonesia yang mayoritas beragama Islam.
Ilmu-ilmu Keislaman di awal perkembangannya ditulis
dengan bahasa Arab, dakwah-dakwah penyebaran Islam di
seluruh wilayah dunia juga menggunakan bahasa Arab. Bahasa
Arab, yang terwujud dalam Al-Quran, membuatnya menjadi
bahasa yang sangat unik dan memiliki ciri khas yang berbeda
jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa lain. Sejak bahasa
Arab dicatat dalam Al-Quran dan terus berkembang hingga saat
ini, semua pengamat, baik dari Barat (Orientalis) maupun
Timur (Oxidentalis), mengakui keistimewaan bahasa dengan
standar ketinggian dan keelokan linguistik yang mencapai
puncak, bahasa Arab memiliki dampak signifikan pada
munculnya superioritas dalam sastra, filsafat, serta berpengaruh
pada bidang sains seperti matematika, kedokteran, ilmu bumi,
dan tata bahasa Arab itu sendiri pada masa kejayaan Islam.
Konsekuensi logis dari pengaruh tersebut menjadikan
pemahaman terhadap pengetahuan bahasa Arab sebagai faktor

87
krusial dalam memahami ilmu pengetahuan, terutama dalam
konteks pengetahuan agama yang kemudian diajarkan kepada
umat. Sebelum abad ketujuh Masehi, bahasa Arab memiliki
karakteristik sebagai "bahasa statis" yang dibatasi oleh variasi
etnisnya. Oleh karena itu, pada periode tersebut, bahasa Arab
dianggap sebagai bahasa yang umum. Perubahan signifikan
terjadi ketika Islam mengalami perkembangan pesat di luar
Semenanjung Arabia, bahkan menyebar ke benua-benua yang
berbeda. Akibatnya, banyak orang yang masuk Islam,
menjadikannya suatu gaya hidup.
Di era milenial ini, bahasa Arab diajarkan secara luas
dalam berbagai bentuk, baik melalui pendidikan formal
maupun informal. Pendidikan formal bahasa Arab diberikan di
sekolah-sekolah yang dikelola oleh pemerintah, baik sekolah
umum maupun keagamaan, juga di sekolah swasta Islam yang
dimiliki oleh organisasi. Di pondok pesantren, bahasa Arab
diajarkan dengan pendekatan yang berbeda-beda. Sebagai
contoh, di pondok Lirboyo Kediri dan Tebu Ireng Jombang,
bahasa Arab diajarkan sebagai alat untuk mempelajari ajaran
Agama Islam (Nahwu dan Sharaf). Sementara di pondok
pesantren modern seperti Gontor dan Darul Qolam, bahasa
Arab diajarkan sebagai alat komunikasi dan diplomasi,
melibatkan keterampilan berbicara, pidato, bahasa untuk ibadah
umroh dan haji, dan lain sebagainya.
Bahasa Arab, sebagai salah satu bahasa asing yang
diajarkan di Indonesia, menjadi bagian dari tantangan
pendidikan di era peralihan ini, bahkan menghadapi tekanan
yang lebih kompleks. Salah satu masalah utamanya adalah
minimnya teknologi dalam bentuk aplikasi yang dapat
mendukung proses pembelajaran bahasa Arab. Mayoritas
aplikasi kreatif yang berkembang tidak menyediakan dukungan
ejaan Arab, sehingga para pendidik bahasa Arab harus bekerja
ekstra dengan menggabungkan berbagai aplikasi untuk

88
menciptakan proses pembelajaran bahasa Arab yang
komprehensif.
Sebagai hasilnya, terdapat beberapa permasalahan dalam
pembelajaran bahasa Arab yang dihadapi oleh pendidik dan
peserta didik saat ini, seperti:
1. Ketersediaan teknologi yang memadai, baik dari sisi
peserta didik maupun pendidik,
2. Kekurangan pendidik bahasa Arab yang memiliki
pemahaman terhadap teknologi terkini.
3. Akses internet serta ketersediaan kuota yang belum
sepenuhnya mampu mendukung perubahan yang terjadi.
4. Keterbatasan interaksi antara guru dan murid terkait
dengan hambatan yang dihadapi. Perkembangan kebutuhan
ini memberikan kesempatan kepada pendidik dan peserta
didik untuk melaksanakan proses pembelajaran jarak jauh.
Dalam perkembangannya, Bahasa Arab terbukti mampu
menduduki puncak keemasan dalam peradaban umat manusia.
Hal ini mencapai puncaknya pada abad pertengahan (abad X
Masehi), sebagaimana yang dijelaskan oleh Sa’duddin Harfan
dalam artikelnya bahasa Arab menjadi bahasa utama dalam
ilmu pengetahuan dan peradaban, serupa dengan posisi bahasa
Inggris saat ini. Interaksi pada masa itu menyebabkan beberapa
bahasa di Eropa mengadopsi ratusan kosakata bahasa Arab.
Pengaruh bahasa Arab yang paling signifikan terjadi pada
negara-negara mayoritas Islam atau yang pernah dikuasai
Islam, seperti dalam bahasa Kurdi, Persia, Swahili, Urdu,
Hindi, Turki, Melayu, dan Indonesia. Manifestasi yang
mencolok dari pengaruh ini terlihat dalam penggunaan istilah-
istilah agama yang secara massif diadopsi oleh Muslim di
seluruh dunia dari bahasa Arab. Meskipun demikian, pengaruh
bahasa Arab tidak dapat diabaikan dalam bahasa-bahasa di
belahan bumi Eropa. Sebagian besar pengaruh tersebut berasal
dari ekspansi Islam ke Semenanjung Iberia. Dalam buku
"Arabic in World Languages" yang diterbitkan oleh The King

89
Abdul Aziz Center dalam rangka UN Arabic Language Day,
seperti yang diuraikan dalam salah satu situs terkemuka di
Indonesia mendokumentasikan bahwa pengaruh baasa Arab
terjadi pada delapan bahasa di dunia, yang meliputi: Spanyol,
Italia, Prancis, Inggris, Jerman, Turki, dan Indonesia.
Bahasa Arab tidak akan pernah padam. Jika semua
penuturnya di muka bumi telah tiada, bahasa Arab akan tetap
hadir dan terjaga. Hal ini karena bahasa Arab adalah bahasa Al-
Qur’an yang telah dijamin pemeliharaannya secara langsung
oleh Allah SWT sebagai pewahyunya. Dalam konteks ini,
dikutip oleh Abdus Salim Mukram menegaskan bahwa bahasa
Arab memiliki jaminan dan perlindungan langsung dari Allah
SWT, sejalan dengan penggunaan bahasa Arab sebagai wadah
ekspresi Al-Qur’an. Said Bengrad memaparkan dalam kata
pengantar bukunya yang berjudul "Fatwa Kubbâru al-Kuttâb
wa al-Adibbâ’, juga menegaskan bahwa bahasa Arab akan terus
eksis selamanya. Bahasa ini akan terus hidup di dalam masjid-
masjid, di mimbar-mimbar keagamaan, di sebagian halaman-
halaman surat kabar, dan dalam program-program atau acara
resmi lainnya. Pendapat serupa juga disampaikan oleh Jaber
Dumit dalam artikelnya. Sebagai seorang dosen bahasa Arab di
American University Beirut, Dumit menyatakan bahwa selama
Islam tetap ada dan akan selalu ada bahasa Al-Qur’an, Hadits,
dan seluruh literatur sastra Arab, mulai dari masa kenabian
hingga sekarang, akan terus menjadi bahasa yang paling kuat
dalam menghadapi dan meresapi berbagai dialek umum yang
berbeda-beda. Oleh karena itu, dapat dipastikan bahwa bahasa
Arab akan tetap eksis selamanya, terutama di kalangan umat
Islam. Terlebih lagi, hingga saat ini, dalam era digital ini, sejak
diresmikannya bahasa Arab sebagai salah satu bahasa resmi
Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 18 Desember 1973, bahasa
Arab tetap eksis di tengah banyaknya bahasa yang digunakan
secara luas di dunia, baik dalam bentuk lisan, tulisan, ilmu
pengetahuan, maupun teknologi.

90
Wafa Kamil, seperti yang dikutip oleh Ubaid Ridha
dalam artikel jurnalnya, mencatat bahwa saat ini, dari segi
penutur aslinya, bahasa Arab menempati urutan kelima di
antara 20 bahasa di dunia. Urutannya adalah sebagai berikut:
(1) bahasa Cina dengan lebih dari 1 miliar penutur asli, (2)
bahasa Inggris dengan lebih dari 400 juta penutur, (3) bahasa
Spanyol dengan sekitar 250 juta penutur, (4) bahasa India
dengan sekitar 200 juta penutur, dan (5) bahasa Arab dengan
lebih dari 150 juta penutur. Sedangkan dari segi penggunanya
sebagai bahasa resmi, bahasa Arab menduduki posisi ketujuh
dengan pengguna lebih dari 170 juta orang, setelah bahasa
Inggris yang menduduki posisi pertama dengan digunakan oleh
lebih dari 1,5 milyar orang, kemudian disusul bahasa Cina
dengan pengguna lebih dari 1 milyar, bahasa India lebih dari
700 juta, bahasa Spanyol 280 juta, bahasa Rusia 270 juta dan
bahasa Prancis 220 juta. Sedangkan dari segi jumlah negara
yang menetapkan bahasa Arab sebagai bahasa resmi, bahasa
Arab menduduki peringkat ketiga setelah bahasa Inggris dan
Spanyol.Bahasa Arab juga menempati posisi keempat dari segi
prevalensi (persebaran) penggunanya setelah bahasa Cina,
Inggris dan Spanyol. Bahkan, setelah tragedi 11 September
2001, bahasa Arab termasuk bahasa yang paling diminati untuk
dipelajari di negara-negara Barat, khususnya Amerika.
Tentunya, ini semua mengindikasikan bahwa bahasa Arab di
era digital ini tetap mampu eksis bahkan cencdrung
mengalamni progress yang siginfikan di negara-negara non-
Arab.12 Maka, atas dasar ini pulalah, pada tahun 2010, Maroko
dan Arab Saudi sebagai anggota UNESCO (United Nation
Educational, Scientific and Cultural Organization) berinisiasi
untuk mengusulkan ke organisasi di bawah naungan PPB
tersebut, agar tanggal 18 Desember, sebagai tanggal di mana
bahasa Arab ditetapkan sebagai bahasa resmi PBB.
Namun demikian, di era digital ini, tidak dapat disangkal
bahwa eksistensi bahasa Arab mengalami penurunan

91
popularitas jika dibandingkan dengan bahasa Inggris. Hal ini,
seperti yang diuraikan oleh Ubaid Ridha dalam artikel
jurnalnya, disebabkan oleh tingginya budaya konsumtif di
kalangan negara Arab, yang didukung oleh ledakan informasi.
Sadar atau tidak sadar, bahasa Inggris mulai meresap ke dalam
sistem sosial di kalangan Arab sendiri. Contohnya, dalam
sektor pendidikan, terutama pada mata pelajaran eksakta seperti
Kimia, Fisika, Matematika, dan Biologi, buku-buku
menggunakan bahasa Inggris. Hal serupa terjadi di dunia
teknologi di mana kosakata bahasa asing sulit untuk ditekan.
Sayangnya, kosakata tersebut diterima begitu saja, karena di
tingkat sosial dianggap sebagai tanda modernitas. Akibatnya,
terjadi perubahan pada kalimat asing, di mana hanya tulisannya
yang diubah dari Latin ke Arab, sementara bunyinya tetap
sama. Contoh dari kata-kata tersebut termasuk "Laptop,"
"Mouse," "Keybord," "Mobile," dan sejumlah kata lainnya.
Keadaan ini berbeda dengan masa abad pertengahan atau abad
II Hijriah dahulu, di mana, meskipun terdapat banyak kosakata
asing, mereka tidak langsung diterima begitu saja tanpa seleksi.
Ada proses yang sangat ketat pada saat itu. Pada masa itu, kata-
kata asing yang masuk selalu dicari padanan yang memiliki
makna serupa dalam bahasa Arab. Jika tidak ada padanan
tersebut, upaya penerjemahan dilakukan. Apabila upaya
tersebut masih tidak membuahkan hasil, barulah kata-kata asing
diterima tanpa modifikasi. Selain itu, perlu diakui bahwa rasa
cemburu orientalis terhadap bahasa Arab juga merupakan
faktor penting. Mereka selalu berusaha untuk mengembangkan
dialek-dialek daerah (Arab ‘ammiyah) dengan harapan dapat
menggantikan bahasa Arab klasik (Arab fushha) atau bahasa
Al-Qur’an.
Menurut Abdus Shabur Syahin, bahasa Arab pada era
sekarang dihadapkan pada berbagai tantangan serius. Pertama,
akibat globalisasi, penggunaan bahasa Arab fushha di kalangan
masyarakat Arab sendiri mengalami penurunan frekuensi dan

92
proporsi. Masyarakat cenderung lebih menggunakan bahasa
Arab ‘ammiyah daripada fushha. Kedua, bahasa Arab saat ini
menghadapi tantangan globalisasi, termasuk dalam penyebaran
bahasa Arab di dunia Islam, yang dipengaruhi oleh pola hidup
dan kolonialisasi Barat. Kolonialisasi ini, meskipun tidak
mampu menggantikan bahasa Arab, dapat mengurangi
prevalensi minat belajar bahasa Arab di kalangan generasi
muda. Ketiga, masifnya gerakan pendangkalan akidah, ahlak
dan penjauhan generasi muda Islam dari sumber-sumber ajaran
Islam melalui pencitraan buruk terhadap bahasa Arab dengan
menyebutnya sebagai bahasa yang sulit dan rumit dipelajari. Di
waktu yang bersamaan, kampanye besar-besaran atas nama
globalisasi untuk menyebarkan dan menjadikan bahasa Inggris
sebagai bahasa paling kompatibel dengan kemajuan teknologi.
Meskipun demikian, hal ini tidak berarti bahwa bahasa Arab
tidak memiliki harapan untuk berkembang dan menduduki
posisi terkemuka, sebagaimana yang terjadi pada abad
pertengahan. Setiap tantangan atau hambatan yang dihadapi,
selama dihadapi dengan pikiran positif, kesungguhan, dan
kebijaksanaan, pasti akan membuka peluang. Hal ini termasuk
tantangan yang dihadapi oleh bahasa Arab dalam era
globalisasi dan digital seperti sekarang.
Muhbib Abdul Wahab, dalam bukunya yang berjudul
"Epistemologi dan Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab,"
menyatakan bahwa terdapat beberapa harapan yang dapat
diwujudkan oleh bahasa Arab di masa depan, asalkan para
penggiat dan peminat bahasa Arab bekerja bersama-sama untuk
mengubah tantangan tersebut menjadi peluang. Pertama,
menjadikan bahasa Arab sebagai instrument dan modal utama
dalam mencari dan memperoleh yang lain di luar bahasa Arab,
baik berupa ilmu maupun keterampilan berkomunikasi lisan.
Ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk
mengembangkan bahasa Arab di masa depan, diantaranya
adalah :

93
1. Peningkatan kualitas pengajaran dan pembelajaran bahasa
Arab di sekolah dan institusi pendidikan.
2. Pengembangan profesi keguruan dalam konteks bahasa
Arab.
3. Pendukungan dan penanaman budaya penelitian serta
pengembangan metodologi pembelajaran bahasa Arab
untuk memastikan kemajuan dinamis.
4. Peningkatan penerjemahan karya-karya berbahasa Arab,
terutama yang berkaitan dengan ilmu dan keislaman.
5. Intensifikasi akses dan kerjasama dengan pihak luar
melalui Departemen Luar Negeri, khususnya untuk
mengisi pos-pos yang berbasis bahasa Arab dengan lulusan
Pendidikan Bahasa Arab yang berminat pada karir di
bidang diplomasi dan politik.
6. Langkah keenam mencakup pengembangan media dan
teknologi pembelajaran bahasa Arab, agar dapat
menciptakan media yang mudah, cepat, tepat, dan efektif
dalam proses belajar mengajar.
7. Terakhir, langkah ketujuh adalah dorongan bagi para
penggiat bahasa Arab untuk menciptakan karya-karya
akademik, seperti hasil penelitian, teori-teori baru, buku,
dan media lainnya, yang dapat memberikan pencerahan
kepada masyarakat mengenai urgensi dan signifikansi
bahasa Arab.

B. Peran Bahasa Arab Era Pasca Digital


Bahasa Arab merupakan bahasa yang paling banyak
menerima atribut. Selain merupakan bahasa kitab suci al-
Qur‘an dan Hadis, bahasa Arab adalah bahasa agama untuk
umat Islam, bahasa resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB),
bahasa nasional lebih dari 25 negara di kawasan Timur
Tengah(lughah al-dhâd), dan bahasa warisan sosial budaya
(lughah al-turâts). Meskipun sebagai kalam Allah yang
diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw, namun bahasa

94
Arab akan tetap menjadi bahasa manusia atau produk budaya
bangsa Arab.
Sebagai produk dan subsistem budaya bahasa Arab
memiliki dimensi linguistik, humanistik, sosio- koltural, dan
dan pragmatik. Bahasa arab pada dasarnya mengikuti sistem
lingustik yang telah menjadi kesepakatan penutur bahasa ini
(nâthiq bi al-„Arabiyyah) baik sistem fonologi, leksikologi,
morfologi, sintaksis maupun semantik. Pandangan ini
memberikan isyarat bahwa bahasa Arab adalah sebuah sistem
sosial-budaya yang terbuka untuk dikaji, dikritisi, dan
dikembangkan. Sehingga bahasa Arab merupakan salah satu
bahasa (rum-pun) Semit (usrah al-Lughât al-Sâmiyyah) yang
dinilai paling tua dan masih tetap eksis hingga saat ini.
Kemampuan bahasa Arab hingga saat ini masih tetap eksis
atupun berkembang,yang disebabkan oleh antara lain, posisinya
sebagai bahasa pilihan Tuhan untuk kitab suci-Nya (al-Qur‘an).
Meskipun fungsinya lebih kepada media ekspresi kitab suci
bagi masyarakat Arab, namun dalam hal ini bahasa suku Arab
Quraisy sebagai bahasa standar dan lingua franca (lughah
musytarakah) saat itu merupakan bahasa yang telah mencapai
puncak ”kedewasaan dan kematangannya”. Hal ini dibuktikan
dari penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa sastra dan
pemersatu pada masa Jahiliyah. Selain itu bahasa Arab juga
menjadi bahasa yang mampu menampung kebutuhan para
penggunanya dan menyerap berbagai perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam berbagai bidang hingga saat
ini. Hal ini disebabkan oleh watak dan karakteristik bahasa
Arab yang elastis (murûnah), menganut sistem derivasi dan
analogi (isytiqâq wa qiyâs) yang komprehensif, dan memiliki
perbendaharaan kata (tsarawât lughawiyyah wa mufradât) yang
kaya.

1. Sejarah perkembangan pengajaran Bahasa Arab Pasca


Era Digital

95
Berbicara tentang bahasa Arab dalam konteks
sejarah yang tidak bisa lepas dari perjalanan penyebaran
islam. Sejarah mencatat bahwa Bahasa Arab mulai
menyebar keluar dari jazirah arab sejak abad 1 H atau abad
ke 7 M, karena bahasa arab selalu mengikukti kemana saja
islam disebarkan dan penyebaran itu sampai ke wilayah
Bizantium di utara, wilayah persia di timur dan wilayah
afrika sampai kewilayah andalusia di barat. Bahasa Arab
pada masa Khalifah Islamiyah menjadi bahasa resmi ilmu
pengetahuan, administrasi, agama, dan budaya, sehingga
mereka berbicara, menulis surat-surat pribadi, dan bahkan
mengarang syair-syair menggunakam bahasa arab, sehingga
meereka tidak mendapatkan refrensi yang memadai
bagaimana bahasa arab di pelajari oleh non arab, akan tetapi
yang pasti melalui interaksi langsung dengan penutur asli
bahasa arab yang datang ke negri mereka dan kepergian
mereka kepusat-pusat islam di wilayah jazirah arab.
(Ahmad Fuad Efendy, 2004: 19-20 ).

2. Perkembangan Bahasa Arab Pasca Era Digital


Ada empat fase penting yang dapat kita ambil dari
perkembangan dan inovasi dalam bidang pembelajaran
bahasa sejak tahun 1880 hingga 1980. Fase pertama antara
tahun 1880-1920, pada fase ini terjadi rekonstruksi metode
langsung (al- Thariqah al-mubasyarah/direct method)
yang pernah dikembanngkan pada zaman yunani, selain itu
juga dikembangkan metode bunyi (al-tariqah al-
shautiyyah/ phonet-icemethod). Fase kedua antara tahun
1920-1940, pada pase ini di amerika dan kanada dibentuk
forum studi bahasa asing yang kemudian menghasilkan
aplikasi yang berbentuk metode-metode yang bersifat
kompromi (al-tariqah al-ittifaqiyyah /compromise method)
dan metode membaca ( al-tariqah al-qira’ah/ reading

96
method ). fase ketiga ada tiga priode yang dapat kita amati
yaitu:
a. Priode 1940-1950 merupakan munculnya metode
efisien dan praktis dari dunia ketentaraan. Metode
ini dikenal dengan sebutan americann army method
( al-tariqah al-jundiyyah al-amrikiyyah) merupakan
metode yang lahir di markaz tentara amerika untuk
kepentingan espansi perang.
b. Periode 1950-1960 merupakan munculnya metode
audiolingual (al-tariqah al-sam’iyyah al-
syafawiyyah).
c. Priode 1960-1970 merupakan munculnya metode
keraguan dan me nngkaji ulang terhadap hakekat
bahasa, periode ini merupakan awal runtuhnya
metode audiolingual dan populernya analisis
kontrasif yang membantu mencari landasan teori
dalam pembelajaran bahasa.
d. Fase keempat antara tahun 1970-1980 merupakan
priode yang paling inovatif dalam pembelajaran
pemerolehan bahasa yang hasilnya dikenal dengan
pendekatan komunikatif (al-madkhal al-ittisali/
communicative approach ) dalam belajar bahasa.
Secara umum sering digambarkan dengan
perkembangan pembelajaran bahasa maju mundur
namun yang penting saat ini adalah hasil yang dicapai
selama ini dalam pembelajaran bahasa, terutama yang
terjadi sepuluh tahun atau lima belas tahun terakhir,
yang dimana telah didapatkan hasil-hasil yang
memuaskan dalam perkembangan studi pemerolehan
bahasa seperti yang dihasilkan pada dasawarsa tujuh
puluhan.

97
3. Metode Pengajaran Bahasa Arab Pasca Era Digital
Setiap metode pasti memiliki kekuatan dan
kelemahannya masing-masing, sebuah metode biasanya
lahir karena ketidakpuasannya terhadap metode yang
sebelumnya tetapi pada waktu yang bersamaan metode
yang baru bergiliran terjebak dalam kelemahan yang
pernah menjafi penyebab lahirny metode yang dikritik itu.
Metode datang silih berganti namun demikia semua
metode memiliki kontribusi yang berarti tergantung dengan
kondisi yang diperlukan. Ketika diajarkan bahasa asing
(Arab) pasti menghadapi kondisi objektif berbeda-beda
antara satu negara dengan negara yang lain, antara satu
lembaga yang satu dengan lembaga yang lain, dan lain
sebagainya, karena kondisi inilah yang mempengaruhi
lahirnya sebuah metode pengajaran.
Sehingga metode pengajaran dikelompokan menjadi
dua macam yaitu:
a. Metode Yang Beerpusat Pada Bahasa (Languace
Centerd Methds)
Metode ini melahirkan beberapa metode
pengajaran yang dikutip Fachrurazy dalam prator
Celce-Murcia (2010;10), diantaranya:
b. Metode Gramatika Tarjamah (Tariqah Al-Qawaid Wat
Tarjamah)
Metode ini merupakan gambaran dari bahasa
yunani kuno dan bahasa latin diajarkan selama
berabad-abad, akan tetapi metode klasik ini dinamakan
‘Grammar Translation Method’ dan baru dikenal pada
abad ke-19 pada saat metode ini digunakan secara luas
dibenua Eropa. Metode ini juga digunakan untuk
pengajaran bahasa Arab, baik di negri-negri arab
maupun yang non Arab lainnya. Berdasarkan asumsi
metode ini merupakan logika semesta yang merupakan
dasar dari semua bahasa di dunmia ini, dan tata bahasa

98
merupakan bagian dari filsafat dan logika, belajar
bahasa dengan demikian dapat memperkuat
kemampuat berfikir logis, memecahkan masalah dan
mudah dalam menghafal. Denngan metode ini dapat
mendorong kita semua untuk mengjhafal teks-teks
klasik yang berbahasa asing dan diterjemahkan ke
dalam bahasa ibu.
c. Metode Langsung (Al-Tariqah Al-Mubasyarah)
Metode ini muncul diakibatkan karena ketidak
puasan terhadap hasil pengajaran bahasa dengan
metode gramatika terjemah yang dikaitkan dengan
kebutuhan di masyarakat, dan mereka membutuhkan
cara belajar bahasa kedua yang baru karena metode
yang sudah ada dirasa kurang praktis dan tidak efektif,
( Abd Wahab Rosyidi dan Mamlu’atul Ni’,ah
2012;50).
Metode langsung mulai terkenal pada abad ke-20
di Eropa dan Amerika, metode ini dikembangkan atas
asumsi untuk belajar bahasa ke dua (asing) yaitu
dengan penggunaan bahasa langsung dan intensiif
dalam komunikasi dengan menyimak dan berbicara,
menyimak dan menulis yanng akan dikembangkan
kedepannya.
d. Metode Membaca (Al-Trariqah Al-Qiraah)
Ketidak puasan terhadap metode langsung yang
kurang memberikan perhatian terhadap membaca dan
menulis, sehingga para guru dan para ahli bahasa di
dorong untuk mencari metode baru yang cocok, dan
pada saat itu berkembang opini di kalangan para guru
bahwa mengajarkan bahasa asing dengan target
penguasaan semua keterampilan berbahasa adalah
suatu hal yang mustahil, oleh sebab itu, profesor
Coleman dan teman-temannya dalam laporannya di
tulis pada tahun 1929 menyarankan untuk

99
menggunakan suatu metode dengan tujuan pengajaran
yang lebih realitas dan paling diperlukan oleh para
peserta didik yakni keterampilan membaca.
Metode membaca ini di gunakan disekolah
seluruh Eropa dan Amerika, metode membaca ini
tidak hanya kegiatan belajar dan mengajar yang akan
selalu terfokus kepada latihan membaca, namun
latihan menulis dan berbicara juga diajarkan meskipun
tidak secara khusus.
e. Metode Audiolingual (Al-Tariqah As-Sam’iyah As-
Syafawiyah)
Metode audiolingual didasarkan atas beberapa
asumsi diantaranya adalah bahasa ujaran, oleh karena
itu dimulai dari memperdengarkan bunyi-bunyi bahasa
dalam bentuk kata, kalimat, kemudian diulangi
sebelum pelajaran membaca dan menulis. Asumsi lain
dari metode ini adalah bahasa merupakan kebiasaan,
suatu perilaku akan menjadi ebiasaan apabila sering di
ulang-ulangi. ( Abd Wahab Rosyidi dan Mamlu’atul
Ni’,ah 2012;50).

f. Metode Kognitif
Metode kognitif di dasarkan atas beberapa
asumsi yang sangat penting bawa pembelajaran yang
bermakna dan pengetahuan yang sadar terhadap tata
bahasa, dan memiliki ciri-ciri diantaranya adalah:
pertama mampu menggunakan bahasa, kerja kelompok
lebih ditekankan, penambahan kosa kata baru
meskipun masih berbentuk pasif untuk kebutuhan
membaca, dan guru lebih di pandang sebagai fasilator.

100
4. Tujuan Metode Pegajaran Bahasa Arab Pasca Era
Digital
Dalam pembelajaran bahasa arab metode
merupakan kreatifitas yang harus dimiliki oleh setiap guru.
Metode juga dianggap sebagai seni dalam mentransfer ilmu
pengetahuan atau menyampaikan materi pelajaran kepada
peserta didik serta dianggap signifikan. Metode
pengajaran bahasa Arab tradisional merupakan metode
pengajaran bahasa Arab yang fokus pada “bahasa sebagai
budadya ilmu’, sehingga belajar bahasaArab yang berarti
belajar secara mendalam tentang seluk beluk ilmu bahasa
arab, baik itu aspek gramatika/sintaksid (qowaid nahwu),
merfom/merfologi ( qowaid as-sahrf ) ataupun sastra
(adab). Metode yang berkembang dan masyhur digunakan
untuk tujuan pengajaran bahasa arab adalah metodo
qowaid dan tarjamah. Metode tersebut mampu bertahan
beberapa abad hingga saat ini. Pesanten-pesantren
indonesia, khususnya pesantren salafiyah yang masih
menerapkan metode tersebut. Didasarkan pada hal-hal
berikut ini: pertama tujuan pengajaran bahasa arab
tampaknya pada aspek budaya dan ilmu pengetahuan,
terutama ilmu nahwu dan ilmu sharaf. Kedua kemampuan
ilmu nahwu dianggap sebagai syarat mutlak untuk
memahami teks atau kosa kata bahasa arab klasik yang
tidak memakai kharakat, dan tanda baca lainnya. Dan yang
ketiga bidang tersebut merupakan tradisi turun temurun,
sehingga kemampuan dalam bidang tersebut memberikan
rasa percaya diri.
Menurut Najib Taufiq, tujuan dan fungsi
pengajaran bahasa arab adalah untuk mengajar seseorang
agar dapat berkomunikasi ddengan baik dan benar terhadap
sesamanya dan lingkungannya baik secara liisan maupun
tulisan. Tujuan pengajaran bahasa arab adalah untuk
menguasai bahasa dan kemahiran berbahasa aarab, seperti

101
muthala’ah,muhadatsah, insya’, nahwu dn sharaf sehingga
memperoleh kemahiran berbahasa yaang meliputi empat
aspek kemahiran yaitu:
1. Kemahiran menyimak
Kemahiran dalam menyimak merupakan
proses perubahan wujud (bahasa) menjadi wujud
makna, kemahiran menyimak merupakan kemahiran
dalam berbahasa yang sifatnya reseptif atau
menerima informasi dari orang lain (pembicara).
2. Kemahiran membaca
Kemahiran dalam membaca merupakan
kemahiran berbahasa sifat yang reseptil atau
menerima informasi dari orang lain (penulis) yang
berbentuk tulisan., membaca merupakan perubahan
wujud yang berbentuk tulisan dan menjadi wuhud
makna.
3. Kemahiran menilis
Kemahiran menulis merupakan kemahiran
bahasa yang bersifat menghasilkan atau memberikan
informasi kepada orang lain (pembaca) yang
berbentuk tulisan, menulis merupakan perubahan
yang berwujud pikiran atau perasaan dan akan
berubah menjadi wujud tulisan.
4. Kemahiran berbicara
Kemahiran berbicara merupakann kemahiran
yang bersifat produktif yang menghasilkan atau
menyampaikan informasi kepada orang lain
(penyimak) dalam bentuk bunyi bahasa (tuturan
merupakan proses perubahan wujud bunyi bahasa
menjadi wujud tuturan), (Suhermman,2000:4-5).
Namun demikian, suatu metode dalam
pembelajaran dipengaruhi oleh banyak faktor.

102
menurut M. Basyiruddin Usman setidaknya ada lima
faktor yang harus dipertimbangkan sebelum seorang
pendidik menetapkan suatu metode yang akan
digunakan dalam proses belajar mengajar,
diantaranya yaitu:
1. Tujuan
Setiap topik pembahasan memiliki tujuan
masing-masing, terperinci dan spesifik sehingga
dapat dipilih metode yanng sesui dengan tujuan
pembelajaran yang ingin di capai oleh pendidik.
2. Karakteristik
Setiap siswa pasti memiliki karakteristik
yang berbeda-beda baik itu sosial, watak dan
lainnya yang akan menjadi pertimbangan untuk
pendidik memilih metode yang cocok untuk
diterapkan ke peserta didik.
3. Situasi dan kondisi
Sebagai pendidik tentu harus mengetahui
bagaimaana situasi dan kondisi peserta didiknya
sehingga akan lebih mudah baginya untuk
memberikan metode yang cocok untuk
diterapkan kepada peserta didik.
4. Perbedaan keperibadian pendidik dan peserta
didik
Keperibadian seorang pendidik sangat
berpengaruh bagi peserta didiknya karena
seorang pendidik merupakan nteladan sekaligus
mitra bagi muridnya.
5. Sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana sangat berpengaruh
terhadap peserta didik karena akan menunjang
pada kegiatan pembelajaran untuk memperoleh
hasil yang diinginkan.

103
C. Konsep Bahasa Arab Era Modernitas
Sejarah bahasa Arab dalam sejarah manusia sudah
cukup lama. Bahasa Arab berumur sama dengan Nabi Adam
AS, manusia pertama yang diciptakan Allah. Para sejarawan
berbeda pendapat mengenai siapa yang berbicara bahasa Arab
untuk pertama kalinya. Ada yang berpendapat bahwa orang
pertama yang berbicara bahasa Arab adalah Nabi Adam AS,
ada pula yang mengklaim itu adalah Ya'rab bin Qahthan,
namun ada pula yang menyatakan orang pertama yang
bercakap bahasa Arab adalah Nabi Ismail bin Ibrahim AS.
Sebelum abad ke-7 M., bahasa Arab hanyalah bahasa
orang Badui yang tinggal di bagian utara Semenanjung Arab,
sebagian Syam, dan Irak, dan di kota-kota di bagian utara
Semenanjung Arab. Dengan munculnya agama Islam, tidak
hanya memperluas pengaruh bahasa Arab, tetapi juga
mempersatukan bangsa Arab, memperkaya pengetahuan, dan
memperkaya kosakata dan makna bahasa Arab.
Bahasa Arab telah disebut sebagai bahasa yang
berkembang secara dinamis sejak Al-Qur'an diwahyukan dalam
bahasa tersebut. Salah satu bukti betapa dinamisnya Bahasa
Arab adalah fakta bahwa pada awalnya bahasa tersebut hanya
digunakan untuk berkomunikasi di antara penduduk Hijaz, atau
sekarang Arab Saudi. Namun, ketika Islam berkembang di
Timur Tengah dan Afrika, banyak negara dan bangsa yang
tidak mengenal Bahasa Arab kemudian bersentuhan dengannya
dan menggunakannya sebagai bahasa negara mereka. Oleh
karena itu, bahasa Arab dapat mencapai puncak kejayaan
peradaban Islam pada abad ke-10 M, ketika bahasa itu
dianggap sebagai bahasa pengantar keilmuan, pengetahuan, dan
peradaban. Karena kebutuhan untuk menerjemahkan banyak
karya besar di berbagai bidang keilmuan dari Bahasa Arab ke
Bahasa Latin, negara-negara Eropa sangat tertarik untuk
mempelajari Bahasa Arab pada masa itu. Disebutkan bahwa
terdapat delapan pengaruh bahasa Arab di seluruh dunia yeng

104
meliputi Inggris, Perancis, Spanyol, Jerman, Turki, Italia, dan
Indonesia memiliki pengaruh paling besar pada Bahasa Arab.
Dengan banyaknya buku yang diterjemahkan dari bahasa
Arab ke bahasa Yunani dan Perancis, bahasa Arab kemudian
menjadi bahasa peradaban. Para ulama banyak menulis buku-
buku dalam bidang kedokteran, arsitektur, matematika, dan
bidang lain dengan menggunakan bahasa Arab. Bahasa ini
berfungsi sebagai pendahulu, atau pioner, dari ilmu-ilmu Eropa
terdahulu yang menjadi dasar bagi ilmu-ilmu Eropa modern.
Setelah masa keemasan, bangsa Arab mulai mengalami
masa kemunduran. Mereka meninggalkan agama mereka,
meninggalkan bahasa Arab baku, dan menggunakan dialek, dan
muncullah masa penjajahan. Pada periode ini, kebudayaan
Islam dan penggunaan tata bahasa Arab telah dirusak oleh
penjajah. Mereka sangat mempertahankan penggunaan
berbagai dialek Mesir, Maghrib (Afrika Utara), dan Suriah. Ini
adalah kenyataan, dan itulah sebabnya bangsa Arab terpecah
dan berperang satu sama lain. Tidak ada cara bagi kedua belah
pihak untuk berkomunikasi dengan lancar dalam Bahasa Arab
Baku.
Bahasa Arab dianggap mengalami kemunduran sejak saat
masa penjajahan, tetapi bahasa itu masih ada. Bahasa Arab
menduduki peringkat ketujuh di dunia dari segi jumlah penutur
aslinya, dengan lebih dari 150 juta penutur. Bahasa Arab berada
di urutan keempat secara penyebaran secara geografis, di
belakang bahasa Cina, Inggris, dan Spanyol. Setelah ditetapkan
sebagai salah satu bahasa resmi di Dewan Keamanan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK-PBB) pada tanggal 18
Desember 1971, bahasa Arab semakin diperhatikan di dunia
internasional. Bahkan setelah peristiwa 11 September 2001,
bahasa Arab menjadi salah satu bahasa yang paling banyak
dipelajari di negara-negara Barat. Pada tahun 2010, Arab Saudi
dan Maroko telah menetapkan 18 Desember sebagai Hari
Bahasa Arab Sedunia.

105
Bahasa Arab sekarang memiliki banyak peminat dan
pemerhati di kawasan Barat. Hal ini terbukti dari banyak dari
universitas di Amerika Serikat menawarkan kursus dan
memasukkan Bahasa Arab menjadi Mata Kuliah untuk
dipelajari termasuk perguruan tinggi Katolik dan Kristen, tentu
saja dengan tujuan pembelajaran bahasa Arab tertentu. Sebagai
contoh pada Harvard University, didirikan oleh para petinggi
dan pemuka Protestan. Demikian juga dengan Georgetown
University, sebuah universitas swasta Katolik, kedua
universitas ini memiliki pusat studi Arab yang lebih dikenal
sebagai Center for Contemporary Arab Studies.
Dari fenomena yang telah dipaparkan menunjukkan
bahwa mempelajari Bahasa Arab masih menjadi focus dan
kajian strategis, terutama di era modernitas saat ini,
mempelajari bahasa Arab masih merupakan masalah strategis
di tengah dinamika perkembangan zaman yang terus bergulir.
Saat ini, ide paling penting adalah pergeseran dari gaya hidup
konvensional ke digital. Hal ini berdampak pada semua aspek
kehidupan manusia, termasuk dalam praktik pembelajaran
bahasa Arab. Yang dimana menggabungkan ilmu dan teknologi
adalah salah satu tantangan yang akan dihadapi dalam dunia
pendidikan di era modernitas. Ini disebabkan fakta bahwa ilmu
pengetahuan dan teknologi adalah dua hal yang tidak dapat
dipisahkan, terutama sejak pandemi COVID-19.
Pada akhir abad ke-18 bisa dikatakan menjadi awal
masuknya modernitas terhadap budaya dan bahasa Arab
walaupun bangsa Arab mengalami masa yang sangat lemah
pada saat dipimpin di bawah pemerintahan Daulah Usmaniyah.
Negara-negara Eropa pada saat itu bergerak ke Timur Tengah
dengan alasan perdagangan dan ilmu pengetahuan, bukan
dengan kekerasan. Muhammad Ali, yang semula diangkat
sebagai Gubernur Mesir oleh pemerintah Usmani, mengambil
alih pemerintahan berikutnya dan berusaha menerima budaya
dan pengetahuan Barat. Akibatnya, perkembangan sastra

106
berhenti. Baru dua abad kemudian, literatur baru muncul dan
para penyair beradaptasi dengan era kontemporer. Baru pada
saat ekspedisi yang dilakukan oleh Napoleon ke Mesir pada
akhir abad ke-19 telah memberikan dampak yang signifikan
dan memulai modernisasi bahasa Arab di Mesir dan Suriah,
yang banyak dipengaruhi dalam bidang intelektual, sosial, dan
kemajuan politik di wilayah Timur Tengah.
Napoleon memberikan banyak kontribusi selama
ekspedisi tersebut, termasuk menerjemahkan literatur Barat ke
dalam bahasa Arab dan memulai percetakan surat kabar
pertama di negara tersebut. Imigran Arab di Amerika dan
missionary yang membawa pendidikan Barat ke berbagai
wilayah di Timur Tengah juga berkontribusi besar bagi
terjadinya modernisasi bahasa Arab. Penerjemahan literatur
Barat ke dalam bahasa Arab, yang banyak dipengaruhi oleh
bahasa Prancis dan Inggris, adalah kontribusi yang bersumber
dari para imigran. Mereka mengajarkan kedokteran dan sains.
Universitas Saint Joseph (1873) dan Universitas Amerika di
Beirut adalah dua lembaga pendidikan tinggi yang sangat
penting untuk menghasilkan intelektual Arab pada masa itu.
Dan pada masa abad ke-19 dianggap sebagai masa
perkembangan linguistik terutama pada linguistik historis
komparatif. Pada saat itu, linguistik sudah dianggap sebagai
ilmu yang independen, meskipun fokusnya adalah bahasa
tertulis.
Istilah modernitas merupakan sebuah gagasan untuk
menindaklanjuti era revolusi industri 4.0. Era Society 5.0 yang
dikatakan sebagai masyarakat super cerdas yang
mengintegrasikan teknologi seperti Artificial Intelligence (AI),
Internet of Things (IoT), big data, dan robot ke dalam setiap
aspek kehidupan sosial. Secara khusus, modernitas bertujuan
untuk membangun masyarakat yang cerdas dengan
menghadirkan platform layanan sosial super cerdas yang akan
menciptakan nilai-nilai baru dengan melibatkan beberapa

107
sistem berbeda untuk memfasilitasi pekerjaan manusia.
Sementara era modernisasi yang dimulai secara bertahap
dengan dimotori oleh Jepang memiliki dampak yang signifikan
terhadap digitalisasi dan orientasi pendidikan di seluruh dunia,
termasuk pembelajaran bahasa asing seperti Bahasa Arab.
Digitalisasi pembelajaran memiliki tiga tujuan utama.
Yang pertama adalah mengubah sekolah menjadi lebih
ramah lingkungan dan mencapai tingkat produktivitas yang
lebih tinggi dalam proses pendidikan. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan jumlah materi yang diajarkan dalam waktu yang
lebih singkat dan dengan biaya yang lebih rendah.
Tujuan kedua adalah untuk memfasilitasi pembelajaran
mandiri bagi siswa, yang memungkinkan mereka untuk lebih
aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan membuatnya
sesuai dengan gaya hidup mereka.
Yang ketiga adalah perhatian pada persiapan karyawan
untuk mengadaptasi dengan perubahan lingkungan kerja dan
bersaing di pasar kerja.
Adapun mengenai konteks pembelajaran Bahasa Arab
sebagai bagian dari sistem Pendidikan di Indonesia maka secara
tidak langsung akan mendapatkan imbas dari tuntutan dan
modernitas zaman. Secara otomatis hal ini akan memaksa
semua elemen dan unsur yang terlibat secara praktis dalam
aktifitas pembelajaran Bahasa Arab harus menyiapkan,
membekali diri, serta beradaptasi dengan kebutuhan dan
kondisi zaman. Di era modernisasi ini membawa implikasi
masif sehingga menuntut adanya transformasi masif pula dalam
berbagai aspek pembelajaran Bahasa Arab, dimulai dari
orientasi pembelajarannya, penyiapan materi dan bahan
ajarnya, kesiapan sumber daya pengajarnya, kesiapan serta
orientasi peserta didiknya, terlebih lagi inovasi model dan
media pembelajarannya. Paradigma pembelajaran Bahasa Arab
menjadi lebih terbuka dan praktis di era modernitas dengan
program pendidikan bebas yang disediakan oleh pemerintah,

108
hal ini semakin didukung. Belajar secara tatap muka sekarang
tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu, tidak lagi bergantung
pada buku teks fisik atau belajar pasif sambil mendengarkan
guru menerangkan pelajaran.
Sebaliknya, siswa lebih tertarik dengan pembelajaran
yang didasarkan pada masalah nyata, aktifitas, dan proyek, dan
melihat fenomena nyata sebagai materi dan topik diskusi dalam
proses belajar. Selain itu, siswa dapat dengan mudah
mengakses konten melalui platform digital seperti Google
Kelas, Zoom Pertemuan, Skype, dan lainnya. Selain itu, siswa
dapat dengan mudah mengikuti kegiatan belajar yang cukup
melalui grup WA, line, instagram, YouTube, dan lainnya, serta
tutorial. Bahasa adalah salah satu gejala sosial masyarakat
karena digunakan untuk berkomunikasi. Karena itu, bahasa
harus dibedakan dari segi penggunaan dan fungsinya sebagai
gejala komunikatif. Bahasa digunakan secara umum di luar
bidang tertentu, sesuai dengan fungsinya dalam masyarakat.
Agama dan ibadah adalah bidang pertama Bahasa Arab, yang
menunjukkan bahasa Arab klasik sebagai bahasa umat Islam.
Karena bahasa Arab digunakan sebagai bahasa agama dan
ibadah, serta karena sifatnya sebagai alat dalam kitab suci,
bahasa Arab sering dipelajari dalam berbagai bidang
pendidikan yang berorientasi keagamaan, seperti institut
agama, sekolah teologi, dan seminar.
Bahasa Arab kontemporer dianggap sebagai bahasa
tertulis yang digunakan sebagai media. Dalam beberapa tahun
terakhir, stabilitas, kegunaan, dan kemampuan untuk berfungsi
sebagai model penggunaan penulisan telah menarik perhatian
para ahli bahasa. Bahasa baik sebagai bahasa yang ditulis
(ditransmisikan) maupun sebagai bahasa standar media berita
telah menjadi umum, terutama di masyarakat yang berbicara
lebih dari satu bahasa dan memiliki banyak dialek. Vincent
Monteil mengatakan bahwa bahasa Arab secara fungsional
merupakan bahasa media berita Arab dan merupakan bahasa

109
resmi. Karena orang Arab dan ahli bahasa memiliki pendapat
yang objektif tentang apa yang disebut sebagai Lahjat alJarâid,
Bahasa Arab modern dikodifikasikan sebagai fenomena yang
berbeda dari Bahasa Arab klasik. Menurut Badawi, "fushhâ"
adalah istilah bahasa Arab untuk bahasa Arab kontemporer dan
bahasa komunikasi formal, baik secara lisan maupun tertulis.
Bahasa Arab modern memiliki perbedaan dengan Bahasa Arab
klasik dari segi leksikal, fonologi, morfologi dan sintaksis.
Menurut Abbâs al-Sûsah dalam Muhbib Abdul Wahab,
Bahasa Arab Kontemporer memiliki karakteristik antara lain: 1)
akurasi penggunaan Bahasa Arab pada semua level: bunyi,
morfologi, sintaksis, dan semantik; 2) lebih banyak digunakan
pada bahasa tulis (al-Lughah al maktûbah) daripada bahasa
lisan, 3) kefasihan dan bebas ragam âmiyyah, 4) bahasa standar
yang disiapkan secara resmi. Bahasa Arab modern akan terus
berkembang sebagai bahasa resmi dan standar di media cetak
dan elektronik, baik lisan maupun tulisan, seiring dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta di berbagai
bidang, termasuk ekonomi, politik, dan budaya. Pembelajaran
bahasa Arab berbasis digital tidak dapat dilaksanakan secara
menyeluruh karena berbagai keterbatasan dan konsekuensi
negatifnya. Karena itu, perlu ditambahkan aktifitas
konvensional ke dalam pembelajaran berbasis digital. Ini yang
disebut sebagai sistem pembelajaran hybrid atau blended.
Sesuai dengan tuntutan era modernitas,sistem pembelajaran
seperti ini harus mengajarkan siswa tidak hanya ilmu
pengetahuan tetapi juga keterampilan berpikir kritis, analitis,
dan kreatif melalui aktifitas pembelajaran seperti penelitian,
pencarian, pembelajaran proyek, dan pembelajaran masalah,
baik dengan mengenalkan dan memberikan pengalaman dunia
nyata serta pengenalan masalah universal.
Selain itu, keahlian personal, keahlian kritis, kreativitas,
komunikasi, dan kolaborasi juga diperlukan untuk era
modernitas Selain itu, semua siswa harus memiliki kemampuan

110
mental yang sempurna, seperti kepemimpinan, literasi digital,
kecerdasan emosional, kewirausahaan, pemecahan masalah,
dan kemampuan bekerja dalam tim. Digitalisasi pembelajaran
jelas tidak dapat dihindari karena merupakan bagian penting
dari kemampuan untuk bersaing di era modernitas saat ini.
Namun, itu masih memungkinkan pembelajaran konvensional
untuk mengatasi kekurangan ini.

D. Peran Bahasa Arab Di Era Modernitas


Bahasa Arab terdiri atas dua ragam, yaitu bahasa Arab
klasik dan bahasa Arab modern. Istilah Bahasa Arab
kontemporer (‫ة‬c‫ )المعاصرة العربية اللغ‬adalah istilah untuk Bahasa
Arab fushha (resmi dan standar) yang digunakan pada masa
sekarang, baik untuk penulisan literatur, jurnal, surat kabar,
maupun dalam percakapan dan forum resmi, serta tetap
menggunakan kaedah baku bahasa Arab.
Sami Boudelaa dan William D Marslen-Wilson dalam
Adit Tiawaldi dan Muhbib Abdul Wahab7 menyebutkan
bahasa Arab modern adalah bahasa Arab yang banyak
ditemukan pada media elektronik maupun media cetak, seperti
televisi, radio, majalah, koran, dan buku kontemporer Arab.
Istilah lain bagi Bahasa Arab kontemporer adalah al-fushha al
mu’âshirah, fushha al-‘Ashr, Al-‘Arabiyyah al-mu’âshirah,
al-‘Arabiyyah al fushha al-haditsah dan al- ‘Arabiyyah al-
fushha al-mu’âshirah.
Secara empirik dan teoritik, bahasa Arab tidak berbeda
jauh dengan bahasa lainnya, dapat berkembang sesuai
kepentingan para penuturnya, karena suatu bahasa akan hidup
jika masyarakat masih menggunakannya dan bahasa tersebut
akan mati jika terjadi sebaliknya (sudah tidak digunakan lagi).
Bahasa Arab modern dan kontemporer sama dengan
bahasa Arab klasik, baik dalam bahasa lisan maupun bahasa
tertulis. Perbedaannya hanya terletak pada perkembangan dan
perbendaharaan kosa kata (mufrodat), di mana pada Bahasa

111
Arab modern dan kontemporer perkembangan bahasanya
mengikuti perkembangan kata yang mengiringi perkembangan
zaman, sedangkan bahasa Arab klasik mengacu pada adat
kebiasaan lama demikian pula bahasa Arab modern lebih sering
digunakan dalam penyampaian berita dan penulisan berita.

1. Peran Bahasa Arab Terhadap Penguatan Ekonomi


Keumatan
Secara teoritis, ada 4 orientasi yang menjadi motivasi
belajar bahasa Arab. Pertama, orientasi religius, yaitu
belajar bahasa Arab dengan tujuan untuk memahami dan
memahamkan bahasa Arab. Kedua, orientasi akademik,
yaitu belajar bahasa Arab dengan tujuan memahami ilmu-
ilmu dan keterampilan berbahasa Arab, seperti istima’,
kalam, qira’ah dan kitabah. Ketiga, orientasi profesional/
praktis dan pragmatis, yaitu belajar bahasa Arab demi
kepentingan profesi, praktis atau pragmatis, seperti mampu
berkomunikasi lisan dalam bahasa Arab, agar bisa jadi
TKI, diplomat, turis, atau melanjutkan studi di Timur
Tengah. Keempat, orientasi ideologis dan ekonomis, yaitu
belajar bahasa Arab untuk memahami dan menggunakan
bahasa Arab sebagai media bagi kepentingan orientalisme,
kapitalisme, imperialisme dan sejenisnya.
Dari keempat orientasi di atas, dapat dipastikan,
bahwa di era digital ini, bahasa Arab tetap memiliki
potensi yang cukup signifikan dalam pengembangan dan
penguatan di pelbagai bidang kehidupan, mulai dari bidang
sosial, budaya, politik, ekonomi dan sebagainya. Hal ini
juga diperkuat dari anemo masyarakat non-Arab,
khususnya di negara-negara Barat, seperti Amerika Serikat,
yang sejak tragedi 11 Sepetmber 2001, mulai meminati
untuk mempelajarinya. Bahkan, di negara-negara tersebut,
mulai dibuka beberapa lembaga kursus bahasa Arab.

112
Secara politis internasional sebagaimana ditulis
Ubaid Ridlo, bahasa Arab sudah menjadi bagian dari
bahasa internasional dan digunakan sebagai salah satu
bahasa diplomasi resmi di forum Perserikatan Bangsa-
Bangsa. Bahkan, beberapa negara non-Arab di dunia,
seperti di Malaysia, sudah memberikan atensidan apresiasi
pada bahasa Arab,dengan “memasarkan” tulisan-tulisan
berbahasa Arab di tempat-tempat umum.
Dalam bidang perkembangan situasi ekonomi global,
bahasa Arab juga mengambil peran yang urgen dan
signifikan di dalamnya. Hal ini dapat terepresentasi dengan
semakin pentingnya kawasan Timur Tengah, yang
notabene-nya sebagai kawasan yang berbahasa Arab,
sebagai pusat sumber daya energi dan mineral dunia.
Karenanya, siapapun yang memiliki kepentingan dan ingin
membuka jalur komunikasi dengan negara-negara Timur
Tengah, maka wajib bagi mereka, menguasai bahasa Arab
terlebih dahulu, agar komunikasi mereka, yang kemudian
dapat membukabanyak jalan dalam hubungan ekonomi,
politik dan sebagaianya menjadi semakin lancar dan
efektif.
Timur Tengah, sebagai kawasan bisnis baru yang
menjanjikan dan memiliki prospek yang gemilang, tentu
menjadi primadona baru yang mendapat banyak perhatian
dari pelbagai kalangan. Oleh karena itu, tak heran jika
akhir-akhir ini semakin banyak lembaga dan perusahaan
dari luar Arab yang berdatangan dan membuka kantor di
negara-negara Timur Tengah. Tentunya, mereka yang
berdatangan ini menyadari bahwa bahasa Arab selain
bahasa Inggris salah satu syarat utama dalam komunikasi
dan diplomasi serta pendekatan terhadap masyarakat dan
negara-negara Timur Tengah. Dalam hal ini, tidak hanya
proses masuknya investasi asing ke Timur Tengah aja yang
memerlukan bahasa Arab, namun mereka juga berharap,

113
dengan kemampuan bahasa Arab yang mereka sudah
miliki, mampu menarik negara-negara Timur Tengah agar
melakukan investasi jugadi negara mereka masing-masing.
Di Indonesia, selama ini sudah tidak perwakilan
perusahaan dan lembaga keuangan asing yang membuka
kantor Indonesia. Tentunya, ini tak terlepas dari peran aktif
dan keseriusan pemerintah RI untuk mengundang
investoral dari Timur Tengah datang ke Indonesia.Dalam
hal ini, proses komunikasi, diplomasi dan negosiasi
tentulah membutuhkan bahasa Arab sebagai media
utamanya. Karena itu, tidak heran, jika Ridwan Kamil,
Gubernur Jawa Barat, di salah satu akun medsosnya,
Facebook, menceritakan bahwa dirinya selama beberapa
bulan, sejak dilantik sebagai Gubernur mempelajari bahasa
Arab, dengan tujuan agar ketika menjalin kerjasama
dengan negara-negara Timur Tengah tidak kesulitan dalam
berkomunikasi. Dari uraian di atas sudah jelas, bahwa
bahasa Arab memiliki peran penting dalam perkembangan
situasi ekonomi global.Lalu, bagaimana dengan
perkembangan dan penguatan ekomomi keumatan?Apakah
bahasa Arab juga memiliki peran penting di dalamnya?
Tentunya, selama kegiatan tersebut acuan utamanya adalah
Al-Qur’an dan Haidts, maka selama itu pula, bahasa Arab
pasti memiliki peran di dalamnya. Apalagi sebagaimana
ditulis Basriadi Assasaky, konsep isi berdasarkan pada
sejarah kehidupan umat Islam, sejak masa nabi
Muhammad saw.hingga masa keruntuhan kejayaan
kekuasaan politik Islam di Turki.
Dari uraian di atas sudah jelas, bahwa bahasa Arab
memiliki peran penting dalam perkembangan situasi
ekonomi global.Lalu, bagaimana dengan perkembangan
dan penguatan ekomomi keumatan?Apakah bahasa Arab
juga memiliki peran penting di dalamnya? Tentunya,
selama kegiatan tersebut acuan utamanya adalah Al-Qur’an

114
dan Haidts, maka selama itu pula, bahasa Arab pasti
memiliki peran di dalamnya. Apalagi sebagaimana ditulis
Basriadi Assasaky, konsep isi berdasarkan pada sejarah
kehidupan umat Islam, sejak masa nabi Muhammad
saw.hingga masa keruntuhan kejayaan kekuasaan politik
Islam di Turki.
Dalam sejarahnya, ekonomi keumatan dibangun
dengan pondasi nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan
dalam bentuk baitul mal yang dikelola secara professional
yang sumber hartanya didapatkan mulalui zakat, shodaqah,
infaq, wakaf, hibah dan harta rampasan perang serta bentuk
usahausaha lainnya yang tidak mengikat dan halal.
Dalam pengelolaannya, baitul mâl lebih
mempreoritaskan pada kepercayaan dan integritas
peminjam untuk mengembalikan pinjamannya. Karena itu,
apabila ada salahsatu individu umat Islam ingin meminjam
pinjaman, maka tidak ada jaminan yang harus dijaminkan
kepada lembaga dan apabila pinjaman tersebut tidak
dikembalikan berdasarkan kesepakatan, maka akan ada
sanksi moral yang berasal dari Al-Qur’an dan Hadits
sekaligus dari masyarakat.Tentu ini berbeda dengan
koperasi yang ada saat ini, di mana apabila ada anggota
atau individu masyarakat yang berada dalam wilayah kerja
koperasi tersebut ingin melakukan pinjaman maka harus
disertakan dengan jaminan.
Dengan demikian, yang diperlukan dalam penguatan
ekonomi keumatan ini adalah pemahaman yang intens dan
komprehensif mengenai ekonomi Islam yang sudah jelas
sumber utamanya Al-Qur’an dan Hadist. Dengan kata lain,
untuk meningkatkan dan menguatkan ekonomi keumatan,
kita harus memahami selukbeluk bahasa Arab yang
merupakan bahasa utama Al-Qur’an dan Hadits. Dan itu
artinya, bahasa Arab juga memiliki peran yang sangat

115
urgen di signifikan dalam penguatan ekonomi keumatan
ini.

2. Peran Bahasa Arab Dalam Pengembangan Ilmu Dan


Peradaban Islam
Terlepas dari ilmu apa yang pertama kali lahir dari
“rahim dunia Islam”, dalam perkembangan selanjutnya,
pada masa Khalifah Malik ibn Marwân, bahasa Arab
diposisikan sebagai bahasa negara (dawlah Umayyah),
khususnya sebagai bahasa resmi dan bahasa administrasi
pemerintahan. Meskipun Arabisasi ini memang agak
bernuansa politis, karena Bani Umayyah tergolong
memiliki “fanatisme yang kuat” (taʻashshub qawiy)
terhadap kesukuan dan kearabannya, dampaknya cukup
luas dan signiϐikan. Pengaruh bahasa Persia, Qibtia, dan
bahasa Romawi sebagai bahasa administrasi di masa lalu
(sebelum khilafah Umawiyah) kemudian digantikan oleh
bahasa Arab.
Bangsa Arab memang dapat dianggap bangsa
“pemenang bukan pecundang”. Karena itu, ketika berbagai
istilah dalam bidang administrasi, ekonomi, sosial, dan
politik didominasi, terutama, oleh bahasa Romawi dan
Persia, Khalifah Abdul Malik bin Marwan menemukan
momentumnya yang tepat untuk memulai arabisasi Negara
(taʻrîb al-dawlah), yang pada gilirannya diikuti dengan
arabisasi administrasi pemerintahan (taʻrîb al-dawâwîn),
mata uang, bahkan arabisasi budaya. Dari gerakan arabisasi
inilah, cikal bakal teoritisasi dan dinamisasi ilmu-ilmu
dalam bahasa Arab itu dimulai.
Implikasinya lebih jauh adalah bahwa karya-karya
sastra (sya’ir/puisi, natsr/ prosa) yang bernuansa kearaban
banyak bermunculan. Romantisme “kejayaan bahasa Arab

116
era Jahiliyah” kembali menemukan bentuknya. Mata uang
resmi diarabkan (dalam bentuk dinâr dan dirhâm) yang
semula berbahasa Persia atau RomawiYunani. Berbagai
transaksi sosial-ekonomi di hampir seluruh wilayah dinasti
Umawi juga menggunakan bahasa Arab. Dengan demikian,
pada masa itu, bahasa Arab tidak sekadar bahasa agama,
melainkan juga sebagai bahasa negara: bahasa
administrasi, birokrasi, diplomasi, dan bahasa transaksi
sosial ekonomi. Di antara dîwân (semacan) kantor
kementerian) yang diarabisasikan ketika itu adalah
Kementerian Perpajakan, Kementerian Pos dan
Telekomunikasi, dan Kementerian Keuangan. Berbagai
arabisasi istilah, ungkapan, dan tradisi (budaya) juga terjadi
dalam berbagai instansi pemerintah lainnya.20 Atas dasar
itu, dapat ditegaskan bahwa gerakan arabisasi, yang semula
merupakan kebijakan politik, ternyata menjadi cikal bakal
gerakan intelektual, gerakan kultural, pengembangan ilmu
pengetahuan dan peradaban.
Ketika dinasti Abbasiyah berkuasa, menggantikan
dinasti Umayyah, orientasi dan tradisi keilmuan mendapat
ruang dan momentumnya yang relevan dan signiϐikan.
Bersamaan dengan itu, atas kebijakan khalifah Hârûn al-
Rasyıd (786-809 M) ̂ dan terutama al-Ma’mûn (813-833
M), gerakan “intelektualisasi” berjalan mulus dan
memperlihatkan kesuksesan yang luar biasa. Proses
intelektualisasi dan sivilisasi (pemeradaban) umat Islam
ini, tentu saja tidak dapat dipisahkan dari pergumulan dan
interaksi sosial budaya dan pemikiran antara umat Islam
dengan berbagai bangsa lain, utamanya bangsa-bangsa
bekas dominasi Romawi (seperti Suriah, Turki, Palestina,
Yordania) dan Persia yang memang meninggalkan
khazanah keilmuan di berbagai bidang keilmuan. Yang
menarik dalam konteks ini adalah bahwa sang khalifah
yang menginstruksikan gerakan penerjemahan besar-

117
besaran berbagai karya ϐilosof Yunani dan ilmuwan Persia
dan India ke dalam bahasa Arab. Di antara buku yang
diarabkan saat itu adalah al-Tasyrîh (Pembedahan) karya
Jalinus, al-Handasah (Arsitektur) karya Plato, al-Majesti
karya Ptolemios, dan al-Samâʻ wa al-ʻÂlam karya
Aristoteles.22 Kolaborasi ulama dan umara’ terbukti
membuahkan proses dan dinamika keilmuan yang sangat
pesat sehingga dalam waktu yang relatif singkat kemajuan
peradaban Islam dalam berbagai bidang dapat diwujudkan.
Dialektika pengetahuan dan kekuasaan ini ditopang oleh
teologi rasional negara (Mu’tazilah) yang berpengaruh
besar terhadap dinamisasi pengembangan ilmu dan
peradaban Islam.23 Gerakan penerjemahan tersebut tidak
hanya melibatkan sumber daya manusia (SDM) dari
kalangan umat Islam saja, melainkan juga melibatkan atau
ada semacam usaha “menyewa” atau memanfaatkan para
penerjemah dari kalangan Nasrani, seperti Hunain ibn
Ishâq (808-873 M)24, dan Ishaq ibn Hunain untuk
menekuni dan mendedikasikan keahliannya dalam
menerjemahkan karya-karya dari bahasa Yunani dan
Suryani ke dalam bahasa Arab.25 Kerjasama akademik
lintas agama dan budaya ini membuktikan bahwa Islam
dan peradabannya memang terbuka dan bisa bekerjasama
secara sinergis dengan siapapun, termasuk ilmuwan
Yahudi, yang pada umumnya menguasai bahasa Suryani.
Hal ini sekaligus menjadi isyarat kuat bahwa untuk bisa
maju dalam bidang ilmu pengatahuan dan peradaban, umat
Islam harus terbuka dan bersedia melakukan kerjasama
atau kemitraan keilmuan dengan siapapun.
Pendirian Bait al-Hikmah oleh alMakmun
menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa politik sekaligus
sebagai bahasa pendidikan, ilmu pengetahuan, dan
kebudayaan. Dengan kata lain, wacana keilmuan dalam
berbagai bidang (ϐilsafat, teologi, tasawuf, bahasa, ϐiqh,

118
kedokteran, kimia, optika, geograϐi, musik, matematika,
Aljabar, Aritmatika, dan sebagainya) diekspresikan dan
dikembangkan dengan menggunakan bahasa Arab,
meskipun pengembang dan perumusnya bukan orang Arab
Posisi bahasa Arab sebagai bahasa ilmu pengetahuan
Islam, bahasa pendidikan, dan kebudayaan pada masa
keemasan Islam tersebut dipandang penting sebagai
“prestasi ganda”, yaitu prestasi Islam dan [bahasa] Arab.
Karena itu, banyak penulis yang kemudian menyandingkan
kata “Islam dan Arab” dalam berbagai judul karya, seperti
al-wayyi tarikh al-ʻUlûm ʻinda alʻArab karya ‘Abduh al-
Hilwu dan Bahzad Jâbir, Târikh al-Falsafah al-ʻArabiyyah
karya Jamıl Shalı ̂ bâ , Tajalliyât al-Falsafah alʻArabiyyah
karya Abû Yaʻrib al-Marzûqı, dan ̂ sebagainya.
Prestasi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Di
antaranya adalah faktor politik, yaitu adanya political will
dari penguasayang sangat haus dan antusias terhadap
pengembangan iptek saat itu untuk mengembangkan tradisi
ilmiah dan sistem pendidikan yang berorientasi kepada
intelektualiasi sekaligus spiritualisasi. Kedua, faktor
ekonomi berupa kemakmuran dan kesejahteraan rakyat di
bidang ekonomi, sehingga sebagian besar mereka
menekuni bidang keilmuan secara ”khusyuk”: serius dan
produktif. Ketiga, faktor bahasa Arab yang memang sangat
akomodatif untuk dijadikan sebagai media reproduksi
pemikiran dan karya-karya ilmiah para ϐilosof dan
ilmuwan Muslim. Meskipun al-Khalıl ̂ ibn Ahmad,
Sıbawaih, Ibn Sı ̂ nâ ̂, al-Fârâbı, al- ̂ Râzı, Ibn Miskawaih,
al-Ghaza ̂ ̂lı, Ibn Rusyd, ̂ Ibn Mâlik dan sebagainya bukan
orang Arab asli, mereka dengan penuh ekspresi dan
apresiasi menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa ilmu.
Madrasah Nizhamiyyah di Persia, tempat al-Ghazâlı
digurubesar-kan, ̂ Madrasah al-Ayyubiyyah, Pusat-pusat
Studi di Harran dan Jundisyapur (Persia) serta al-Azhar di

119
Kairo juga menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa
akademik: bahasa studi, pendidikan, dan kebudayaan
mereka. Keempat, faktor ideologi dan mazhab teologi
negara yang rasional (Muʻtazilah) juga turut
mendinamisasikan pengembangan ilmu dan peradaban.
Istana pada masa itu bukan sekadar singgasana, tetapi
sekaligus menjadi pusat diskusi, perdebatan akademik, dan
sebagainya.
Posisi strategis bahasa Arab sebagai bahasa
pendidikan, kebudayaan, politik dan sebagainya dalam
kehidupan sehari-hari pada masa kejayaan Islam tersebut,
tidak dapat dipisahkan dari beberapa faktor penting. Di
antaranya: pertama, faktor ideologis; bahwa bahasa Arab
memang sudah “mengkristal” dengan agama Islam yang
dianut oleh pemeluknya. Kedua, faktor doktrinal; bahwa
al-Qur’an yang berbahasa Arab itu sangat menekankan
umatnya mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan
sehingga umat Islam terpacu untuk memahami dan
mengaktualisasikan ajaran Islam yang tertuang dalam teks
Arab al-Qur’an dan al-Sunnah. Ketiga, faktor linguistik;
bahwa bahasa Arab–hingga kini—tetap memperlihatkan
sebagai bahasa fushhâ yang berkembang dinamis, sanggup
mengikuti perkembangan zaman disebabkan oleh berbagai
keunggulan morfologis, sintaksis, semantik dan sosiologis.
Keempat, faktor politik; dukungan penguasa dan rakyat
yang multilateral dan multi-etnis dari Andalusia (Spanyol)
di Barat dan Persia di Timur memungkinkan bahasa Arab
berkembang dan tersosialisasi dengan sangat efektif dalam
berbagai lapisan masyarakat. Ekspansi politik Islam,
terutama pada masa ʻUmayyah dan Abbâsiyah tampak
berimplikasi pada proses Islamisasi serta arabisasi bahasa.
Penguasa, ulama, dan partisipasi publik yang plural dan
multikultural dalam pengembangan sistem pendidikan

120
Islam membuat kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban
Islam menjadi semakin progresif.

3. Peran Bahasa Arab Terhadap Perkembangan


Pemikiran Modern
Bahasa Arab merupakan salah satu bahasa diantara
beragam bahasa yang ada di dunia. Bahasa ini juga
mengalami perkembangan sebagaimana bahasa-bahasa
umat manusia lainnya. Terlebih, setelah Allah SWT
memilih bahasa ini sebagai bahasa turunnya wahyu dan
menjadi bahasa pengantar kitab suci umat Islam, al-
Qur‟an, menjadikan bahasa ini memiliki posisi penting
sebagai salah satu bahasa dunia. Dengan dipilihnya Bahasa
Arab sebagai bahasa al-Qur‟an, secara tidak langsung
memperluas penggunaannya dan mempertahankan
eksistensinya selama kitab suci tersebut dibaca dan
dijadikan rujukan bagi seluruh muslim. Karenanya, Bahasa
Arab tidak hanya milik orang Arab atau negara-negara di
kawasan Timur Tengah yang menjadikannya bahasa resmi,
namun milik seluruh muslim di dunia.
Bahasa diciptakan manusia berdasarkan jenis, warna
kulit, tempat asal, dan keberadaan manusia itu sendiri.
Bahasa juga memberikan manusia kekhasan agar dapat
dikenali. Kemampuan manusia dalam mengekspresikan
bahasa dengan jelas, teliti, dan teratur harus sesuai dengan
pikiran karena bahasa saling terkait dengan pikiran
manusia. Jika dilihat sejarah bahasa yang berkembang di
peradaban negara-negara yang berbeda, maka didapati
bahwa bahasa menjadi peran penting bagi sejarah karena
bahasa digunakan untuk menghasilkan budaya, sastra, seni,
dan ilmu. Beberapa ahli berpendapat: “Pada dasarnya,
seprimitif apapun suatu bahasa dari suku paling barbar
sekalipun, telah menunjukkan tingkat intelegensi yang

121
tinggi dan peradaban yang maju. Kemajuan tingkat
intelegensi ini dapat dilihat dari susunan kata yang
digunakan saat berkomunikasi satu sama lain,
dibandingkan masa-masa prasejarah dimana bahasa dan
tulisan belum ditemukan”. Pendapat tersebut tentu saja
diutarakan oleh ahli yang telah mendalami “struktur
bahasa” dan hubungannya dengan tingkat intelegensi
manusia. Pendek kata, bahasa adalah cermin pola berpikir.
Bahasa akan berkembang seiring dengan
perkembangan suatu bangsa dan juga akan hilang seiring
dengan kehancuran bangsa tersebut. Bahasa dapat hilang
secara wujud maupun penggunaannya,seperti yang terjadi
pada Bahasa Latin. Bahasa Latin terurai menjadi bahasa
yang berbeda-beda, diantaranya Bahasa Perancis, Bahasa
Portugal, Bahasa Italia, dan Bahasa Spanyol. Begitupula
bahasa Arab juga termasuk dari akar bahasa yang hilang
dari perjalanan sejarah. Bahasa Arab bercabang menjadi
bahasa Kan‟an, bahasa Arami, dan bahasa Ibrani sampai
sebelum al-Quran turun dengan menggunakan bahasa
Arab. Sejak al-Quran diturunkan dengan medium Bahasa
Arab, Bahasa Arab menjadi bahasa yang berdiri sendiri dan
berpisah dari bahasa yang lain. Bahasa Arab menjadi
bahasa wahyu Tuhan yang diturunkannya kepada Nabi
Muhammad. Bahasa Arab akan kekal abadi sebagaimana
Alquran kekal hingga penghujung waktu.
Sebagai bahasa yang memiliki sejarah panjang dan
penutur yang luas, Bahasa Arab merupakan bahasa yang
konsisten dari segi morfologis, sintaksis dan
pengucapannya dan juga bahasa yang berkembang dari
segi istilah, kosakata dan makna. Sejak zaman dahulu,
bahasa ini telah menjelma menjadi bahasa resmi negara
(zaman Umayyah misalnya), bahasa resmi agama bahkan
bahasa kehidupan. Seiring berkembangnya ilmu

122
pengetahuan dan pemikiran, Bahasa Arab juga berperan
aktif.
dalam perkembangan istilah-istilah ilmiah. Dahulu
bila Bahasa Arab hanya meminjam, menerjemahkan dan
menyerap (arabisasi) istilah-isitlah ilmiah, beralih untuk
menciptakan dan menemukan istilah-istilah ilmiah dan
perkembangan pemikiran. Karya al-Kindi, Ibn Sina, al-
Biruni, al-Farobi, Ibn Rusyd, Ibn Zahir dan ilmuwan
muslim lainnya dalam berbagai disiplin ilmu merupakan
contoh nyata andil besar Bahasa Arab dalam
perkembangan ilmu pengetahuan. Alasan ini pula yang
mendasari penulis buku “Rasa’il Ikhwani’s-Shafa” sekitar
Abad IV H tidak menemukan instrumen yang tepat untuk
menjelaskan istilah dalam filsafat, pemikiran ilmiah dan
ilmu sosial selain dalam istilah Bahasa Arab, dengan
kekayaan susunan kata dan aspek semantiknya yang luas,
baik prosa maupun sya‟ir.
Gerakan keilmuan dan perkembangan ilmu
pengetahuan di dunia Arab mencapai puncaknya pada
Abad IV dan V H. Dalam masa dua abad tersebut, Bahasa
Arab menjadi bahasa ilmu yang paling utama dengan
segala bidang dan cabang-cabangnya yang tedapat pada
pusat pengembangan ilmu dan kebudayaan: di Baghdad,
Bashrah, Asfahan, Jarjan, Damaskus, Kairo, Qairawan,
Aleppo, Tlemcen (Algeria), Fez (Morocco), Cordoba
(Mesir), Seville (Spanyol) serta di kota-kota lain yang
membentang dari belahan dunia timur, sekitar wilayah
China hingga ke belahan dunia Barat, sekitar wilayah
Eropa. Bahasa Arab menjadi bahasa para ilmuan yang
tinggal di daerah kekuasaan Islam (Daar al-Islam).
Ilmuwan-ilmuwan tersebut memang berasal dari bangsa
dan kelompok yang berbeda akan tetapi mereka memiliki
agama dan bahasa yang sama. Sehingga teori-teori
keilmuan yang mereka miliki masih dapat disampaikan

123
secara jelas dan akurat karena masih menggunakan bahasa
yang sama.

4. Peran Bahasa Arab dalam Menghadapi Paradigma


Pendidikan Di Indonesia Era Society 5.0
Perkembangan bahasa Arab di indonesia saat ini
sangat bagus. Bahasa Arab sudah menjadi trend generasi
kekinian di Indonesia. Disamping bahasa Arab adalah
bagian dari Agama Islam, bahasa Arab sudah menjadi
konsumsi publik untuk urusan dunia dan misi tertentu.
Bahasa Arab tidak hanya dipelajari oleh orang muslim,
namun juga sudah banyak dipelajari oleh non-muslim. Ini
artinya adalah bahasa Arab merupakan bahsa yang selalu
unik di pelajari dan sangat bermanfaat. Bahasa Arab adalah
bahasa yang tak lekang oleh waktu atau terhapus oleh
waktu, karena terus berkembang dan dinamis untuk dikaji
menjadi ilmu pengetahuan dan kunci peradaban keilmuan.
Di Indonesia bahasa Arab dipelajari di pesantren dan
sekolah.
Pemerintah melalui Kemenag mengembangkan
bahasa Arab melalui kurikulum pendidikan agama Islam.
Dukungan pemerintah seiring dan selaras dengan
menyebarnya bahasa Arab di indonesia. Bahasa Arab juga
di pelajari dalam bidang informal lembaga kursus dan
pelatihan serta melalui media sosial. Ini membuktikan
bahwa bahasa Arab sudah menyatu dengan masyakarat
Indonesia dan membentuk kebudayaan baru dengan proses
akulturasi antara budaya masyarakat Indonesia dan budaya
bahasa Arab. Peran bahasa Arab sangat besar terhadap
perkembangan bahasa Indonesia, hal inilah yang
menjadikan bahasa Arab digemari oleh masyarakat
Indonesia. Perbendaharan kata dan ungkapan yang unik
dan sejalan dengan gaya perilaku masyakarat Indonesia

124
yang santun maka bahasa Arab memiliki peran yang sangat
penting di Indonesia.
Adapun peran bahasa Arab dalam Pendidikan di
Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Bahasa Arab sebagai Tools (Alat). Dalam konteks
pendidikan bahasa arab berperan sebagai:
1) Bahasa Arab sebagai alat kepentingan Ibadah
( Shalat, haji, umroh dsb)
2) Bahasa Arab sebagai alat untuk memahami kitab
suci Al-Quran, Hadist, dan kitab-kitab classic
keagamaan
3) Bahasa Arab sebagai alat komunikasi (dengan
orang pribumi) atau orang arab d) Bahasa Arab
sebagai alat untuk menulis, membaca (Kaidah Tata
Bahasa, Seni Kaligrafi, Khat, surat menyurat dsb)
4) Bahasa Arab sebagai alat diplomasi dan kerjasama
dunia internasional (dalam semua bidang)

b. Bahasa Arab sebagai Object (Obyek). Dalam konteks


pendidikan bahasa arab sebagai materi:
1) Karena bahasa Arab dinamis seiring pertumbuhan
manusia, masyakarat/komunitas maka bahasa arab
di pelajari dalam lingkung kajian psiko-
sosiolinguistik;
2) Bahasa Arab merupakan rumpun ilmu
kebahasaan/linguistik maka bahasa Arab akan
selalu bersinggungan dengan bahasa lain. Bahasa
Arab memberikan khazanah keilmuan yang selalu
berkembang dalam perkembangan kosakata baru,
uslub/ungkapan, dan kalimat.

c. Bahasa Arab sebagai Subject (Pelaku/Penggerak)


Dalam hal ini bahasa Arab merupakan
pembentuk dan memiliki pengaruh dalam bidang-

125
bidang politik, ekonomi dan pendidikan di Indonesia.
Eksistensi bahasa Arab sebagai bagian dari Islam
menjadikan posisi bahasa Arab menjadi penyempurna
bahasa Indonesia serta menjadi pembentuk komunitas
sosial masyarakat Indonesia pecinta bahasa Arab.
Bahasa Arab juga menjadi bidang utama yang ikut
membangun etika dan perilaku masyakarat di Indonesia
menjadi lebih santun dan agamis, sehingga bisa diterima
masyarakat luas di Indonesia karena karakter bahasa
Arab yang membangun semangat hidup, religious,
sakral, dan penuh optimisme menjadikan bahasa Arab
membaur dengan masyarakat dan di gemari. Di saping
itu, bahasa Arab menjadi alat utama pemerintah untuk
urusan politik dengan negara Timur Tengah khususnya
dengan Saudi Arabia untuk urusan Haji, Umroh, dan
dunia pertambangan serta perminyakan. Tidak cukup itu
bahwa ternyata bahasa Arab juga memiliki dampak
penting pada bidang perekonomian dan komoditi bahan-
bahan perdagangan seperti makanan dan pakaian.
Banyak makanan-makanan orang Aran serta model-
model pakaian ala Arab menjadi konsumsi masyarakat
Indonesia. Ini merupakan hal penting di Era Society 5.0
saat ini di Indonesia.

d. Bahasa Arab untuk Misi khusus


Bahasa Arab juga memberikan dampak penting
bagi masyakarat Indonesia dalam hal-hal khusus.
Terutama dalam bidang penelitian, bahwa masyarakat
Indonesia memiliki program untuk membuat wisata
halal (syar’i) yang mana nantinya ini menjadi wisata
bagi para turis dari timur tengah sehingga mereka
menyenangi dan berminat untuk datang ke Indonesia.
Bahasa Arab untuk kebutuhan juga berepengaruh pada
dunia pekerjaan (lembaga kursus, pelatihan, kajian baik

126
dalam organisasi maupun medsos), Bahasa Arab
menjadi juga menjadi standar mutu untuk madrasah,
pesantren, dan perguruan tinggi (kompetensi standar
kebahasaaraban/Toafl dsb) Lalu Bagaimana Peran
Bahasa Arab Dalam Paradigma Pendidikan Era Society
5.0? Era Society merubah paradigma belajar dan
pembelajaran. Apapun model pembelajarannya, apapun
medianya, maka bahasa Arab tetap menajdi CENTER
kajian dalam pendidikan. Bahasa Arab memiliki Role
yang sangat penting dalam Pendidikan sebagai alat dan
obyek. Sehingga bahasa Arab bisa memudahkan
manusia untuk berinovasi dan mengembangkan karier
serta mampu bertahan hidup di masyakarat yang
beragam dan kompleks.

127
BAB : IV

SEKAPUR SIRIH :
PEMBELAJARAN BAHASA ARAB

A. Pembelajaran Bahasa Arab pada Era Metode

Cara pengajaran bahasa selalu mengalami evolusi sejak


zaman dahulu hingga saat ini. Sepanjang sejarah, manusia terus
mencari metode penyampaian materi pengajaran yang lebih
efektif dengan tujuan untuk mempermudah proses
pembelajaran dan tugas para pelajar. Perubahan-perubahan
penyajian dari zaman ke zaman dalam metode pengajaran
bahasa mencerminkan penekanan keterampilan apa yang
dianggap penting dan yang harus dikuasai oleh pelajar bahasa.
Secara Historis, keterampilan-keterampilan yang ditekankan itu
hanya berkisar antara keterampilan berbicara dan atau
keterampilan membaca. Untuk dunia Arab, program pengajaran
bahasa Arab untuk non Arab itu sendiri termasuk hal baru.
Awal kegiatan pengajaran ini dimulai pada sepuluh tahun
terakhir sejak abad-13 H yang lalu (abad 20 M). Program
pengajaran bahasa Arab untuk non-Arab itu masih
menggunakan semua metode pembelajaran tradisional, dan
kontemporer. Program pengajaran bahasa Arab yang sudah
terkenal adalah metode kaidah dan tarjamah (thariqah qawaid
wat tarjamah), sedangkan pengajaran bahasa Arab yang
diadopsi dalam waktu lama dan panjang adalah metode
audiolingual.

Perubahan secara berkesinambungan dalam metode


penyampaian materi pengajaran bahasa dari waktu ke waktu

128
memengaruhi berbagai istilah yang digunakan dalam literatur
metodologi pembelajaran bahasa asing pada era metode
tersebut. Meskipun secara historis, metode tidak pernah terjadi
sebuah monopoli dalam satu periode karena kepopuleran
masing-masing. Sejarah perkembangan pengajaran bahasa
secara kronologis hanya memberi perkiraan mengenai masa
populernya suatu metode, sehingga perubahan-perubahan
dalam metode pengajaran bahasa tidak terlalu terikat mutlak
pada waktu.

Ragam istilah yang dapat diidentifikasi melibatkan


sejumlah konsep, seperti pendekatan, desain, metode, praktik,
prinsip, prosedur, strategi, teknik, dan taktik, yang sering
ditemui dalam berbagai karya literatur pembelajaran bahasa.
Kemudian, istilah-istilah tersebut secara umum dapat
dikategorikan menjadi empat pokok, yakni pendekatan, strategi,
metode, dan teknik. Keempat istilah ini menjadi kata kunci
dalam rumusan para ahli dalam membangun cara pandang
pembelajaran bahasa.

Namun, keempat istilah tersebut sering kali mengalami


kesalahpahaman dan tumpang tindih dalam konteks
pembelajaran bahasa. Terkadang, penyebutan salah satu istilah
dapat disalahartikan sebagai yang lain. Misalnya, istilah
"pendekatan" seringkali disebut, tetapi yang dimaksud
sebenarnya adalah "metode"; demikian pula dengan penyebutan
"metode" yang sebenarnya mengacu pada "teknik", atau
menyebut "teknik" padahal yang dimaksud sebenarnya adalah
"strategi", dan sebaliknya. Ada juga yang cenderung
menggunakan istilah metode untuk ke empat istilah tersebut di
atas. Sementara sebagian orang berpikir bahwa keempat istilah
tersebut mengacu pada satu konsep yaitu sebuah prosedur
tentang pembelajaran suatu bahasa. Begitulah ketumpang
tindihan itu ditemukan dalam pembelajaran bahasa.

129
Agar menghindari kebingungan tersebut, muncul seorang
ahli linguistik terapan bernama Edward Anthony (1963) yang
pertama kali mengusulkan suatu kerangka konseptual untuk
memahami istilah-istilah kunci dalam pembelajaran bahasa.
Menurut Anthony, istilah-istilah seperti pendekatan, metode,
dan teknik menekankan aspek-aspek yang berbeda dan dapat
dibedakan satu sama lain. Selanjutnya Hubbard dkk (1983)
memandang pendekatan, metode dan teknik sebagai sistem
yang terdiri dari tiga yang hirearkis. Sistem tersebut kurang
lebih sama dengan sistem yang disusun sebelumnya oleh
Anthony.

Dalam kerangka konsep Anthony, tingkatan paling tinggi


dipegang oleh pendekatan. Pendekatan ini mencakup
serangkaian asumsi, persepsi, pemahaman, keyakinan, atau
teori mengenai hakikat bahasa dan bagaimana pembelajaran
bahasa seharusnya dilakukan. Pendekatan berkaitan dengan
sudut pandang yang dimiliki sesorang terhadap proses
pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya
suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Pendekatan
berfungsi sebagai landasan atau prinsip pengajaran bahasa.
pendekatan bersifat aksiomatik, dan dapat diterima sebagai
kebenaran tanpa pembuktian.

Dibawah tingkat pendekatan, terdapat metode. Metode


ini adalah suatu strategi pembelajaran bahasa yang sesuai
dengan pendekatan yang dianut oleh pengembangnya. Secara
prosedural, metode ini mengandung rangkaian langkah-langkah
khusus yang diimplementasikan secara standar untuk mencapai
hasil yang konsisten. Metode adalah perencanaan pembelajaran
yang disusun secara sisitematis dari awal sampai akhir
mengenai pelaksanaan pembelajaran bahasa di dalam kelas
dengan berlandaskan satu pendekatan tertentu. Metode menjadi
kelanjutan dari pendekatan karena rencana pembelajaran

130
bahasa harus dikembangkan dari teori-teori tentang sifat alami
bahasa dan pembelajaran bahasa.

Kemudian, pada tingkat terakhir terdapat teknik, yang


merupakan pelaksanaan dari metode (rencana prosedural) yang
telah disusun sebelumnya dengan teratur. Teknik ini melibatkan
kegiatan yang dapat diamati secara spesifik dan nyata, yang
tercermin dalam pola pembelajaran bahasa di dalam kelas
sesuai dengan metode yang diterapkan.Teknik dalam hal ini
disetarakan dengan istilah strategi yang bersifat mikro di
beberapa buku metode pembelajaran bahasa. Sedangkan dalam
tataran makro, strategi lebih di atas daripada metode, yang
mana metode dan teknik menjadi bagian dari pada strategi.
Secara singkat kerangka konseptual Anthony dapat dikatakan
bahwa pendekatan itu bersifat teoritis aksiomatik, sedangkan
metode bersifat prosedural dan teknik bersifat implementatif.
Yang kedua, hadirlah Jack Richards dan Theodore
Rodgers (2003) dengan tawaran cara baru memahami makna
metode dalam pembelajaran bahasa. Richards dan Rodgers
berupaya menyempurnakan kerangka analisis usulan Edward
Anthony yang telah hadir sebelumnya. Richards dan Rodgers
memformulasi ulang konsep “metode” dengan memunculkan
konsep baru yaitu “desain” ke dalam konsep lama, dan istilah
“teknik” diganti dengan istilah “prosedur”.

Dalam konsep baru ini, metode menjadi istilah kunci


yang menggabungkan tiga istilah sekaligus (pendekatan, desain
dan prosedur). Metode menjadi istilah kunci untuk
menggambarkan ketiga konsep lama yang terkait erat tersebut.
Metode menjadi payung utama untuk spesifikasi antara teori
dan praktik. Sebuah metode secara teoritis terkait dengan suatu
pendekatan, diorganisir dalam desain dan secara praktis
direalisasikan dalam prosedur.

131
1. Ragam Metode Pembelajaran Bahasa Asing
Metode pembelajaran bahasa asing beragam
macamnya dan variatif, al-Fauzan menyebutkan terdapat5
macam metode yang paling masyhur, Thuaimah
menyebutkan 5 macam metode khusus untuk bahasa Arab,
Effendy menyebutkan 6 macam metode, Bisri Mustafa dan
M. Abdul Hamid menyebutkan 6 macam metode,
al-‘Ushailiy menyebutkan 7 macam metode, Zulhannan
menyebutkan 8 macam metode, Aziz Fachrurrozi dan Erta
Mahyuddin menyebutkan 11 macam metode.
Adapun kesebelas ragam metode pembelajara
bahasa tersebut adalah:
1. Metode Tata Bahasa - Terjemah (al-Qawaid wat
Tarjamah). Muncul dan Populer sejak abad ke-15
sampai awal abad ke-19.
2. Metode Langsung (al-Mubasyirah) . Digagas dan
diperkenalkan oleh Linguistik Jerman Wilhelm Victor
pada tahun 1901 di Prancis, 1902 di Jerman dan 1911
di Amerika Serikat sebagai sanggahan terhadap
Metode Tata Bahasa-Terjemah.
3. Membaca Membaca (al-Qira’ah). Populer tahun 1920
sampai 1940-an di Amerika, Eropa, India, Saudi
Arabia, Mesir dan Indonesia.
4. Metode Dengar – Ucap / Audio Lingual Method (al-
Sam’iyah al-Syafawiyah) . Populer tahun 1940 sampai
1960-an di Amerika dan Inggris.
5. Metode Eklektik (al-Intiqaiyyah). Dikembangkan oleh
Henry Sweet (1981) dan Harold E. Palmer (1921)
6. Metode Komunikatif (al-Ittishaliyah). Populer 1960-
an di Inggris oleh Hymes (1972) bersamaan
ditolaknya dengan metode audiolingual di Amerika.
7. Metode Respon Fisik Total (Isijabah al-Jasmani al-
Kamilah). Dikembangkan oleh Psikolog California
Prof. James J. Asher pada pertengahan tahun 1960-an.

132
8. Metode Guru Diam (al-Shamitah). Dicetuskan oleh
Caleb Gattegno (1954, 1963, 1972 revised)
9. Metode Belajar Bahasa Komunitas (Ta’allum al-
Lughah fi Jama’ah). Diperkenalkan oleh seorang
psikolog dari Loyola University Charles A. Curran
dkk pada tahun 1976.
10. Metode Alamiah (al-Thabi’iyyah)
(Digagas diperkenalkan oleh Tracy D. Terrell bersama
Stephen D. Krashen pada tahun 1977 di California)
11. Metode Suggestopedia (al-Ihaiyyah)

2. Aliran yang Mendasari Lahirnya Sebuah Metode dalam


Pembelajaran Bahasa
Dalam sejarah lahirnya sebuah metode, Richard dan
Rogers (2003) menyatakan bahwa paling tidak ada tiga aliran
yang berbeda pandangan tentang hakikat bahasa yang
mengarahkan untuk memiliki hipotesis-hipotesis yang berbeda
tentang apa itu bahasa dan pada akhirnya melahirkan beragam
metode dalam pembelajaran bahasa), yaitu: aliran struktural,
aliran fungsional, dan aliran interaksional.
1. Aliran Struktural. Aliran struktural melihat bahasa sebagai
suatu sistem yang terbentuk dari beberapa elemen yang
berhubungan secara struktural.
2. Aliran Fungsional. Aliran fungsional menganggap
bahasa sebagai alat (media) untuk mengungkapkan
makna-makna fungsional.
3. Aliran Interaksional. Aliran interaksional berpandangan
bahwa bahasa adalah suatu sarana
(media) untuk menciptakan hubungan-hubungan
interpersoanl dan interaksiinteraksi sosial antar individu.

Beberapa contoh hipotesis (teori) yang menjelaskan


hakikat bahasa, sebagai berikut:
1. Metode Tata Bahasa Tarjamah

133
"Bahasa adalah seperangkat aturan tata bahasa".
2. Metode Audiolingual
"Bahasa adalah ungkapan percakapan sehari-hari dari
kebanyakan orang yang diucapkan dengan kecepatan
normal".
3. Metode Komunikatif
"Bahasa adalah suatu sistem untuk mengungkapkan
maksud".
4. Metode Respon Fisik Total
"Bahasa adalah seperangkat aturan tata bahasa dan bahasa
terdiri dari bagianbagian".
5. Metode Silent Way
"Bahasa adalah sekumpulan bunyi yang memiliki maksud
tertentu dan diorganisir oleh aturan-aturan tata bahasa".
Dari hipotesis-hipotesis atau teori-teori tentang hakikat
bahasa kemudian dikembangkanlah prinsip-prinsip
pembelajaran bahasa asing, yang kemudian akan menjadi
landasan untuk penyusunan desain dan prosedur pengajaran.
Sedangkan beberapa contoh hipotesis (teori) yang
berhubungan dengan pembelajaran bahasa, sebagai berikut:
1. Metode Tata Bahasa Terjemah
"Pembelajaran bahasa Asing membuthkan perasaan aman
dan kondisi ini akan terpenuhi manakala para siswa
mengetahui bagaimana cara mengungkapkan sesuatu di
dalam bahasa sasaran".
2. Metode Audiolingual
"Pembelajaran bahasa adalah suatu proses pembentukan
kebiasaan/language is habitual action/al-lughah hiya
al-‘adah".
3. Metode Komunikatif
"Proses pembelajaran bahasa akan mudah dilaksanakan
apabila semua kegiatan belajar bahasa melibatkan siswa
secara aktif dalam kegiatan komunikasi yang sebenarnya.
Dengan kata lain, belajar bahasa adalah belajar

134
berkomunikasi dan kemampuan berkomunikasi
meruapakan tujuan yang paling utama".
4. Metode Respon Fisik Total
"Mempelajari suatu bahasa bersifat bersifat sekuensial
atau mengikuti arutanurutan yang teratur. Mempelajari
bahasa asing serupa dengan mempelajari bahasa ibu. Ada
suatu urutan biologis baik dalam mempelajari bahasa
asing maupun dalam mempelajari bahasa pertama".
5. Metode Silent Way
"Pembelajaran akan lebih mudah manakala para siswa
yang belajar bahasa menemukan sendiri dibandingkan
dengan melalui pengualangan dan hafalan yang tidak
disertai pemahaman tentang apa yang dipelajarinya".

4. Peran Metode dalam sebuah Pembelajaran


Terdapat empat minimal komponen terpenting dalam
pembelajaran yang sekaligus menjadi komponen kurikulum,
yaitu: tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pembelajaran
dan evaluasi pembelajaran. Metode menempati peran yang
tidak kalah pentingnya dari komponen lainnya dalam kegiatan
pembelajaran. Tidak ada satu pun kegiatan pembelajaran yang
tidak menggunakan metode pengajaran. Penguasaan metode
pembelajaran bisa jadi merupakan pembeda yang tegas antara
guru bahasa yang dididik secara profesional dengan guru
bahasa yang menjadi guru karena faktor dipilih atau karena
kebetulan, atau malah karena keterpaksaan.
Ketelitian dalam mempelajari metode adalah suatu
keharusan, karena metode tersebut merupakan elemen kunci
dari strategi pembelajaran. J. R. David (1976) mengartikan
strategi sebagai suatu rencana yang melibatkan serangkaian
langkah, termasuk pemilihan metode dan optimalisasi berbagai
sumber daya, yang dirancang untuk mencapai tujuan
pendidikan.Strategi pembelajaran adalah suatu rencana untuk
mencapai tujuan yang di dalamnya terdiri dari metode, teknik

135
dan prosedur yang mampu menjamin siswa betul-betul akan
dapat mencapai tujuan akhir kegiatan pembelajaran.
Mulianto Sumardi menerangkan bahwa dalam
pembelajaran bahasa yang menjadi tolak ukur kesuksesannya
adalah penilaiannya pada segi metode yang digunakan, sebab
metodelah yang menentukan isi dan cara mengajarkan bahasa.
Pada umumnya, hanya sedikit siswa yang menyukai
kegiatan belajar, sementara yang sisanya menyukai karena cara
guru mengajarkan mereka. Mereka lebih terdorong untuk
belajar karena metode yang digunakan guru daripada kesadaran
internal untuk mengubah diri mereka. Juga dalam proses
pembelajaran, daya serap siswa terhadap materi ajar variatif,
ada yang cepat, ada yang lambat, dan ada yang sedang. Oleh
karenanya, seorang guru harus memiliki strategi dan pemilihan
metode yang sesuai dengan situasi belajar siswa agar mereka
dapat belajar secara efektif dan efisien, untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang sudah ditentukan.

B. Pembelajaran Bahasa Arab pada Era Pasca Metode

1. Abad 21 sebagai Era Pasca Metode


Pembelajaran bahasa asing, terutama bahasa Inggris,
telah memasuki periode yang disebut sebagai era pasca
metode atau post method (ashru ma ba’da atthariqah) sejak
tahun 2003-2004 Era ini juga dianggap sebagai fase baru,
dimana metode tidak lagi dipandang sebagai faktor utama
yang menentukan keberhasilan proses pembelajaran
bahasa di satu segi, dan di segi lain, guru bahasa diberikan
kebebasan dan ruang yang lebih besar untuk menetapkan
strategi dan teknik pembelajarannya, tanpa terikat oleh
metode tertentu yang asumsi filosofisnya sudah terbangun
pada diri guru atau pengajar bahasa sebelum
membelajarkan bahasa di dalam kelas. David M. Bell
menerangkan bahwa era metode dianggap “telah selesai”

136
dan era pembelajaran bahasa kini bergerak “melampaui
metode” (beyond methods) menuju kondisi pasca metode
(post method condition).
Abad ke-21 menandai dimulainya era pasca metode, yang
salah satu ciri-cirinya adalah pengurangan peran dan fungsi
metode dalam pembelajaran bahasa. Fokus utama dalam
pembelajaran bahasa kini tertuju pada peran guru dan peserta
didik. Era ini seakan ingin menampilkan kaidah baru: al-
mudarris al-mu’ahhal ahammu wa aktsaru ta’tsîran fi ta’lim
allughah al‘arabiyyah min at-tharîqah (guru yang profesional
itu lebih penting dan lebih berpengaruh pada pembelajaran
bahasa Arab daripada metode) menggantikan kaidah edukasi
lama: at-Tharîqatu ahammu min almâddah (metode itu lebih
penting daripada materi itu sendiri). Bahkan lebih dari pada itu,
di era ini seakan ingin mengatakan bahwa spirit dan kompetensi
guru (ruh al-mudarris wa kafa’atuhu) itu jauh lebih penting
dan berperan.

2. Metodologi Pembelajaran Bahasa Asing Pasca Metode


Diskusi tentang metodologi pembelajaran bahasa
asing di era pasca metode ini memerlukan penelitian dan
dialog yang mendalam, didukung oleh pemahaman
akademis yang komprehensif dari berbagai perspektif.
Contohnya, pembelajaran bahasa Arab dapat dianalisis dari
sudut pandang pedagogis, psikologis, sosiologis, linguistik,
sosial politik, antropologi, serta bidang gabungan seperti
psikolinguistik, sosiolinguistik, neurolinguistik,
antropolinguistik, tekstolinguistik, komputolinguistik, dan
aspek lainnya. Dengan multiperspektif tersebut,
metodologi pembelajaran bahasa Arab tidak hanya
berkutat pada hirarki prosedural ala Edward Anthony
(1963), yaitu: hirarki pendekatan (approach, madkhal),
metode (method, tharîqah), dan teknik (technique, asâlîb

137
ijrâ’iyyah), melainkan metodologi itu bersifat lintas filsafat
bahasa, lintaspendekatan, lintas-metode, lintas-model,
lintas-budaya, lintas-ilmu yang dipandang kompatibel dan
kontekstual dengan pembelajaran bahasa Arab mutakhir.
Dalam situasi ini, Muhbib Abdul Wahab menyatakan
dalam studinya bahwa metodologi pembelajaran bahasa
asing, terutama bahasa Arab, tidak hanya merupakan ilmu
tunggal, tetapi lebih sebagai ilmu majemuk yang muncul
dari integrasi dan sinergi berbagai disiplin ilmu. Hal ini
mengisyaratkan bahwa metodologi pembelajaran bahasa
asing, yang tradisional maupun modern, sangat bergantung
pada seberapa jauh pengembang metodologi mampu
menyinergikan dan melahirkan “metode-metode baru”
sesuai dengan perkembangan dan tuntunan zaman.
Perdebatan mengenai metode dan pasca metode
merupakan perdebatan yang belum sepenuhnya selesai,
karena perspektif yang digunakan dalam memahami dan
mendefinisikan “metode” berbeda-beda. Era metode dan
era pasca metode bukan merupakan dua hal yang saling
berhadap-hadapan secara kontradiktif. Era pasca metode
sejatinya merupakan perkembangan lanjutan dari “era
metode” yang menjadikan metode sebagai “pintu masuk”
menuju sebuah pendekatan, strategi, dan teknik
operasional pembelajaran bahasa di dalam kelas.
Pasca metode secara konseputual juga tidak dapat
dipisahkan dari perspektif yang digunakan untuk
memahami hakikat metode itu sendiri. David M. Bell
menyatakan bahwa pasca metode dipahami sebagai sintesis
terhadap sejumlah metode di bawah payung method
redefining condition atau CLT (Communicative Language
Teaching).
Pendidik atau guru bahasa di era pasca metode tidak
hanya memainkan peran sebagai pengguna metode,
melainkan juga harus mengamati, memotivasi, meneliti

138
(termasuk penelitian tindakan kelas), mengelola,
mendayagunakan multimedia dan multi kecerdasan peserta
didik, menciptakan lingkungan kondusif dan sekaligus
mengevaluasi keseluruhan proses (rencana, strategi,
materi, interaksi pembelajaran, kompetensi, relevansi, dan
sebagainya) dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran
bahasa yang diharapkan. Dengan kata lain, guru bahasa
memainkan peran sangat strategis dan menentukan
keberhasilan proses pembelajaran bahasa.
Kumaravadivelu dalam bukunya Beyond Methods:
Macro Strategies for Language Teaching, menjelaskan
sejumlah strategi makro pembelajaran bahasa di era pasca
metode. Di antaranya adalah adalah perlunya
konseptualisasi aktivitas mengajar dan membelajarkan
bahasa, karena mengajar dan membelajarkan itu
merupakan perpaduan antara ilmu dan seni. Dalam konteks
ini, guru bahasa harus memainkan tiga peran strategis,
yaitu: 1) guru sebagai teknisi pasif, 2) guru sebagai praktisi
reflektif, dan 3) guru sebagai intelektual transformatif.

3. Orientasi Pembelajaran Bahasa Asing Abad 21 (Post


Method)
Pembelajaran bahasa asing pada era pasca metode
juga pengembangannya berbasis kompetensi (skill) dan
proyek (project) yang penekanannya guru tidak lagi
menjadi sumber informasi dan pengetahuan (teacher
centered), melainkan pembelajaran sudah berpusat pada
pembelajar (learner centered).
Jennifer Nichols dalam Cahya Edi Setyawan &
Ahsan menyederhanakan prinsip pokok pembelajaran abad
21 dalam 4 prinsip pokok, yaitu: 1) pembelajaran berpusat
pada pembelajar (instruction should be student-centered),
2) pembelajaran menanamkan kegiatan kolaboratif

139
(education should be collaborative), 3) materi ajar
terkoneksi dengan kegiatan ril pembelajar secara konteks
(learning should have context), 4) pembelajaran
terintegrasi dengan kegiatan sosial masyarakat (schools
should be integrated with society).
Bernie Trilling & Charles Fadel dalam buku 21st
Century Skills: Learning for Life in Our Times
menerangkan bahwa saat pendidikan mengadaptasi metode
pembelajaran untuk memenuhi tuntutan abad ke-21,
sekolah, distrik, negara bagian, daerah, pendidikan dan
kementerian di seluruh dunia mengubah praktik mereka ke
arah keseimbangan baru. Kami menghadapi tuntutan dari
ekonomi pengetahuan global baru; dari gabungan kekuatan
kerja pengetahuan, perangkat digital, dan gaya hidup; dari
penelitian pembelajaran modern; dan dari kebutuhan akan
keterampilan yang paling dibutuhkan di zaman kita:
pemecahan masalah, menjadi kreatif dan inovatif,
berkomunikasi, berkolaborasi, bersikap fleksibel, dan
sebagainya. Maka orientasi pembelajaran di abad 21 tidak
lagi menggunakan gaya klasik satu arah dan sesuai untuk
semua (direct instruction and one-size-fits-all) melainkan
menyesuaikan tuntutan ke arah keseimbangan baru, yaitu
sebagai berikut:
1. pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru (teacher-
directed) melainkan berpusat pada peserta didik
(learner-centered),
2. pembelajaran tidak lagi monoton satu arah secara
langsung (direct instruction) melainkan sudah bersifat
interaktif (interactive exchange),
3. pembelajaran tidak lagi berorientasi pada pemenuhan
pengetahuan dan kemampuan dasar (knowledge and
basic skills) melainkan pengasahan pada keterampilan
terapan (applied skills)

140
4. pembelajaran tidak lagi berbicara persoalan fakta dan
prinsip (facts and principles) melainkan berbicara apa
masalah dan cara menyelesaikan berbagai persoalan
(questions and problems)
5. pembelajaran tidak lagi melulu tentang teori dan
kurikulum (theory and curriculum) melainkan berbasis
praktik dan proyek (practice and projects)
6. pembelajaran tidak lagi bersifat sesuai untuk semua
(one-size-fits-all) melainkan dipersonalisasi sesuai
kebutuhan (personalized)
7. pembelajaran tidak lagi menggunakan sistem
kompetitif atau perangkingan (competitive) melainkan
bersifat kolaboratif (colaborative)
8. pembelajaran tidak lagi berbasis teks (text-based)
melainkan berbasis web (webbased)
9. evaluasi pembelajaran tidak lagi menggunakan tes
sumatif (summative tests) melainkan menggunakan
evaluasi formatif (formative evaluations)
10. pembelajaran tidak lagi menggunakan prinsip belajar
untuk sekolah (learning fo school) melainkan belajar
untuk hidup (learning for life).

Selain itu, PBB memberikan defenisi terkait


pendidikan abad 21 yaitu membangun masyarakat
berpengetahuan (knowledge based-society) yang memiliki:
1. keterampilan melek TIK dan media (ICT and media
litercy skills),
2. keterampilan berpikir kritis (critical thinking),
3. keterampilan memecahkan berbagai persoalan
(problem-solving skills), dan
4. keterampilan berkolaborasi (collaborative skills).

141
4. Kebutuhan dan Peran Pengajar di Abad 21 (Post
Method Era)
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, orientasi
pembelajaran di abad ke-21 tidak lagi mengadopsi gaya
klasik yang bersifat satu arah dan bersifat umum (direct
instruction and one-size-fits-all), melainkan menyesuaikan
diri dengan tuntutan menuju keseimbangan baru, termasuk
pemberdayaan keterampilan terapan. Oleh karena itu, peran
guru dalam pembelajaran bahasa sangat dipengaruhi oleh
tingkat penguasaan guru terhadap berbagai kompetensi,
seperti kompetensi profesional, pedagogik, sosial, dan
personal (kepribadian). Hasil penelitian Jill Murray dalam
Wahab menunjukkan bahwa pembelajaran bahasa berbasis
kompetensi dapat diperankan oleh guru dengan menguasai
tujuh elemen penting kompetensi, yaitu:
1. memahami isi materi ajar dan mengetahui bagaimana
mengajarkan konten itu kepada siswa,
2. memahami siswa-siswi mereka dan mengetahui
bagaimana mereka belajar,
3. merencanakan, menilai, dan melaporkan pembelajaran
yang efektif,
4. berkomunikasi secara efektif dengan siswa,
5. berkreasi dan menjaga kenyamanan dan lingkungan
belajar yang menantang melalui pendayagunaan
keterampilan memanaj kelas,
6. meningkatkan profesionalitas dan praktikabilitas secara
terus-menerus,
7. menjadi anggota asosiasi profesi dan terlibat secara aktif
dalam komunitas yang lebih luas.
Dengan tujuh elemen kompetensi tersebut, peran
guru bahasa tidak hanya sekadar menjadi agen transfer of
knowledge, melainkan sebagai pengembang lingkungan
berbahasa, peneliti, dan aktivis dalam komunitas atau
asosiosi profesi bidang ilmu yang ditekuninya, sehingga

142
selalu mengikuti perkembangan ilmu dan memutakhirkan
isu-isu kebahasaaraban yang digelutinya.
Hal yang tak kalah signifikan di era abad ke-21, yang
juga dikenal sebagai era digital, adalah keharusan bagi seorang
pengajar untuk memiliki pemahaman teknologi informasi (IT)
dan kemampuan menggunakan perangkat seperti komputer atau
laptop, baik yang berbasis sistem operasi Windows maupun
Android. Karena salah satu ciri dan pendekatan pembelajaran
yang diterapkan pada masa ini tidak lagi berfokus pada teks
tetapi lebih berorientasi pada platform web. Contoh laman yang
direkomendasikan oleh kemendikbud dalam Mabruri &
Hamzah, sebagai berikut:
1. rumah belajar (https://belajar.kemendikbud.go.id),
2. kelas pintar (https://kelaspintar.id),
3. sekolah online ruang guru
(https://ruangguru.onelink.me/blPk/efe72b2e),
4. google suite for education
(https://blog.google/outreachintiatives/education/offline-
access-covid19/),
5. sekolahmu (https://www.sekolah.mu/tanpabatas),
6. zenius (https://zenius.net/belajar-mandiri),
7. quipper school (https://quipper.com/id/school/teachers),
dan
8. microsoft office 365
(https://microsoft.com/id-id/education/products/office)
(Mabruri, Hamzah, 2020, hal. 7).
Selain itu, Ahmad Hazratzad & Mehrnaz
Gheitanchian (2010) dalam hasil penelitiannya
menyimpulkan bahwa untuk dapat menghadapi tantangan
abad ke-21, calon guru atau pendidik bahasa asing
(termasuk bahasa Arab) harus dipersiapkan dengan berbekal
aneka keterampilan dan teknik yang diperlukan agar dapat
memahami perkembangan pendidikan kontemporer dan
meraih pengetahuan linguistik dan kultural yang ekstensif,

143
sehingga rasa percaya diri tinggi dalam memainkan
perannya sebagai guru dalam kelas bahasa yang berorientasi
kepada kompetensi komunikatif. Pembelajaran bahasa asing
khususnya bahasa Arab di era pasca metode (post method)
menghendaki optimalisasi peran guru secara lebih kompleks
dan profesional.

C. Pembelajaran Bahasa arab era digital

Bahasa Arab memiliki posisi penting dalam


perkembangan intelektual dan budaya dunia. Sebagai bahasa
Al-Quran dan fondasi dari banyak karya sastra, bahasa Arab
memiliki daya Tarik yang mendalam bagi para pembelajar di
seluruh dunia. Namun, dalam era globalisasi dan teknologi
digital saat ini, pendidikan bahasa Arab menghadapi berbagai
tantangan dan peluang baru. Perkembangan teknologi digital
telah membawa transformasi signifikan dalam berbagai bidang,
termasuk dalam dunia Pendidikan.

Fenomena ini menciptakan lingkungan pendidikan yang


berbeda, di mana metode pembelajaran dan akses terhadap
informasi mengalami perubahan dramatis. Terlebih lagi,
dampak dari revolusi digital ini tidak hanya terbatas pada
pendidikan umum, tetapi juga mempengaruhi pendidikan
bahasa, termasuk bahasa Arab. Namun, meskipun potensi
teknologi digital untuk meningkatkan pengajaran dan
pembelajaran bahasa Arab sangat menjanjikan, masih ada
kebutuhan untuk menggali lebih dalam tentang bagaimana
pengembangan pendidikan bahasa Arab berlangsung di era
digital ini.
Karenanya, tinjauan literatur sistematik mengenai
kemajuan pendidikan Bahasa Arab dalam era digital menjadi
sangat relevan dan penting. Dalam peninjauan literatur ini,
tujuan kami adalah untuk menyelidiki kemajuan terbaru dalam

144
pendidikan bahasa Arab yang didukung oleh teknologi digital.
Kami akan mengeksplorasi berbagai aspek, termasuk
pengembangan materi pembelajaran berbasis digital, aplikasi
dan platform pendidikan bahasa Arab, efektivitas metode
pembelajaran berbasis teknologi, dan dampaknya pada
keterampilan berbahasa Arab serta motivasi siswa. Selain itu,
kami juga akan mengidentifikasi tantangan yang mungkin
muncul dalam mengadopsi pendekatan ini dan mengusulkan
upaya mitigasi yang mungkin.

Dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang


bagaimana pendidikan bahasa Arab berkembang di era digital,
diharapkan kita dapat merumuskan strategi yang lebih efektif
untuk memanfaatkan teknologi dalam upaya meningkatkan
kualitas pembelajaran bahasa Arab. Selain itu, penelitian ini
dapat memberikan panduan berharga bagi institusi pendidikan,
guru, dan pengambil kebijakan dalam menghadapi tantangan
dan peluang dalam mendukung pengajaran dan pembelajaran
bahasa Arab di era digital yang terus berubah.

1. Pengembangan Materi Pembelajaran Berbasis Digital


Pengembangan bahan ajar berbasis digital menjadi
aspek penting dalam meningkatkan perkembangan
pendidikan bahasa Arab di era digital. Dengan
memanfaatkan teknologi, materi pembelajaran dapat
disajikan dengan cara yang lebih menarik dan interaktif,
membuka kesempatan bagi siswa untuk lebih terlibat dan
aktif dalam proses pembelajaran. Berbagai elemen
multimedia, seperti gambar, audio, dan video, dapat
digunakan untuk meningkatkan pengalaman belajar.
Konten pembelajaran dapat diakses secara fleksibel
melalui platform daring, buku digital, atau aplikasi
pembelajaran khusus bahasa Arab. Pengembangan materi
pembelajaran berbasis digital juga memungkinkan adanya

145
personalisasi pembelajaran, di mana siswa dapat mengikuti
jalur belajar sesuai dengan kecepatan dan gaya belajar
masing-masing.

2. Aplikasi dan Platform Pendidikan Bahasa Arab


Aplikasi dan platform pendidikan bahasa Arab
memiliki peran signifikan dalam memudahkan pengajaran
dan pembelajaran bahasa Arab di era digital. Beragam
aplikasi dan platform telah dibuat khusus untuk
mendukung proses belajar bahasa Arab, termasuk aplikasi
untuk memperluas kosakata, platform untuk latihan
berbicara, dan aplikasi yang membantu pemahaman tata
bahasa. Keberadaan platform ini memungkinkan siswa
untuk berlatih mandiri, memperkuat keterampilan bahasa
Arab mereka di luar lingkungan sekolah. Namun, penting
untuk memastikan bahwa aplikasi dan platform ini
dirancang dengan baik dan memiliki konten yang akurat
dan relevan.

3. Keunggulan dan Tantangan Pengajaran Bahasa Arab


di Era Digital
Pengajaran bahasa Arab dalam era digital
membawa manfaat dan hambatan unik. Salah satu
keunggulan utamanya adalah keterjangkauan global
terhadap materi pembelajaran, memungkinkan siswa dari
berbagai negara dapat mengakses sumber daya bahasa
Arab tanpa terbatas oleh lokasi geografis. Pengajaran
berbasis teknologi juga dapat meningkatkan minat dan
motivasi siswa dalam belajar bahasa Arab melalui
pendekatan yang lebih interaktif dan menarik. Namun, ada
pula tantangan yang harus diatasi, seperti ketersediaan
infrastruktur teknologi yang tidak merata, kekhawatiran
terkait keamanan data, dan perlunya pelatihan bagi guru

146
agar mampu mengintegrasikan teknologi secara efektif
dalam pengajaran.

4. Efektivitas Metode Pembelajaran Berbasis Teknologi


dalam Pendidikan Bahasa Arab
Efektivitas teknologi dalam metode pembelajaran
bahasa Arab menjadi perhatian utama dalam konteks ini.
Studi telah mengindikasikan bahwa penerapan metode
pembelajaran berbasis teknologi dapat meningkatkan
partisipasi siswa dan mempermudah pemahaman materi.
Pemanfaatan alat interaktif seperti kuis online, latihan tata
bahasa dalam bentuk permainan, dan simulasi komunikasi
dalam bahasa Arab dapat mempercepat proses
pembelajaran. Namun, penting untuk melakukan penilaian
terhadap efektivitas metode ini dengan mengukur
peningkatan kemampuan bahasa Arab siswa secara
kuantitatif dan kualitatif. Selain itu, penting juga untuk
mempertimbangkan apakah metode ini cocok dengan
tujuan pembelajaran dan karakteristik siswa di tingkat
sekolah dasar. Perkembangan Pendidikan Bahasa Arab di
Era Digital.

5. Pembelajaran Interaktif dan Kolaboratif


Penggunaan teknologi telah membuka peluang
untuk menerapkan pendekatan pembelajaran bahasa Arab
yang lebih interaktif dan bersifat kolaboratif. Melalui
platform daring, konferensi video, dan alat komunikasi
lainnya, siswa dapat berpartisipasi langsung dalam
interaksi dengan guru dan teman-teman mereka, baik
dalam konteks kelas maupun secara virtual. Dengan
melibatkan diri dalam diskusi daring, proyek kolaboratif,
dan kegiatan berbasis permainan, siswa dapat mengasah
keterampilan berbicara dan mendengarkan dalam bahasa
Arab dengan cara yang lebih autentik. Pembelajaran

147
interaktif dan kolaboratif juga mempromosikan partisipasi
aktif siswa, mengajarkan mereka untuk berkomunikasi
dalam bahasa target secara lebih efektif dan nyaman.

6. Pengembangan Keterampilan Mendengar, Berbicara,


Membaca, dan Menulis (MBBM)
Teknologi telah berperan penting dalam
meningkatkan kemampuan mendengar, berbicara,
membaca, dan menulis (MBBM) dalam bahasa Arab
secara menyeluruh. Aplikasi audio dan video
memungkinkan siswa untuk lebih akurat mendengarkan
dan memahami aksen serta intonasi bahasa Arab. Selain
itu, platform pembelajaran yang berfokus pada teks dapat
membantu siswa melatih keterampilan membaca dan
menulis dengan menyediakan materi bacaan dan latihan
penulisan. Dengan memanfaatkan alat-alat ini, siswa dapat
mengalami lingkungan pembelajaran yang lebih mirip
dengan penggunaan bahasa Arab dalam kehidupan sehari-
hari, yang pada akhirnya meningkatkan kemampuan
mereka untuk berkomunikasi dengan percaya diri dan
mahir.

7. Personalisasi Pembelajaran dengan Teknologi


Penyesuaian pembelajaran adalah salah satu
keuntungan utama penggunaan teknologi dalam
pembelajaran bahasa Arab. Dengan melakukan
pengumpulan data dan analisis yang teliti, teknologi dapat
membantu mengenali kebutuhan dan kelemahan khusus
dari masing-masing siswa. Dengan informasi ini, guru
dapat merancang rencana pembelajaran yang sesuai dengan
tingkat kemampuan dan gaya belajar masing-masing siswa.
Aplikasi pembelajaran dapat menyesuaikan konten dan
tingkat kesulitan, memberikan umpan balik yang tepat
waktu, dan menawarkan sumber daya tambahan sesuai

148
kebutuhan siswa. Personalisasi ini memaksimalkan
efisiensi dan efektivitas pembelajaran, memungkinkan
setiap siswa untuk berkembang sesuai potensinya.

Kemajuan keterampilan bahasa Arab melalui


pemanfaatan teknologi telah memberikan dampak positif
dalam berbagai aspek pembelajaran. Pendekatan
pembelajaran yang interaktif dan kolaboratif memudahkan
terbentuknya interaksi sosial dan komunikasi yang lebih
efektif dalam bahasa Arab. Pengembangan keterampilan
MBBM melalui alat-alat digital membantu siswa menjadi
lebih mendalam dalam pemahaman dan penggunaan
bahasa Arab dalam konteks yang beragam. Personalisasi
pembelajaran dengan teknologi mendorong kemajuan
siswa sesuai dengan kebutuhan individual mereka,
memastikan hasil pembelajaran yang optimal. Dengan
demikian, integrasi teknologi dalam pendidikan Bahasa
Arab diharapkan dapat memberikan pengalaman
pembelajaran yang lebih kaya, relevan, dan responsif bagi
siswa.

teknologi efektif dalam meningkatkan keterampilan


bahasa Arab siswa dengan penilaian hati-hati.
Pembelajaran interaktif, keterampilan mendengar,
berbicara, membaca, dan menulis, serta personalisasi
pembelajaran dengan teknologi, memperkaya pengalaman
belajar siswa, menciptakan potensi baru untuk
pengembangan keterampilan bahasa Arab. Dengan
pendekatan yang cermat, teknologi akan terus membentuk
dan meningkatkan pendidikan bahasa Arab di era digital.

149
PENUTUP

150
DAFTAR PUSTAKA

Subyakto Nababan, Metodologi pengajaran Bahasa,


GRAMEDIA PUSTAKA, 1993
Al-‘Ushaily Ibrahim, tara’iq at-tadris al-lughah al-‘arabiyyah li
an-nathiqin bil lughatil akhar ( jami’ah ummul qura) 2002
Bangsawan Tolere, A., Yusuf Iskandarsyah, M., Kunci, K., &
Pembelajaran, S. (2023).
Sugiyono. (2022). Metode Penelitian Kualitatif (Sofia
Yustiyani Suryandari, Ed.; ke 5). Alfabeta
Strategi Pemanfaatan Media dalam Pembelajaran Bahasa Arab
Di Era Digital 4.0. Mujaddid: Jurnal Penelitian Dan
Pengkajian Islam, 1(1), 36–45.
Literasi Digital: Plus dan Minus dalam Pembelajaran Bahasa
Arab di Era Milenial. Talenta Conference Series: Local
Wisdom, Social, and Arts (LWSA), 5(2), 203–207.
E-Learning Pembelajaran Bahasa Arab - Moh. Fery Fauzi, Irma
Anindiati - Google Books. (n.d.). Retrieved August 11,
2023
Haq, S., & Haq, S. (2023a). Pembelajaran Bahasa Arab di Era
Digital: Problematika dan Solusi dalam Pengembangan
Media. MUKADIMAH: Jurnal Pendidikan, Sejarah, Dan
Ilmu-Ilmu Sosial, 7(1),211–222.
Muis, M. (2020). Bahasa Arab di Era Digital: Eksistensi dan
Implikasi Terhadap Penguatan
Ekonomi Keumatan. Al-Fathin: Jurnal Bahasa Dan Sastra
Arab, 3(01), 60–70.
Norkhafifah, S., Nur, S., Amuntai, S., & Selatan, K. (2022).
DESAIN PEMBELAJARAN BAHASA ARAB
BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DI ERA NEW
NORMAL. Al
Mi’yar: Jurnal Ilmiah Pembelajaran Bahasa Arab Dan
Kebahasaaraban, 5(1), 53–72.

151
Ritonga, M., Nazir, A., & Wahyuni, S. (2016).
PEMBELAJARAN BAHASA ARAB BERBASIS
TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DI
KOTA PADANG. Arabiyat : Jurnal Pendidikan Bahasa
Arab Dan Kebahasaaraban, 3(1), 1–12.
Roisyah, N., Inayati, N. L., & Saifudin, S. (2021).
EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN BAHASA ARAB
MASA PANDEMI PADA MAHASISWA PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA.
Tajdida: Jurnal Pemikiran Dan Gerakan Muhammadiyah,
19(1), 42–56.
Sodik, A. J., Rosyid, M. Kholilur., Nurlaila, Nurlaila.,
Wargadinata, Wildana., & Syukran, S. (2023).
DIGITIZATION OF TEACHING QAWÂID
‘ARABIYYAH AT UIN FATMAWATI SUKARNO
BENGKULU / DIGITALISASI PEMBELAJARAN
QAWÂID ‘ARABIYYAH DI UIN FATMAWATI
SUKARNO BENGKULU. Lughawiyah: Journal of Arabic
Education and Linguistics, 5(1), 83–98.
Abd. Rauf Shadry, Nilai Pengajaran Bahasa Arab dan Sejarah
Perkembangannya, Cet. I; Bandung: Bina Cipta, 1980.
Lutfi Abbas, Linguistik Bahasa Indonesia (Cet. I; Bandung:
Universitas Padjajaran, 1967)
Jurjiy Zaidan, Al-Falsafat al-Lugawiyah (Cet. II; Beir-t: D±r al-
J³l, 1987)

Chatibul Umam et.el. Pedoman Pengajaran Bahasa Arab Pada


Perguruan Tinggi Agama IAIN, Jakarta Proyek
Pengembangan Sistem Pendidikan Agama RI, 1975.

Bambang Yudi Cahyono, Kristal-Kristal Ilmu Bahasa, Cet. I;


Surabaya: Airlangga University Press, 1995.

152
Ali Abd. Wahid Wafiy, Ilmu al-Lugah, Cet. V; Mishra: Lajnah
al-Bayaan al-‘Arabiy, 1962.

Karl Broklaman, Tarikh al-Adab al-Arabiy, jilid I, Cet. IV; al-


Qahirah Dar al-Ma’arif, t.th.

Muhammad Suyuti Suhaib, Kajian Puisi Arab Pra Islam, Cet. I;


Jakarta: Al-Qushwa, 1990.

Erwin Suryaningrat, Bahasa Semit Sebagai Akar Sejarah


Bahasa Arab, At-Ta’lim, Vol. 17 No. 1 Januari 2018

Hula, ibnu rawandhy n. Genealogi ortografi arab (sebuah


tinjauan historis : asal usul, rumpun bahasa, dan
rekaman inkripsi), jurnal al jamiy: jurnal bahasa dan
sastra arab, vol. 9 no. 1, juni 2020, 16-46

Ni’mah, umi nurun. Ortografi dan problematikanya, adabiyat,


vol. 9 no. 1, juni 2012, 144-165

Fitriyani, laily. Seni kaligrafi : peran dan kontribusinya


terhadap peradaban Islam, el harakah jurnal budaya
islam,

Tamrin, dinamika tulisan, al munir jurnal ilmu Qur’an dan


tafsir, vol. 2 no. 2 Desember 2020, 2-12

Ishak, Ifan Maulana (2022) SEJARAH KALIGRAFI ARAB


TURKI UTSMANI PADA MASA SULTAN
MUHAMMAD AL-FATIH (1451-
1481M). Undergraduate thesis, UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER.

Zuhri, alan. (2017) Perkembangan;kaligrafi Arab;awal


Islam;dan Kodifikasi al-Qur’an,

153
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/
34475
Asep Ahmad hidayat, filsafat bahasa (PT Remaja
rosydakarya:Bandung) cet ke3 2014.
Acep herman,metodologi pembelajaran bahasa arab.
(PT.Remaja rosydakarya: bandung) cet ke3,2013.
Sahkholid Nasution,penganter linguistik bahasa arab
(Sidoarjo :CV. LISAN ARABI) Cet I, Februari 2017.
Alfat Qof dkk,Modul fiqh lughah dan ilmu lughah (Direktorat
jenderal pendidikan islam kementerian agama republik
indonesia) Cetakan I, Agustus 2019.
Sahkholid Nasution,penganter linguistik bahasa arab
(Sidoarjo :CV. LISAN ARABI) Cetakan I, Februari
2017.
Subhi Sâleh, Dirasât fî Fiqh al-Lugah, (Beirût: Dâr al-‘Ilmi li
Al-Malayin, 1970 M/1370 H), cet. ke-4.
Zainal Muttaqin, fiqh lughah dan pengembangan mufradat.
( Perpustakaan Nasional RI: 2023) Cet. Pertama, Maret
2023.
Ahmad Royani dan Erta Mahyudin, kajian linguistik bahasa
arab.( publica institute Jakarta,2020) Cet. 1.
Amrah Kasim, Bahasa Arab di Tengah-Tengah Bahasa Dunia
( Kota Kembang: Yogyakarta, 2009), cet pertama.
Ghazy Mukhtar, Fii Ilmi al-Lughah (Damaskus: Dar Thalas, t.
th), Cet. Ke 2.
Mukhtar Baisuni Al-Fisyawi, Al-lughatul ‘Arabiyyah
Bidayatan wa Nihayatan; Qiraatan Fi Kutubi AtTarikh,
(Al-Azhar Al-Sharif: Islamic Research Academy
General Department, 2002).
Yusuf Alhamadi, Asalibut At-Tadris At-Tarbiyyah Al-
Islamiyyah, (Riyadh: Daarul Marikh Linnasyri, 1987).
Dariyadi, Moch Wahib. "Pembelajaran bahasa Arab di era
digital 4.0." Prosiding Konferensi Nasional Bahasa
Arab 5.5 (2019): 448-462.

154
Jamil, Husnaini, and Nur Agung. "Tantangan Pembelajaran
Bahasa Arab Di Era Society 5.0: Analisis Pembelajaran
Bahasa Arab Berbasis Aplikasi Interaktif." Alibbaa':
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab 3.1 (2022): 38-51.
Mahmudi, Ihwan, Didin Ahmad Manca, and Amir Reza
Kusuma. "Literatur Review: Pendidikan Bahasa Arab
Di Era Digital." Jurnal Multidisiplin Madani 2.2
(2022): 611-624.
Muhammad, Mahdir, and Cahya Edi Setyawan. "Peran Bahasa
Arab dalam Menghadapi Paradigma Pendidikan Di
Indonesia Era Society 5.0." Ihtimam: Jurnal Pendidikan
Bahasa Arab 4.2 (2021): 183-193.
Muis, Muhsin. "Bahasa Arab Di Era Digital: Eksistensi Dan
Implikasi Terhadap Penguatan Ekonomi Keumatan." Al-
Fathin: Jurnal Bahasa dan Sastra Arab 3.01 (2020):
60-70.
Setyawan, Cahya Edi, and Khairul Anwar. "Peran Bahasa Arab
Dalam Pendidikan Islam Sebagai Urgensitas
Menghadapi Revolusi Industri 4.0." Lahjah Arabiyah:
Jurnal Bahasa Arab Dan Pendidikan Bahasa Arab 1.1
(2020): 11-19.
Syagif, Ahmad. "Paradigma Pembelajaran Bahasa Arab Di Era
Society 5.0." FiTUA: Jurnal Studi Islam 3.2 (2022):
134-144.
Kamaal Abd al-Baqi Lasyin, dkk.,Diraasaat fil Adabil Jahiliy,
Kairo : Darul Kutub wal Watsa’iq al-Qaumiyah, 1995
Nazri Syakur, Revolusi Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab,
Yogyakarta: Bintang Pustaka Abadi, 2010.
Muhsin Muis, Bahasa Arab Di Era Digital: Eksistensi Dan
Implikasi Terhadap Penguatan Ekonomi
Keumatan .Jurnal Al-Fathin Vol. 3,Edisi 1 Januari-Juni
2020.

155
Nasir, Amin. Bahasa Arab Era Klasik dan Modern (Tinjauan
Pembelajaran Teoritis), Arabiya Vol. 6 No.1 Januari -
Juni 2014
Ubaid Ridha, “Bahasa Arab dalam Pusaran Arus Globalisasi”,
Ihya‘ul ‘Arabiyyah, 2, Juli_Desember 2015.
Absi, Abu S. “The Modernization of Arabic: Problems and
Prospects”, Anthropological Linguistics, Vol.28, No. 3,
1986, Published By: The Trustees of Indiana University
on Behalf of Anthropological Linguistics, Stable URL:
http://www.Jstor.Org/Stable/30027961 Accessed: 05
022016 08:16 UTC.
Pateda, Mansoer. Linguistik Sebuah Pengantar. Bandung:
Angkasa Bandung, 2015.
Hitachi-UTokyo Laboratory, Society 5.0 A People-centric
Super-smart Society, Singapore: Springer, 2020.
Balamurugan Muthuraman, Education Tools and Technologies
in the Digital Age for Society 5.0 in Digitalization of
Higher Education using Cloud Computing Implications,
Risk, and Challenges, Florida: CRC Press, 2022.
Abdul Wahab, Muhbib. Formulasi Konsep Tenses dalam
Bahasa Arab Kontemporer (Analisis Linguistik
terhadap Pemikiran Tammam Hassân)
Abdus Shabur Syahin, Ilmu al-Lughah al- ‘Am, (Bairut:
Muassasah ar-Risalah, 1993),
Ubaid Ridla, “Bahasa Arab dalam Pusaran Arus Globalisasi”,
Ihya al-‘Arabiyah, 2, (Juli Desember 2015),
Said Bengrad, Fatawa Kubbaru al-Kuttab wa al-Adibba’,
(Qatar: Wizarah ats-Tsaqagah wa al-Funun wa at-
Turats, 2013),
Abd Aziz, Yuan Martina Dinata, Bahassa Arab Klasik Dan
Modern: Kontinuitas dan Perubahan, Jurnal Mumtäz
Vol. 3 No. 1, Tahun 2019.

156
Muhbib Abdul Wahab, Epistemologi dan Metodologi
Pembelajaran Bahasa Arab, (Jakarta: UIN Press, 2008),

Muhsin Muis, Bahasa Arab Di Era Digital: Eksistensi Dan


Aplikasi Terhadap Penguatan Ekonomi Keumatan,
Artikel Ilmiah, Institut Agama Islam Negeri Madura.
Latifah Salim, Peranan Bahassa Arab Terhadap Ilmu
Pengetahuan, Jurnal Adabiyah, volume, 15 Nomor, 2
2015.

Mahdir Muhammad,Cahya Edi Setyawan, Peran Bahasa Arab


dalam Menghadapi Paradigma Pendidikan Di Indonesia
Era Society 5.0, Ihtimam: Jurnal Pendidikan Bahasa
Arab- Volume 04, Nomor 2, Desember 2021

Yuangga Kurnia Yahya, Usaha Bahasa Arab Dalam


Menghadapi Era Globalisasi, Proseding Konfrensi
Bahasa Arab III, Malang, 7 Oktober 2017,

Khalifah, Abdul Karim. 2003. al-Lughah al-‘Arabiyyah ‘ala


madariji’l Qarni’l Wahid wa’l ‘Isyrin. Amman: Daar al-
Gharb al-Islamy
Abd, Rauf Shadry, Nilai Pengajaran Bahasa Arab dan Sejarah
Perkembangannya, cetakan.1; Bandung: Bina Cipta,
1980
Daud, Muhammad Muhammad. 2001. Al-'Arabiah wa 'Ilm al-
Lughah al-Hadits. Kairo: Dārun Garīb.
Hasan, Tamām. 1972. al-Ushūl Dirāsah Istīmūlūjiyyah li al-Fikr al- 'Arabi
'Ind al-'Arab, al-Nahw, Fiqh al-Lughah, al-Balāghah.
Ma'lūf, Louis. 2002. Al-Munjid fi al-Lughah wa al-'Alām. Cetakan ke-39.
Beirut: Dār al-Masyriq.
Wāfī, 'Āli Abd al-Wāhid. 1945. Fiqh al-Lughah. Kairo: Dār al- Nahdhah
Mishr.
Ahmad Izzan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab,
( Bandung: HUMANIORA, 2015)

157
Basriadi As-Sasaky, Ekonomi keumatan vs ekonomi
kerakyatan, (https://www.kompasiana.com), diakses:
19-03-2021.
damsat, sosiologi ekonomi (Jakarta: rajagrafindo persada,
2002)
Muhammad Utsman Syabir, Pengobatan Alternatif Dalam
Islam, (Jakarta: Grafindo, 2005)
Jamal Ma’mur Asmani, Fiqh Sosial: Kiai Sahal Mahfudh
(Surabaya: Khalista, 2007)
Abu Husain Muslim bin Hajjaj bin Muslim al-Qusyairiy al-
Naisaburi, Shahih Muslim (Berut: Dar al-Afaq al-
Jadidah, t.th.)
Jamal Ma’mur Asmani, Fiqh Sosial: Kiai Sahal Mahfudh
(Surabaya: Khalista, 2007)
M. Sanusi, Terapi Kesehatan Warisan Islam Klasik,
(Yogyakarta: Najah, 2012)
Gama Komandoko, Sehat dan Bugar Cara Rasulullah saw.
(Yogyakarta: Citra Pustaka, 2010)
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Zadul Ma’ad, (Jakarta: Pustakan Al-
Kautsar, 2008)
Jalaluddin al-Suyuti, Al-Qur’an al-Syafi, diterjemahkan oleh
Achmad Sunarto dengan judul Al_Qur’an sebagai
Penyembuh (Semarang: CV. Surya Angkasa, 1995)
Pantu, Ayuba. "Pengaruh Bahasa Arab Terhadap
Perkembangan Bahasa Indonesia." ULUL ALBAB
Jurnal Studi Islam 15.1 (2014)
Tajudin Nur, ‘Sumbangan Bahasa Arab Terhadap Bahasa
Indonesia’, Humaniora, 26.2 (2014)
Sauri, Sofyan. "Sejarah Perkembangan Bahasa Arab dan
Lembaga Islam di Indonesia." INSANCITA 5.1 (2020)
Salim, Latifah. "Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan
Bahasa Arab." Diwan: Jurnal Bahasa Dan Sastra Arab,
3.1 (2017)

158
Zainuri, Muhammad. "Perkembangan Bahasa Arab di
Indonesia." Tarling: Journal of Language Education 2.2
(2019)
Akhiril Pane, ‘Urgensi Bahasa Arab; Bahasa Arab Sebagai Alat
Komunikasi Agama Islam’, Komunikologi, 2.1 (2018)
Asna Andriani, ‘Urgensi Pembelajaran Bahasa Arab Dalam
Pendidikan Islam’, Ta’allum: Jurnal Pendidikan Islam,
3.1 (2015)
Yayat Hidayat, ‘Teori Perolehan Dan Perkembangan Bahasa
Untuk Jurusan Pendidikan Bahasa Arab’, Maharat:
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab, 1.1 (2018)

159

Anda mungkin juga menyukai