Anda di halaman 1dari 3

Nama : Dona Utami

NPM : B1A02122
Kelas : E
Mata Kuliah : Metode Penulisan Hukum
Dosen Pengampuh : Nurhani Fitoah, S.H.,M.H & Helda Rahmasari, S.H.,M.H

Pelanggaran HAM terhadap anak di bawah umur

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA MEMPEKERJAKAN


ANAK DI BAWAH UMUR

Mempunyai pekerjaan adalah hak semua individu, akan tetapi sering kali tenaga kerja yang berkerja
adalah seorangan anak yang bahkan masih berusia dibawah umur. Anak sebagai bagian dari
masyarakat terkadang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya bisa berbenturan dengan aturan
hukum yang mengatur tatanan hidup masyarakat.
Data Organisasi Buruh Internasional atau ILO menunjukkan jumlah pekerja anak di dunia mencapai
sekitar 160 juta jiwa. Dari jumlah itu, 75 persen berada di Afrika, 7 persen di Amerika Latin, dan 18
persen di Asia. Indonesia, Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat sekitar 2,3 juta pekerja anak.
Sulawesi Tenggara menjadi provinsi dengan persentase pekerja anak terbanyak, disusul Sulawesi
Barat, dan Papua.

Hak Asasi Manusia atau biasa yang disebut dengan HAM adalah hak mutlak yang melekat pada
seseorang sejak lahir, baik di lingkungan keluarga, masyarakat atau dimanapun orang tersebut
berada tanpa terkecuali.
Dalam Pasal 68 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menjelaskan tentang Ketenagakerjaan
(Undang-Undang Ketenagakerjaan) menegaskan bahwa ketentuan undang-undang, batas usia
minimal tenaga kerja di Indonesia adalah 18 tahun.
Pengusaha atau perusahaan yang masih mempekerjakan anak yang belum berusia 18 tahun dapat
dikenakan sanksi pidana. Sanksi pidana diatur dalam Pasal 185 ayat (1) dan 187 ayat (1), yaitu pidana
penjara paling singkat 1 sampai 4 tahun, atau denda paling sedikit Rp.100 juta dan paling banyak
Rp.400 juta.
Dalam UUD 1945 dalam pasal 28 B ayat (2) berbunyi: “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
Makna tersirat dari ketentuan ini adalah anak tidak boleh dipekerjakan sebagai pekerja. Anak
merupakan generasi penerus bangsa yang ideal dan diharapkan dapat memainkan peran strategis
dalam menjamin kelangsungan bangsa di masa depan.
Oleh karena itu, perlindungan dan jaminan harus diberikan untuk pemenuhan hak-hak anak dan
perlakuan yang tidak diskriminatif.
Anak harus dapat tumbuh dan berkembang dalam kesehatan yang baik agar dapat mengikuti
pendidikan dan jaminan kesehatan hingga dewasa dan kemudian mempersiapkan diri untuk profesi
pekerja.

Perbincangan sekarang ini dikalangan para pakar hukum dan HAM lebih banyak diletakkan pada
anak sebagai korban daripada anak sebagai pelaku kehajatan. Penekanan anak sebagai korban
adalah sesuatu pemikiran logis karena sudah merupakan keyakinan universal dikalangan masyarakat
bahwa anak merupakan sosok individu yang lemah sejalan dengan perkembangan fisik dan usia
biologis.
Akan tetapi masih banyak saja oknum-oknum yang memanfaatkan anak demi mendapatkan
keuntungan yang banyak.
banyak anak di bawah umur yang bekerja dengan alasan untuk memenuhi kebutuhannya sehari-
hari. Anak-anak bekerja karena kesulitan ekonomi orang tua.
Selain kemiskinan, pendidikan juga menjadi faktor penyebab munculnya pekerja anak.
Rendahnya pendidikan orang tua juga memengaruhi pola pikir anak yang menganggap menghasilkan
uang lebih penting dibandingkan sekolah.
Anak-anak yang berusia di bawah 18 tahun merupakan masa di mana mereka membentuk karakter
yang artinya mereka sangat membutuhkan sebuah pendidikan untuk membentuk karakter.
Anak-anak yang dipaksa bekerja di bawah umur biasanya berasal dari keluarga yang kurang mampu
dan akhirnya terpaksa untuk bekerja atau berasal dari eksploitasi perdagangan anak.
Kasus eksploitasi juga tinggi di Indonesia.
Biasanya mereka memanfaatkan media sosial untuk diiming-iming sejumlah uang kepada anak-anak
di bawah umur. Oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab membawa anak di bawah umur dan
mempekerjakan mereka dengan hasil yang tidak setimpal.
Mereka di paksa untuk bekerja dari pagi hingga malam hari hanya di upah dengan uang yang
bernominal tidak besar atau rendah dan hal yang lebih buruk lagi mereka tidak di upah sama sekali.
Biasanya anak-anak yang menolak untuk disuruh bekerja mereka akan disiksa bahkan yang lebih
parahnya lagi mereka tidak di kasih makan.
Masalah pekerja anak juga merupakan masalah global yang di hadapi oleh semua negara. Di
beberapa negara, mempekerjakan anak di bawah umur merupakan hal yang dianggap tidak pantas.

Contohnya kasus yang terjadi adalah Eksploitasi Anak di Ladang Tembakau


Indonesia merupakan produsen tembakau terbesar kelima di dunia dengan lebih dari 500.000
pertanian tembakau yang tentunya memerlukan tenaga kerja yang banyak.
ILO memperkirakan lebih dari 1,5 juta anak usia 10 tahun sampai 17 tahun bekerja di pertanian
Indonesia. Sebagian besar mulai bekerja sejak usia 12 tahun sepanjang musim tanam.
Human Rights Watch membuat penelitian lapangan di tiga provinsi yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah,
dan Nusa Tenggara Barat. Berdasarkan penelitian, banyak anak mengeluh mual, muntah, dan sakit
kepala. Di samping itu, terjadi keracunan nikotin secara konsisten yang dapat memengaruhi
perkembangan otak anak.

Jadi dari sini kita sudah melihat bahwasannya perlakuan ini melanggar Undang-undang No.13 tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan yang melarang pengusaha mempekerjakan anak dibawah umur.
Dalam Undang-Undang No. 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang 23 tahun 2002
tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa anak mempunyai hak untuk mendapatkan
perlindungan hukum agar dapat tumbuh dengan wajar dan mempunyai masa depan yang baik.
Dan Undang-undang Ketenagakerjaan pasal 68 menegaskan bahwa Pengusaha dilarang
memperkerjakan anak dibawah umur juga, yang berdasarkan ketentuan adalah anak yang usianya
dibawah 18 tahun.

Permasalahannya adalah :
(1) Apakah faktor penyebab anak menjadi korban tindak pidana mempekerjakan anak dibawah umur
di kepolisian ?
(2) Bagaimanakah upaya perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana
mempekerjakan anak dibawah umur ?

Fenomena pekerja anak di Indonesia merupakan masalah serius. Pekerja anak tidak hanya
mengancam kualitas kehidupan si anak saja, tapi juga mengancam hak-hak dan masa depan mereka,
terlebih masa depan bangsa.
Kemiskinan ditengarai menjadi salah satu penyebab munculnya pekerja anak di Indonesia.
Kondisi ekonomi yang tak mapan memaksa orang tua mempekerjakan anak-anak mereka untuk
mencukupi kebutuhan hidup. Tidak sedikit pula anak yang mesti bekerja menghidupi dirinya sendiri
karena ia sudah tidak lagi berhubungan dengan keluarganya.
Bahkan yang memilukan ada juga anak yang dituntut bekerja demi kepentingan orang-orang
tertentu yang hanya ingin mengambil keuntungan materi belaka.
Anehnya banyak ditemui tindakan seperti ini justru dilakukan oleh orang tua atau kerabat dekat
anak tersebut.
Jika dianalisis dari segi hukum pada dasarnya hak setiap orang untuk bekerja dan memperoleh
pengahasilan dijamin oleh konstitusi. Hal ini diatur dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang
menyatakan: Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan”
Pasal ini diperkuat dengan pasal 28 D ayat (2) UUD 1945:
“Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak
dalam hubungan kerja”
Ditinjau dari kata-kata “penghidupan yang layak”, maka timbul pertanyaan, apakah anak-anak layak
untuk bekerja dan menjadi pekerja?
UUD 1945 dalam pasal 28 B ayat (2) menyatakan:
“Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”

Makna yang tersirat dari ketentuan ini adalah anak-anak sebaiknya tidak dijadikan sebagai pekerja.
Anak adalah generasi muda penerus cita-cita bangsa, ia memiliki peran strategis yang diharapkan
dapat menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Oleh karena itu perlu
diberikan upaya perlindungan serta jaminan terhadap pemenuhan hak-hak anak serta perlakuan
tanpa diskriminasi. Anak seharusnya dibiarkan tumbuh berkembang sehat sehingga dapat
memperoleh pendidikan dan jaminan kesehatan yang baik sampai usia dewasa, setelah itu barulah
ia disiapkan menjadi pekerja.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat yuridis sosiologis (empiris). Adapun
hasil penelitian mengenai Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana
Mempekerjakan Anak Dibawah Umur adalah Ancaman bagi pengusaha atau perusahaan yang masih
mempekerjakan anak yang belum berusia 18 tahun adalah pidana penjara paling singkat 1 tahun
dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100 juta dan paling banyak Rp. 400
juta. Sehingga jelas mempekerjakan anak di bawah umur dapat dipidana.

Anda mungkin juga menyukai