Anda di halaman 1dari 20

MENGATASI KORUPSI

Disusun Oleh:

NAMA NIM
Mara Zona Nasution 22486232011
Masdani Siregar 22386232005

Dosen Pengampu:
Ibu Mirna Wanti Ritonga, M.E

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH HASYIM ASY’ARI


PADANGSIDIMPUAN
T.A 2024-2025
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Bismillahirrahmanirrahim
Kami panjatkan Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa,
Tuhan semesta alam yang telah memberikan kepada kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas makalah yang Berjudul “Mengatasi Korupsi” dengan tepat
waktu. Kemudian kami ucapkan terimakasih kepada Dosen Pengampu yaitu Ibu Mirna
Wanti Ritonga, M.E yang telah mengamanahkan tugas makalah ini kepada kami.

Korupsi telah lama menjadi masalah serius yang mengganggu pembangunan,


menghambat pertumbuhan ekonomi, merusak kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintah, dan menghambat kemajuan sosial. Dalam konteks ini, upaya untuk
mengatasi korupsi bukanlah sekadar aspirasi, melainkan sebuah keharusan yang
mendesak. Tulisan ini berusaha untuk menjelajahi berbagai pendekatan dan strategi
dalam menghadapi tantangan korupsi. Dengan memahami akar permasalahan,
mengidentifikasi celah dalam sistem, dan menggali potensi solusi, diharapkan kita
dapat melangkah menuju masyarakat yang lebih bersih, adil, dan berintegritas. Dalam
proses pengembangan tulisan ini, kami menghimpun berbagai gagasan, data, dan
pandangan dari berbagai sumber terpercaya, serta merangkumnya menjadi sebuah
narasi yang bermanfaat dan dapat dijadikan landasan untuk tindakan nyata. Kami
berharap tulisan ini dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang
kompleksitas korupsi, mendorong dialog yang lebih luas, dan menginspirasi tindakan
konkret dalam memerangi korupsi. Tulisan ini tidak akan menjadi nyata tanpa
kontribusi berbagai pihak yang terlibat dalam upaya pemberantasan korupsi. Kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan tulisan ini, dan kami berharap tulisan ini dapat memberikan nilai tambah
bagi pembaca dalam memahami dan mengatasi korupsi.
Semoga tulisan ini dapat menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi kita semua
untuk terus berjuang menuju masyarakat yang lebih adil, transparan, dan berintegritas.
Padangsidimpuan, 20 Mei 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i


DAFTAR ISI .............................................................................................................................ii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1
C. Tujuan Masalah ............................................................................................................... 1
A. Definisi dan Arti Korupsi. Korupsi ................................................................................. 3
B. Dampak Korupsi ............................................................................................................. 5
C. Faktor Penyebab Korupsi ................................................................................................ 9
D. Mengatasi Korupsi ........................................................................................................ 11
BAB III .................................................................................................................................... 16
PENUTUP ............................................................................................................................... 16
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 16
B. Saran ............................................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 17

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Korupsi telah lama menjadi salah satu masalah utama yang menghambat
pembangunan dan kemajuan di berbagai belahan dunia. Dampaknya meluas, merusak
kepercayaan masyarakat terhadap institusi, memperburuk ketimpangan sosial, dan
menghambat pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Di banyak negara, korupsi telah
menyusup ke dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari sektor publik hingga swasta,
dari tingkat lokal hingga internasional. Praktik korupsi merugikan negara dalam skala
yang besar, menyebabkan kerugian triliunan dolar setiap tahunnya, yang seharusnya
dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan layanan
publik yang lainnya. Korupsi juga memperkeruh iklim investasi, menghalangi
pertumbuhan usaha kecil dan menengah, serta menyulitkan upaya pemberantasan
kemiskinan. Di sisi lain, para pelaku korupsi seringkali luput dari hukuman dan terus
memperkaya diri sendiri dengan mengorbankan kepentingan masyarakat. Upaya untuk
mengatasi korupsi memang telah dilakukan di berbagai negara, baik melalui reformasi
hukum, penguatan lembaga antikorupsi, maupun kampanye kesadaran masyarakat.
Namun, tantangan ini tetap kompleks dan seringkali bertahan dalam berbagai bentuk,
termasuk suap, nepotisme, pencucian uang, dan penyelewengan dana publik. Oleh
karena itu, perlu terus dilakukan upaya lintas sektor dan lintas batas untuk mengatasi
korupsi secara komprehensif. Diperlukan langkah-langkah konkret yang melibatkan
partisipasi aktif masyarakat, penguatan tata kelola yang baik, penegakan hukum yang
tegas, serta promosi integritas dan transparansi dalam semua lapisan masyarakat.
Dengan pemahaman mendalam tentang akar permasalahan dan konsekuensi yang
merugikan, kita diharapkan dapat bersama-sama membangun masyarakat yang bersih,
adil, dan berintegritas.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian korupsi?
2. Bagaimana dampak korupsi bagi Masyarakat?
3. Apa saja faktor korupsi?
4. Bagaimana cara mengatasi korupsi?

C. Tujuan Masalah
1. Supaya mengetahui Pengertian korupsi.

1
2. Supaya mengetahui bagaimana dampak korupsi bagi Masyarakat.
3. Supaya mengetahui apa saja faktor korupsi.
4. Supaya mengetahui bagaimana cara mengatasi korupsi.

2
A. Definisi dan Arti Korupsi. Korupsi
korupsi dan Politik Di Indonesia, kita menyebut korupsi dalam satu tarikan
nafas sebagai “KKN” (korupsi, kolusi, nepotisme). “Korupsi” selama ini mengacu
kepada berbagai “tindakan gelap dan tidak sah” (illicit or illegal activities) untuk
mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok. Definisi ini kemudian berkembang
sehingga pengertian korupsi menekankan pada “penyalahgunaan kekuasaan atau
kedudukan publik untuk keuntungan pribadi”. 1

Definisi dan Arti Korupsi. Korupsi telah menjadi masalah bangsa secara
internasional dan penyebab korupsi bisa bermacam-macam, tergantung konteksnya.
Biasanya media sering mempublikasikan kasus korupsi yang berkaitan dengan
kekuasaan dalam pemerintahan. Pada faktanya, korupsi sebenarnya telah terjadi dari
hal paling sederhana sampai hal-hal yang lebih kompleks. Korupsi selalu dikaitkan
dengan politik, ekonomi, kebijakan pemerintahan dalam masalah sosial maupun
internasional, serta pembangunan nasional. Setiap tahun bahkan mungkin setiap bulan,
banyak pejabat pemerintah yang tertangkap karena melakukan tindakan korupsi. 2
Pengertian korupsi dapat ditinjau dalam berbagai macam perspektif. Pada hakekatnya
korupsi dapat terjadi dari segi kehidupan mana pun, tidak hanya pada pemerintahan,
sehingga menimbulkan pengertian korupsi yang bermacammacam. Korupsi adalah
istilah yang berasal dari bahasa Latin corruptio dari kata kerja corrumpere yang
bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok, mencuri, maling,
seiring dengan pendapat Nurdjana menyatakan bahwa korupsi adalah istilah yang
berasal dari bahasa Yunani yaitu “corruptio”, yang berarti perbuatan yang tidak baik,
buruk, curang, dapat disuap, tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, melanggar
norma-norma agama materiil, mental dan hukum.

Menurut kamus Oxford, pengertian korupsi adalah perilaku tidak jujur atau
ilegal, terutama dilakukan orang yang berwenang. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, pengertian korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara
(perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang
lain. Menurut hukum di Indonesia, pengertian korupsi adalah perbuatan melawan

1
Azyumardi Azra, “KORUPSI DALAM PERSPEKTIF GOOD GOVERNANCE” 2 (2002):
Hlm. 32.
2
Dwina Putri, “KORUPSI DAN PRILAKU KORUPTIF,” 2021, Hlm. 51.

3
hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri/orang lain, baik perorangan maupun
korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara/ perekonomian negara. Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Ada 30 delik tindak pidana korupsi yang dikategorikan menjadi 7 jenis. Kerugian
keuangan negara, penyuapan, pemerasan, penggelapan dalam jabatan, kecurangan,
benturan kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa, serta gratifikasi. Dalam arti
yang luas, pengertian korupsi adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan
pribadi. Semua bentuk pemerintah/pemerintahan rentan korupsi dalam praktiknya.
Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan
pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan
korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya.

Selanjutnya penulis mengemukakan pengertian korupsi menurut para ahli,


antara lain menurut Juniadi Suwartojo (1997). Pengertian korupsi adalah tingkah laku
atau tindakan seseorang atau lebih yang melanggar norma-norma yang berlaku dengan
menggunakan dan/ atau menyalahgunakan kekuasaan atau kesempatan melalui proses
pengadaan, penetapan pungutan penerimaan atau pemberian fasilitas atau jasa lainnya
yang dilakukan pada kegiatan penerimaan dan/ atau pengeluaran uang atau kekayaan,
penyimpanan uang atau kekayaan serta dalam perizinan dan/atau jasa lainnya dengan
tujuan keuntungan pribadi atau golongannya sehing langsung atau tidak langsung
merugikan kepentingan dan/atau keuangan negara/masyarakat. Menurut Haryatmokon
Pengertian korupsi adalah upaya menggunakan kemampuan campur tangan karena
posisinya untuk menyalahgunakan informasi, keputusan, pengaruh,uang atau kekayaan
demi kepentingan keuntungan dirinya. Mubyarto berpendapat bahwa pengertian
korupsi adalah suatu masalah politik lebih dari pada ekonomi yang menyentuh
keabsahan atau legitimasi pemerintah di mata generasi muda, kaum elite terdidik dan
para pegawa pada umumnya. Akibat yang akan ditimbulkan dari korupsi ini yakni
berkurangnya dukungan pada pemerintah dari kelompok elite di tingkat provinsi dan
kabupaten.

Menurut Syed Hussein Alatas bahwa korupsi adalah subordinasi kepentingan


umu dibawah kepentingan pribadi yang mencakup pelanggaran norma, tugas dan
kesejahteraan umum, yang diakukan dengan kerahasiaan, penghianatan, penipuan dan
kemasabodohan dengan akibat yang diderita oleh rakyat. Gunnar Myrdal
mengemukakan korupsi adalah suatu masalah dalam pemerintahan karena kebiasaan

4
melakukan penyuapan dan ketidakjujuran membuka jalan membongkar korupsi dan
tindakantindakan penghukuman terhadap pelanggar. Tindakan dalam pemberantasan
korupsi umumnya dijadikan pembenar utama terhadap KUP Militer. Selanjutnya
Robert Klitgaard berpendapat bahwa korupsi adalah suatu tingkah laku yang
menyimpang dari tugas-tugas resmi jabatannya dalam negara, dimana untuk
memperoleh keuntungan status atau uang yang menyangkut diri pribadi atau
perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri, atau dengan melanggar aturan
pelaksanaan yang menyangkut tingkah laku pribadi. S. Hornby mengemukakan korupsi
adalah suatu pemberian atau penawaran dan penerimaah hadian berupa suap, serta
kebusukan atau keburukan. Henry Campbell Black mengemukakan korupsi adalah
suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan
yang tidak sesuai dengan kewajiban resmi dan hak-hak dari pihak lain dan selanjutnya
Jose Veloso Abueva menyatakan korupsi adalah mempergunakan kekayaan negara
(biasanya uang, barang-barang milik negara atau kesempatan) untuk memperkaya diri.
Definisi dan Arti Perilaku Koruptif dalam Masyarakat. Koruptif adalah awal dari
perpuatan korupsi yang Diwali oleh sikap ketidak mampuan untuk berjuang melawan
kezaliman sehingga menimbulkan sikap pasrah terhadap perbuatan yang tidak baik.
Perilaku koruptif Diwali dengan perbuatan sederhana seperti memberi tips, menyontek
dan lain sebagainya. Koruptif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sikap
korupsi yaitu sikap takut berkorban dan menyebabkan mereka mudah ditaklukkan oleh
musuh atau orang lain. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perilaku koruptif
adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan sikap, tindakan, dan pengetahuan
seseorang yang menjebakkan dirinya pada kegiatan korupsi. Dalam peraturan
perundangundangan memang tidak ada rumusan mengenai apa itu perilaku koruptif.
Namun perilaku sehari-hari yang merugikan orang lain diantaranya mencontek,
plagiarisme, berbohong, mencurangi, buang sampah sembarangan, memberi uang
pelican dalam hal pelayanan publik seperti KTP dan SIM, dan lain sebagainya dan
perbuatan tidak tepat waktu.

B. Dampak Korupsi
Membaca konsideran undang-undang nomor 3 tahun 1971, tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi bahwa perbuatan-perbuatan korupsi sangat
merugikan keuangan negara, perekonomian negara dan menghambat pembangunan
nasional. Demikian pula dalam konsideran undang-undang nomor 31 tahun 1999,

5
tentang pemberantasan korupsi bahwa tindak pidana korupsi sangat merugikan
keuangan negara akan menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas
dalam rangka me wujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang-undang Dasar 1945. Dalam konsideran Undang-undang Nomor 20 Tahun
2001, perubahan Undang-undang Nomor 31 tentang Pemberantasan Korupsi, bahwa
tindak pidana
korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara,
tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi
masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai
kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa. Dalam teori kita
melihat dam pak korupsi sangat merusak sistem dan tatanan masyarakat. Drs. Soejono
Karmi, ak, me nyatakan masih terdapat beberapa akibat tindakan korupsi, yaitu:
1. Merusak sistem tatanan masyarakat. Norma-norma masyarakat dirusak oleh
per sekongkolan yang didukung publik.
2. Penderitaan sebagian besar masyarakat balk dalam sektor ekonomi,
administrasi, politik maupun hukum.
3. Kehancuran perekonomian suatu negara yang diakibatkan tindak korupsi
secara langsung atau tidak langsung akan mengakibatkan penderitaan bagi
sebagian besar masyarakat, 3

Korupsi dalam pemerintahan didefinisikan sebagai "penyalahgunaan jabatan


publik untuk keuntungan pribadi". Definisi ini mengarah korupsi terkonsentrasi di
tangan elit yang termasuk kelompok berpenghasilan tinggi. Korupsi juga
mempengaruhi besarnya pengeluaran layanan pemerintah. Pengeluaran pemerintah
akan semakin besar, akibatnya korupsi sangat merugikan bagi masyarakat yang sangat
bergantung pada pemerintah, yaitu masyarakat dari golongan miskin (Wong, 2017).
Korupsi pada pemerintahan dimungkinkan terjadi pada pemerintah dan regim yang
berkuasa menyediakan peluang tersebut, dengan cara mengabaikan institusi pencegah
korupsi ataupun para penguasa terlibat melakukan korupsi. Berbagai jenis korupsi yang
sering terjadi dalam pemerintahan adalah kasus penyuapan, pencurian aset negara dan
penggelapan pajak. Kasus penyuapan terbanyak dilakukan di bidang pengadaan barang
dan jasa. Pengusaha akan memberikan suap kepada pejabat agar mereka mendapatkan

3
Akhmad Faisal Lutfi, Zainuri Zainuri, dan Herman Cahyo Diartho, “Dampak Korupsi
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi: Studi Kasus 4 Negara di ASEAN,” e-Journal Ekonomi Bisnis dan
Akuntansi 7, no. 1 (1 April 2020): Hlm. 10., https://doi.org/10.19184/ejeba.v7i1.16482.

6
kontrak pemerintah. Kasus suap juga terjadi pada proses perijinan, dan kasus hukum
seperti penggelapan pajak, pencurian aset dan pencucian uang. Korupsi juga dapat
memanipulasi pendapatan dan pengeluaran publik. Korupsi akan berdampak buruk bagi
pemerintah dan masyarakat. Dampak korupsi dapat ditinjau dari dua aspek yaitu aspek
ekonomi dan sosial. Dampak ekonomi akibat terjadinya korupsi adalah dengan
meningkatnya nilai investasi. Investasi memerlukan biaya yang besar dengan cara
memanipulasi pengeluaran yang berupa mark up. Nilai investasi yang tinggi juga di
sebabkan adanya kasus penyuapan. Pengusaha akan menyuap pejabat untuk
mendapatkan kontrak, sehingga biaya kontrak akan semakin besar. 4

Akibat adanya kesempatan melakukan korupsi pada investasi maka pemerintah


akan mengalihkan komposisi pengeluaran publik. Pengeluaran publik lebih banyak
digunakan membeli peralatan baru di bandingkan dengan pengeluaran yang diperlukan
untuk fungsi dasar (pendidikan dan kesehatan) karena pada bidang pendidikan dan
kesehatan lebih sedikit peluang untuk mendapatakan komisi. Dari sisi pendapatan
korupsi dapat mengurangi penerimaan pemerintah melalui pajak. karena pembayaran
pajak dapat di kompromikan (Šumah, 2018). Korupsi juga berdampak pada aspek
sosial. Korupsi mengakibatkan pemerintah tidak mampu memberikan investasi publik
yang berkualitas, menyebabkan ekonomi biaya tinggi yang akan menjadi beban bagi
pelaku ekonomi. Kondisi ini berdampak pada mahalnya harga jasa pelayanan publik
seperti biaya pendidikan dan kesehatan ekonomi biaya tinggi juga menyebabkan
timbulnya ketimpangan pendapatan (KPK, 2019). Ketimpangan pendapatan telah
terbukti berbahaya bagi pertumbuhan ekonomi. Jika korupsi meningkatkan
ketimpangan pendapatan, juga akan mengurangi pertumbuhan dan dengan demikian
memperburuk kemiskinan. Korupsi dapat menghambat pemerintah mengurangi
kemiskinan. Kemiskinan yang terjadi dalam masyarakat akan mengakibatkan
meningkatnya angka kiminalitas (Petersen & Schoof, 2015). Dampak sosial lain akibat
terjadinya korupsi adalah berkurangnya kepercayaan publik kepada pemerintah, karena
Korupsi mengganggu praktik tata kelola pemerintahan. Pemerintah mengurangi
penyediaan layanan publik dan mengurangi dana publik yang tersedia untuk

4
Saadah Saadah, Syakieb Arsalan, dan Dini Verdania Latif, “PENGARUH PEMAHAMAN
DAMPAK KORUPSI TERHADAP MINAT MASYARAKAT SEBAGAI CITIZEN CONTROL,”
Behavioral Accounting Journal 2, no. 2 (24 Desember 2019): Hlm. 184.,
https://doi.org/10.33005/baj.v2i2.48.

7
mendukung secara efektif program pertumbuhan ekonomi, dan mengurangi
kemampuan pemerintah untuk membantu warganya khususnya warga yang miskin.

Dampak korupsi dapat sangat merugikan bagi berbagai aspek kehidupan sosial,
ekonomi, dan politik sebuah negara. Berikut adalah beberapa dampak utama dari
korupsi: Kerusakan Institusi dan Kepercayaan Publik: Korupsi menggerus kepercayaan
publik terhadap lembaga-lembaga pemerintah dan sistem politik. Ketika rakyat
kehilangan kepercayaan pada pemerintahannya, stabilitas politik dan sosial dapat
terganggu. Ketidaksetaraan dan Kemiskinan: Korupsi cenderung menguntungkan
kelompok-kelompok yang memiliki kekuasaan dan akses ke sumber daya, sementara
merugikan masyarakat luas, terutama yang lebih miskin. Praktik korupsi dapat
memperkuat ketidaksetaraan sosial dan ekonomi, serta memperburuk tingkat
kemiskinan. Penghambatan Pembangunan Ekonomi: Korupsi menyebabkan alokasi
sumber daya yang tidak efisien, mengurangi investasi baik dari dalam maupun luar
negeri, serta menghalangi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Hal ini dapat
menghambat pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan sektor-sektor
penting lainnya. Ketidakadilan dalam Penegakan Hukum: Korupsi dapat mengganggu
proses peradilan dan penegakan hukum, membuat pelanggar hukum yang kaya atau
berkuasa lolos dari pertanggungjawaban hukum, sementara orang biasa terkena
hukuman yang lebih berat. Ini menciptakan ketidakadilan dalam sistem hukum.
Gangguan terhadap Layanan Publik: Korupsi dapat menyebabkan penyalahgunaan dan
penyelewengan dana publik yang seharusnya digunakan untuk menyediakan layanan
dasar seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan jasa sosial lainnya. Akibatnya,
layanan publik menjadi tidak efisien dan tidak memadai. Kerusakan Lingkungan:
Dalam beberapa kasus, korupsi dapat berdampak negatif pada lingkungan alam,
misalnya melalui pengabaian terhadap regulasi lingkungan, pencemaran, atau
penggusuran lahan secara ilegal demi keuntungan pribadi. Merusak Etika Sosial:
Korupsi merusak nilai-nilai moral dan etika dalam masyarakat dengan mengajarkan
bahwa kecurangan dan penyalahgunaan kekuasaan adalah hal yang dapat diterima. Ini
dapat menciptakan sikap apatis dan cinis terhadap integritas dan kejujuran. Dengan
memahami dampak-dampak ini, penting bagi suatu negara untuk mengambil langkah-
langkah yang tegas untuk memerangi korupsi demi mewujudkan masyarakat yang lebih
adil, makmur, dan berintegritas.

8
C. Faktor Penyebab Korupsi
Penyebab Faktor Korupsi di Indonesia: Perkembangan Terkini

1. Perilaku individu
Jika dilihat dari sudut pandang pelaku korupsi, karena koruptor
melakukan tindakan korupsi dapat berupa dorongan internal dalam bentuk
keinginan atau niat dan melakukannya dengan kesadaran penuh. Seseorang
termotivasi untuk melakukan korupsi, antara lain karena sifat rakus
manusia, gaya hidup konsumtif, kurangnya agama, lemahnya moralitas
dalam menghadapi godaan korupsi, dan kurangnya etika sebagai
pejabat.Menurut UndangUndang No. 20 Tahun 2001 jo UndangUndang No.
31 Tahun 1999 korupsi dilakukan karena dipaksakan karena tidak memiliki
uang untuk memenuhi kehidupan sehingga korupsi menjadi alternatif untuk
memenuhi kebutuhan tersebut.21 Tetapi, sangat irasional jika pejabat negara
tidak memiliki uang karena pada kenyataannya pejabat pemerintah dibayar
oleh negara dengan nilai yang cukup tinggi sekitar puluhan juta rupiah dan
bahkan ratusan juta rupiah setiap bulan. Penyebab sebenarnya adalah
kepuasan dengan gaji, kepuasan gaji didasarkan pada gagasan bahwa
seseorang akan puas dengan gajinya ketika persepsi gaji dan apa yang
mereka anggap tepat.
2. Faktor keluarga
Masalah korupsi biasanya dari keluarga. Biasanya itu terjadi karena
tuntutan isteri atau memang keinginan pribadi yang berlebihan. Hal yang
menjadikan posisi dia duduk sebagai ladang untuk memuaskan kepentingan
pribadi keluarganya. Keluarga harus menjadi benteng tindakan korupsi,
tetapi kadang-kadang penyebab korupsi sebenarnya berasal dari keluarga.
Jadi, keluarga sebenarnya bertanggung jawab atas tindakan korupsi yang
dilakukan oleh suami atau kepala rumah tangga. Karena itu, keluarga
sebenarnya ada di dua sisi, yaitu sisi negatif dan sisi positif. Jika keluarga
adalah pendorong korupsi, keluarga berada di sisi negatif, sedangkan jika
keluarga menjadi benteng tindakan korupsi, keluarga.
3. Pendidikan
Korupsi adalah kejahatan yang dilakukan oleh para intelektual. Pejabat
ratarata yang terjebak dalam kasus korupsi adalah mereka yang

9
berpendidikan tinggi, pendidikan tinggi seharusnya membuat mereka tidak
melakukan korupsi, seperti yang dikatakan Kats dan Hans bahwa peran
akademisi tampaknya masih paradoks. Memang pada kenyataannya para
pelaku tindak pidana korupsi adalah para intelektual yang sebelum
melakukan tindakannya telah melakukan persiapan dan perhitungan yang
cermat sehingga mereka dapat memanipulasi hukum sehingga kejahatan
tersebut tidak terdeteksi.
4. Sikap kerja
Tindakan korupsi juga bisa datang dari sikap bekerja dengan pandangan
bahwa segala sesuatu yang dilakukan harus dapat melahirkan uang.
Biasanya yang ada dalam pikiran mereka sebelum melakukan pekerjaan
adalah apakah mereka akan mendapat untung atau tidak, untung atau rugi
dan sebagainya. Dalam konteks birokrasi, pejabat yang menggunakan
perhitungan ekonomi semacam itu pasti tidak akan menyatukan manfaat.
Sebenarnya yang terjadi adalah bagaimana masingmasing pekerjaan
bertujuan menghasilkan keuntungan sendiri.
5. Hukum dan peraturan
Tindakan korupsi akan dengan mudah muncul karena undang-undang
dan peraturan memiliki kelemahan, yang meliputi sanksi yang terlalu
ringan, penerapan sanksi yang tidak konsisten dan sembarangan, lemahnya
bidang revisi dan evaluasi legislasi. Untuk mengatasi kelemahan ini di
bidang revisi dan evaluasi, pemerintah mendorong para pembuat undang-
undang untuk sebelumnya mengevaluasi efektivitas undang-undang
sebelum undang-undang dibuat. Sikap solidaritas dan kebiasaan memberi
hadiah juga merupakan faktor penyebab korupsi. Dalam birokrasi,
pemberian hadiah bahkan telah dilembaga kan, meskipun pada awalnya itu
tidak dimaksudkan untuk mempengaruhi keputusan. Lembaga eksekutif
seperti bupati/ walikota dan jajarannya dalam melakukan tindak korupsi
tidak melakukannya sendiri, tetapi ada persekongkolan dengan pengusaha
atau kelompok kepentingan lain, seperti dalam menentukan tender
pengembangan wirausaha ini. Walikota, setelah terpilih kemudian mereka
bersama dengan DPRD, bupati/walikota membuat kebijakan yang hanya
mengun-tungkan kolega, keluarga atau kelompok mereka. Kelompok
kepentingan atau pengusaha dengan kemampuan melobi pejabat pemerintah
10
dengan memberikan hadiah hibah, suap, atau berbagai bentuk hadiah yang
memiliki motif korup dengan maksud meluncurkan kegiatan bisnis yang
bertentangan dengan kehendak rakyat. Sehingga terjadinya kasus korupsi
dalam APBD dapat disimpulkan salah satu alasannya adalah lemahnya
aspek legislasi.26 Sementara, menurut teori Ramirez Torres, korupsi adalah
kejahatan perhitungan, bukan hanya keinginan. Seseorang akan melakukan
tindakan korupsi jika hasil korupsi akan lebih tinggi dan lebih besar dari
hukuman yang didapat.
6. Faktor pengawasan
Pengawasan dibagi menjadi dua, yaitu pengawasan internal yang
dilakukan langsung oleh pimpinan dan pengawasan eksternal yang
dilakukan oleh instansi terkait, publik dan media. Pengawasan oleh lembaga
terkait bisa kurang efektif karena ada beberapa faktor, termasuk pengawas
yang tidak profesional, pengawasan yang tumpang tindih di berbagai
lembaga, kurangnya koordinasi antara pengawas, pengawas yang tidak
patuh pada etika hukum atau etika pemerintah. 5

D. Mengatasi Korupsi
Mengatasi korupsi adalah sebuah tantangan kompleks yang memerlukan
pendekatan yang terintegrasi dari berbagai aspek, termasuk hukum, tata kelola,
pendidikan, dan budaya. Berikut adalah beberapa tawaran yang relevan penulis ajukan
untuk mengatasi korupsi: Penguatan Hukum dan Penegakan Hukum: Menguatkan
sistem hukum yang memadai dan efektif dalam menangani kasus korupsi, serta
memastikan penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku korupsi, termasuk pejabat
pemerintah yang terlibat. Transparansi dan Akuntabilitas: Mendorong transparansi
dalam pengelolaan keuangan publik dan proses pengambilan keputusan, serta
memastikan adanya akuntabilitas bagi pejabat publik dalam penggunaan dana publik.
Pendidikan dan Kesadaran Masyarakat: Mengedukasi masyarakat tentang dampak
negatif korupsi dan pentingnya integritas dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga
masyarakat lebih aktif dalam memerangi korupsi dan menolak praktik korupsi.
Penguatan Tata Kelola: Meningkatkan tata kelola baik di sektor publik maupun swasta,
termasuk implementasi prinsip-prinsip good governance seperti transparansi,

5
Ridwan Arifin Oemara Syarief dan Devanda Prastiyo, “Korupsi Kolektif (Korupsi Berjamaah)
di Indonesia: Antara Faktor Penyebab dan Penegakan Hukum” 18, no. 1 (2018): Hlm. 8.

11
partisipasi publik, akuntabilitas, dan responsibilitas. Peran Teknologi: Memanfaatkan
teknologi informasi untuk meningkatkan transparansi, memperkuat pengawasan, dan
mencegah penyelewengan dana publik, misalnya melalui sistem e-procurement dan
aplikasi pelaporan korupsi online. Pemberantasan Gratifikasi: Menerapkan aturan yang
ketat terkait penerimaan hadiah atau gratifikasi bagi pejabat publik, serta
mengembangkan mekanisme yang efektif untuk memantau dan mengawasi perilaku
tersebut. Kerjasama Internasional: Memperkuat kerjasama internasional dalam
pemberantasan korupsi, termasuk pertukaran informasi, pelatihan, dan koordinasi
dalam penegakan hukum lintas batas. Pemberdayaan Lembaga Antikorupsi:
Memperkuat lembaga-lembaga antikorupsi dengan memberikan mandat yang kuat,
sumber daya yang memadai, serta kebebasan dan independensi dalam menjalankan
tugasnya. Promosi Budaya Integritas: Membangun budaya organisasi yang
menekankan pada integritas, etika, dan moralitas dalam setiap lapisan masyarakat,
termasuk di lingkungan kerja dan pendidikan. Dengan pendekatan yang terintegrasi
dari berbagai sub pembahasan tersebut, diharapkan dapat memperkuat upaya dalam
mengatasi korupsi dan menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan berintegritas.
Pancasila sebagai cerminan kepribadian manusia Indonesia sejatinya adalah
nilai ideal yang digariskan secara baik oleh pendiri bangsa. Ketika merumuskan
Pancasila, terdapat perdebatan yang mengarah kepada bagaimana model terbaik
manusia Indonesia di masa mendatang. Melalui diskusi intensif dan perdebatan
intelektualitas, lahir konsepsi Pancasila yang agung dan memiliki cita-cita luhur. Untuk
itu, segala bentuk penyimpangan dalam masyarakat Indonesia selayaknya dapat
dikembalikan kepada lemahnya pemahaman dan pengalaman masyarakat Indonesia
atas Pancasila. Manusia Indonesia yang berjiwa Pancasilais pasti menentang dan
menolak keras perilaku koruptif. Sebab sudah hadir dalam dirinya kesadaran bahwa
korupsi merupakan perbuatan yang melanggar hak orang lain. Padahal setiap warga
negara berhak mendapat kesempatan yang sama untuk hidup sejahtera, adil dan
makmur sebagaimana amanat pendiri bangsa. Ketika ada seorang manusia Indonesia
melakukan korupsi, maka dirinya sudah merugikan hak yang seharusnya diperoleh
setiap warga negara tersebut. Seorang yang berjiwa Pancasila juga menyadari Indonesia
adalah negara hukum (pasal 1 ayat 3 UUD 1945), maka penting sekali menjunjung
tinggi hukum dengan tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum. Sebagai
makhluk beragama, juga tak ada satupun agama yang mengajarkan untuk merugikan
kepentingan orang lain. Tak kalah pentingnya, setiap membela Pancasila adalah
12
membela negara, dimana salah satu wujud bela negara dengan melawan perbuatan
korupsi yang merugikan masa depan negara. Korupsi sebagai bentuk penyimpangan
sosial jelas bertentangan dengan butir dalam Pancasila. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
menekankan bahwa manusia Indonesia memiliki keimanan dan percaya kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Seperti diketahui, di Indonesia berkembang enam agama resmi (Islam,
Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu) dan semuanya menolak
korupsi. Penolakan hadir disebabkan perilaku korupsi sangat berlawanan dengan
semangat manusia yang memiliki Tuhan dalam hidupnya. Secara nyata koruptor sudah
menafikan adanya tindakan yang merugikan orang lain dan perbuatan dosa yang kelak
akan mendapatkan pembalasannya. Tindakan pidana korupsi juga melupakan bahwa
Tuhan Yang Maha Esa itu Maha Melihat segala perbuatan hambanya. Kemanusiaan
yang adil dan beradab. Sila ini menegaskan tindakan korupsi mengabaikan pengakuan
persamaan derajat, saling mencintai, sikap tenggang rasa, membela kebenaran dan
keadilan. Seorang koruptor tidak memiliki rasa keadilan dan keadaban, sebab hak yang
seharusnya dimiliki rakyat diambil secara sepihak untuk kepentingan pribadinya.
Persatuan Indonesia. Seorang koruptor mementingkan nafsu dan urusan pribadinya
saja, mengabaikan betapa kesalahan yang diperbuatnya merusak sendi kehidupan
perekonomian, pembangunan sosial, melemahkan budaya positif di masyarakat dan
melunturkan rasa kecintaan kepada bangsa dan negara. Dengan melakukan korupsi,
maka dirinya merusak persatuan nasional karena perbuatan yang dilakukannya
berdampak kepada seluruh masyarakat Indonesia yang tidak dapat merasakan
kenikmatan dan hasil pembangunan di Indonesia. Kerakyatan yang dipimpin oleh
Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Munculnya perilaku
koruptif khususnya di kalangan parlemen jelas menabrak sila keempat. Kepercayaan
masyarakat kepada parlemen luntur padahal amanah mereka dalam sistem demokrasi
dititipkan kepada para wakil rakyat. Ketika wakil rakyat justru sibuk menguras
anggaran negara, maka pelanggaran terhadap sila keempat sudah terjadi dan
mengundang sinisme masyarakat bahwa gedung wakil rakyat tak ubahnya tempat
pertemuan para koruptor. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tak ada lagi
keadilan ketika kesenjangan sosial semakin lebar disebabkan anggaran negara tidak lagi
pro rakyat. Kepentingan umum terganggu akibat tidak selesainya pembangunan karena
dana pembangunan tertahan di tangan para koruptor. Kemajuan pembangunan yang
merata dan kesempatan menikmati keadilan sosial hilang sudah ketika banyak sekali
agenda pembangunan tidak berjalan sesuai harapan.
13
Pancasila bukan sebuah bentuk aturan yang kaku dan bersifat terbuka. Sehingga
dalam implementasinya dapat dikembangkan dalam berbagai dimensi kehidupan dan
melibatkan banyak pihak yang memiliki kepentingan sama menjaga dan mengamalkan
nilai Pancasila. Konteks mengatasi persoalan korupsi, implementasi nilai Pancasila
dapat dimulai dari kehidupan keluarga dengan membiasakan kewajiban menjalankan
ajaran agama sehingga mampu menjadi benteng moralitas dan garda terdepan dalam
menilai sebuah perbuatan baik-buruk maupun benarsalah kelak di mata Tuhan Yang
Maha Esa. Seorang yang beragama sebelum menjalankan perbuatannya akan
mempertimbangkan sisi baik-buruk di mata Tuhan dan apakah menguntungkan atau
merugikan diri serta lingkungannya. Selain faktor keluarga, peran tokoh agama juga
penting dalam mendidik dan mencerdaskan masyarakat untuk berkata tegas menolak
perbuatan korupsi karena bertentangan dengan ajaran agama. Interaksi kalangan
agawaman dan masyarakat menjadi simbiosis mutualisme dalam upaya tindakan
pencegahan terhadap kesempatan melakukan korupsi. Dalam menciptakan nilai
kemanusiaan yang adil dan beradab, keluarga dapat saling mengingatkan anggota
keluarga lainnya bahwa perbuatan korupsi merusak keadaban. Sejak dulu bangsa
Indonesia dikenal ramah, jujur, bertanggung jawab dan suka gotong royong. Nilai itu
harus terus ditumbuhkan kepada anggota keluarga bahwa kejujuran adalah modalitas
menciptakan kepercayaan dalam berhubungan dengan orang lain. Orang yang tidak
jujur merusak keadaban dan membuatnya tidak dipercaya orang lain. Sementara
lingkungan sekitar dalam hal ini tokoh masyarakat dapat mengimplementasikan nilai
dalam sila kedua dengan mengajak masyarakat di lingkungannya dengan memberikan
keteladanan jujur dalam berbagai kegiatan di lingkungannya terutama mengenai
transparansi keuangan. Pembelajaran dalam keluarga dan masyarakat dapat diteruskan
penyelenggara negara dengan menampilkan keteladanan tokoh yang terbukti sukses
menerapkan perilaku anti korupsi. Ketiga unsur ini dapat menjadi senjata ampuh dalam
menolak korupsi yang melanggar nilai kemanusiaan dan keadaban. Bagaimanapun
korupsi bagaikan kata pepatah nila setitik, rusak susu sebelanga. Satu orang manusia
Indonesia melakukan korupsi maka dampaknya dirasakan seluruh masyarakat
Indonesia. Perbuatan korupsi akan merusak persatuan nasional karena mengakibatkan
pembangunan nasional terhenti disebabkan dana pembangunan dikorupsi oknum
tertentu. Seorang koruptor juga menjadi teladan buruk bagi generasi penerus, karena
menciptakan nilai negatif bahwa jika ingin ingin kaya maka korupsilah. Untuk itu
diperlukan sebuah gerakan nasional anti korupsi yang melibatkan seluruh pemangku
14
kepentingan di seluruh daerah dan masyarakat daerah bersangkutan. Tidak berhenti
pada simbolis, tetapi diperlukan sebuah gerakan nyata untuk memiskinkan koruptor
dengan menyita hartanya untuk kepentingan negara, mempermalukan koruptor dengan
memasang wajahnya di media massa lokal dan nasional serta mempertimbangkan
hukuman mati untuk manusia Indonesia yang terlibat dalam perilaku korupsi. Setiap
keluarga di Indonesia juga perlu memasyarakatkan gerakan ingatkan dan hukum
anggota keluarganya yang terlibat korupsi. Selain sanksi, perlu dipertimbangkan
penghargaan kepada anggota keluarga, anggota masyarakat dan pemerintah daerah
yang sudah berhasil menjalankan kebijakan anti korupsi sebagai bentuk keteladanan
atas pemberantasan korupsi di Indonesia. Sila keempat sejatinya dapat dimulai dengan
keterlibatan aktif para aktor demokrasi dalam hal ini lembaga eksekutif, legislatif dan
yudikatif yang masing-masing sudah diberikan kepercayaan oleh rakyat untuk
mengelola negara sesuai kewenangannya. Tindakan penindakan penting dijalankan
dengan menangkap dan menghukum para pelaku korupsi di tiga lembaga tersebut. Tapi
tak kalah penting bagaimana mencegah tindakan korupsi melalui pemberian gaji yang
layak, apresiasi terhadap sosok personal yang anti korupsi, meningkatkan kesadaran
anti korupsi melalui berbagai kegiatan partisipasi aktif di ketiga lembaga tersebut.
Jangan sampai kegiatan demokrasi yang terkait kesuksesan melawan korupsi diukur
dengan penilaian berapa jumlah koruptor yang ditangkap saja tapi mengabaikan
pentingnya upaya mencegah korupsi sejak dini. Menciptakan nilai keadilan sosial
menjadi elemen penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Sebab keadilan sosial
adalah harapan dan cita-cita bersama seluruh masyarakat Indonesia. Dalam mendorong
keadilan sosial maka negara harus berusaha keras melalui lembaga negara mendorong
pertumbuhan ekonomi dan memaksimalkan anggaran negara untuk kepentingan rakyat.
Jika terbukti ada anggaran negara yang seharusnya dipakai untuk pembangunan
dikorupsi, maka harus ada tindakan tegas mulai dari mengembalikan anggaran yang
dikorupsi hingga sanksi tegas penjara seumur hidup. Hal ini diperlukan sebagai bentuk
efek jera sekaligus sanksi moral-sosial agar tidak lagi ada anggaran negara yang dipakai
untuk memperkaya kepentingan pribadi dan kelompoknya.

15
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Korupsi merupakan tantangan serius yang merusak struktur sosial, menghambat
pembangunan, dan menggerogoti kepercayaan masyarakat terhadap lembaga publik
dan swasta. Namun, melalui upaya yang terintegrasi dan komprehensif, kita dapat
mengatasi korupsi dan membangun masyarakat yang lebih bersih, adil, dan
berintegritas. Pertama-tama, penting bagi kita untuk memahami akar permasalahan
korupsi, baik dari segi struktural maupun budaya. Melalui identifikasi faktor-faktor
penyebab korupsi, kita dapat merancang strategi yang tepat untuk menanggulangi
permasalahan tersebut. Selanjutnya, upaya pemberantasan korupsi harus melibatkan
seluruh stakeholder, mulai dari pemerintah, lembaga antikorupsi, sektor swasta,
masyarakat sipil, hingga lembaga internasional. Kolaborasi lintas sektor dan lintas batas
menjadi kunci dalam memperkuat upaya pemberantasan korupsi. Selain itu, penguatan
tata kelola yang baik, penegakan hukum yang tegas, promosi integritas dan
transparansi, serta pendidikan dan kesadaran masyarakat merupakan komponen penting
dalam strategi mengatasi korupsi. Teknologi informasi juga dapat dimanfaatkan sebagai
alat untuk meningkatkan transparansi, memperkuat pengawasan, dan mencegah
penyelewengan dana publik. Namun, perlu diingat bahwa teknologi hanyalah alat, dan
keberhasilannya tergantung pada kebijakan dan tindakan nyata dari para pemangku
kepentingan. Dengan komitmen yang kuat, kerja sama yang erat, dan tindakan yang
konsisten, kita dapat memperbaiki sistem yang rusak akibat korupsi dan membuka jalan
menuju masyarakat yang lebih adil, transparan, dan berintegritas. Semua pihak
memiliki peran penting dalam menciptakan perubahan positif, dan hanya dengan
bersama-sama kita dapat mengatasi korupsi dan membangun masa depan yang lebih
baik bagi generasi mendatang.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jau dari kata sempurna. Oleh
karena itu penulis berharap adanya kritik dan saran yang membangun guna
memperbaiki makalah ini kedepanya supaya lebih baik lagi.

16
DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azyumardi. “KORUPSI DALAM PERSPEKTIF GOOD GOVERNANCE” 2 (2002).
Lutfi, Akhmad Faisal, Zainuri Zainuri, dan Herman Cahyo Diartho. “Dampak Korupsi
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi: Studi Kasus 4 Negara di ASEAN.” e-Journal
Ekonomi Bisnis dan Akuntansi 7, no. 1 (1 April 2020): 30.
https://doi.org/10.19184/ejeba.v7i1.16482.
Putri, Dwina. “KORUPSI DAN PRILAKU KORUPTIF,” 2021.
Saadah, Saadah, Syakieb Arsalan, dan Dini Verdania Latif. “PENGARUH PEMAHAMAN
DAMPAK KORUPSI TERHADAP MINAT MASYARAKAT SEBAGAI CITIZEN
CONTROL.” Behavioral Accounting Journal 2, no. 2 (24 Desember 2019): 181–92.
https://doi.org/10.33005/baj.v2i2.48.
Syarief, Ridwan Arifin Oemara, dan Devanda Prastiyo. “Korupsi Kolektif (Korupsi
Berjamaah) di Indonesia: Antara Faktor Penyebab dan Penegakan Hukum” 18, no. 1
(2018).

17

Anda mungkin juga menyukai