Artikel AKK - Analisis Kebijakan Kesehatan
Artikel AKK - Analisis Kebijakan Kesehatan
Kebutuhan tenaga kesehatan baik medis dan non medis merupakan masalah yang sedang
digeluti dalam negeri ini. Kekurangan jumlah dokter, baik dokter umum maupun dokter spesialis
menjadi suatu hal yang diyakini menyebabkan masalah besar yang tidak kunjung usai dalam
dunia kesehatan di Indonesia. Peningkatan jumlah dokter diyakini mampu memperbaiki berbagai
masalah kesehatan yang ada di Indonesia secara lintas sektoral, baik dari sector ekonomi, sosial-
budaya, dan pendidikan. Jumlah dokter di Indonesia saat ini adalah 189,975 dokter, yang berarti
rasio dokter per 100.000 penduduk adalah 1:19, namun itu adalah jumlah keseluruhan dari semua
dokter yang ada di Indonesia, mencakup dokter umum, dokter gigi dan dokter spesialis.
yang dikeluarkan tiap tahunnya untuk membiayai penyakit tidak menular dengan diagnosis
spesialistik, yang mana dokter umum dapat dikatakan kurang kompeten untuk merawat pasien –
pasien dengan diagnosis tersebut karena sudah tidak lagi dalam kompetensi dokter umum yang
hanya diperbolehkan atau diizinkan untuk merawat pasien dengan dasar diagnosis non –
spesialistik. Dasar diagnostik pasien diatur pada SKDI (Standar Kompetensi Dokter Indonesia)
pada tahun 2012. Dokter umum diizinkan untuk merawat pasien dengan ketentuan 144 poin dari
SKDI yang sudah ditetapkan oleh kolegium. Data dari Kementrian Kesehatan pada tahun 2023,
rasio antara dokter spesialis dan masyarakat Indonesia adalah 1:47 pasien. Akibatnya, kebutuhan
dokter spesialis di Indonesia menjadi salah satu target utama yang harus segera dipenuhi oleh
pemerintah dan para pejabat pemangku kebijakan di Indonesia. Sehingga diputuskan kebijakan
baru oleh pemerintah tentang kebijakan pendidikan dokter spesialis di Indonesia yang diatur
Kebijakan pendidikan dokter spesialis di Indonesia yang diatur dalam UU No.17 tahun
2023 tentang Kesehatan merupakan amanat untuk pencapaian target dokter spesialis di Indonesia
yang berbasis Rumah Sakit Pendidikan atau Hospital – based. Dalam hal ini, pendidikan dokter
spesialis di Indonesia yang dulunya adalah University – based memiliki prinsip yang bertolak
belakang dengan program pendidikan dokter spesialis yang baru saja diterbitkan oleh pemerintah
yaitu Kementrian Kesehatan. Program pendidikan dokter spesialis yang berbasis University –
based adalah program pendidikan dokter spesialis dalam Perguruan Tinggi dibawah Kementrian
Pendidikan dan Budaya, program pendidikan dokter spesialis yang lumrahnya berada dalam
Perguruan Tinggi mengedepankan dan menjunjung tinggi kualitas dokter spesialis yang akan
dihasilkan.
Program pendidikan dokter spesialis dan subspesialis (PPDS) pada sistem university-
based yang diterapkan saat ini, telah memiliki standar, sistem penerimaan peserta didik dan
kurikulum pendidikan yang mapan melalui jenjang Perguruan Tinggi. Keberadaan university-
based yang dilandasi oleh UU No 20 tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran juga
mengamanahkan peserta didik mendapatkan insentif dari Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana
Pendidikan Kedokteran, namun hingga saat ini belum direalisasikan. Peserta didik PPDS masih
dianggap seperti mahasiswa dalam Perguruan Tinggi yang perlu membayar sejumlah SPP dalam
masa pendidikannya, dan hal ini dianggap sebagai salah satu faktor para dokter umum kesulitan
pendidikan dokter spesialis yang berbasis hospital – based, selain masalah – masalah diatas yang
sudah diuraikan yaitu kurangnya jumlah dokter spesialis di Indonesia, adanya kesulitan dalam
penanggulangan biaya pendidikan dokter spesialis untuk dibayarkan ke Perguruan Tinggi, hal –
hal tersebut diperparah dengan tidak meratanya distribusi dokter spesialis di Indonesia. Namun,
PPDS berbasis hospital – based bukanlah jalan pintas untuk memenuhi target dokter spesialis di
Indonesia, banyaknya kekurangan dari segi fasilitas yang dapat menunjang pendidikan dokter
spesialis, kecukupan kualitas dan rasio pendidik, jumlah dan variasi kasus, serta kesiapan
teknologi untuk menghasilkan lulusan pendidikan dokter spesialis dengan kompetensi yang
layak, yang saat ini masih belum dimiliki secara memadai oleh satu rumah sakit tertentu dan hal
– hal tersebut dikhawatirkan dapat mempengaruhi kualitas lulusan dokter spesialis dari program
Jika ditinjau dari proses pembuatan kebijakan tentang pendidikan dokter spesialis di
Indonesia yang terdapat pada UU No.17 Tahun 2023 ini adalah kegagalan implementasi pada
kebijakan pendidikan dokter spesialis yang ada sebelumnya yang diatur dalam UU Pendidikan
Kedokteran Tahun 2013 pada Pasal 31, dimana hak dan kewajiban peserta didik PPDS diberikan.
Namun sayangnya ketentuan tersebut yang seharusnya diatur lanjutan melalui Peraturan Menteri
Kesehatan, gagal dilaksanakan baik dalam segi peraturan turunan yang tak kunjung disusun,
ketidakpedulian para pemangku kebijakan terhadap peserta didik PPDS atau yang disebut
sebagai residen, kegagalan yang utama adalah UU Pendidikan Kedokteran Tahun 2013 gagal
merubah budaya kerja yang tidak menganggap residen sebagai pekerja. Residen juga kerap
dianggap sebagai peserta didik yang harus membayar ke Rumah Sakit Pendidikan, tidak
memiliki kompetensi klinis dalam perawatan pasien, tidak memiliki dasar hukum untuk
menerima insentif, dan tidak bisa dikontrak sebagai pekerja. Semenjak pandemi, bangsa
Indonesia disadarkan bahwa residen adalah pekerja dalam suatu Rumah Sakit Pendidikan,
meskipun kebijakan UU No.17 Tahun 2023 yang mengatur residen sebagai pekerja memiliki
Banyaknya harapan yang timbul dari kebijakan pendidikan dokter spesialis yang baru ini,
menguraikan juga banyaknya problematika dan tantangan dari semua sektoral yang berkontribusi
sebagai pemangku kebijakan ini. Kolaborasi lembaga pemerintah dan organisasi profesi dan
Kedokteran (AIPKI), Konsil Kedokteran Indonesia, Kolegium Profesi, PERSI, dan Ikatan Dokter
Indonesia dapat membantu terwujudnya cita – cita bangsa Indonesia untuk menyelesaikan
berbagai macam permasalahan di bidang kesehatan, salah satunya dengan meningkatkan jumlah
dokter spesialis di Indonesia melalui program pendidikan dokter spesialis berbasis hospital –
based.
Referensi:
- Proposal Pembukaan Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis. (2015) Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan
- Diskusi ke – 11 UU Kesehatan. (2023) Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia
- Academic Health System sebagai Solusi Isu Pendidikan dalam RUU Kesehatan (2023). Policy Brief. IMERI
FKUI
- Lardo, Soroy. PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS MASA DEPAN Dalam Transformasi
Kesehatan dan Kolaborasi Integratif Ketahanan Nasional (2023) Fakultas Kedokteran UPN “Veteran”
Jakarta
- Best Practices Penyelenggaraan Pendidikan Dokter Spesialis untuk Pemenuhan Kebutuhan Wilayah
Sebagai Amanat UU Nomor 17 Tahun 2023 (2023). Forum Nasional Kebijakan Kesehatan Indonesia
- Kerangka Kebijakan Kesehatan Konteks, Proses dan Pelaku, Chapter 1. Diakses melalui
https://kebijakankesehatanindonesia.net/ pada 16 Mei 2024
- O'Brien, G. L., Sinnott, S. J., Walshe, V., Mulcahy, M., & Byrne, S. (2020). Health policy triangle
framework: Narrative review of the recent literature. Health policy OPEN, 1, 100016.
https://doi.org/10.1016/j.hpopen.2020.100016
- Zahidie, A., Asif, S., & Iqbal, M. (2023). Building on the Health Policy Analysis Triangle: Elucidation of
the Elements. Pakistan journal of medical sciences, 39(6), 1865–1868.
https://doi.org/10.12669/pjms.39.6.7056