Anda di halaman 1dari 40

Fitofarmasetika

(2SKS)
Pengampu :
1. Nestri Handayani
2. Anif Nur Artanti
REFERENSI
List, P.H., Schmidt, P.C., 1989,
Phytopharmaceutical Technology, CRC Press.
Boston
Harborne, Metode Fitokimia,penerbit
ITB,Bandung
Berbagai Artikel ilmiah yang dipublikasikan
dalam jurnal/majalah ilmiah dan seminar.
Materi I
Pengantar
- Rasionalisme komposisi obat bahan alam
- Pengelompokan dan uji-uji jamu, herbal
terstandar dan fitofarmaka
- Identifikasi metabolit sekunder
Materi II :
- Pembuatan Sediaan Bahan Alam
- Pengemasan dan Penandaan
Pada saat ini trend masyarakat untuk back to nature
semakin tinggi, terutama yang menyangkut
masalah kesehatan
Orang lebih suka menggunakan pengobatan dengan
bahan alami daripada dengan obat obatan sintetik,
MENGAPA PILIH OBAT BAHAN ALAM?
hal ini karena selain harganya lebih ringan juga efek
samping relatif lebih kecil
Perkembangan OT?
Kini OT telah banyak mengalami perkembangan,
baik dari segi :
Ilmiah : Khasiat dan Keamanan
Bentuk sediaan : pil, kapsul, tablet, sirup
OBAT TRADISIONAL ?
Daun Kemuning
Obat Bahan Alam
Obat tradisional atau obat bahan alam
Indonesia merupakan bagian dari khazanah
budaya bangsa
Kebiasaan minum jamu dan ramuan tanaman
obat telah berlangsung sejak jaman nenek
moyang
Relief candi-candi abad ke-8 telah
menggambarkan kebiasaan penggunaan
tanaman obat
Penggunaan Bahan Alam
untuk Pengobatan
HERBAL

OBAT KOSMETIKA SUPLEMEN

Diagnosis Kecantikan Kesehatan


Pencegahan umum
Perawatan

Anonim, 1996
Obat Tradisional
Penggunaan obat dari bahan alam
menuntut langkah-langkah
pengembangan untuk tujuan
meningkatkan mutu produk
Penggunaan yang semula hanya
didasarkan pada pengalaman perlu
didukung penelitian ilmiah
Pengelompokkan obat
bahan alam
Obat bahan alam kemudian
dikelompokkan menjadi 3 kelompok,
yaitu :
1. Jamu
2. Herbal terstandar, dan
3. Fitofarmaka
Tanaman Obat yang merupakan
calon-calon fitofarmaka
Tanaman Obat Bagian Indikasi/Potensi
Temulawak (Curcuma Umbi Hepatitis, Artritis
xanthorriza)
Kunyit (Curcuma domestica) Umbi Hepatitis, Artritis,
Bawang putih (Allium sativum) Umbi Kandidiasis, Hiperlipidemia
Jati Blanda (Guazuma ulmifolia) Daun Hiperlipidemia
Handeuleum/daun unggu Daun Hemoroid
(Gratophyllum pictum)
Tempuyung (Sonchus arvensis) Daun Nefrolitiasi, Diuretik
Kejibeling (Strobilanthes crispus) Daun Nefrolitiasi, Diuretik
Labu merah (Cucurbita moschata) Biji Teaniasis
Katuk (Sauropus androgynus) Daun Meningkatkan produksi ASI
Kumis kucing (Orthosiphon Daun Diuretik
stamineus)

Sumber : Santoso (1993)


Lanjutan
Tanaman Obat Bagian Indikasi/Potensi
Seledri (Apium graveolens) Daun Hipertensi
Pare (Momordica charantia) Buah, biji Diabetes
Jambu biji/klutuk (Pssidium guajava) Daun Diare
Sirih (Piper betle) Daun Antiseptik
Saga telik (Abrus precatorus) Daun Stomatitis aftosa
Sembung (Blumea balsmaifera) Daun Analgetik, Antipiretik
Benalu teh (Loranthus spec) Batang Antikanker
Bratawali (Tinospora rumphii) Batang Antimalaria, Diabetes
Pegagan/kaki kuda (Centella asiatica) Daun Diuretik, Hipertensi
Legundi (Legundi trifolia) Daun Antiseptik
Inggu (Ruta graveolens) Daun Analgetik, Antiseptik
Sidowajah (Woodfordia floribunda) Daun Antiseptik, Diuretik
Pala (Myristica fragrans) Buah Sedatif

Sumber : Santoso (1993)


Tingkat Manfaat dan Keamanan Obat
Tradisional
1. Efek samping OT relatif kecil bila digunakan secara
benar dan tepat, yaitu :
Tepat takaran/dosis,
Tepat waktu penggunaan
Tepat cara penggunaan,
Tepat pemilihan bahan, serta
Tepat pemilihan untuk indikasi tertentu.

2. Adanya efek komplementer dan atau sinergisme


dalam ramuan OT/komponen aktif tanaman obat (TO)
3. Pada satu OT bisa memiliki lebih dari satu efek
farmakologi
4. OT lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik
dan degeneratif
Ketepatan Penggunaan Obat Tradisional
Ketepatan takaran/dosis

Daun sledri (Apium graviolens) terbukti mampu menurunkan


tekanan darah, tetapi pada penggunaan dengan dosis berlebih
(over dosis) dapat menurunkan tekanan darah secara drastis
sehingga jika penderita tidak tahan dapat menyebabkan syok.
Demikian pula pada buah mentimun.
Untuk menghentikan diare memang bisa digunakan gambir,
tetapi penggunaan lebih dari 1 ibu jari, tidak sekedar
menghentikan diare bahkan akan menimbulkan kesulitan
buang air besar selama berhari-hari
Sebaliknya penggunaan minyak jarak (Oleum ricini) untuk
urus-urus yang tidak terukur akan menyebabkan iritasi saluran
pencernaan.
Pemakaian keji beling (Strobilantus crispus) untuk batu ginjal
melebihi 2 gram serbuk (sekali minum) bisa menimbulkan
iritasi saluran kemih.
Ketepatan Penggunaan
Obat Tradisional
Ketepatan waktu penggunaan

Jamu cabe puyang mempunyai efek menghambat


kontraksi otot. Oleh karena itu, pada ibu-ibu yang
mengkonsumsi cabe puyang mendekati masa
persalinan diketahui mengalami kesulitan
melahirkan karena kontraksi otot uterus dihambat
terus-menerus sehingga memperkokoh otot tersebut
dalam menjaga janin.
Sebaliknya jamu kunir asem bersifat abortivum
sehingga mungkin dapat menyebabkan keguguran
bila dikonsumsi pada awal kehamilan.
Kunyit
(Curcuma domestica )
Ketepatan Penggunaan
Obat Tradisional
Ketepatan cara penggunaan
Daun kecubung (Datura metel L.) telah diketahui
mengandung alkaloid turunan tropan yang bersifat
bronkodilator sehingga digunakan untuk pengobatan
penderita asma. Penggunaannya dengan cara
dikeringkan lalu digulung dan dibuat rokok serta
dihisap (seperti merokok).
Akibat kesalahfahaman bahwa secara umum
penggunaan OT secara tradisional adalah direbus
lalu diminum air seduhannya; maka jika hal itu
diperlakukan terhadap daun kecubung, akan terjadi
keracunan karena tingginya kadar alkaloid dalam
darah. Orang Jawa menyebutnya mendem
kecubung dengan salah satu tandanya midriasis,
yaitu mata membesar.
Ketepatan Penggunaan
Obat Tradisional
Ketepatan pemilihan bahan secara benar

Berdasarkan pustaka, tanaman lempuyang ada 3 jenis, yaitu


lempuyang emprit (Zingiber amaricans L), lempuyang gajah
(Zingiber zerumbert L.), dan lempuyang wangi (Zingiber
aromaticum L.). Lempuyang emprit dan lempuyang gajah
berwarna kuning berasa pahit dan secara empiris digunakan
untuk menambah nafsu makan; sedangkan lempuyang wangi
berwarna lebih putih (kuning pucat) rasa tidak pahit dan berbau
lebih harum, banyak digunakan sebagai komponen jamu
pelangsing.
Kerancauan serupa juga sering terjadi antara tanaman ngokilo
yang di-anggap sama dengan keji beling, daun sambung
nyawa dengan daun dewa, bahkan akhir-akhir ini terhadap
tanaman kunir putih, dimana 3 jenis tanaman yang berbeda
(Curcuma mangga, Curcuma zedoaria dan Kaempferia rotunda)
seringkali sama-sama disebut sebagai kunir putih
Ketepatan Penggunaan Obat Tradisional
Ketepatan pemilihan untuk indikasi tertentu

Untuk indikasi penyakit tertentu, diperlukan beberapa jenis TO


yang memiliki efek farmakologis saling mendukung satu sama
lain.
Contoh kasus :
Pada penelitian tahun 1985, banyak pasien di salah satu RS di
Jawa Tengah yang sebelumnya mengkonsumsi daun keji beling,
dalam urine-nya ditemukan sel-sel darah merah (dalam
jumlah) melebihi normal. Hal ini sangat dimungkinkan karena
daun keji beling merupakan diuretik kuat sehingga dapat
menimbulkan iritasi pada saluran kemih.
Akan lebih tepat jika digunakan kombinasi daun kumis kucing
(Ortosiphon stamineus) yang efek diuretiknya lebih ringan dan
daun tempuyung (Sonchus arvensis) yang efek diuretiknya
lebih lemah tetapi dapat melarutkan batu ginjal berkalsium.
KEJIBELING
KUMIS KUCING
Ketepatan Penggunaan
Obat Tradisional
Contoh kasus :
Penggunaan daun tapak dara (Vinca rosea) untuk
pengobatan diabetes bukan merupakan pilihan yang
tepat, sebab daun tapak dara mengandung alkaloid
vinkristin dan vinblastin yang dapat menurunkan
jumlah sel darah putih (leukosit).
Jika digunakan untuk penderita diabetes, akan
membuat penderita semakin rentan terhadap
serangan penyakit karena terjadi penurunan jumlah
leukosit yang berguna sebagai pertahanan tubuh.
Sebaiknya digunakan bahan lain, dan daun tapak dara
lebih tepat digunakan untuk pengobatan kanker
leukimia
Efek komplementer dan sinergisme
Obat Tradisional
Ramuan OT umumnya terdiri dari beberapa jenis TO
yang memiliki efek saling mendukung satu sama lain
untuk mencapai efektivitas pengobatan.
Formulasi dan komposisi ramuan tersebut dibuat
setepat mungkin agar tidak menimbulkan kontra
indikasi, bahkan harus dipilih jenis ramuan yang
saling menunjang terhadap suatu efek yang
dikehendaki.
Suatu formulasi OT terdiri dari :
komponen aktif utama, sebagai unsur pokok
dalam tujuan pengobatan
komponen aktif pendukung
komponen tambahan dan komponen
penghantar dalam formulasi.
Efek komplementer dan sinergisme
Obat Tradisional
Dalam ramuan OT komponen tambahan ditambahkan
untuk memperbaiki warna, aroma, dan rasa, serta
bahan pengisi untuk memenuhi jumlah/volume tertentu.
Bahan tambahan sering disebut sebagai Coringen, yaitu
:
c. saporis (sebagai penyedap rasa, misalnya menta
atau kayu legi),
c. odoris (penyedap aroma/bau, misalnya biji
kedawung atau buah adas) dan
c. coloris (memperbaiki warna agar lebih menarik,
misalnya kayu secang, kunyit atau pandan).
Bahan pengisi, biasa digunakan pulosari atau adas,
sehingga ada ramuan yang disebut adas-pulowaras
atau adas-pulosari.
Efek komplementer dan sinergisme
Obat Tradisional
Untuk sediaan berbentuk cairan atau larutan, seringkali
masih diperlukan bahan yang berfungsi sebagai
stabilisator dan solubilizer, dan digolongkan sebagai
komponen penghantar
Stabilisator berfungsi menstabilkan komponen aktif
dalam unsur utama, sedangkan solubilizer berfungsi
untuk menambah kelarutan zat aktif.
Contoh :
Kurkuminoid, zat aktif dalam kunyit yang bersifat labil
(tidak stabil) pada suasana alkalis atau netral, tetapi
stabil dalam suasana asam, sehingga muncul ramuan
kunir-asem
Etil metoksi sinamat, zat aktif dalam kencur yang
agak sukar larut dalam air; untuk menambah
kelarutan diperlukan adanya suspending agent yang
berperan sebagai solubilizer, yaitu karbohidrat beras,
sehingga dibuat ramuan beras-kencur
kencur
Efek komplementer dan sinergisme
Obat Tradisional
Contoh 1 : formulasi untuk penurun tekanan darah
Komponennya terdiri dari :
daun sledri (vasodilator) komp. utama
daun alpokat atau akar teki (diuretika) komp. pendukung
daun murbei atau besaren (Ca-antagonis) komp. pendukung
biji pala (sedatif ringan) komp. pendukung

Contoh 2 : formulasi untuk pelangsing


Komponennya terdiri dari :
Daun kemuning (penurun lemak) komp. utama
daun jungrahap (diuretik, pengurang cairan) komp. utama
daun jati belanda (bahan pengenyang) komp. pendukung
Daun jati belanda
Efek komplementer dan sinergisme
Obat Tradisional
Dalam satu tanaman obat, beberapa zat aktif dapat
bersifat SINERGIS (efek sejenis) atau KOMPLEMENTER
(saling mendukung)

Herba timi (Thymus vulgaris)


Khasiat : untuk obat batuk
Kandungan : minyak atsiri (yang antara lain terdiri dari :
timol dan kalvakrol) serta flavon polimetoksi.
Timol berefek sebagai ekspektoran (mencairkan dahak)
dan kalvakrol sebagai anti bakteri penyebab batuk;
sedangkan flavon polimetoksi sebagai penekan batuk
non-narkotik
Dengan demikian sekurangnya ada 3 komponen aktif
yang saling mendukung (komplementer) sebagai obat
batuk
Efek komplementer dan sinergisme
Obat Tradisional
Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus)
Khasiat : diuretik
Efek diuretik pada daun kumis kucing karena adanya
senyawa flavonoid, saponin, dan kalium yang bersifat
sinergis

Temulawak (Curcuma xanthorriza)


Khasiat : peluruh batu empedu
Kandungan : kurkuminoid dan minyak atsiri (p-tolil, metil
karbinol)
Kurkuminoid berefek kholagogum (memacu produksi cairan
empedu) sedangkan minyak atsiri berefek kholeretik
(memacu pengeluaran cairan empedu)
Bersifat saling melengkapi (komplementer)
Efek farmakologi Tanaman Obat
yang lebih dari satu
Satu tanaman obat bisa memiliki lebih dari satu efek
farmakologi
Zat aktif pada tanaman obat umumnya dalam bentuk
metabolit sekunder, sedangkan satu tanaman bisa
menghasilkan beberapa metabolit sekunder; sehingga
memungkinkan tanaman tersebut memiliki lebih dari
satu efek farmakologi.
Efek tersebut adakalanya saling mendukung (seperti
pada herba timi dan daun kumis kucing), tetapi ada
juga yang seakan-akan saling berlawanan atau
kontradiksi (seperti pada rimpang temu lawak
(Curcuma xanthoriza) dan kelembak (Rheum officinale)
Efek farmakologi Tanaman Obat
yang lebih dari satu
Temu lawak (Curcuma xanthoriza)
Memiliki beberapa efek farmakologi, antara lain : anti
inflamasi (anti radang), anti hiperlipidemia (penurun lipida
darah), kholagogum (merangsang pengeluaran produksi
cairan empedu), hepatoprotektor (mencegah peradangan
hati) dan juga stomakikum (memacu nafsu makan).
Jika diperhatikan setidaknya ada dua (2) zat aktif yang
efek farmakologisnya bersifat kontradiksi, yaitu antara
anti hiperlipidemia yang dapat menurunkan kadar
lemak/kolesterol darah dan stomakikum yang bersifat
memacu nafsu makan.
Kelembak (Rheum officinale)
Mengandung senyawa antrakinon bersifat non polar dan
berfungsi sebagai laksansia (urus-urus/pencahar); tetapi
juga mengandung senyawa tanin yang bersifat polar dan
berfungsi sebagai astringent/pengelat dan bisa
menyebabkan konstipasi untuk menghentikan diare.
OT lebih sesuai untuk penyakit
metabolik dan degeneratif
Pola penyakit di Indonesia (dan di dunia) telah mengalami
pergeseran dari penyakit infeksi ke penyakit metabolik
dan degeneratif
Pada periode sebelum tahun 1970-an banyak terjangkit
penyakit infeksi yang memerlukan penanggulangan
secara cepat mengunakan antibiotika (obat modern). Pada
periode tersebut cukup banyak ditemukan turunan
antibiotika baru yang potensinya lebih tinggi sehingga
mampu membasmi berbagai penyebab penyakit infeksi.
Sebaliknya, pengunaan OT yang efeknya lemah dan
lambat, tentu tidak efektif dan ada kemungkinan terjadi
resistensi
Akan tetapi timbul penyakit baru yang bukan disebabkan
oleh mikroorganisme, melainkan oleh gangguan
metabolisme tubuh akibat pola konsumsi makanan yang
tidak terkendali serta gangguan faal tubuh sejalan dengan
proses degenerasi. Penyakit tersebut dikenal dengan
penyakit metabolik dan penyakit degeneratif
OT lebih sesuai untuk penyakit
metabolik dan degeneratif
Termasuk penyakit metabolik antara lain : diabetes
(kencing manis), hiperlipidemia (kolesterol tinggi), asam
urat, batu ginjal, aterosklerosis, dan hepatitis
Penyakit degeneratif diantaranya : hipertensi (darah
tinggi), rematik (radang persendian), asma (sesak nafas),
maag (tukak lambung), ambaien (wasir), gagal ginjal,
dan pikun
Pengobatan penyakit tersebut memerlukan waktu lama
sehinga penggunaan obat modern dikhawatirkan
menimbulkan efek samping yang terakumulasi dan dapat
merugikan kesehatan.
Penggunaan OT lebih sesuai, karena efek samping yang
ditimbulkan relatif kecil sehingga dianggap lebih aman
untuk penggunaan jangka panjang.
Penyalahgunaan Obat
Tradisional
Penyalahgunaan cara pemakaian
Seduhan kecubung, anggur jamu beralkohol
untuk fly
Penyalahgunaan tujuan pemakaian
Jamu terlambat bulan untuk abortus

Penambahan bahan sintetis/kimia


Jamu masuk angin + asetosal perdarahan
lambung
+ parasetamol kerusakan liver
Jamu pegal linu + fenilbutazon osteoporosis
Jamu pelangsing + furosemid gagal ginjal
Jamu sesak nafas + prednison moon face,
gangguan ginjal
Kelemahan Produk Obat Tradisional
Disamping berbagai kelebihan, OT juga memiliki
beberapa kelemahan yang juga merupakan kendala
pengembangan OT (termasuk dalam upaya agar bisa
diterima pada pelayanan kesehatan formal).
Kelemahan OT antara lain :
Efek farmakologisnya lemah,
Bahan baku belum terstandar dan bersifat higroskopis
Mudah tercemar berbagai jenis mikroorganisme.
Belum dilakukan uji klinik

Menyadari akan hal ini maka pada upaya


pengembangan OT ditempuh dengan pendekatan-
pendekatan tertentu, sehingga ditemukan bentuk OT
yang telah teruji khasiat dan keamanannya, bisa
dipertanggung jawabkan secara ilmiah serta memenuhi
indikasi medis; yaitu kelompok fitofarmaka
Kode Registrasi
Produk Obat tradisional
Kode TR untuk produk obat tradisional (jamu) dalam negeri
Kode TL untuk produk produk obat tradisional (jamu) impor
Kode P-IRT untuk produk industri rumah tangga

Produk Makanan/suplemen
Kode MD untuk produk makanan/suplemen dalam negeri
Kode ML untuk produk makanan/suplemen impor
Kode SP untuk produk industri kecil

Produk Kosmetika
Kode CD diberikan untuk produk kosmetika dalam negeri
Kode CL untuk produk kosmetika impor
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai