Anda di halaman 1dari 16

DAFTAR ISI

Daftar Isi..............................................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................2
1.3 Tujuan............................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Obat Bahan Alam............................................................................................3
2.2 Bentuk Obat Sediaan Bahan Alam................................................................................9

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan....................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA

i
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki lebih kurang 30.000 spesies tumbuhan dan 940 spesies
di antaranya termasuk tumbuhan berkhasiat (180 spesies telah dimanfaatkan oleh
industri jamu tradisional) merupakan potensi pasar obat herbal dan fitofarmaka.
Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah dilakukan oleh
nenek moyang kita sejak berabad-abad yang lalu terbukti dari adanya naskah lama
pada daun lontar Husodo(Jawa), Usada(Bali), Lontarak pabbura (Sulawesi
Selatan), dokumen Serat Primbon Jampi.
Dengan melihat jumlah tanaman di Indonesia yang berlimpah dan baru 180
tanaman yang digunakan sebagai bahan obat tradisional oleh industri maka peluang
bagi profesi kefarmasian untuk meningkatkan peran sediaan herbal dalam
pembangunan kesehatan masih terbuka lebar. Standardisasi bahan baku dan obat
jadi, pembuktian efek farmakologi dan informasi tingkat keamanan obat herbal
merupakan tantangan bagi farmasi agar obat herbal semakin dapat diterima oleh
masyarakat luas.
Obat tradisional adalah obat-obatan yang diolah secara tradisional, turun-
temurun, berdasarkan resep nenek moyang, adat-istiadat, kepercayaan, atau
kebiasaan setempat, baik bersifat magic maupun pengetahuan tradisional. Menurut
penelitian masa kini, obat-obatan tradisional memang bermanfaat bagi kesehatan,
dan kini digencarkan penggunaannya karena lebih mudah dijangkau masyarakat,
baik harga maupun ketersediaannya. Obat tradisional pada saat ini banyak
digunakan karena menurut beberapa penelitian tidak terlalu menyebabkab efek
samping, karena masih bisa dicerna oleh tubuh. Beberapa perusahaan mengolah
obat-obatan tradisional yang dimodifikasi lebih lanjut. Bagian dari Obat tradisional
yang bisa dimanfaatkan adalah akar, rimpang, batang, buah, daun dan bunga.
Bentuk obat tradisional yang banyak dijual dipasar dalam bentuk kapsul, serbuk,
cair, simplisia dan tablet. Obat yang beredar sekarang ini tak lepas dari
perkembangan obat di masa lalu. Perlu kita ketahui bahwa penemuan obat jaman
dahulu berawal dari coba-mencoba yang dilakukan oleh manusia purba. Biasanya di
sebut, "EMPIRIS". Empiris berarti berdasarkan pengalaman dan disimpan serta
dikembangkan secara turun-temurun hingga muncul apa yang disebut Ilmu

1
Pengobatan Rakyat atau yang lazimnya disebut Pengobatan
Tradisional Jamu. Akan tetapi, tidak semua obat “memulai” sejarahnya
sebagai obat anti penyakit. Ada obat yang pada awalnya digunakan sebagai racun
seperti strychnine & kurare yang digunakan sebagai racun-panah oleh penduduk
pedalaman Afrika. Contoh yang paling up to date adalah nitrogen-mustard (awalnya
digunakan sebagai gas beracun saat perang dunia pertama) sebagai obat kanker.
Sudah banyak zat-zat kimia yang berhasil diisolasi, seperti efedrin (dari tanaman
Ma Huang – Ephedra vulgaris), digoksin (digitalis lanata), genistein (dari kacang
kedelai) dan lainnya. Baru sekitar pada permulaan abad ke-20, obat-obat kimia
sintetis mulai “menampakkan diri”. Aspirin salah satu indikator kemajuan obat
kimia sintetis saat itu. Pada tahun 1935 terjadi gebrakan dalam penemuan dan
penggunaan kemoterapeutika sulfanilamid yang disusul penisilin pada tahun 1940.
Seperti diketahui bersama, secara tradisional, sebenarnya luka bernanah dapat
disembuhkan dengan menutupinya dengan kapang-kapang dari jenis tertentu, tetapi
baru sekitar tahun 1928 khasiat ini baru diselidiki secara ilmiah oleh Dr. Alexander
Fleming. Dari hasil penelitian Dr. Alexander Fleming, ditemukanlah penisilin.
Sejak saat itu, beribu- ribu zat sintetis diketemukan (diperkirakan sekitar 500 zat
per tahun-nya). Hal ini membuat perkembangan di bidang Farmakoterapi
meningkat pesat. Secara umum, kebanyakan obat “kuno” telah ditinggalkan dan
diganti obat yang lebih “modern”. Tapi bukan berarti obat modern bisa “santai”,
sebab persaingan selanjutnya adalah antar sesama obat modern. Pasalnya obat
modern dapat terganti dengan obat modern yang lebih baru dan lebih berkhasiat
serta lebih efektif. Meski begitu, diperkirakan lebih dari 78% obat yang beredar
sekarang adalah merupakan hasil dari penemuan tiga dasawarsa terakhir.

1.2 Rumusan Masalah


 Apa yang dimaksud dengan Obat Herbal/Obat bahan Alam?
 Apa saja bentuk sediaan bahan alam?

1.3 Tujuan
 Untuk mengetahui pengertian obat herbal/Obat bahan alam
 Untuk mengetahui bentuk sediaan bahan alam

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Obat Herbal (Obat Bahan Alam)
1. Pengertian Obat Herbal
Obat herbal adalah obat yang bersifat organik atau alami, sama
seperti tubuh kita. Obat herbal murni diambil dari saripati tumbuhan
atau hewan yang mempunyai manfaat untuk pengobatan, tanpa ada
campuran bahan kimia buatan (sintetis). Obat Herbal yang berasal
dari tumbuhan (nabati) misalnya jahe, bawang putih, kurma, jintan
hitam (Habbatussauda). Yang berasal dari hewan (hewani)
diantaranya Teripang (Gamat), Madu, Propolis, minyak ikan hiu.
(Wikipedia, 2016).
Obat bahan alam merupakan obat yang menggunakan bahan baku berasal
dari alam (tumbuhan dan hewan). Obat bahan alam dapat dikelompokkan
menjadi 3 jenis yaitu jamu, jamu herbal terstandar, dan fitofarmaka. Jamu
(Empirical based herbal medicine) adalah obat bahan alam yang disediakan
secara tradisional, misalnya dalam bentuk serbuk seduhan, pil, dan cairan yang
berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut dan
digunakan secara tradisional (Lestari, 2007).
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau
campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan
untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat. Umumnya, pemanfaatan obat tradisional lebih diutamakan sebagai
upaya preventif untuk menjaga kesehatan. Selain itu, ada pula yang
menggunakannya untuk pengobatan suatu penyakit (Anonim, 2012).
Kelebihan dan kelemahan obat tradisional sebagai berikut :
(1) Kebenaran bahan
Tanaman obat di Indonesia terdiri dari beragam spesies yang kadang kala sulit
untuk dibedakan satu dengan yang lain. Kebenaran bahan menentukan
tercapai atau tidaknya efek terapi yang diinginkan (Suarni, 2005).
(2) Ketepatan dosis
Tanaman obat, seperti halnya obat buatan pabrik memang tak bisa

3
dikonsumsi sembarangan. Tetap ada dosis yang harus dipatuhi, seperti
halnya resep dokter. Hal ini menepis anggapan bahwa obat tradisional
tak memiliki efek samping. Anggapan bila obat tradisional aman
dikonsumsi walaupun gejala sakit sudah hilang adalah keliru. Sampai
batas-batas tertentu, mungkin benar. Akan tetapi bila sudah melampaui
batas, justru membahayakan. Takaran yang tepat dalam penggunaan obat
tradisional memang belum banyak didukung oleh data hasil penelitian.
Peracikan secara tradisional menggunakan takaran sejumput, segenggam
atau pun seruas yang sulit ditentukan ketepatannya. Penggunaan takaran
yang lebih pasti dalam satuan gram dapat mengurangi kemungkinan
terjadinya efek yang tidak diinginkan karena batas antara racun dan obat
dalam bahan tradisional amatlah tipis. Dosis yang tepat membuat tanaman
obat bisa menjadi obat, sedangkan jika berlebih bisa menjadi racun
(Suarni, 2005).
(3) Ketepatan waktu penggunaan
Kunyit diketahui bermanfaat untuk mengurangi nyeri haid dan sudah turun-
menurun dikonsumsi dalam ramuan jamu kunir asam yang sangat baik
dikonsumsi saat datang bulan (Sastroamidjojo, 2001). Akan tetapi jika
diminum pada awal masa kehamilan beresiko menyebabkan keguguran.
Hal ini menunjukkan bahwa ketepatan waktu penggunaan obat tradisional
menentukan tercapainya atau tidaknya efek yang diharapkan ( Sari, 2006).

(4) Ketepatan cara penggunaan

Satu tanaman obat dapat memiliki banyak zat aktif yang berkhasiat di
dalamnya. Masing-masing zat berkhasiat kemungkinan membutuhkan
perlakuan yang berbeda dalam penggunaannya. Sebagai contoh adalah
daun kecubung jika dihisap seperti rokok bersifat bronkodilator dan
digunakan sebagai obat asma. Tetapi jika diseduh dan diminum dapat
menyebabkan keracunan/mabuk (Sastroamidjojo, 2001).
(5) Ketepatan telaah informasi
Perkembangan teknologi informasi saat ini mendorong derasnya arus
informasi yang mudah untuk diakses. Informasi yang tidak didukung oleh
pengetahuan dasar yang memadai dan telaah atau kajian yang cukup
seringkali mendatangkan hal yang menyesatkan. Ketidaktahuan bisa

4
menyebabkan obat tradisional berbalik menjadi bahan membahayakan
(Sastroamidjojo, 2001)
(6) Ketepatan pemilihan obat untuk indikasi tertentu
Dalam satu jenis tanaman dapat ditemukan beberapa zat aktif yang berkhasiat
dalam terapi. Rasio antara keberhasilan terapi dan efek samping yang
timbul harus menjadi pertimbangan dalam pemilihan jenis tanaman obat
yang akan digunakan dalam terapi (Sari, 2006).
a. Adanya efek komplementer dan atau sinergisme dalam ramuan obat
tradisional/komponen bioaktif tanaman obat.

Dalam suatu ramuan obat tradisional umumnya terdiri dari beberapa jenis
TO yang memiliki efek saling mendukung satu sama lain untuk mencapai
efektivitas pengobatan. Formulasi dan komposisi ramuan tersebut dibuat
setepat mungkin agar tidak menimbulkan kontra indikasi, bahkan harus
dipilih jenis ramuan yang saling menunjang terhadap suatu efek yang
dikehendaki (Katno dan Pramono, 2010).
b. Adanya lebih dari satu efek farmakologi dalam satu tanaman obat
Zat aktif pada tanaman obat umumnya dalam bentuk metabolit sekunder,
sedangkan satu tanaman bisa menghasilkan beberapa metabolit sekunder
sehingga meungkinkan tanaman tersebut memiliki lebih dari satu efek
farmakologi. Efek tersebut adakalanya saling mendukung (seperti pada herba timi
dan daun kumis kucing), tetapi ada juga yang seakan-akan saling berlawanan atau
kontradiksi (seperti pada akar kelembak). Kenyataan seperti itu di satu sisi
merupakan keunggulan produk obat alam/TO/OT, tetapi di sisi lain merupakan
bumerang karena alasan yang tidak rasional untuk bisa diterima dalam pelayanan
kesehatan formal (Katno dan Pramono, 2010).

2. Pengolongan Obat Herbal


Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan
tingkat
pembuktian khasiat, obat bahan alam Indonesia dikelompokkan menjadi 3
(tiga) kategori, yaitu:

5
a. Jamu (Empirical based herbal medicine)

Ketentuan logo Jamu


1. Kelompok jamu harus mencantumkan logo dan tulisan jamu
a. Logo berupa
- Ranting daun terletak dalam lingkaran
- Ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri dari wadah/
pembungkus/

brosur
b. Warna logo
- Hijau diatas dasar warna putih
- Atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo
2. Tulisan “ jamu” harus :
- Jelas dan mudah dibaca
- Dicetak dengan warna hitam atas dasar warna putih
3. Atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan “ jamu”

Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional,


misalnya dalam bentuk serbuk seduhan, pil, dan cairan yang berisi seluruh
bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut serta digunakan
secara tradisional. Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada
resep peninggalan leluhur yang disusun dari berbagai tanaman obat yang
jumlahnya cukup banyak, berkisar antara 5 – 10 macam bahkan lebih.
Bentuk jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis,
tetapi cukup dengan bukti empiris. Jamu yang telah digunakan secara turun-
menurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan tahun, telah
membuktikan keamanan dan manfaat secara langsung untuk tujuan
kesehatan tertentu.

6
Jamu harus memenuhi kriteria:

1. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan


2. Klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris
3. Memenuhi persyaratan mutu yang
berlaku Jenis klaim penggunaan:
1. Harus sesuai dengan jenis pembuktian tradisional dan tingkat

pembuktiannya yaitu tingkat umum dan medium


2. Harus diawali dengan kata-kata: “Secara tradisional digunakan
untuk…” atau sesuai dengan yang disetujui pada pendaftaran
3.
b. Obat Herbal Terstandar (Scientific based herbal medicine)

Ketentuan Logo Obat Herbal Tersandar


1. Obat herbal tersandar harus mencantumkan logo dan tulisan “ obat
herbal

terstandar “
2. Logo berupa
- Jari-jari daun (3 pasang) terletak dalam lingkaran
- Ditempatankan pada bagian atas sebelah kiri dari
wadah

/pembukus/brosur
3. Warna logo
- Hijau diatas dasar warna putih atau
- Warna lain yang menyolok kontrak dengan warna logo
4. Tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR “ harus :
- Jelas dan mudah dibaca

7
- Warna hitam diatas dasar warna putih atau
- Warna lain yang mencolok kontras dengan tulisan “OBAT
HERBAL

TESTANDAR”

Obat Herbal terstandar Adalah obat tradisional yang disajikan dari


ekstrak atau penyarian bahan alam yang dapat berupa tanaman obat,
binatang, maupun mineral. Untuk melaksanakan proses ini membutuhkan
peralatan yang lebih kompleks dan berharga mahal, ditambah dengan tenaga
kerja yang mendukung dengan pengetahuan maupun ketrampilan
pembuatan ekstrak. Selain proses produksi dengan tehnologi maju, jenis ini
pada umumnya telah ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa
penelitian-penelitian pre-klinik seperti standart kandungan bahan berkhasiat,
standart pembuatan ekstrak tanaman obat, standart pembuatan obat
tradisional yang higienis, dan uji toksisitas akut maupun kronis.
Obat Herbal Terstandar harus memenuhi kriteria:
1. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan Klaim khasiat
dibuktikan secara ilmiah/praklinik
2. Telah dilakukan standardisasi terhadap bahan baku yang digunakan
dalam produk jadi
3. Memenuhi persyaratan mutu yang
berlaku Jenis klaim penggunaan:
Harus sesuai dengan tingkat pembuktian yaitu tingkat pembuktian umum
dan medium
c. Fitofarmaka (Clinical based herbal medicine

Fitofarmaka merupakan bentuk obat tradisional dari bahan alam


yang dapat disejajarkan dengan obat modern karena proses pembuatannya

8
yang telah terstandar, ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan uji
klinik pada manusia.. Dengan uji klinik akan lebih meyakinkan para profesi
medis untuk menggunakan obat herbal di sarana pelayanan kesehatan.
Masyarakat juga bisa didorong untuk menggunakan obat herbal karena
manfaatnya jelas dengan pembuktian secara ilimiah. Fitofarmaka harus
memenuhi kriteria:
a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan Klaim khasiat
harus

dibuktikan berdasarkan uji klinik


b. Telah dilakukan standardisasi terhadap bahan baku yang digunakan
dalam produk jadi Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku Jenis
klaim penggunaan: Harus sesuai dengan tingkat pembuktian yaitu
tingkat pembuktian umum dan medium.

3. Keuntungan dan Kelebihan obat tradisonal


a. Keuntungan

Keuntungan Obat Tradisional Dibandingkan obat-obat modern, memang


OT/TO memiliki beberapa kelebihan, antara lain : efek sampingnya relatif
rendah, dalam suatu ramuan dengan komponen berbeda memiliki efek
saling mendukung, pada satu tanaman memiliki lebih dari satu efek
farmakologi serta lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan
degeneratif.
1. Efek samping OT relatif kecil bila digunakan secara benar dan tepat
OT/TO akan bermanfaat dan aman jika digunakan dengan tepat, baik
takaran, waktu dan cara penggunaan, pemilihan bahan serta penyesuai
dengan indikasi tertentu.
2. Adanya efek komplementer dan atau sinergisme dalam ramuan obat
tradisional/komponen bioaktif tanaman obat. Dalam suatu ramuan OT
umumnya terdiri dari beberapa jenis TO yang memiliki efek saling
mendukung satu sama lain untuk mencapai efektivitas pengobatan.
Formulasi dan komposisi ramuan tersebut dibuat setepat mungkin agar
tidak menimbulkan kontra indikasi, bahkan harus dipilih jenis ramuan
yang saling menunjang terhadap suatu efek yang dikehendaki. Sebagai

9
ilustrasi dapat dicontohkan bahwa suatu formulasi terdiri dari komponen
utama sebagai unsur pokok dalam tujuan pengobatan, asisten sebagai
unsur pendukung atau penunjang, ajudan untuk membantu menguatkan
efek serta pesuruh sebagai pelengkap atau penyeimbang dalam
formulasi. Setiap unsur bisa terdiri lebih dari 1 jenis TO sehingga
komposisi OT
lazimnya cukup komplek.
3. Pada satu tanaman bisa memiliki lebih dari satu efek farmakologi
Zat aktif pada tanaman obat umunya dalam bentuk metabolit sekunder,
sedangkan satu tanaman bisa menghasilkan beberapa metabolit
sekunder; sehingga memungkinkan tanaman tersebut memiliki lebih dari
satu efek farmakologi. Efek tersebut adakalanya saling mendukung
(seperti pada herba timi dan daun kumis kucing), tetapi ada juga yang
seakan-akan saling berlawanan atau kontradiksi (sperti pada akar
kelembak). Sebagai contoh misalnya pada rimpang temu lawak
(Curcuma xanthoriza) yang disebutkan memiliki beberapa efek
farmakologi, antara lain : sebagai anti inflamasi (anti radang), anti
hiperlipidemia (penurun lipida darah), cholagogum (merangsang
pengeluaran produksi cairan empedu), hepatoprotektor (mencegah
peradangan hati) dan juga stomakikum
(memacu nafsu makan).
4. Obat tradisional lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan
degeneratif. Sebagaimana diketahui bahwa pola penyakit di Indonesia
(bahkan di dunia) telah mengalami pergeseran dari penyakit infeksi
(yang terjadi sekitar tahun 1970 ke bawah) ke penyakit-penyakit
metabolik degeneratif (sesudah tahun 1970 hingga sekarang). Hal ini
seiring dengan laju perkembangan tingkat ekonomi dan peradaban
manusia yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu dan
teknologi dengan berbagai penemuan baru yang bermanfaat dalam
pengobatan dan peningkatan
kesejahteraan umat manusia.Pada periode sebelum tahun 1970-an
banyak terjangkit penyakit infeksi yang memerlukan penanggulangan
secara cepat dengan mengunakan antibiotika (obat modern). Pada saat

10
itu jika hanya mengunakan OT atau Jamu yang efeknya lambat, tentu
kurang bermakna dan pengobatannya tidak efektif. Sebaliknya pada
periode berikutnya hinga sekarang sudah cukup banyak ditemukan
turunan antibiotika baru yang potensinnya lebih tinggi sehingga mampu
membasmi berbagai penyebab penyakit infeksi. Akan tetapi timbul
penyakit baru yang bukan disebabkan oleh jasad renik, melainkan oleh
gangguan metabolisme tubuh akibat konsumsi berbagai jenis makanan
yang tidak terkendali serta gangguan faal tubuh sejalan dengan proses
degenerasi. Penyakit ini dikenal dengan sebutan penyakit metabolik dan
degeneratif. Yang termasuk penyakit metabolik antara lain : diabetes
(kecing manis), hiperlipidemia (kolesterol tinggi), asam urat, batu ginjal
dan hepatitis; sedangkan penyakit degeneratif diantaranya : rematik
(radang persendian), asma (sesak nafas), ulser (tukak lambung),
haemorrhoid (ambaien/wasir) dan pikun (Lost of memory).
b. Kelemahan obat tradisonal

Disamping berbagai keuntungan, bahan obat alam juga memiliki


beberapa kelemahan yang juga merupakan kendala dalam pengembangan
obat tradisional (termasuk dalam upaya agar bisa diterima pada pelayanan
kesehatan formal). Adapun beberapa kelemahan tersebut antara lain :
1. efek farmakologisnya yang lemah
2. bahan baku belum terstandar dan bersifat higroskopis serta volumines
3. belum dilakukan uji klinik dan mudah tercemar berbagai jenis
mikroorganisme.
4. Menyadari akan hal ini maka pada upaya pengembangan OT ditempuh
berbagai cara dengan pendekatan-pendekatan tertentu, sehingga
ditemukan bentuk OT yang telah teruji khasiat dan keamanannya,
5. bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah serta memenuhi indikasi
medis; yaitu kelompok obat fitoterapi atau fitofarmaka Akan tetapi
untuk melaju sampai ke produk fitofarmaka, tentu melalui beberapa
tahap (uji farmakologi, toksisitas dan uji klinik) hingga bisa
menjawab dan mengatasi berbagai kelemahan tersebut.
6. Efek farmakologis yang lemah dan lambat karena rendahnya kadar
senyawa aktif dalam bahan obat alam serta kompleknya zat

11
balast/senyawa banar yang umum terdapat pada tanaman. Hal ini bisa
diupayakan dengan ekstrak terpurifikasi, yaitu suatu hasil ekstraksi
selektif yang hanya menyari senyawa-senyawa yang berguna dan
membatasi sekecil mungkin zat balast yang ikut tersari.
2.2 Bentuk Sediaan Obat Bahan Alam

Obat bahan alam tersedia dalam berbagai bentuk yang dapat diminum atau
ditempelkan pada permukaan pada permukaan kulit. Tetapi tidak tersedia dalam
bentuk suntikan atau aerosol. Dalam bentuk sediaan obat- obat tradisional ini
dapat berbentuk serbuk yang menyerupai bentuk sediaan obat modren, kapsul,
tablet, larutan, ataupun pil (BPHN, 1993).

2.3 Larutan
Larutan terjadi apabila suatu zat padat bersinggungan dengan suatu cairan,
maka padat tadi terbagi secara molekuler dalam cairan tersebut. Zat cair atau
cairan biasanya ditimbang dalam botol yang digunakan sebagai wadah yang
diberikan. Cara melarutkan zat cair ada dua cara yakni zat-zat yang agak
sukar larut dilarutkan dengan pemanasan (Anief, 2000).
2.4 Serbuk

Serbuk adalah campuran homogen dua atau lebih obat yang


disebukkan. Pada pembuatan serbuk kasar, terutama serbuk nabati, digerus
terlebih dahulu sampai derajat halus tertentu setelah itu dikeringkan pada
suhu tidak lebih 500C.
Serbuk obat yang mengandung bagian yang mudah menguap
dikeringkan dengan pertolongan bahan pengering yang cocok, setelah itu
diserbuk dengan jalan digiling, ditumbuk dan digerus sampai diperoleh
serbuk yang mempunyai derajat halus serbuk (Anief, 2000).
2.5 Tablet

Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa-cetak, berbentuk


rata atau cempung rangkap, umumnya bulat, mengandung satu jenis obat
atau lebih
dengan atau tanpa zat tambahan. Zat pengembang, zat pengikat, zat
pelicin, zat pembasah. Contohnya yaitu tablet antalgin (Anief, 2002).
2.6 Pil

12
Pil adalah suatu sediaan yang berbentuk bulat seperti kelereng
mengandung satu atau lebih bahan obat. Berat pil berkisar antara 100 mg
sampai 500 mg. untuk membuat pil diperlukan zat tambahan seperti zat
pengisi untuk memperbesar volume, zat pengikat dan pembasah dan bila
perlu ditambah penyalut (Anief, 2002).
2.7 Kapsul

Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang
keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin,
tetapi dapat juga terbuat dari pati dan bahan lain yang sesuai. Ukuran
cangkang kapsul keras bervariasi dari nomor paling kecil (5) sampai nomor
paling besar (000), dan ada juga kapsul gelatin keras ukuran 0 dengan
bentuk memanjang ( dikenal sebangai usuran OE), yang memberikan
kapasitas isi yang lebih besar tanpa peningkatan diameter. Contohnya
kapsul pacekap (Farmakope IV, 1995)..

13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Obat bahan alam merupakan obat yang menggunakan bahan baku berasal dari alam
(tumbuhan dan hewan). Obat bahan alam dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis yaitu jamu,
jamu herbal terstandar, dan fitofarmaka.
Keuntungan Obat Tradisional Dibandingkan obat-obat modern, memang OT/TO
memiliki beberapa kelebihan, antara lain : efek sampingnya relatif rendah, dalam suatu
ramuan dengan komponen berbeda memiliki efek saling mendukung, pada satu tanaman
memiliki lebih dari satu efek farmakologi serta lebih sesuai untuk penyakit-penyakit
metabolik dan degeneratif.

14
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV .Mentri Kesehatan Republik


Indonesia.
Fauzi Btb, 2013. Uji Toksisitas . http://ilmu-
kefarmasian.blogspot.co.id/2013/04/uji-toksisitas.html . Diakses
pada tanggal 8 April 2022 Pukul 12.51 WIB

Notoatmodjo, S., 2012, Promosi kesehatan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta

Sriana aziz. 2011. Dasar Farmakologi Herbal.


http://milliherb.blogspot.co.id/2011/04/dasar-farmakologi-herbal.html

Diakses pada tanggal 8 April 2022 Pukul 15.43 WIB


Supardi, S., dan Susyanty, A.L., 2010, Penggunaan Obat Tradisional dalam Upaya Pengobatan
Sendiri di Indonesia (Analisis Data Susenas Tahun 2007), Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan, Vol. 38.
Wikipedia, 2016. https://id.wikipedia.org/wiki/Herbal. Diakses pada tanggal 8 April
2022 Pukul 11.36

15

Anda mungkin juga menyukai