Anda di halaman 1dari 110

 DOSEN

 DR.DANIEL LANTANG,M.KES
 Pengertian Ilmu Mikrobiologi
 Kedudukan Ilmu Mikrobiologi dalam Biologi
 Sejarah Perkembangan Ilmu Mikrobiologi
 Ruang Lingkup Ilmu Mikrobiologi
 Peranan Ilmu Mikrobiologi
 Di alam
 Ilmu Pertanian
 Peternakan
 Kedokteran
 Dll.
 Tipe sel Prokariotik
 Uniselluler
 Heterotrof, Fototrof, Sapropit
 Menguntungkan dan merugikan
 Sapropit, suplemen, flora normal
 Menyebabkan penyakit
o Hewan
o Tumbuhan
o Manusia
 Ukuran bakteri : bervariasi, pada umumnya 0.7 –
1.5 µm (penampang), sedangkan panjangnya 1 –
6 µm.
 Bentuk Morpologi Bakteri pada awalnya hanya
dibedakan atas 2 yaitu Basil dan Kokus, namun
setelah adanya bentuk mutasi, makadigolongkan
ke dalam 3 bentuk yaitu Kokus, Basil, dan
Lengkung.
 Bakteri Bentuk Kokus
Ada tiga mcam bentuk spiral:
Spiral, yaitu golongan bakteri yang bentuknya seperti spiral
misalnya Spirillum.
Vibrio, ini dianggap sebagai bentuk spiral tak sempurna, misalnya
Vibrio cholera penyebab penyakit kolera.
Spiroseta yaitu golongan bakteri berbentuk spiral yang besifat
lentur. Pada saat bergerak, tubuhnya dapat memanjang dan
mengerut.
 Anatomi bakteri(Struktur sel bakteri)
Bakteri tersusun atas dinding sel dan isi sel. Disebelah
luar dinding sel terdapat selubung atau kapsul. Di
dalam sel bakteri tidak terdapat membrane dalam
(endomembran) dan organel bermembran seperti
kloroplas dan mitkondria. Struktur tubuh bakteri dari
lapisan luar hingga bagian dalam sel yaitu flagela,
dinding sel, membrane sel, mesosom, lembaran
fotosintetik, sitoplasma, DNA, plasmid, ribosom, dan
endospora.
 Flagela.
Falgella terdapat salah satu ujung, pada kedua ujung atau pada
perukaan sel. Fungsinya untuk bergerak. Berdasar letak dan jumlahnya,
tipe flagella dapat dibedakan menjadi montrik, amfitrik, lofotrik, dan
peritrik.
Flagela terbuat dari protein yang disebut flagelin. Flagella berbetuk
seperti pembuka sumbat botol. Fungsinya adalah untuk bergerak.
Flagella berputar seperti baling-baling untuk menggerakkan bakteri.
Flagela melekat pada membrane sel.
Flagellum Structure Flagela :
Struktur granuler tepat dibawah
membran sel di dalam sitoplasma
Fungsinya untuk motilitas

Tersusun dari 3 bagian :


tubuh dasar, struktur seperti
kait, sehelai filamen panjang di
luar sel

Terdiri dari protein (flagelin)

Jumlah dan pola perlekatannya


menjadikan dasar klasifikasi
bakteri

Bisa dilihat di mikroskop dengan


pewarnaan khusus,
Diamati pergerakannya dengan
preparat basah
 Disebut philus (jamak) /fimbrae
 Ukuran lebih kecil, lebih pendek, lebih banyak dari
flagela
 Hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron
 Tidak berfungsi untuk motilitas
 Dijumpai pada spesies motil dan non
 Fungsi :melekat pada permukaan sel epitel
Pintu gerbang masuknya bahan genetik,
selain itu juga sebagai faktor virulensi.
Kapsul • Lapisan kental/lendir yang
mengelilingi bakteri
• Ukuran bergantung pada
media dan kondisi lingkungan
• Disekresikan oleh sel bakteri
• Tidak mudah lepas dari sel
• Fungsi :
melindungi sel bakteri
cadangan makanan
Virulensi (menginfeksi)
Dinding Sel
Dinding sel tersusun atas peptidoglikan yakni polisakarida yang berikatan
dengan protein. Dengan adanya dinding sel ini, tubuh bakteri memiliki
bentuk yang tetap. Fungsi dinding sel adalah untuk melindungi sel.
Berdasarkan struktur protein dan polisakarida yang terkandung di dalam
dinding sel ini, bakteri dapat dibedakan menjadi bakteri gram positif dan
gram negatif. Pada bakteri gram negatif, peptidoglikan terletak di antara
membran plasma dan membran luar dan jumlahnya lebih sedikit. Umumnya
bakteri gram negatif lebih patogen.
Bakteri gram-positif dinding selnya terdiri atas 60-100 persen peptodoglikan
dan semua bakteri gram-positif memiliki polimer asam N-asetil muramat dan
N-asetil glukosamin dinding sel beberapa bakteri gram positif mengandung
substansi asam teikoat yang dikaitkan pada asam muramat dari lapisan
peptidoglikan. Asam teikoat ini berwujud dalam dua bentuk utama yaitu
asam teikoat ribitol dan asam teiokat gliserol fungsi dari asam teiokat adalah
mengatur pembelahan sel normal. Apabila diberi pewarna gram
menghasilkan warna ungu. Bakteri gram-negatif dinding sel gram negatif
mengandung 10-20 % peptidoglikan, diluar lapisan peptidoglikan ada struktur
membran yang tersusun dari protein fostolipida dan lipopolisakarida. Apabila
diberi pewarna gram menghasilkan warna merah.
 Pewarnaan Bakteri.
 Pewarnaan negatip, mewarnai latar belakang bakteri sehingga
bakterinya nampak transparan (tembus pandang), reagen yang
digunakan adalah tinta cina atau nigrosin.
 Pewarnaan sederhana mewarnai sel bakteri, dinamakan
pewarnaan sederhana karena hanya menggunakan 1 macam
reagen yaitu methilen Blue.
 Perwarnaan gram yaitu menggunakan 4 macam reagen
pewarna yaitu:
 Kristal violet diberi simbol Gram A
 Larutan Mordan atau JKJ (jodium Kalium Jodida) Gram B
 Alkohol 70 % Gram C
 Safranin Gram D
 Indikator dikatakan bakteri gram positip jika sel bakteri
berwarna violet, dikatakan gram negatip bila sel bakteri
berwarna merah jambu.
 Endospora.

Endospora pada bakteri adalah alat survive terhadap


lingkungan yang ekstrim, bukan sebagai alat reproduksi jadi
endospora pada bakteri berbeda dengan spora pada jamur.
Berdasarkan letak spora pada bakteri, maka dapat dibedakan
atas:
 Bagian sel bakteri yang secara metabolik
dorman, dihasilkan pada fase yang lanjut
dari pertumbuhan sel
 Pada kondisi yang sesuai akan
berkecambah dan menghasilkan sel yang
sama seperti aslinya (sel vegetatif)
 Spora bersifat tahan terhadap banyak
bahan fisik dan kimiawi
 Ada 2 bentuk :
 Di luar sel vegetatif (eksospora) : Streptomyces
 Di dalam sel vegetatif (endospora ) : Bacillus
Endospore Production
Struktur Endospora
Various types endospore in bacteria
1.Round; 2. Ellipsoidal;
3. Ova; 4.Cylindrical;
5. Kidney shaped 6. Banana shaped
 Risalah menurut Schlegel (1972) tentang pembagian bakteri
berdasarkan dasar-dasar klassifikasi taksonomi sebagai
berikut:
 Eubakteria (bakteri sejati).
Adalah berdinding sel yang kuat, tidak fototrof, jika berfalgella
bergerak aktip, bentuk dasarnya kokus, batang atau lengkung.
Contoh kokus gram +, kokus gram -, ada yang aerob, dan
anaerob.
Batang ada yang gram + dan gram - ada yang membentuk spora
dan ada yang tidak, flagella bervariasi, ada juga bakteri bentuk
lengkung misalnya Spirillum, Vibrio, dan Desulvfovibriae.
 Bakteri Yang Mendekati Ciri-ciri Eubakteria.
Bakteri yang memiliki sifat sama dengan Eubacteria tetapi
mempunyai juga ciri-ciri/sifat fisiologisnya lainnya antara lain:
Bakteri fototrof yaitu mempunyai pigmen fotosintesa, pigmen ini
bermacam-macam tergantung divisionya/kelasnya.
Baskteri yang bertangkai, dicirikan oleh adanya struktur
menyerupai tangkai. Tangkai ada yang merupakan tonjolan dari sel
atau merupakan hasil pengeluaran lendir oleh sel yang membentuk
struktur seperti tangkai, cth, Neoskia, Gallionella, Caulobacter.
Bakteri yang berselubung, bakteri ini memiliki selubung
menyerupai bumbung yang menyelubungi sel, contoh Sphaerotilus,
Leptothria.
 Rickettsiae, bakteri ukurannya sangat kecil, pleomorfik dan bersifat
parasit obligat pada sel binatang, manusia dan serangga.

 Bakteri Yang sifatnya sangat berbeda dengan Eubacteria.

Contoh Spirochaeta, bakteri benrbentuk benang tipis dan terulir,


memiliki dinding sel yang tipis dan lentur (fleksibel) bergerak dengan
cara kontraksi sel menurut garis sumbu selnya., Bakteri merayap atau
meluncur, meski tdk memiliki flagella tetapi datap meluncur misalnya
beberapa blue green Algae, beberapa bakteri belerang misalnya
Beggiatoa , dan Myxobacteria bakteri ini memiliki dinding sel yang
sangat tipis dan sangat lentur, dan bersifat gram negatif.

Mycoplasma atau PPLO yaitu bakteri tidak memiliki dinding sel.


 Bentuk Batang,  Spora, terminal,
Anaerob, motil, gram + sentral, sub terminal
 Hidup alamiah di alam,  Bentuk sel yang
saluran usus manusia, mempunyai spora
hewan, saprofit, pemukul bola kasti.
patogen.  Flagel peri trik
 Toksin botulisme,  Koloni kecil, hemolisis
tetanus, gangren gas, C. Tetani
dan colitis
 Penyebab tetanus
pseudomembranosa.
 Kotoran binatang,
 Spora lebih besar dari kuda sapi dan hewan
sel lainnya
 Clostridium tetani
 Tumbuh dalam keadaan anerob.
Clostridium tetani, yang
 Koloni tergantung jenis
menyebabkan tetanus, tersebar luas
bakterinya
di dunia dalam tanah dan tinja kuda
 Umumnya psesies menyebabkan
dan hewan lain. Beberapa tipe
hemolisis pada agar darah.
C. tetani dapat dibedakan dengan
 Anaerob karena tidak mampu antigen flagel spesifik. Semuanya
menggunakan oksigen sebagai mempunyai antigen O (somatic), dan
akseptor hidrogen terakhir. menghasilkan neurotoksin dari tipe
 Tdk mempunyai sitokrom antigenik yang lama, tetanospamin.
oksidase Toksin tetanospamin dilepaskan saat
sehingga tidak mampu memecah mengalami lisis.

Hidrogen peroksida H2O2


 Produksi toksin dikendalikan  Tidak bersifat invasif
oleh gen dalam plasmid.  . Germinasi spora menghasilkan toksin
 Toksin ini menghambat dibantu menyebabkan jaringan nekrotik,
pelepasan asetilkolin, sehingga (2) Garam-garam kalsium, dan (3) adanya
mengganggu transmisi
infeksi piogenik, yang semuanya
neuromuskuler. Namun, cara
membantu menimbulkan potensial
kerja paling penting adalah
oksidasi-reduksi yang rendah. Toksin
penghambatan neuron spinal
yang dilepaskan dari sel-sel vegetatif
postsinaps dengan menghambat
dapat mencapai susunan saraf pusat
pelepasan mediator penghambat.
melalui transpor akson secara retrograd
Ini mengakibatkan kejang otot
atau melalui aliran darah. Pada susunan
yang menyeluruh, hiperfleksia
dan kejang umum. saraf pusat, toksin mudah terikat pada
gangliondi medulla spinalis dan batang
otak.
 Gambaran Klinik
 Masa inkubasi antara 4-5 hari sampai berminggu-minggu. Penyakit ini
ditandai dengan kontraksi tonik konvulsif otot-otot lurik. Kejang otot
sering terjadipada daerah luka pertama dan infeksi, kemudian otot-otot
rahang, yang berkontraksi sedemikian rupa sehingga mulut tidak dapat
dibuka. Lambat laun otot-otot lainnya terserang mengakibatkan kejang
tonik. Setiap rangsangan dari luar dapat menimbulkan serangan tetani.
Penderita sadar penuh dan mungkin merasa sangat nyeri. Kematian
biasanya terjadi akibat gangguan mekanisme pernapasan. Angka kematian
pada tetanus umum sangat tinggi.
 Diagnosis
 Diagnosis didasarkan pada gambaran klinik dan anamnesis adanya luka,
meskipun hanya 50% pasien tetanus menderita luka yang menyebabkannya
meminta pertolongan medis. Biakan anaerob dari jaringan luka yang
terkontaminasi dapat menghasilkan C tetani, tetapi pemberian antitoksin
untuk pencegahan atau pengobatan tidak perlu menunggu hasil biakan.
Bukti isolasi C. tetani harus didasarkan pada pembentukan toksin dan
netralisasi toksin dengan antitoksin spesifik.
 Pencegahan.  Clostridium botulinum
 Clostridium botulinum, yang
 imunisasi aktif dengan toksoid menyebabkan botulisme, tersebar
 Perawatan yang baik pada luka di seluruh dunia, organisme ini

yang terkontaminasi dengan ditemukan dalam tanah dan


kadang-kadang dalam faeses
tanah dan sebagainya.
hewan.
 pemakaian antitoksin sebagai  Tipe C. botulinum dibedakan
pencegahan. melalui tipe antigenic toksin yang
dihasilkan. Spora organisme ini
 Tindakan pembedahan
sangat resisten terhadap panas,
 Pembedahan sangat penting tahan pada suhu 1000C sekitar 3-5
karena tindakan ini jam. Resisten terhadap panas
berkurang pada pH asam atau bila
menghilangkan jaringan nekrotik
konsentrasi garam tinggi.
yang penting untuk
pengembangbiakan organisme.
 Toksin
 Selama pertumbuhan C. botulinum dan selama autolisis bakteri, toksin
dikeluarkan ke dalam lingkungan sekitarnya. Dikenal tujuh variasi antigenik
toksin (A-G). Tipe A, B dan E adalah penyebab utama penyakit pada manusia.
Tipe A dan B dihubungkan dengan berbagai makanan, dan tipe E terutama
pada hasil ikan. Tipe F menyebabkan leher lemas pada unggas; tipe D,
botulisme pada mamalia.
 Toksin C. botulinum merupakan substansi paling toksik, dosis letal bagi
manusia mungkin sekitar 1-2 g. Toksin dirusak oleh pemanasan selama 20
menit pada suhu 1000C. Pembentukan toksin di bawah kendali suatu gen
virus. Beberapa strain C. botulinum pembentuk toksin menghasilkan
bakteriofaga yang dapat menginfeksi strain nontoksigenik dan mengubahnya
menjadi toksigenik.
 Patogenesis
 Botulisme adalah suatu keracunan akibat memakan makanan dimana C.
botulinum tumbuh dan menghasilkan toksin. Penyebab paling sering adalah
makanan kaleng yang bersifat basa, dikemas kedap udara, diasap, diberi
rempah-rempah, yang dimakan tanpa dimasak lagi. Dalam makanan ini spora
C. botulinum tumbuh; dalam keadaan aerob, bentuk vegetatif tumbuh dan
menghasilkan toksin.
 Toksin bekerja dengan menghambat pelepasan asetilkolin pada sinaps dan
hubungan saraf–otot, mengakibatkan paralysis flasid.
 Gambaran Klinik
 Gejala-gejala dimulai 18-24 jam setelah makan maknanan yang beracun, dengan
gangguan penglihatan, ketidak mampuan menelan, dan kesulitan bicara; tanda-tanda
paralysis bulbar berjalan progresif, dan kematian terjadi karena paralysis pernapasan
atau henti jantung. Gejala gastrointestinal biasanya tidak menonjol. Tidak ada
demam. Penderita tetap sadar sepenuhnya sampai menjelang mati. Angka kematian
tinggi. Penderita yang sembuh tidak membentuk antitoksin dalam darah. Pengobatan
guanidine hodroklorida yang kadang-kadang berhasil.
 Epidemiologi, Pencegahan, dan Pengendalian
 Karena spora C. botulinum tersebar luas dalam tanah, spora ini sering mencemari
sayuran, buah-buahan dan bahan-bahan lainnya. Makanan yang toksik mungkin rusak
dan tengik, dan kaleng dapat meggembung atau mungkin kelihatannya tidak
berbahaya. Risiko dari makanan kaleng rumahan dapat dikurangi bila makanan
didihkan selama lebih dari 20 menit sebelum dihidangkan.

 Clostridium perfingens
 Banyak jenis klostridia penghasil toksin dapat menimbulkan infeksi invasive
bila masuk ke dalam jaringan yang rusak. Kira-kira 30 spesies klostridia
dapat menimbulkannya, tetapi penyebab paling sering dalam penyakit
invasive adalah Clostridium perfingens (90%). Suatu enterotoksin yang
dihasilkan C. perfingens merupakan penyebab umum keracunan makanan.
 Toksin
 Klostridia menghasilkan sejumlah besar jenis toksin dan enzim yang
mengakibatkan penyebaran infeksi. Banyak toksin yang bersifat
mematikan, menyebabkan nekrosis dan hemolisis.
 Beberapa strain C. perfingens menghasilkan enterotoksin yang kuat,
terutama bila tumbuh dalam masakan daging. Kerja enterotoksin bakteri
ini meliputi hipersekresi yang nyata dalam jejenum ileum, disertai
kehilangan cairan dan elektrolit pada diare.
 Patogenesis
 Spora klostridia mencapai jaringan melaui kontaminasi pada daerah-daerah
yang terluka atau dari saluran usus. Spora berkembang biak pada keadaan
potensial reduksi-oksidasi rendah; sel-sel vegetatif berkembang biak,
meragikan karbohidrat yang terdapat dalam jaringan dan membentuk
gas.nekrosis jaringan bertambah luas, memberi kesempatan untuk
peningkatan pertumbuhan bakteri, anemia hemolitik dan akhirnya
toksemia berat dan kematian.


 Batang Gram Positif yang Tidak Membentuk Spora.
 Corynebakteria
Ciri-cirinya:
 Selnya terjadi pembengkakan pada salah satu ujungnya.
 Dgn pewarnaan anilin tampak granula di dalam sel.
 Pada agar darah koloni tampak warna kelabu.
 Ketiga biovar C. diphtheriae secara khas mempunyai gambaran sebagai
berikut: gravis, mitis, intermedius. Varian ini diklasifikasikan
berdasarkan ciri khas pertumbuhan seperti morfologi koloni, reaksi
biokimia, dan sebagai penyakit yang disebabkan oleh infeksi. Sangat
sedikit referensi laboratorium yang memberikan ciri khas boivar;
insiden difteri telah sangat menurun dan hubungan berbagai penyakit
dengan biovar tidak penting untuk klinik atau pengaturan kesehatan
masyarakat terhadap suatu kasus atau wabah
 Sifat-sifat Pertumbuhan
 C. diphtheriae dan korinebakteria lain tumbuh secara
aerob pada sebagian besar perbenihan laboratorium.
Propionibacterium, bersifat anaerob. Pada perbenihan
serum Loeffler, korinebakteria tumbuh jauh lebih mudah
daripada kuman patogen pernapasan lainnya, dan pada
sediaan mikroskopik, morfologi organisme tampak khas.
Kuman ini membentuk asam, tetapi tidak membentuk gas
pada beberapa karbohidrat, seperti diperlihatkan pada
Tabel di bawah ini
Contoh Reaksi Metabolisme

Glukosa1 Maltosa1 Sukrosa1 Ureasa1

C. diphtheriae + + - -

C. xerosis + + + -

C. pseudodiphtheriticum2 - - - +

C.pyogenes (C. haemolyticum) + + + -


 Patogenesis
 Dalam kelompok ini, bakteri patogen utama bagi manusia
adalah C. diphtheriae. C. diphtheriae terdapat dalam
saluran pernapasan, dalam luka-luka, atau pada kulit orang
yang terinfeksi atau orang normal yang membawa bakteri.
Bakteri disebarkan melalui droplet atau kontak dengan
individu yang peka; bakteri kemudian tumbuh pada selaput
mukosa atau kulit yang lecet, dan bakteri yang toksigenik
itu mulai menghasilkan toksin.
 Semua C. diphtheriae yang toksigenik mampu
mengeluarkan eksotoksin yang menimbulkan penyakit yang
sama. Pembentukan toksin vitro terutama bergantung pada
kadar besi. Pembentukan toksin optimal pada kadar besi
0,5 g/mL. Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya
toksin in vitro adalah tekanan osmotik, kadar asam amino,
pH, dan tersedianya sumber-sumber karbon dan nitrogen
yang cocok..
 ”Virulensi” bakteri difteria disebabkan karena
kemampuannya untuk menimbulkan infeksi, tumbuh cepat,
dan kemudian dengan cepat mengeluarkan toksin yang
diabsorbsi secara efektif. C. diphtheriae tidak perlu
menjadi toksigenik untuk menimbulkan infeksi lokal –
misalnya di nasofaring atau kulit – tetapi strain yang
nontoksigenik tidak menimbulkan efek toksik lokal maupun
sistemik. C diphtheriae tidak secara aktif menginvasi
jaringan dalam dan praktis tidak pernah masuk peredaran
darah
Batang Gram Negatif Enterik (Enterobacteriaceae)

 Enterobacteriaceae adalah kelompok besar batang gram-


negatif yang heterogen, yang habitat alaminya adalah saluran
usus manusia dan hewan. Famili ini mencakup banyak genus
(misalnya, Escherichia, Shigella, Salmonella, Enterobacter,
Klebsiella, Serratia, dan Proteus). Beberapa organisme
enterik, misalnya Escherichia coli, merupakan bagian flora
normal dan kadang-kadang menyebabkan penyakit, sementara
lainnya, Salmonella dan Shigella, selalu bersifat patogen
untuk manusia. Enterobacteriaceae adalah anaerob fakulatif
atau anaerob, meragikan sejumlah besar karbohidrat,
memiliki struktur antigen yang kompleks, dan menghasilkan
berbagai jenis toksin dan faktor virulensi yang lain.
 Biakan
 Enterobacteriaceae adalah batang
 E. coli dan kebanyakan bakteri enterik
pendek gram-negatif yang dapat
lain membentuk koloni yang bundar,
membentuk rantai. Morfologi
cembung, halus dengan tepi yang nyata.
khasnya dapat dilihat dalam
Koloni Enterobacter serupa tetapi agak
pertumbuhan pada perbenihan
lebih mukoid. Koloni Klebsiella besar,
pada in vitro, tetapi morfologinya
sangat mukoid dan cenderung bersatu
sangat bervariasi dalam bahan
bila lama dieramkan. Salmonella dan
klinik. Pada Klebsiella simpainya
shigela membuat koloni yang mirip
besar dan teratur, pada
dengan E. coli tetapi tidak meragikan
Enterobacteriaceae tidak begitu
laktosa. Beberapa strain E. coli
besar, dan tidak lazim pada
menyebabkan hemolisis pada agar darah.
species yang lain
 Ciri-ciri Pertumbuhan  Escherichia
 Pola peragian karbohidrat dan aktivitas  E. coli secara khas memberi hasil positif untuk tes
dekarboksilase asam amino serta enzim lain biasanya indol, lisin dekarboksilase, dan peragian manitol
digunakan dalam pembedaan biokimia. Beberapa tes, serta membentuk gas dari glukosa. Isolat urin dengan
misalnya pembentukan indol dari triptofan, biasanya cepat dapat dikenali sebagai E coli karena terjadi
digunakan untuk pengenalan cepat, sementara yang hemolisis pada agar darah, morfologi koloniyang khas
lain, misalnya reaksi Voges-Proskauer (pembentukan dengan “kilau” iridesen pada perbenihan diferensial
asetil, etilkarbinol dari dekstrosa), biasanya lebih misalnya agar EMB, dan tes bercak positif untuk
jarang digunakan. Biakan pada perbenihan indol. Lebih dari 90% isolat E coli bersifat positif
”diferensial” yang mengandung zat warna khusus dan terhadap -glukuronidase yang menggunakan
karbohidrat (misalnya esosin-metilen biru (EMB), substrat 4-metilumbeliferil --glukuronida (MUG).
perbenihan Mac-Conkey, atau perbenihan Isolat dari tempat-tempat pada tubuh selain urin,
deoksikolat) membedakan koloni peragi-laktosa dengan ciri-ciri khasnya (seperti di atas ditambah tes
(berwarna) dari koloni yang tidak meragikan laktosa oksidase negatif) sering dapat dipastikan sebagai E.
(tak berpigmen) dan dapat digunakan untuk coli dengan tes MUG positif.
identifikasi presumtif bakteri enterik secara cepat. 


2. Shigella 3. Salmonella
Shigella bersifat tak bergerak dan Salmonella adalah batang
biasanya tidak meragikan laktosa bergerak yang secara khas
tetapi meragikan karbohidrat lain, meragikan glukosa dan manosa
menghasilkan asam tetapi tidak tanpa membentuk gas tetapi
membentuk gas. Shigella tidak tidak meragikan laktosa atau
menghasilkan H2S. Keempat spesies sukrosa. Sebagian besar
Shigella berhubungan erat dengan E. Salmonella menghasilkan H2S.
coli. Berbagai Shigela mempunyai Jika termakan, bakteri ini sering
antigen yang sama satu sama lain bersifat patogen bagi manusia
demikian juga dengan kuman enterik atau hewan.
lainnya.
Kelompok Klebsiella-Enterobacter-Serratia
Spesies Klebsiella menunjukkan pertumbuhan mukoid, simpai
polisakarida yang besar, tidak ada pergerakan, dan biasanya
memberi tes positif untuk lisin dekarbosilase dan sitrat.
Kebanyakan spesies Enterobacter menghasilkan tes positif
untuk pergerakan, asam sitrat, dan orinitin dekarboksilase dan
membentuk gas dari glukosa. Enterobacter aerogenes
mempunyai simpati yang kecil. Serratia menghasilkan Dnase,
lipase, dan gelatinase. Klebsiella, Enterobacter, dan Serratia
biasanya memberi reaksi Voges-Proskauer positif.
. Kelompok Proteus-Morganella-Providencia
Anggota kelompok ini mendeaminasi fenilalanin, dapat bergerak,
tumbuh pada perbenihan kalium sianida (KCN), dan meragikan xilosa.
Spesies Proteus bergerak sangat aktif dengan memakai flagel peritrik,
yang mengakibatkan swarming (pertumbuhan menyebar pada
permukaan, membentuk pola menyerupai lingkaran tahun pada pohon)
pada perbenihan padat kecuali kalau ini dihambat oleh zat kimia,
misalnya feniletil alcohol atau perbenihan CLED (Cystine-lactose-
electrolyte-deficiebnt). Spesies Proteus dan Morganella Morganii
bersifat urease-positif, sementaera spesies Providencia biasanya urease-
negatif. Kelompok Proteus-Providencia meragikan laktosa secara amat
lambat atau tidak sama sekali. Proteus mirabilis lebih peka terhadap
obat antimikroba, termasuk penisilin, disbanding anggota lain dari
kelompok itu.
6. Citrobacter
Bakteri ini secara khas bersifat sitrat-
positif dan berbeda dari Salmonella
karena tidak menyebabkan dekarboksilasi
lisin. Bakteri ini sangat lambat meragikan
laktosa.
Identifikasi Cepat Dan Presumtif Kuman
Enterik Gram-Negatif

Cepat Meragi Laktosa Lambat Meragi Laktosa Tidak Meragi Laktosa

Escherichia coli: Edwardsiella, Serratia, Spesies Shigella:


Mengkilat seperti logam pada Citrobacter, Arizona, Tidak bergerak, tidak
perbenihan Providencia, Erwinia. membentuk gas dari dekstrosa.
diferensial;bergerak; koloni
rata, tidak liat. Spesies Salmonella:
Bergerak, biasanya membentuk
Enterobacter aerogenes: asam dan gas dari dekstrosa
Koloni meninggi, tidak ada
kilauan logam; sering Spesies Proteus:
bergerak; pertumbuhan lebih Oada agar, ”swarming”; urea
liat. dihidrolisis dengan cepat
(tercium bau ammonia).
Klebsiella pneunomiae:
Sangat liat pertumbuhan Spesies Pseudomonas: Pigmen
mukoid; tidak bergerak. yang larut, hijau-biru dan
berfluoresen; tercium bau
Shigella

Habitat alamiah Shigella terbatas pada saluran pencernaan manusia dan


primata lainnya: di sini Shigella tersebut menyebabkan disentri basiler.

Morfologi & Identifikasi

Ciri-ciri Khas Organisme


Shigella adalah batang gram-negatif ramping: bentuk kokobasil
ditemukan pada biakan muda.

Biakan
Shigella bersifat fakultatif anaerob tetapi paling baik tumbuh secara
aerobik. Koloninya konveks, bulat, transparan dengan pinggir-pinggir
utuh, mencapai diameter kira-kira 2 mm dalam 24 jam.
• Sifat-sifat Pertumbuhan
Semua Shigella meragikan glukosa. Bakteri ini
tidak meragikan laktosa, kecuali Shigella sonnei.
Ketidakmampuannya untuk meragikan laktosa
membedakan bakteri-bakteri shigela pada pembenihan
diferensial. Bakteri ini membentuk asam dari
karbohidrat, tetapi jarang menghasilkan gas. Bakteri
ini dapat juga dibagi menjadi bakteri yang meragikan
manitol dan yang tidak.
Nama Sekarang Golongan Manitol Ornitin
dan Jenis Dekarboksilase
S. dysenteriae A – –
S. flexnery B + –
S. boydii C + –
S. Sonnei D + +
Patogen & Patologi
Infeksi Shigella hampir selalu terbatas pada saluran pencernaan; invasi
ke aliran darah sangat jarang. Shigella sangat menular; untuk
menimbulkan infeksi diperlukan dosis kurang dari 103 organisme
(sedangkan untuk Salmonella dan Vibrio adalah 105 – 108). Proses
patologik yang penting adalah invasi epitel mukosa; mikroabses pada
dinding usus besar dan ileum terminal yang mengakibatkan nekrosis
selaput mukosa, ulserasi superficial, perdarahan, dan pembentukan
”pseudomembran” pada daerah ulkus. Pseudomembran ini terdiri atas
fibrin, leukosit, sisa sel, selaput mukosa yang nekrotik, dan bakteri. Bila
proses mulai membaik, jaringan granulasi mengisi ulkus dan terbentuk
jaringan parut.
 Endotoksin
 Pada waku terjadi autolisis, semua Shigella mengeluarkan lipopolisakaridanya yang
toksik. Endotoksin ini mungkin menambah iritasi dinding usus.
 Eksotoksin Shigella dysenteriae
 S. dysenteriae tipe 1 (basil Shiga) memproduksi eksotoksin tidak tahan panas yang
dapat mempengaruhi saluran pencernaan dan susunan saraf pusat. Eksotoksin
merupakan protein yang bersifat antigenik (merangsang produksi antitoksin) dan
mematikan hewan percobaan. Sebagai enterotoksin, zat ini menimbulkan diare,
sebagaimana halnya enterotoksin E. coli yang tak tahan panas, mungkin dengan
mekanisme yang serupa. Pada manusia, eksotoksin ini juga menghambat absorpsi
gula dan asam amino pada usus kecil. Sebagai “neurotoksin” zat ini ikut berperan
dalam menyebabkan keparahan penyakit dan sifat fatal infeksi S dysenteriae, serta
menimbulkan reaksi susunan saraf pusat (meningismus, koma). Penderita dengan
infeksi Shigella flexneri atau Shigella sonnei membentuk antitoksin yang
menetralkan eksotoksin S. dysenteriae in vitro. Aktivitas yang bersifat toksik ini
berbeda dengan sifat invasive shigela pada disentri. Keduanya dapat bekerja
berurutan, toksin menyebabkan diare awal yang encer dan tidak berdarah, dan
invasi usus besar mengakibatkan disentri lebih lanjut dengan tinja yang disertai
darah dan nanah.
Eksotoksin Shigella dysenteriae
S. dysenteriae tipe 1 (basil Shiga) memproduksi eksotoksin tidak tahan
panas yang dapat mempengaruhi saluran pencernaan dan susunan saraf
pusat. Eksotoksin merupakan protein yang bersifat antigenik
(merangsang produksi antitoksin) dan mematikan hewan percobaan.
Sebagai enterotoksin, zat ini menimbulkan diare, sebagaimana halnya
enterotoksin E. coli yang tak tahan panas, mungkin dengan mekanisme
yang serupa. Pada manusia, eksotoksin ini juga menghambat absorpsi
gula dan asam amino pada usus kecil. Sebagai “neurotoksin” zat ini
ikut berperan dalam menyebabkan keparahan penyakit dan sifat fatal
infeksi S dysenteriae, serta menimbulkan reaksi susunan saraf pusat
(meningismus, koma)
Penderita dengan infeksi Shigella flexneri atau Shigella sonnei
membentuk antitoksin yang menetralkan eksotoksin S.
dysenteriae in vitro. Aktivitas yang bersifat toksik ini berbeda
dengan sifat invasive shigela pada disentri. Keduanya dapat
bekerja berurutan, toksin menyebabkan diare awal yang encer
dan tidak berdarah, dan invasi usus besar mengakibatkan disentri
lebih lanjut dengan tinja yang disertai darah dan nanah.
Gambaran Klinik
Setelah masa inkubasi yang pendek (1-2 hari), secara
mendadak timbul nyeri perut, demam, dan tinja encer.
Diare tersebut disebabkan oleh kerja eksotoksin dalam
usus halus. Sehari atau beberapa hari kemudian, jumlah
tinja meningkat karena infeksi meliputi ileum dan kolon;
tinja ini berkurang encernya tetapi sering mengandung
lendir dan darah. Tiap geraan usus disertai dengan
”mengedan” dan tenesmus (spasme rectum), yang
menyebabkan nyeri perut bagian bawah
Demam dan diare ini sembuh secara spontan dalam 2-5 hari pada
lebih dari setengah kasus orang dewasa. Namun, pada anak-anak
dan orang tua, kehilangan cairan dan elektrolit dapat
menyebabkan dehidrasi, asidosis, bahkan kematian. Penyakit
yang disebabkan oleh S dysenteriae ini dapat sangat parah.
Setelah sembuh, kebanyakan orang mengeluarkan bakteri
disentri dalam waktu yang singkat, tetapi beberapa diantaranya
tetap menjadi pembawa yang kronis dan dapat mengalami
serangan penyakit berulang-ulang. Setelah sembuh dari infeksi,
kebanyakan orang akan memiliki antibodi terhadap Shigella
dalam darahnya, tetapi antibodi ini tidak melindungi terhadap
reinfeksi.
Tes Diagnostik Laboratorium

BP Tinja segar, lendir, dan usapan rectum untuk pembiakan.


Sejumlah besar leukosit dan darah merah sering dapat terlihat
secara mikroskopik dalam tinja
Biakan
Bahan digoreskan pada perbenihan diferensial (misalnya, agar
Mac Conkey atau agar EMB) dan pada perbenihan selektif (agar
enterik Hektoen atau agar Samonella-Shigella), yang menekan
Eneterobacteriaceae lain dan organisme gram-positif.
Pengobatan
Sprofloksasin, ampisilin, tetrasiklin, dan trimetoprim-
sulfametoksazol biasanya menghambat Shigella dan dapat
menekan serangan klinik disentri akut
Shigella ditularkan melalui makanan, jari, tinja, dan lalat dari
orang ke orang (food, fingers, feces, and files). Sebagian besar
kasus infeksi Shigella terjadi pada anak-anak di bawah usia 10
tahun. S. dysenteriae tersebar luas
Kelompok Salmonella-Arizona
Salmonella sering bersifat patogen untuk manusia atau hewan bila masuk
melalui mulut. Berikut ini ditularkan dari hewan atau produk hewan
kepada manusia, dan menyebabkan enteritis, infeksi sistemik, dan demam
enterik.
Panjang Salmonella bervariasi. Bergerak dengan flagel peritrika. Bakteri
ini mudah tumbuh pada pembenihan biasa, tetapi hampir tidak pernah
meragikan laktosa atau sukrosa. Bakteri ini membentuk asam dan kadang-
kadang gas dari glukosa dan manosa, dan biasanya membentuk H2S.
Bakteri ini dapat hidup dalam air beku untuk jangka waktu yang cukup
lama. Salmonella resisten terhadap zat-zat kimia tertentu (misalnya hijau
brilian, natrium, tetrationat, dan natrium deoksikolat) yang menghambat
bakteri enterik lainnya; karena itu senyawa ini bermanfaat untuk
dimasukkan dalam perbenihan yang dipakai untuk mengisolasi Salmonella
dari tinja.
Patogenesis dan Gejala Klinik
S. typhi dan mungkin S. parathipi A serta S. schottmulleri (dahulu
Salmonella paratyphi B) terutama menyebabkan infeksi pada manusia;
infeksi oleh organisme ini berarti ditularkan dari sumber manusia. Tetapi,
sebagian besar Salmonella terutama bersifat patogen bagi hewan yang
merupakan reservoir untuk infeksi manusia. Hewan-hewan ini meliputi
unggas, babi, hewan pengerat, sapi, hewan piaraan (dari kura-kura
sampai burung kakatua), dan hewan lainnya.
Pada manusia, Salmonella menyebabkan tiga macam penyakit utama,
tetapi sering juga ditemukan bentuk campuran, yaitu Enterokolitis
(Dahulu ”Gastroenteritis”), Bakteremia dengan Lesil lokal, Demam
enterik.
 Demam Enterik” (Demam Tifoid)

 Gejala ini ditimbulkan hanya oleh beberapa Salmonella, tetapi

yang terpenting adalah S. typhi (demam tifoid). Salmonella yang

termakan mencapai usus halus dan masuk ke saluran getah

bening lalu ke aliran darah. Kemudian bakteri dibawa oleh darah

menuju berbagai organ, termasuk usus. Organisme ini

berkembang biak dalam jaringan limfoid dan diekskresi dalam

tinja.
 Setelah masa inkubasi 10-14 hari, timbul demam, lemah, sakit

kepala, konstipasi, bradikardia, dan mialgia. Demam sangat tinggi,

dan limpa serta hati membesar. Meski jarang, pada beberapa kasus

terlihat bintik-bintik merah (rose spots) yang timbul sebentar. Jumlah

sel darah putih normal atau rendah. Sebelum masa antibiotika,

komplikasi utama demam enterik adalah perdarahan usus dan

perforasi; angka kematian 10-15%. Pengobatan dengan

kloramfenikol, ampisilin, atau trimetoprim-sulfametoksazol

mengurangi angka kematian menjadi kurang dari 1%.


Bakteremia dengan Lesi Fokal
Biasanya ini disebabkan oleh S. chloresuis tetapi dapat disebabkan oleh
setiap serotipe Salmonella. Setelah infeksi melalui mulut, terjadi invasi
dini terhadap darah (dengan kemungkinan lesi fokal di paru-paru,
tulang, selaput otak, dan sebagainya), tetapi sering tidak ada
manifestasi usus. Biakan darah tetap positif.

Enterokolitis (Dahulu ”Gastroenteritis”)


Ini adalah gejala paling sering yang ditemukan pada infeksi Salmonella.
Di AS, S. typhimurium lebih menonjol, tetapi enterokolitis dapat
disebabkan oleh setiap dari 1500-2000 tipe Salmonella. Delapan sampai
48 jam setelah memakan Salmonella, timbul rasa mual, sakit kepala,
muntah, dan diare hebat, dengan beberapa lekosit dalam tinja. Demam
ringan sering terjadi, tetapi biasanya sembuh dalam 2-3 hari.
Terdapat lesi-lesi peradangan di usus halus dan usus besar. Bakteremia
sangat jarang (2-4%) kecuali pada orang yang imunnya terganggu. Biakan
darah biasanya negatif, tetapi biakan tinja positif untuk Salmonella dan
dapat tetap positif selama beberapa minggu setelah penyakit sembuh
secara klinik.
Penyakit Klinik yang Disebabkan oleh Salmonella

Demam Enterik Septikemia Enterokolitis


Masa inkubasi 7-20 hari Bervariasi 8-48 jam
Permulaan Perlahan-lahan Mendadak Mendadak
penyakit
Demam Lambat, kemudian Cepat naik, Biasanya rendah
tetap tinggi dengan kemudian memuncak
stadium ”tifoid” ke satu ”sepsis”
Masa sakit Beberapa minggu Bervariasi 2-5 hari
Gejala-gejala Permulaan sering Sering tidak ada Mual, muntah,
gastrointestinal
konstipasi; kemudian diare
diare berdarah pada permulaan
Biakan darah Positif dalam minggu Positif selama Negatif
1-2 sakit demam tinggi
Biakan tinja Positif mulai minggu Jarang positif Positif segera
kedua negatif pada setelah
masa lebih dini timbul penyakit
 Diagnosis Laboratorium

 Bahan

 Darah untuk biakan harus diambil berulang kali. Pada demam


enteric dan septicemia, biakan darah sering positif dalam minggu
pertama masa sakit. Biakan sumsum tulang mungkin bermanfaat.
Biakan air kemih dapat positif setelah minggu kedua.

 Bahan tinja juga harus diambil berulang kali. Pada demam


enterik, tinja positif sejak minggu kedua atau ketiga; pada
enterokolitis, selama minggu pertama.

 Biakan positif dari drainase duodenum menentukan ada tidaknya


Salmonella dalam saluran empedu pada pembawa bakteri.
 KOKUS GRAM POSITIF DAN GRAM NEGATIF
Kokus Gram Positif

Staphylococcus
Morfologi Dan Identifikasi
 Ciri-ciri Organisme
 Staphylococcus merupakan sel berbentuk bulat dengan
garis tengah sekitar 1 m dan tersusun dalam kelompok-
kelompok tidak beraturan. Pada biakan cair tampak juga
kokus tunggal, berpasangan, berbentuk tetrad dan
berbentuk rantai. Kokus muda bersifat Gram positif kuat,
sedangkan pada biakan yang lebih tua, banyak sel menjadi
Gram negatif.
 Staphylococcus tidak bergerak dan tidak membentuk
spora. Oleh pengaruh obat-obat seperti penisilin,
Staphylococcus dilisiskan.
Biakan
Staphylococcus mudah tumbuh pada kebanyakan perbenihan
dalam keadaan aerobik atau mikroaerofilik. Bakteri ini tumbuh
paling cepat pada suhu 37C, tetapi membentuk pigmen paling
baik pada suhu kamar ( 20-25C). Koloni pada perbenihan
padat berbentuk bundar, halus, menonjol, dan berkilau.
S. aureus membentuk koloni berwarna abu-abu sampai kunimg
emas tua. Berbagai tingkatan hemolisis dihasilkan oleh S. aureus
dan kadang-kadang oleh spesies lainnya.
 Biakan

 Staphylococcus mudah tumbuh pada kebanyakan


perbenihan dalam keadaan aerobik atau mikroaerofilik.
Bakteri ini tumbuh paling cepat pada suhu 37C, tetapi
membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar ( 20-
25C). Koloni pada perbenihan padat berbentuk bundar,
halus, menonjol, dan berkilau. S. aureus membentuk
koloni berwarna abu-abu sampai kunimg emas tua.
Berbagai tingkatan hemolisis dihasilkan oleh S. aureus dan
kadang-kadang oleh spesies lainnya.


 Sifat-sifat Pertumbuhan

 Staphylococcus yang patogen menghasilkan beberapa zat


ekstraseluler. Staphylococcus relatif resisten terhadap
pengeringan, panas (bakteri ini tahan terhadap suhu 50C
selama 30 menit), dan terhadap natrium klorida 9% tetapi
mudah dihambat oleh zat kimia tertentu, seperti
heksaklorofen 3%.

 Kepekaan Staphylococcus terhadap banyak obat


antimikroba berbeda-beda. Resistensi bakteri ini dapat
dibagi menjadi beberapa golongan:
 1. Sering membentuk -laktamase
Di bawah kendali pasmid, dan menyebabkan organisme resisten terhadap
beberapa penisilin (penisilin G, ampisilin, tikarsilin, dan obat-obat sejenis).
Plasmid dipindahkan melalui transduksi dan mungkin pula konyugasi.
 2. Resistensi terhadap nafsilin (dan terhadap metisilin serta oksasilin)
tidak bergantung pada pembentukan -laktamase. Gen tersebut mungkin
berada pada kromosom dan ekspresinya bermacam-macam. Mekanisme
resistensi terhadap nafsilin dikaitkan dengan tidak ada atau sukar
dicapainya protein pengikat penisilin (PBP) pada organisme itu.

 3. “Toleransi” berarti bahwa obat dapat menghambat tetapi tidak


mematikan Staphylococcus, artinya terdapat perbedaan yang sangat
besar antara kadar hambat minimal dan kadar letal minimal suatu obat
antimikroba. Toleransi kadang-kadang disebabkan oleh tidak adanya
proses aktivasi enzim autolitik dalam dinding sel.

 4. Plasmid terdapat pula membawa gen untuk resistensi terhadap


tetrasiklin, eritromisin, dan aminoglikosida
 Toksin & Enzim
 Katalase
 Staphylococcus menghasilkan katalase, yang mengubah hidrogen
peroksida menjadi air dan oksigen. Tes katalase membedakan
Staphylococcus, yang positif, dari Streptococcus, yang negatif.
 Koagulase
 S. aureus menghasilkan koagulase, suatu protein mirip enzim
yang dapat menggumpalkan plasma yang telah diberi oksalat atau
sitrat dengan bantuan suatu faktor yang terdapat dalam banyak
serum. Faktor serum bereaksi dengan koagulase untuk
menghasilkan esterase dan menyebabkan aktivitas pembekuan,
dengan cara yang mirip dengan pengaktifan protombin menjadi
trombin. Daya kerja koagulase itu tidak memakai jalur rangkaian
reaksi untuk penggumpalan plasma dalam keadaan normal.
Koagulase dapat mengendapkan fibrin pada permukaan
Staphylococcus, mungkin mengubah pola pemakanan bakteri
oleh sel-sel fagosit atau perusakannya dalam sel ini. Bakteri
yang membentuk koagulase dianggap mempunyai potensi
menjadi patogen invasif.
Enzim Lain
Enzim lain yang dihasilkan oleh Staphylococcus adalah
hialuronidase, atau faktor penyebar; stafilokinase yang
mengakibatkan fibrinolistis tetapi kerjanya jauh lebih lambat
daripada streptokinase; proteinase; lipase; dan  - laktamase.
Eksotoksin
Toksin ini meliputi beberapa toksin yang mematikan jika disuntikan pada
hewan, menyebabkan nekrosis pada kulit, dan mengandung hemolisin yang
dapat larut yang dapat dipisahkan dengan elektroforesis. Toksin alfa
(hemolisin) adalah protein heterogen yang dapat melisiskan eritrosit,
merusak trombosit, dan mungkin identik dengan faktor letal dan faktor
dermonekrotik eksotoksin. Toksin alfa juga mempunyai daya kerja kuat pada
otot polos pembuluh darah. Toksin beta merusak spingomielin dan bersifat
racun untuk beberapa jenis sel, termasuk sel darah merah manusia. Toksin-
toksin ini dan dua toksin lainnya, yaitu toksin gama dan toksin delta, secara
antigenik berbeda dan tidak mempunyai hubungan dengan lisin pada
Streptococcus. Eksotoksin yang diberi formalin menghasilkan toksoid yang
antigenik tetapi tidak beracun, namun secara klinis tidak berguna.
Leukosidin
Toksin S. aureus ini dapat mematikan sel darah putih pada
banyak hewan yang terkena. Peranannya dalam patogenesis
tidak jelas, sebab Staphylococcus patogen tidak dapat
mematikan sel-sel darah putih dan dapat difagositosis seefektif
jenis yang tidak patogen. Namun, bakteri tersebut mampu
berbiak dengan sangat aktif di dalam sel, sedangkan organisme
nonpatogen cenderung mati bila ada di dalam sel. Antibodi
terhadap leukosidin mungkin berperan dalam resistensi
terhadap infeksi Staphylococcus berulang
Toksin Eksofoliatif
Toksin S. aureus ini meliputi sekurangnya dua protein yang
mengakibatkan deskuamasi menyeluruh pada sindroma lepuh kulit
Staphylococcus. Antibodi spesifik dapat melindungi terhadap kerja toksin
sksfoliatif ini.

Toksin Sindroma Syok Toksik


Kebanyakan strain S. aereus yang diisolasi dari penderita sindroma syok
toksik memproduksi suatu toksin yang disebut toksin sindroma syok
toksik – 1 (TSST – 1), yang sama dengan enterotoksin F dan eksotoksin
pirogenik C. Pada manusia, toksin ini menyebabkan demam, syok, dan
keterlibatan multisistem, termasuk ruam kulit deskuamatif; tidak ada
bukti langsung yang menunjukkan bahwa toksin ini merupakan penyebab
satu-satunya dalam sindroma syok toksik. Pada kelinci, TSST – 1
mengakibatkan demam, meningkatkan terhadap pengaruh
lipopolisakarida bakteri, dan berbagai efek biologik lain yang mirip
dengan sindroma syok toksik, tetapi tidak terjadi ruam kulit dan
deskuamasi.
Enterotoksin
Sekurang-kurangnya ada enam toksin dapat larut (A – F) yang dihasilkan
oleh hampir 50 % strain S. aureus. Berbagai enterotoksin ini tahan panas
(tahan pendidihan selama 30 menit) dan tahan terhadap daya kerja enzim-
enzim usus. Staphylococcus merupakan penyebab penting dalam keracunan
makanan; enterotoksin dihasilkan ketika S. aureus tumbuh pada makanan
yang mengandung karbohidrat dan protein. Gen untuk pembentukkan
enterotoksin mungkin terletak pada kromosom, tetapi suatu flasmid
mungkin membawa protein yang mengatur pengaktifan produksi toksin.
Manusia dan kera yang memakan 25 ug enterotoksin B akan mengalami
muntah-muntah dan diare. Efek muntah ini mungkin akibat perangsangan
sistem saraf pusat (pusat muntah) setelah toksin bekerja pada reseptor-
reseptor saraf dalam usus. Enterotoksin dapat diukur dengan tes presipitin
(difusi gel).
Enterotoksin
Sekurang-kurangnya ada enam toksin dapat larut (A – F) yang
dihasilkan oleh hampir 50 % strain S. aureus. Berbagai
enterotoksin ini tahan panas (tahan pendidihan selama 30
menit) dan tahan terhadap daya kerja enzim-enzim usus.
Staphylococcus merupakan penyebab penting dalam keracunan
makanan; enterotoksin dihasilkan ketika S. aureus tumbuh pada
makanan yang mengandung karbohidrat dan protein. Gen untuk
pembentukkan enterotoksin mungkin terletak pada kromosom,
tetapi suatu flasmid mungkin membawa protein yang mengatur
pengaktifan produksi toksin. Manusia dan kera yang memakan
25 ug enterotoksin B akan mengalami muntah-muntah dan
diare. Efek muntah ini mungkin akibat perangsangan sistem
saraf pusat (pusat muntah) setelah toksin bekerja pada
reseptor-reseptor saraf dalam usus. Enterotoksin dapat diukur
dengan tes presipitin (difusi gel).
Patogenesis
Staphylococcus, khususnya S. epidermidis, adalah anggota flora normal
pada kulit manusia, saluran pernafasan, dan saluran pencernaan. 40-50 %
manusia merupakan pembawa S. aureus dalam hidungnya.
Kemampuan patogenik strain S. aureus tertentu merupakan efek gabungan
factor-faktor ekstraseluler, toksin-toksin serta sifat invasive strain itu.
Pada suatu akhir spektrum penyakit adalah keracunan makanan oleh
Staphylococcus, yang semata-mata akibat termakannya enetrotoksin yang
sudah terbentuk, sedangkan bentuk akhir lainnya adalah bakterimia dan
abses yang tersebar di semua organ.
S. aureus yang patogen dan invasive cenderung menghasilkan koagulase
dan pigmen kuning, dan bersifat hemolitik. Organisme ini jarang
menyebabkan pernanahan tetapi dapat menginfeksi kardiovaskuler.
 Istilah flora normal, merujuk pada sekelompok populasi
mikroorganisme yang mendiami permukaan dalam dan luar
dari binatang dan manusia normal yang sehat, atau dengan
perkataan lain tidak menyebabkan suatu kelainan pada
binatang dan manusia.

 Mikroba normal yang menetap tersebut dapat dikatakan


tidak menyebabkan penyakit dan bahkan dapat
memberikan keuntungan bila kuman tersebut berada
dilokasi yang semestinya dan tanpa adanya keadaan
abnormal.
 Flora normal dapat menyebabkan penyakit atau kelainan bila keadaan
lingkungan mengalami gangguan atau terjadi faktor predisposisi.

 Flora normal di saluran pencernaan berperan dalam mensintesis


vitamin K dan membantu absorpsi zat makanan tertentu.

 Pada mukosa dan kulit, flora normal dapat mencegah kolonisasi bakteri
patogen melalui bacterial interference.
Kulit dan selaput lendir selalu mengandung berbagai macam
mikroorganisme yang dapat dikelompokkan dalam 2 golongan
yaitu:
1) Mikroorganisme yang menetap terdiri dari yang jenisnya relatif
tetap dan biasa ditemukan di daerah-daerah tertentu pada
umur tertentu, bila terganggu dari tempatnya
mikroorganisme itu tumbuh kembali dengan segera.
2) Mikroorganisme yang menetap sementara yang terdiri dari
mikroorganisme yang tidak patogen atau potensial patogen
yang mendiami kulit atau selaput lendir selama beberapa jam,
hari atau minggu, mikroorganisme ini berasal dari lingkungan
sekitarnya, tidak menyebabkan penyakit, dan secara normal
tidak tumbuh pada permukaan badan
Flora Normal Pada Kulit
Adapun flora normal yang terdapat pada kulit masih berbeda-beda, atau
terbagi dalam berbagai daerah anatomik yang dibatasi oleh sekresi,
kebiasaan memakai pakaian, atau yang dekat dengan selaput lendir
(mulut, hidung, dan daerah perineum).
Mikroorganisme yang menetap pada kulit sebagian besar adalah kuman
dipteroid aerob dan anaerob (misalnya Corynebacterium dan
Propionibacterium), Staphylococcus hemolitik aerob dan anaerob
(Staphylococcus epidermidis, kadang-kadang Staphylococcus aureus,
Peptococcus). Kuman-kuman gram positif, aerob membentuk spora
dan terdapat banyak di udara, air, dan tanah, Streptococcus -
hemolitik (S. viridans dan Enterococcus yaitu Streptococcus faecalis)
juga kuman coliform gram negatif dan Acinetobacter
Jamur dan ragi sering terdapat pada lipatan-lipatan kulit, mikobakteria tahan
asam yang tidak patogen banyak terdapat pada daerah-daerah yang banyak
mengandung sekresi sebasea (genitalia, telinga luar).
Mengingat kuman dipengaruhi oleh berbagai foktor lingkungan.
Kondisi lingklungan flora normal harus selalu dipertahankan. Keringat yang
berlebihan atau mencuci dan mandi, tidak dapat menghilangkan atau secara
bermakna mengubah flora penetap normal. Jumlah mikroorganisme superfisial
dapat dikurangi dengan menggosok setiap hari dengan sabun yang mengandung
heksaklorofen, atau disinfektan lainnya, tetapi flora dengan cepat diganti
kembali dengan kelenjar sebasea dan kelenjar keringat meskipun kontak
dengan daerah-daerah kulit lainnya atau dengan lingkungan sekitarnya telah
ditiadakan seluruhnya. Pemakaian baju yang terlalu ketat menutupi kulit
cenderung mengakibatkan suatu peningkatan yang lebih besar dalam populasi
jasad renik total dan dapat pula menimbulkan pergantian kualitatif dalam flora.
Mikroorganisme Found on or in the Skin in Orde of Relative Abundance
Mikroorganisme Abundance

Staphylococcus epidermidis High


Propionibacterium acnes High
Clostridium perfringens Moderate
Aerobic corynebacteria Moderate
Lactobacillus sp Moderate
Acinetobacter calcoaceticus Low
Moraxella spp Low
Streptococcus pyogenes (grup A) Low
Candida albicans Low
C. parapsilosis Rare
Pytirosporum avale Rare
P. orbiculare Rare
Mycobacterium spp Rare
Escherichia coli Rare
Flora Normal Mulut dan Saluran Pernapasan
Bagian Atas
Selaput lendir mulut dan farings sering kali steril waktu lahir, tetapi
mungkin terjadi kontaminasi pada saat janin melewati jalan lahir. Dalam
waktu 4 sampai 12 jam setelah setelah lahir, Streptococcus viridans
menetap sebagai anggota flora yang paling utama menetap dan pertama
setelah lahir. Mikroorganisme tersebut mungkin berasal dari saluran napas
ibu atau bahkan dari pengasuh, pada permulaan kehidupan, bertambah
Staphylococcus aerob dan anaerob, Diplococcus gram negatif (Neisseria,
Branhamella), Dipteroid, dan kadang-kadang laktobasil. Bila gigi geligi
mulai keluar, Spirokheta anaerobik, Bacteroides (khususnya
B. melaninogenicus), Speises Fusobacterium dan beberapa Vibrio aerob
serta laktobasil akan menetap.
Sedangkan jenis Actinomyces dalam keadaan normal
terdapat dalam jaringan tonsil dan pada gigi orang dewasa,
dan dapat pula terdapat bermacam-macam protozoa. Ragi
(spesies Candida) terdapat dalam mulut.
Dalam farings dan trachea, flora yang sama akan menetap,
sedangkan beberapa kuman ditemukan dalam bronkhi
normal. Bronkhi kecil dan alveoli dalam keadaan normal
sifatnya steril. Mikroorganisme utama dalam saluran
pernafasan bagian atas, khususnya farings adalah Neisseria.
Staphylococcus, Difteroid, Haemophilus, Pneumococcus,
Mycoplasma dan Bacteroides juga ditemukan. Flora hidung
terutama terdiri dari Corinebacterium, Staphylococcus
(Staphylococcus aureus, Staphycoccus epidermidis) dan
Streptococcus.
Terdapat korelasi yang kuat antara S. mutans dan karies pada
tempat-tempat email khusus, langkah kedua yang penting
pada pembentukan karies adalah pembentukan asam
(pH<5,0) dalam jumlah yang besar dari karbohidrat oleh
Streptococcus dan Lactobacillus dalam plaque. Konsentrasi
asam yang tinggi mengakibatkan demineralisasi email yang
berdekatan dan menimbulkan karies.
Prescot.M. Lansing, John.P.Harley and Donald
A.Klin, 1990. Page. 563
Mikroorganisme Abundance
Streptococcus epidermidis High
Streptococcus mitior High
S. sanguis High
S. salivarius High
S .mutans High
Anaerobic cocci High
Veillonella alcalescens High
Lactobacillus spp High
Actinomyces israelii High
Bacteroides fragilis High
B. melaninogenicus High
B. oralis High
Treponema denticola High
T. refringens High
S. aureus Moderate
Enterobacteriaceae Moderate
Fusobacterium necleatum Moderate
Candida albicans Low
Mycobacteria Rare
Entamoeba Rare
Flora Normal pada Saluran Pencernaan
Daerah saluran pencernaan adalah merupakan daerah yang
paling banyak mengandung mikroorganisme, utamanya pada
usus besar, hal dimungkinkan karena pada daerah tersebut
sangat kaya akan bahan nutrisi.
Sebagaimana diketahui bahwa pada waktu lahir usus adalah
merupakan organ yang steril, namun setelah kontak dengan
udara luar, misalnya pada saat menyusui, mendapatkan
makanan tambahan dari ibu, maka secara tidak disengaja
disertai adanya mikroorganisme
Pada anak-anak yang disusui, air susu banyak
mengandung Streptococcus dan laktobasil
asam laktat. Mikroorganisme aerob dan
anaerob, gram positif tidak bergerak
(misalnya Bifidobacterium) menghasilkan
asam dari karbohidrat dan tahan pada pH
5,0.
Untuk anak-anak yang mendapatkan makanan botol, di
dalam ususnya terdapat lebih banyak flora campuran,
sedangkan Lactobacillus kurang banyak, dengan
berkembangnya kebiasaan makan dari pola anak-anak ke
pola orang dewasa, maka flora usus juga akan berubah,
jadi dalam hal ini dapat dikatakan bahwa makanan
mempunyai pengaruh yang sangat nyata terhadap
susunan relatif flora usus dan tinja. Usus neonatus
dalam perawatan bayi intensif, cenderung dihuni oleh
mikroorganisme abnormal, misalnya Klebsiella,
Citrobacter, dan Enterobacter
Pada orang dewasa secara normal, oesofagus mengandung
mikroorganisme yang asalnya dari saliva dan makanan yang
dimakan. Keasaman lambung menyebabkan jumlah
mikroorganisme yang minimum (103 sampai 105/gram isi
lambung), kecuali terjadi obstruksi filorus yang akan
mempermudah floriferasi kokus dan basil gram positif. pH
lambung yang biasa asam dengan nyata melindungi
terhadap terjadinya infeksi dari beberapa kuman patogen
usus, misalnya kolera.
Microorganisme Range of indence (%)
Anaerobic Bacteria
Gram negatif Bacilli (nonsporing)
Bacteroides fragilis 100
Bacteroides melaninogenicus 100
(3 sub spesies) 100
Bacteroides oralis (2 sub spesies) 100
Fusobacterium nucleatum 100
F. necrophorum
Gram positif Bacilli (with and without Spora)
20 - 60
Lactobacillus
0-3
Clostridium difficile
25 - 35
Clostridium innocuum
5 - 25
Clostridium ramosum
5 - 25
Clostridium septicum
1 - 35
Clostridium tetani
30 - 70
Eubacterium limosum
30 - 70
Bifidobacterium bifidum
30 – 50
Gram positive Cocci
Peptostreptococcus
100
Facultatif and Aerotolerant Anaerobic Bacteria
0 - 16
Gram positive Cocci
100
Staphylococcus aureus
Enterococci
Streptococcus pyogenes grup B, C,
F dan G

Gram negatif Bacilli


Flora Normal Pada Mata
Mikroorganisme konjungtiva yang utama adalah difteroid
(Corynebacterium xerosis), Neisseria dan basil gram negatif
yang menyerupai Haemophilus (basil Morax- Axenfeld,
spesies Moraxella). Staphylococcus dan Streptococcus
nonhemolitik seringkali juga terjadi. Flora normal
konjungtiva dalam keadaan normal dikendalikan oleh aliran
air mata, yang mengandung lisozim anti kuman.
Adapun jenis-jenis kuman yang merupakan flora normal pada
mata adalah sebagai berikut Staphyloccoccus epidermidis, S.
aureus, Corynebacteria aerobik dan Streptoccoccus
pneumonia, Branhamella catarrhalis, Escherichia.,
Klebsiella, Proteus, Enterobacter, Neisseria dan Bacillus sp.
Flora Normal Traktus Genito - Urinarius
Mikrooragnisme dapat ditemukan di genitalia ekterna,
uretra anterior dan vagina, sedangkan di bagian lainnya
umumnya tidak terdapat mikroorganisme yang menetap.
Segera setelah lahir, laktobasil aerob, terdapat dalam
vagina dan menetap selama pH tetap asam (beberapa
minggu). Bila pH menjadi netral (tetap demikian sampai
mencapai pubertas) terdapat campuran kokus dan basil.
Pada waktu pubertas, Laktobasil ditemukan kembali dalam
jumlah yang besar dan menambah mempertahankan pH
asam melalui pembentukan asam dari karbohidrat,
khususnya glikogen.
Adapun tujuan keasaman tersebut di atas
merupakan mekanisme penting untuk
mencegah menetapnya mikroorganisme
lainnya, mungkin mikroorganisme yang
merugikan dalam vagina. Bila Laktobasil
ditekan oleh pemberian obat-obat
antibiotika mikroba, ragi atau berbagai
kuman akan bertambah jumlahnya dan
menyebabkan iritasi dan peradangan.
Setelah manopause, laktobasil kembali
berkurang jumlahnya dan flora campuran
muncul kembali.
Flora normal vagina sering pula meliputi
Streptococcus anaerobik (Peptostreptococcus), spesies
Bacteroides, Clostridia, Gardnella (Haemophilus)
vaginalis, Ureaplasma urealyticum, dan kadang-
kadang Listeria. Lendir serviks mempunyai aktivitas
anti kuman dan mengandung lisozim. Pada beberapa
wanita introitus vagina banyak mengandung flora yang
mnyerupai flora di daerah perineum dan perianal. Hal
ini merupakan faktor predisposisi infeksi saluran iar
kemih yang berulang-ulang, mikroorganisme vagina
pada saat melahirkan dapat menimbulkan terjadinya
infeksi pada bayi yang baru lahir (misalnya
Streptococcus kelompok B).
 Mikoplasma (Molikutes)
Mikoplasma adalah organisme terkecil yang dikenal
yang dapat tumbuh dan berkembang biak di luar
sel inang yang hidup. Dahulu disebut
Pleuropneumonia Like Organism (PPLO). Bersifat
gram negatif. Merupakan prokariota paling kecil
dan paling sederhana yang masih dapat melakukan
self replication.
 Terdapat lebih dari 150 spesies dalam kelas
bakteri tidak berdinding sel yang dikenal sebagai
Molikutes. Sedikitnya 15 dari spesies ini diduga
berasal dari manusia, sementara yang lain
diisolasi dari hewan dan tumbuhan
 Pada manusia, empat spesies yang penting secara primer:
Mycoplasma pneumoniae yang menyebabkan pneumonia
dan berhubungan dengan infeksi sendi dan infeksi lainnya.
Mycoplasma hominis kadang-kadang menyebabkan demam
setelah melahirkan dan telah ditemukan bersama bakteri
lain dalam infeksi tuba uterus (falopii). Ureaplasma
urealyticum adalah penyebab uretritis nongonokokus pada
laki-laki dan berhubungan dengan penyakit paru-paru pada
bayi premature dengan berat badan lahir rendah.
Mycoplasma genitalium berkaitan erat dengan M
pneumoniae dan berhubungan dengan infeksi uretra dan
infeksi lainnya.
Sifat-Sifat Mikoplasma
 Unit reproduktif yang terkecil berukuran 125-250 nm.
 Mikoplasma sangat pleomorfik karena tidak mempunyai
dinding sel yang keras dan sebagai gantinya diliputi oleh
“unit selaput” berlapis tiga yang berisi sterol
(mikoplasma memerlukan sterol untuk pertumbuhannya).
 Bakteri ini sama sekali resisten terhadap penisilin karena
tak memiliki struktur dinding sel tempat penisilin
bekerja, tetapi dihambat oleh tetrasiklin atau
eritromisin.
 Bakteri ini dapat berkembang biak dalam perbenihan
tanpa sel; pada agar, pusat koloni secara khas tertanam
di bawah permukaan.
 Pertumbuhannya dihambat oleh antibodi spesifik.
 Mikoplasma mempunyai afinitas terhadap selaput sel
mamalia.
Infeksi pada Manusia
Pada manusia, empat spesies yang penting secara
primer: Mycoplasma pneumoniae yang menyebabkan
pneumonia dan berhubungan dengan infeksi sendi dan
infeksi lainnya. Mycoplasma hominis kadang-kadang
menyebabkan demam setelah melahirkan dan telah
ditemukan bersama bakteri lain dalam infeksi tuba
uterus (falopii). Ureaplasma urealyticum adalah
penyebab uretritis nongonokokus pada laki-laki dan
berhubungan dengan penyakit paru-paru pada bayi
premature dengan berat badan lahir rendah.
Mycoplasma genitalium berkaitan erat dengan M.
pneumoniae dan berhubungan dengan infeksi uretra dan
infeksi lainnya.
Mikoplasma adalah penghuni normal mulut
dan dapat ditumbuhkan dari air liur,
selaput mukosa mulut, dahak, atau
jaringan tonsil normal. M. salivarium,
Mycoplasma orale, dan mikoplasma
lainnya dapat ditemukan di rongga mulut
banyak orang dewasa sehat, tetapi kaitan
dengan gambaran klinik penyakit tidak
pasti
Beberapa mikoplasma berdiam di saluran kemih kelamin, terutama
pada wanita. Baik pada pria maupun wanita, mikoplasma yang
terbawa pada alat kelamin secara langsung berkaitan dengan
sejumlah pasangan seksual dalam hidupnya. M. hominis dapat
dibiakkan dari 1-5% laki-laki yang asimtomatik dan 30-70% wanita
yang asimtomatik. U urealyticum ditemukan pada saluran kelamin
5-20% laki-laki yang aktif secara seksual dan 40-80% wanita yang
aktif secara seksual. Kurang lebih 20% wanita yang menderita
penyakit klinik ditularkan secara seksual cenderung memiliki M
genitalium pada saluran kelamin bagian bawahnya.
Riketsia

Riketsia adalah bakteri kecil yang merupakan parasit


intraseluler obligat yang dapat hidup dalam
perbenihan tanpa sel. Penyakit yang ditimbulkannya
ditandai dengan demam dan kelainan pada kulit (skin
rash).
Riketsia ditularkan ke manusia melalui gigitan
serangga pada kulit (artropoda), kecuali demam Q (Q
fever) yang ditularkan lewat udara sehingga pada
penyakit ini tidak ditemukan kelainan kulit.
Sedikitnya ada empat riketsia (Rickettsia rickettsii,
Rickettsia conorii, Rickettsia tsutsugamushi,Rickettsia
akari) – dan mungkin yang lain-ditularkan secara
transovarial dalam artropoda, yang berperan sebagai
vector dan reservoir. Bakteri-bakteri ini digolongkan
berdasarkan gambaran klinik, aspek epidemiologi, dan
sifat-sifat imunologi.
Riketsia merupakan organisme gram negatif, tidak
bergerak, pendek dengan ukuran 0,8 – 2,0 µm. Riketsia
tidak mudah tumbuh pada media biasa, tetapi tumbuh
dengan mudah dalam kantong kuning telur pada telur
berembrio (suspensi kantong kuning telur mengandung
sampai 109 partikel riketsia per milliliter). Sediaan
riketsia murni dapat diperoleh dengan pemusingan
diferensial suspensia kantong kuning telur.
Riketsia murni mengandung RNA dan DNA dalam rasio
3,5:1 (sama dengan rasio pada bakteri). Riketsia
memiliki dinding sel yang terdiri dari peptidoglikan yang
mengandung asam muramat dan asam diaminopimelat,
mirip dengan dinding sel bakteri gram-negatif. Bakteri
ini membelah seperti bakteri lainnya. Dalam biakan sel,
waktu generasinya adalah 8-10 jam pada suhu 34C.
Riketsia murni mengandung berbagai enzim yang
mengatur metabolisme.
Patologi
Riketsia berbiak dalam sel endotel pembuluh darah
kecil dan menyebabkan vaskulitis. Sel-sel menjadi
bengkak dan nekrotik; timbul trombosis pembuluh
darah, yang cenderung pecah dan mengalami
nekrosis. Lesi-lesi vaskuler tampak jelas pada kulit,
tetapi terjadi vaskulitis pada banyak organ dan
tampaknya merupakan dasar gangguan hemostatik.
Dapat terjadi pembekuan dalam pembuluh darah
yang menyebar (DIC) dan hambatan pembuluh
darah
Epidemiologi
Berbagai artropoda, khususnya sengkenit dan tungau,
mengandung organisme mirip Riketsia di dalam sel-sel yang
membatasi saluran pencernaan. Beberapa organisme tersebut
sifat patogeniknya terhadap manusia tidak jelas.
Rickettsia prowazekii mempunyai siklus hidup yang terbatas
pada manusia dan tuma manusia (Pediculus humanus corporis
dan Pediculus humanus capitis). Tuma memperoleh riketsia
waktu menggigit manusia yang terinfeksi dan
menyebarkannya lewat tinja yang diekskresikan pada
permukaan kulit orang lain. Bila tuma menggigit, pada saat
yang sama ia berdefekasi. Garukan daerah gigitan
memungkinkan riketsia yang diekskresi dalam tinja
menembus kulit. Akibat infeksi tersebut tuma mati, tetapi
organisme tetap hidup selama beberapa waktu dalam tinja
kering tuma tersebut
Rickettsia typhi bersumber pada tikus, pada hewan ini infeksi tidak
nyata dan berlangsung lama. Kutu tikus membawa riketsia dari tikus
ke tikus dan kadang-kadang dari tikus ke manusia, yang menimbulkan
tifus endemik. Kutu kucing dapat berperan sebagai vektor. Pada tifus
endemik, kutu tidak dapat menularkan riketsia secara transovarial.

R. tsutsugamushi sebenarnya bersumber pada tungau yang


menginfestasi hewan pengerat. Riketsia dapat tetap berada pada
tikus selama lebih dari satu tahun setelah infeksi. Tungau
menyebarkan infeksi secara transovarial. Kadang-kadang, tungau
atau kutu tikus yang terinfeksi menggigit manusia, dan
mengakibatkan scrub typhus.
R. rickettsii dapat ditemukan pada sengkenit kayu sehat
(Dermacentor andersoni) dan diturunkan secara transovarial. Di
Amerika Serikat bagian barat, inang vertebrata seperti hewan
pengerat, menjangan, dan manusia kadang-kadang digigit oleh kutu
yang terinfeksi. Supaya terjadi penularan, sengkenit yang
membawa riketsia harus penuh berisi darah, karena hal ini akan
menambah jumlah riketsia dalam sengkenit. Jadi, terdapat selang
waktu 45-90 menit antara waktu pelekatan sengkenit dan
berubahnya sengkenit menjadi infektif. Di Amerika Serikat bagian
timur, Rocky Mountain spotted fever disebarkan oleh sengkenit
anjing Dermacentor variabilis. Anjing adalah inang untuk sengkenit
anjing tetapi mungkin berperan sebagai sumber infeksi sengkenit
Rickettsia typhi bersumber pada tikus, pada hewan ini
infeksi tidak nyata dan berlangsung lama. Kutu tikus
membawa riketsia dari tikus ke tikus dan kadang-kadang
dari tikus ke manusia, yang menimbulkan tifus endemik.
Kutu kucing dapat berperan sebagai vektor. Pada tifus
endemik, kutu tidak dapat menularkan riketsia secara
transovarial.

R. tsutsugamushi sebenarnya bersumber pada tungau


yang menginfestasi hewan pengerat. Riketsia dapat tetap
berada pada tikus selama lebih dari satu tahun setelah
infeksi. Tungau menyebarkan infeksi secara transovarial.
Kadang-kadang, tungau atau kutu tikus yang terinfeksi
menggigit manusia, dan mengakibatkan scrub typhus.
1) Apakah bayi yang masih dalam kandungan
sudah mempunyai flora normal, beri
penjelasan?
2) Apakah bayi yang baru berumur 2 jam
sudah mempunyai flora normal dalam
saluran pencernaannya, jelaskan?
3) Flora normal pada kulit, mata diperoleh
dari mana jelaskan?
4) Gambar tubuh manusia dengan flora
normalnya masing-masing?
5) Kapan flora normal bisa menjadi patogen?.

Anda mungkin juga menyukai