Anda di halaman 1dari 13

Peran LKPP Dalam Pengembangan Iklim Usaha PBJP

yang Transparan dan Akuntabel

Dipaparkan oleh

Gusmelinda Rahmi
Direktur Pengembangan Iklim Usaha
dan Kerjasama Internasional LKPP

“Seminar Nasional Peningkatan Transparansi


dan Akuntabilitas PBJP di Sektor Konstruksi”

Jakarta , 31 Oktober 2017


Hotel Royal Kuningan
Latar Belakang Penyelenggaraan Kegiatan Seminar
 Nilai Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah semakin meningkat baik
jumlah paket pengadaan dan jumlah penyedia barang/jasa yang ber
partisipasi dalam PBJP
 PBJP merupakan salah satu instrumen belanja pemerintah yang ber
dampak signifikan bagi masyarakat
 Perhatian pemerintah untuk membenahi dan menyediakan infrastruk
tur publik yang berkualitas dibuktikan dengan peningkatan jumlah
anggaran belanja infrastruktur terutama di tahun 2015-sekarang
 Sektor Konstruksi erat kaitannya dengan penyediaan infrastruktur
publik yang sedang gencar dibangun oleh pemerintah
 Sektor konstruksi dan infrastruktur publik yang berkualitas akan men
jadi pengungkit berbagai tujuan pembangunan lainnya (meningkat
kan akses dan konektivitas, meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
mengurangi biaya logistik, menyerap tenaga kerja, belanja barang/ja
sa yang bernilai besar pada aktivitas rantai pasoknya, meningkatkan
daya saing bangsa)
Tujuan Yang Diharapkan
 Menggali isu-isu aktual terkait implementasi prinsip transparansi dan
akuntabilitas dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
khususnya di sektor konstruksi baik terhadap pengadaan barang/jasa
yang dilaksanakan secara elektronik (e-procurements) maupun yang
dilaksanakan secara manual;

 Mendapatkan umpan balik (feed back) terhadap kebijakan dan regula-


si yang telah ada berdasarkan hasil implementasi di lapangan

 Meningkatkan penerapan keterbukaan informasi publik terutama


dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah di sektor konstruksi.

 Meningkatkan partisipasi pemerintah, pelaku usaha maupun masyara-


kat dalam menciptakan pengadaan konstruksi yang lebih baik
Perkembangan Alokasi Dana APBN Untuk Pembangunan Infrastruktur
 Sejak 2009-2017 anggaran belanja untuk infrastruktur terhadap belanja APBN terus meningkat dan
selalu di atas 8 persen.
 Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla, pembangunan infrastruktur men
jadi salah satu prioritas. Pemerintah meningkatkan anggaran infrastruktur dengan memangkas sub
sidi energi dengan menaikkan harga bahan bakar minyak di awal Kabinet Kerja ini. .
 Pada tahun 2016, anggaran infrastruktur sebesar Rp 317,1 triliun setara 15,2 persen dari belanja
negara. Pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017, pemerintah akan mengge
lontorkan dana Rp 387,3 triliun untuk infrastruktur atau setara 18,6 persen dari belanja.
Latar Belakang Terbentuknya LKPP
Dibentuk berda
sarkan Perpres
106/2007

LKPP bertugas untuk melaksana


kan pengembangan, perumusan,
dan penetapan kebijakan Penga
daan Barang/Jasa Pemerintah

1. Penyusunan dan perumusan strategi serta


penentuan kebijakan dan standar prosedur
PBJP
2. Pembinaan SDM di PBJP
3. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan infor
masi serta pengawasan penyelenggaraan pe
ngadaan barang/jasa Pemerintah secara elek
tronik;
4. Pemberian bimbingan teknis, advokasi
dan pendapat hukum;
Jenis Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Definisi di Perpres 54/2010
Seluruh pekerjaan yang ber
Barang hubungan dengan pelaksa
naan konstruksi bangunan
atau pembuatan wujud fisik
lainnya

PBJP
Jasa Pekerjaan

Lainnya Konstruksi

Jasa
Konsultansi
7 Prinsip dalam PBJP (Pasal 5 Perpres 54/2010

Efisien
Semua ketentuan dan
Efektif informasi mengenai
PBJP bersifat jelas dan
dapat diketahui secara
Transparan luas oleh Penyedia
Barang/Jasa yang ber
minat serta masyarakat
pada umumnya
Terbuka

Bersaing
PBJP harus sesuai
Adil/Non Diskriminatif dengan aturan dan
ketentuan sehingga
dapat dipertang
Akuntabel gungjawabkan
Belanja Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Berdasarkan Data Smart Report
E-Tendering
No Keterangan 2014 2015 2016 2017*
1 Jumlah Paket 136.097 161.513 147.555 118.574
2 Nilai Pagu
310.050.601 318.434.775 398.995.119 379.335.847
(Juta Rp)
3 Jumlah Penyedia 333.505 373.597 401.356 401.356

E-Purchasing
No Keterangan 2014 2015 2016 2017*
1 Jumlah Paket 17.827 76.562 242.920 253.306
2 Nilai Transaksi
15.705.176 31.124.643 50.795.177 38.845.516
(Juta Rp)
3 Jumlah Komoditi 5.397 40.419 70.691 91.021
Total Nilai e-Tend
ering dan e-Purch
asing (Juta Rp) 325.755.777 349.559.418 449.790.296 418.181.363

*Data Smart Report LKPP per tanggal 25 Oktober 2017


Transparansi dan Akuntabilitas Dalam PBJP

M Pemerintah
P
E
A
L
R
I
T
Pelaku Usaha
B
I
A
S
T
I
K
P
A
A
N
Masyarakat S
I
Peran LKPP Untuk PBJP yang Transparan dan Akuntabel
No. Perihal Perpres 54/2010 d Peraturan Kepala Perangkat
an perubahannya

1 PBJP harus menerapkan prinsip-prinsip Pasal 5 Sistem Informasi Rencana Umum


pengadaan, termasuk diantaranya prinsip Pengadaan (SiRUP)
transparan dan akuntabel

2 Kewajiban penyusunan dan pengumuman Pasal 25 Sistem Pengadaan Secara


RUP Elektronik (SPSE)
Dokumen Pengadaan dapat
diunduh secara elektronik
Pengumuman diwajibkan
melalui website

3 PBJP dilaksanakan secara elektronik Pasal 106 Perka e-Tendering Nomor Pengumuman PBJP dicantumkan
dengan cara e-tendering dan e-purchasing 1 Tahun 2015 secara terbuka dan mudah
diakses (website K/L/D/I, papan
pengumuman,portal LPSE)

4 LKPP mengembangkan portal pengadaan Pasal 112 Perka Katalog Elektronik Dikembangkannya e-Katalog
nasional/inaproc dan e-Purchasing
Nomor 6 Tahun 2016

5 Pelaksanaan Monev PBJP secara berkala Pasal 115 Dikembangkannya Portal e-


Pengaduan

6 Penyelenggaraan sistem whistleblower Pasal 116 Perka 11/2015 Dikembangkannya Whistle


Blowing System (WBS)

7 Layanan Pengaduan terkait PBJP Pasal 117 Layanan Pengaduan terkait PBJP
(Pasal 117)
Beberapa Aplikasi Yang dikembangkan LKPP
Kendala dan Permasalahan terkait Transparansi dan Akuntabilitas

 Kapasitas dan integritas stakeholder di pemerintahan yg terkait baik secara


langsung maupun tidak dg PBJP, seperti anggota legislatif, ekskutif maupun
yudikatif.
 Kompetensi dan integritas penyedia konstruksi
 Kapasitas dan kesadaran masyarakat untuk ikut mengawasi
 Kelemahan sistem perencanaan dan pengawasan
 Kelemahan dalam sistem pengadaan maupun SPSE
 Transaksi dengan metode pengadaan langsung dan penunjukan langsung
belum termonitor dalam SPSE
 Belum adanya database yang terintegrasi.
 Kinerja Vendor belum sepenuhnya digunakan sebagai referensi bagi peng
adaan di satker yang lain.Contoh : penyedia terBlacklist masih mungkin me
ngikuti pengadaan di satker/daerah lain
 Data rincian realisasi belanja barang/jasa belum tersedia untuk publik.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai