EPILEPSI
Pembimbing:
dr. Maula N Gaharu, Sp.S
Oleh:
Inez Talitha - 1102013134
Keluhan Tambahan
-
Riwayat Kebiasaan
Alkohol : Disangkal
Narkoba : Disangkal
Merokok : Disangkal
PEMERIKSAAN FISIK
Status Neurologis
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DIAGNOSIS
• Diagnosis Klinis : Bangkitan epilepsy umum tipe tonik klonik
• Diagnosis etiologi : idiopatik
PENATALAKSANAAN
• IVFD RL 14 tpm
• Inj Rantin 2 x 1 amp
• P.o Aspar K 3 x 1
• P.o Fenitoin 3 x 100 mg
• P.o Clobazam 2 x 1
PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) dan
International Bureau for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 epilepsi
didefinisikan sebagai suatu kelainan otak yang ditandai oleh
adanya faktor predisposisi yang dapat mencetuskan kejang
epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan
adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Definisi ini
membutuhkan sedikitnya satu riwayat kejang epilepsi
sebelumnya.
Faktor Pencetus
1. Kurang tidur
2. Stress emosional
3. Infeksi
4. Obat-obat tertentu
5. Alkohol
6. Perubahan hormonal
7. Terlalu lelah
8. Fotosensitif
KLASIFIKASI
International League Against Epilepsy (ILAE) pada tahun 1981 menetapkan klasifikasi
epilepsi berdasarkan jenis bangkitan (tipe serangan epilepsi):
1. Bangkitan parsial/fokal
1.1 Bangkitan parsial sederhana
1.1.1. Dengan gejala motorik
1.1.2. Dengan gejala somatosensorik
1.1.3. Dengan gejala otonom
1.1.4. Dengan gejala psikis
1.2 Bangkitan parsial kompleks
1.2.1. Bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan gang. kesadaran
1.2.2. Bangkitan yang disertai gangguan kesadaran sejak awal bangkitan
1.3 Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder
1.3.1. Parsial sederhana yang menjadi umum
1.3.2 Parsial kompleks menjadi umum
1.3.3. Parsial sederhana menjadi parsial kompleks, lalu menjadi umum
2. Bangkitan umum
2.1 Lena (absence)
2.1.1 Tipikal lena
2.1.2 Atipikal lena
2.2 Mioklonik
2.3 Klonik
2.4 Tonik
2.5 Tonik-klonik
2.6 Atonik/astatik
3. Bangkitan tak tergolongkan
PATOFISIOLOGI
MANIFESTASI KLINIS
• Kejang Parsial Simpleks
• . Pasien akan mengalami gejala berupa:
• “deja vu”: perasaan di mana pernah melakukan sesuatu yang
sama sebelumnya.
• Perasaan senang atau takut yang muncul secara tiba-tiba dan
tidak dapat dijelaskan
• Perasaan seperti kebas, tersengat listrik atau ditusuk-tusuk jarum
pada bagian tubih tertentu.
• Gerakan yang tidak dapat dikontrol pada bagian tubuh tertentu
• Halusinasi
• Kejang parsial kompleks
• Pasien mungkin hanya sadar sebagian dan kemungkinan besar
tidak akan mengingat waktu serangan. Gejalanya meliputi:
• Gerakan seperti mencucur atau mengunyah
• Melakukan gerakan yang sama berulang-ulang atau
memainkan pakaiannya
• Melakukan gerakan yang tidak jelas artinya, atau berjalan
berkeliling dalam keadaan seperti sedang bingung
• Gerakan menendang atau meninju yang berulang-ulang
• Berbicara tidak jelas seperti menggumam.
• Grand mal
• Merupakan tipe kejang yang paling sering, di mana terdapat
dua tahap: tahap tonik atau kaku diikuti tahap klonik atau
kelonjotan. Pada serangan jenis ini pasien dapat hanya
mengalami tahap tonik atau klonik saja.
• Pada tahap tonik pasien dapat: kehilangan kesadaran,
kehilangan keseimbangan dan jatuh karena otot yang
menegang, berteriak tanpa alasan yang jelas, menggigit pipi
bagian dalam atau lidah. Pada saat fase klonik: terjaadi
kontraksi otot yang berulang dan tidak terkontrol, mengompol
atau buang air besar yang tidak dapat dikontrol, pasien
tampak sangat pucat, pasien mungkin akan merasa lemas,
letih ataupun ingin tidur setelah serangan semacam ini.
DIAGNOSIS
1. Anamnesis Pasien
• Gejala dan tanda sebelum, sedang, pasca bangkitan
• Faktor pencetus
• Usia awitan, durasi bangkitan, frekuensi bangkitan, kesadaran
• Riwayat terapi sebelumnya
• Riwayat penyakit sekarang
• Riwayat epilepsi dalam keluarga
• Riwayat dalam kandungan, kelahiran, tumbuh kembang
• Riwayat trauma kepala, stroke, infeksi SSP
2. Pemeriksaan Fisik dan Neurologis
• Pemeriksaan Fisik Umum
• Pemeriksaan Neurologis
3. Pemeriksaan Penunjang
• EEG
• Pemeriksaan Pencitraan Otak
Kolaborasi, Komunikasi, Kepastian, Kepedulian, Kemudahan, Komprehensif.
PENATALAKSANAAN
Prinsip-Prinsip Terapi OAE
1. Tentukan diagnosis tepat
2. Tentukan kapan mulai terapi OAE
3. Pilih obat yang sesuai
• Menurut tipe serangan
• Karakteristik pasien
4. Optimalkan terapi dengan dosis individu
• Dosis Awal: -Dosis Subterapetik
-Dosis Terapetik
5. Penggantian Obat
Penggantian obat antiepilepsi pertama dilakukan jika :
• Jika serangan terjadi kembali meskipun obat antiepilepsi
pertama sudah diberikan dengan dosis maksimal yang dapat
ditoleransi, maka obat antiepilepsi kedua harus segera dipilih.
• Jika terjadi reaksi obat pertama baik efek samping, reaksi
alergi ataupun efek merugikan lainnya yang tidak dapat
ditoleransi pasien.
• Monoterapi
• Politerapi
6. Pemantauan Terapi
Manajemen umum epilepsi :
• Mengevaluasi kembali diagnosis sehingga mendapat diagnosis
yang tepat
• Menentukan dan mengobati penyebab
• Mengobati serangan
• Mencegah komplikasi akibat serangan epilepsi
7. Ketaatan Pasien
Penderita dikatakan patuh minum obat apabila memenuhi 4 hal
berikut :
• Dosis yang diminum sesuai dengan yang dianjurkan
• Durasi waktu minum obat doidiantara dosis sesuai yang
dianjurkan
• Jumlah obat yang diambil pada suatu waktu sesuai yang
ditentukan
• Tidak mengganti dengan obat lain yang tidak dianjurkan.
Epilepsi yang Sulit Diobati
Dalam literature dikenal istilah intractable epilepsy atau
refractory epilepsy, yang berarti bahwa serangan yang ada sulit
untuk tak dapat dikendalikan dengan OAE bahwa dengan dosis
yang mendekati dosis toksik.
Beberapa jenis obat (OAE dan bukan OAE) telah dicoba untuk
mengatasi epilepsy yang sukar dikendalikan serangannya.
Flunarizin dan nefepin, dua jenis kalsium antagonist yang
berbeda, pernah dicoba sebagai adjuvant untuk mengatasi
serangan epilepsy yang refrakter. Kedua obat tadi menunjukkan
hasil yang lumayan baik, namun demikian ada pula penderita
yang tetap mengalami serangan.
Terapi Operatif
Apabila dengan berbagai jenis OAE dan adjuvant tidak
memberikan hasil sama sekali, maka terapi operatif harus
diperimbangkan dalam satu dasawarsa terakhir, tindakan
operatif untuk mempercepat untuk mengatasi epilepsy refrakter
makin banyak dikerjakan. Operasi yang paling aman adalah
reseksi lobus temporalis bagian anterior
Penghentian Pengobatan
Konsep penghentian obat minimal 2 tahun terbebas dari
serangan pada umumnya dapat diterima oleh kalangan praktisi.
Penghentian obat dilaksanakan secara bertahap, disesuaikan
dengan keadaan klinis penderita.