Kes
CURICULUM VITAE: DR.Dr.Sutoto,M.Kes
Standar SKP.2.1
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk proses pelaporan hasil
pemeriksaaan diagnostik kritis.
Standar SKP.2.2
Rumah sakit menetapkan dan melakanakan proses komunikasi “Serah
Terima” (hand over).
Maksud dan Tujuan SKP.2 sampai SKP.2.2
Komunikasi dianggap efektif, bila tepat waktu, akurat,
lengkap, tidak mendua (ambiguous), dan diterima oleh
penerima informasi, yang bertujuan untuk mengurangi kesalahan-
kesalahan dan untuk meningkatkan keselamatan pasien.
Komunikasi dapat berbentuk verbal, elektronik atau tertulis.
Komunikasi yang jelek dapat membahayakan pasien. Komunikasi
yang rentan terjadi kesalahan adalah saat perintah lisan atau
perintah melalui telpon, komunikasi verbal, saat
menyampaikan hasil pemeriksaan kritis yang harus
disampaikan lewat telpon. Hal ini bisa disebabkan karena ada
perbedaan aksen dan dialek. Pengucapan juga dapat menyulitkan
penerima perintah untuk memahami perintah yang diberikan.
Misalnya, nama-nama obat yang rupa dan ucapannya mirip (look
alike, sound alike), seperti Phenobarbital dan phentobarbital, dan
lainnya.
Pelaporan dari hasil pemeriksaaan diagnostik kritis juga merupakan salah satu isu
keselamatan pasien.
Pemeriksaan diagnostik kritis termasuk tapi tidak terbatas pada :
a) pemeriksaaan laboratorium
b) pemeriksaan radiologi
c) pemeriksaan kedokteran nuklir
d) prosedur ultra sonografi
e) magnetic resonance imaging
f) diagnostik jantung
g) pemeriksaaan diagnostik yang dilakukan di tempat tidur pasien, seperti hasil tanda-
tanda vital, portable radiographs, bedside ultrasound, atau transesophageal
echocardiograms.
Hasil yang diperoleh dan berada diluar rentang angka normal secara mencolok akan
menunjukkan suatu keadaan yang berisiko tinggi atau mengancam jiwa. Sistem
pelaporan formal yang dapat menunjukkan dengan jelas bagaimana nilai kritis hasil
pemeriksaaan diagnostik dikomunikasikan kepada staf medis dan informasi tersebut
terdokumentasi, untuk mengurangi risiko bagi pasien.
Masing-masing unit menetapkan nilai kritis dari hasil pemeriksaan diagnostiknya.
Untuk melakukan komunikasi secara verbal atau melalui telpon dengan aman,
dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a) Pemesanaan obat atau permintaan obat secara verbal sebaiknya dihindari.
b) Dalam keadaan darurat dimana komunikasi secara tertulis atau komunikasi
elektronik tidak mungkin dilakukan maka harus ditetapkan panduannya meliputi
permintaan pemeriksaan, penerimaan hasil pemeriksaaan dalam keadaan
darurat, identifikasi dan penetapan nilai kritis, hasil pemeriksaaan diagnostik,
kepada siapa dan oleh siapa hasil pemeriksaaan kritis dilaporkan
c) Prosedur menerima perintah lisan atau lewat telpon meliputi: penulisan secara
lengkap permintaan atau hasil pemeriksaaan oleh penerima informasi, penerima
membaca kembali permintaan atau hasil pemeriksaaan, dan pengirim memberi
konfirmasi atas apa yang telah ditulis secara akurat.
d) Penggunaan singkatan-singkatan yang tidak ditetapkan oleh rumah sakit
seringkali menimbulkan kesalahan komunikasi dan dapat berakibat fatal. oleh
karena itu rumah sakit diminta memiliki daftar singkatan yang diperkenankan
dan dilarang (lihat juga MIRM.12 EP 5)
Serah terima asuhan pasien (hand over) didalam rumah sakit terjadi:
i. Antar PPA, seperti antara staf medis dengan staf medis, staf medis dengan
staf keperawatan atau dengan staf klinis lainnya, atau antara PPA dengan PPA
lainnya pada saat pertukaran shift.
ii. Antar berbagai tingkat layanan didalam rumah sakit yang sama, seperti
jika pasien dipindah dari unit intensif ke unit perawatan atau dari unit darurat
ke kamar operasi, dan
iii. Dari unit rawat inap ke unit layanan diagnostik atau unit tindakan, seperti
radiologi atau unit terapi fisik.
Gangguan komunikasi dapat terjadi saat dilakukan serah terima asuhan pasien
yang dapat berakibat timbul kejadian yang tidak diharapkan (adverse event) atau
kejadian sentinel. Komunikasi yang baik dan terstandar baik dengan pasien,
keluarga pasien, pemberi layanan dapat memperbaiki secara signifikan proses
asuhan pasien.
Elemen Penilaian SKP.2
1. Ada regulasi tentang komunikasi efektif antar profesional pemberi asuhan.
(lihat juga TKRS.3.2) (R)
2. Ada bukti pelatihan komunikasi efektif antar profesional pemberi asuhan.
(D,W) (lihat juga
3. Pesan secara verbal atau verbal lewat telpon ditulis lengkap, dibaca ulang
oleh penerima pesan dan dikonfirmasi oleh pemberi pesan. (lihat juga
AP.5.3.1, Maksud dan Tujuan) (D,W,S)
4. Penyampaian hasil pemeriksaaan diagnostik secara verbal ditulis lengkap,
dibaca ulang dan dikonfirmasi oleh pemberi pesan secara lengkap
(D,W,S)
Elemen Penilaian SKP.2.1
1. Rumah sakit menetapkan besaran nilai kritis hasil
pemeriksaan diagnostik dan hasil diagnostik kritis.
(R) (lihat juga AP.5.3.2)
2. Rumah sakit menetapkan siapa yang harus melaporkan
dan siapa yang harus menerima nilai kritis hasil
pemeriksaan diagnostik dan dicatat di rekam medis.
(W,S) (lihat juga AP.5.3.2 EP 2)
Elemen Penilaian SKP.2.2
1. Ada bukti catatan tentang hal-hal kritikal dikomunikasikan
diantara profesional pemberi asuhan pada waktu
dilakukan serah terima pasien (hand over). (D,W) (lihat
juga MKE.5)
2. Formulir, alat, metode ditetapkan untuk mendukung
proses serah terima pasien (hand over) bila mungkin
melibatkan pasien. (D,W)
3. Ada bukti dilakukan evaluasi tentang catatan komunikasi
yang terjadi waktu serah terima pasien (hand over) untuk
memperbaiki proses. (D,W)
METODA HAND OVER
1. Verbal Handover
2. Bedside handover
3. Recorded Handover
4. Writen handover
THE COMMON MNEMONICS TO ASSIST IN
SEQUENTIAL DELIVERY OF INFORMATION
• SBAR
S: Situation – chief complaint, current status
B: Background – previous history
A: Assessment –result of assessment, vital signs and symptoms
R: Recommendation – suggested and anticipated changes, critical monitoring
• ISOBAR
I: Identify the patient and staff
S: Situation and status
O: Observations, MET calls etc.
B: Background
A: Accountability
R: Risk management
SASARAN 3
Meningkatkan keamanan obat-obatan yang
harus diwaspadai
(High Alert Medications)
Standar SKP.3
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk
melaksanakan proses meningkatkan keamanan
terhadap obat yang perlu di waspadai.
Standar SKP.4.1
Rumah sakit memastikan dilaksanakannya proses Time-
out di kamar operasi atau ruang tindakan sebelum
operasi dimulai.
Maksud dan Tujuan SKP.4 dan SKP.4.1
Salah-Lokasi, Salah-Prosedur, Salah-Pasien yang menjalani tindakan
dan prosedur merupakan kejadian sangat mengkhawatirkan dan bisa
terjadi. Kesalahan ini terjadi antara lain akibat:
a) komunikasi yang tidak efektif dan tidak adekuat antar anggota tim
b) tidak adanya keterlibatan pasien untuk memastikan ketepatan lokasi
operasi dan tidak adanya prosedur untuk verifikasi
c) asessmen pasien tidak lengkap
d) catatan rekam medik tidak lengkap
e) budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim,
f) masalah yang terkait dengan tulisan yang tidak terbaca, tidak jelas dan
tidak lengkap
g) penggunaan singkatan yang tidak terstandardisasi dan dilarang
Tindakan bedah dan prosedur invasif memuat
semua prosedur investigasi dan atau memeriksa
penyakit serta kelainan dari tubuh manusia melalui
mengiris, mengangkat, memindahkan, mengubah atau
memasukkan alat laparaskopi / endoskopi kedalam
tubuh untuk keperluan diagnostik dan teraputik.
Rumah sakit harus menentukan area-area di dalam
rumah sakit yang melakukan tindakan bedah dan prosedur
invasif. Sebagai contoh, kateterisasi jantung, radiologi
intervensi, laparaskopi, endoskopi, pemeriksaan
laboratorium, dan lainnya. Ketentuan rumah sakit tentang
Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien berlaku di
semua area rumah sakit dimana tindakan bedah dan invasif
dilakukan.
Rumah sakit diminta untuk menetapkan prosedur yang seragam sebagai berikut :
a) Beri tanda di tempat operasi
b) Dilakukan verifikasi pra-operasi
c) Melakukan Time Out sebelum insisi kulit dimulai
Pemberian tanda
• ditempat dilakukan operasi atau prosedur invasif
• Melibatkan pasien dan dilakukan dengan tanda yang tepat dan dapat dikenali.
• Tanda yang dipakai harus konsisten digunakan di semua tempat di rumah sakit,
• Harus dilakukan oleh individu yang melakukan prosedur operasi,
• Saat melakukan penandaan pasien sadar dan terjaga jika mungkin, dan harus
masih terlihat jelas setelah pasien sadar.
• Pada semua kasus, lokasi tempat operasi harus diberi tanda, termasuk pada sisi
lateral (laterality), daerah struktur multipel (multiple structure), jari tangan, jari
kaki, lesi, atau tulang belakang.
Tujuan dari proses verifikasi pra-operasi adalah untuk
a) Memastikan ketepatan tempat, prosedur dan
pasien
b) Memastikan bahwa semua dokumen yang terkait,
foto (imajing), dan hasil pemeriksaan yang relevan,
diberi label dengan benar dan tersaji
c) Memastikan tersedianya peralatan medik khusus
dan atau implant yang dibutuhkan
Beberapa elemen proses verifikasi pra-operasi dapat dilakukan
sebelum pasien tiba di daerah pra-operasi, seperti memastikan
dokumen,imajing, hasil pemeriksaaan, dokumen lain diberi label yang
benar, dan memberi tanda ditempat (lokasi) operasi.
Time-Out yang dilakukan sebelum dimulainya insisi kulit dengan
semua anggota tim hadir, memberi kesempatan untuk menyelesaikan
pertanyaan yang belum terjawab atau ada hal yang meragukan yang
perlu diselesaikan. Time-Out dilakukan di lokasi tempat dilakukan
operasi sesaat sebelum prosedur dimulai dan melibatkan semua
anggota tim bedah. Rumah sakit harus menentapkan prosedur
bagaimana proses Time-Out berlangsung.
Salah-lokasi, salah-prosedur, salah-pasien operasi, adalah kejadian yang
mengkhawatirkan dan bisa terjadi di rumah sakit.
Kesalahan ini adalah akibat dari
• Komunikasi Yang Tidak Efektif Atau Tidak Adekuat Antara Anggota Tim Bedah
• Kurang/ Tidak Melibatkan Pasien Di Dalam Penandaan Lokasi (Site Marking),
• Tidak Ada Prosedur Untuk Memverifikasi Lokasi Operasi.
• Asesmen Pasien Yang Tidak Adekuat,
• Penelaahan Ulang Catatan Medis Tidak Adekuat,
• Budaya Yang Tidak Mendukung Komunikasi Terbuka Antar Anggota Tim
Bedah,
• Resep Yang Tidak Terbaca (Illegible Handwriting) Dan
• Pemakaian Singkatan
Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif
mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur
yang efektif di dalam meminimalkan risiko ini.
Kebijakan termasuk definisi dari operasi yang
memasukkan sekurang-kurangnya prosedur yang
menginvestigasi dan atau mengobati penyakit dan
kelainan/disorder pada tubuh manusia.
Kebijakan berlaku atas setiap lokasi di rumah sakit
dimana prosedur ini dijalankan.
Praktek berbasis bukti ini diuraikan dalam Surgical
Safety Checklist dari WHO Patient Safety terkini.
Elemen Penilaian SKP.4
Terima kasih
KARS