Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

KERATITIS PSEUDOMONAS

Diajukan kepada :
dr. Yulia Fitriani, Sp. M

Disusun oleh :
Naufal Sipta Nabilah
G4A016112

SMF ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2017
I. PENDAHULUAN

 Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri


patogen yang bersifat opportunistik sehingga
dapat menyebabkan infeksi pada berbagai
macam organ termasuk kornea. Pada kasus
keratitis bacterial berhubungan dengan
penggunaan kontak lensa.

 Penyebab umum terjadinya keratitis adalah


penggunaan kontak lensa. Faktor risiko lainnya
dapat berupa penyakit permukaan ocular,
trauma, pembedahan dan penggunaan steroid
topikal (Tuft et al., 2013).
II. TINJAUAN PUSTAKA

 Anatomi Kornea
B. DEFINISI

 Keratitis Pseudomonas aeruginosa adalah


peradangan kornea yang disebabkan oleh
Pseudomonas aeruginosa. Pseudomonas
aeruginosa yang merupakan bakteri gram
negatif yang mengeluarkan eksotoksin dan
sejumlah enzim ekstraseluler (Rajesh et al.,
2013).
C. ETIOLOGI

 Penyebab keratitis P.aeruginosa adalah bakteri


Pseudomonas aeruginosa yang merupakan
bakteri batang gram negatif berukuran 0,5-1 x 3-4
µm. Infeksi P.aeruginosa merupakan infeksi yang
paling banyak terjadi dan menimbulkan gejala
yang berat karena P.aeruginosa bersifat
destruktif yaitu merusak jaringan inang dan
menyebabkan infiltrasi sel-sel radang pada okular
terutama pada penggunaan kontak lensa (Fukuda
et al, 2012).
D. EPIDEMIOLOGI
 P.aeruginosa mendapat proporsi yang signifikan penyebab keratitis
bakteri yaitu 6%-39% di Amerika Serikat dan 8%-21% di India
Selatan. P.aeruginosa menyebabkan ulkus kornea yang lebih berat
dibandingkan dengan infeksi bakteri lainnya. P.aeruginosa juga
memiliki virulensi tinggi sehingga dapat menyebabkan ulkus
kornea yang sulit diobati (Aileen Sy et al., 2012 ).
 Penelitian yang dilakukan oleh Marlon M. Ibrahim dkk
menunjukkan bahwa angka kejadian keratitis bakteri di Banglades
82%, India 68,4%, dan yang terendah yaitu di Taiwan 40%.
Pseudomonas sp merupakan spesies bakteri yang lebih banyak
ditemukan dalam penelitian di Banglades, Hongkong dan Paraguai
(Ibrahim, 2011).
E. PATOFISIOLOGI
Infeksi P.aeruginosa

Menembus epitel hingga invasi


stroma kornea

Bakteri pseudomonas bersifat aerob obligat dan


menghasilkan eksotoksin yang menghambat
sintesis protein
Eksotoksin A menghambat sintesis protein
eukariotik dengan cara yaitu mengkatalis
pemindahan sebagian ADP-ribosil dari NAD
(nikotinamid adenine dinukleotida) kepada EF-2
(elongation factor2)

NAD + EF- ADP-ribosyl-


EF+nicotinamide+H+

Hasil dari kompleks ADP- ribosil-EF2 adalah


inaktivasi sintesis protein sehingga mengacaukan
fungsi fisiologik sel normal.
F. DIAGNOSIS
1. ANAMNESIS
 Dari hasil anamnesis didapatkan riwayat penggunaan kontak lensa yang
paling sering pada keratitis P. aeruginosa. Riwayat trauma dan
penggunaan obat steroid merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri,
fungi, atau virus (Eby dan Hazlett, 2016).
 Gejala klinis lainnya yang dapat ditemukan pada keratitis P. aeruginosa
yaitu (Eva, 2009) :
 Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
 Sekret mukopurulen
 Pandangan kabur
 Mata berair
 Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
 Silau
 Nyeri
 Rasa kelilipan atau mengganjal
2. PEMERIKSAAN FISIK
 pemeriksaan oftalmologis didapatkan adanya injeksi kongjuntiva,
ulkus fokal tunggal dengan kehilangan epitel kornea, terdapat
infilitrat stroma yang bersifat supuratif, edema korea, eksudat
mukopurulen, hipopion. Ulkus kornea yang lokasinya di
paracentral biasanya diikuti dengan infiltrasi berbentuk cincin dan
adanya nekrosis koagulasi berwarna kuning dengan ulserasi
stroma (Eby dan Hazlett, 2016).
 Pada permeriksaan ulkus kornea pseudomonas, didapatkan lesi
ulkus dimulai dari daerah sentral kornea yang dapat menyebar ke
samping dan ke dalam kornea. Gambaran berupa ulkus berwarna
abu-abu dengan sekret berwarna kehijauan, hipopion
Pemeriksaan fisik lainnya yang dapat dilakukan
diantaranya (Vaughan, 2009) :
 Pemeriksaan tajam penglihatan

 Pemeriksaan sit-lamp

 Uji dry eye

 Ofthalmoskop

 Keratometri (pegukuran kornea)


3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pewarnaan gram
 Kultur

 Histopatologi

pemeriksaan histopatologis, gambaran khas ulkus kornea


pseudomonas ialah ditemukan sel neutrofil yang dominan
G. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
 antibiotic topikal golongan fluoroquinolone atau anti bakteri gram negatif
seperti aminoglikosid yaitu tobramycin, golongan sefalosporin misalnya
ceftadizime, dan penicillin sintetis yaitu carbenicilin.
 Saat ini masih kontroversi diberikan kortikosteroid topikal diantara para
praktisi. Kortikosteroid topikal dapat diberikan pada keratitis P.aeruginosa.
Hal ini dikarenakan adanya respon positif antimikroba pada kortikosteroid
topikal yaitu upaya mengurangi morbiditas terkait tidak terkendalinya
peradangan dan untuk mengurangi jaringan parut stroma secara permanen
2. Non medikamentosa (Kunwar, et.al., 2013):
 Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya.
 Tidak boleh dibebat
 Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang.
 Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali sehari.
 Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin
dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih
 Menghindari asap rokok, karena dengan asap rokok dapat
memperpanjang proses penyembuhan luka.
H. DIAGNOSIS BANDING

1. Keratitis pneumokokus
 Ulkus kornea pneumokokus biasanya muncul 24-48 jam setelah inokulasi
pada kornea yang lecet. Infeksi ini secara khas menimbulkan sebuah
ulkus berbatas tegas warna kelabu yang cenderung menyebar secara tak
teratur dari tempat infeksi ke sentral kornea
2. Keratitis streptococcus
 Khas sebagai ulkus yang menjalar dari tepi ke arah tengah kornea
(serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram
dengan tepi ulkus yang menggaung.
3. Keratitis Fungi
 Ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur berfilamen dapat
menunjukkan infiltrasi abu-abu sampai putih dengan permukaan kasar,
dan bagian kornea yang tidak meradang tampak elevasi keatas. Lesi
satelit yang timbul terpisah dengan lesi utama dan berhubungan dengan
mikroabses stroma
I. KOMPLIKASI
 Toxic Iridocyclitis
 Secondary Glaucoma

Terjadi oleh karena fibrin eksudat menutup sudut


anterior chamber (inflammatory glaucoma)
 Descemetocele

 Perforasi Ulkus Kornea

 Corneal scar
J.PROGNOSIS

 Prognosis visual tergantung pada beberapa faktor, seperti


diuraikan di bawah ini, dan dapat mengakibatkan penurunan
visus derajat ringan sampai berat. Tergantung dari virulensi
organisme yang bertanggung jawab atas keratitis, luas dan lokasi
ulkus kornea, dan hasil vaskularisasi dan / atau deposisi kolagen
(Schlote et al., 2006).
KESIMPULAN
 Keratitis Pseudomonas aeruginosa merupakan penyakit yang
bersifat progresif dan destruktif sehingga dapat menyebabkan
gejala berat seperti ulkus, perforasi kornea dan penglihatan
kabur.
 Gejala subyektif yang dirasakan berupa nyeri pada mata,
fotofobia, dan penglihatan kabur.
 Pada pemeriksaan oftalmologis didapatkan adanya injeksi
kongjuntiva, ulkus fokal tunggal dengan kehilangan epitel
kornea, terdapat infilitrat stroma yang bersifat supuratif, edema
korea, eksudat mukopurulen, hipopion.
 Tatalaksana medikamentosa keratitis pseudomonas yang sering
diberikan berupa antibiotik untuk bakteri gram negative dan
kortikosteroid topikal.
DAFTAR PUSTAKA
 Aileen Sy, M.Srinivasan, J.Mascarenhas, et al. 2012.”Pseudomonas aeruginosa Keratitis : Outcomes and
Response to Corticosterois Treatment”, Investigative Ophtalmology and Visual Science, Vol. 53 (1) : 267-272
 Dahl, A. Keratitis. 2010 Diunduh dari : http: //www. medicinenet. com/ keratitis/ article. htm,
 Eby, A.M., dan L.Hazlett D. 2016.” Pseudomonas Keratitis, a Review of Where We’ve Been and What Lies
Ahead”, Journal Microbiology Biochemistry Technology, Vol.8 (1) : 009-013
 Eva, R.P. 2009. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology, 17th Edition. Jakarta : EGC
 Fleiszig S.M.J., dan D.J.Evans, 2002.” The Pathogenesis of Bacterial Keratitis : Studies with Pseudomonas
aeruginosa”, Clinical Experimental Ophtalmology, Vol. 85 (5) : 271-278.
 Franklin W. Lusby. 2014. Corneal Ulcer and Infection. United States : National Institute of Health.
Available on URL : http://www.nlm.nih.ov/medlineplus/ency/article/001032.htm
 Fukuda, K., W. Ishida, J.Uchiyama, et al. 2012.” Pseudomonas aeruginosa Keratitis in Mice : Effects of
Topical Bacteriophage KPP12 Administration”, PLOS One, Volume 7 (10)
 Herretes S, Wang X, Reyes JMG. 2014. “Topical corticosteroids as adjunctive therapy for bacterial keratitis”,
Cochrane Database Syst Rev.
 Hue, B., M.Doat, G.Renard., M.L. Brandely, dan F.Chast. 2009.” Severe Keratitis Caused by Pseudomonas
aeruginosa Succesfully Treated with Ceftazidime Associated with Acetazolamide”, Journal of Ophtalmology
 Ibrahim MM, Vanini R, et al. Epidemiology and medical protection of microbial keratitis on southeast
Brazil. Brazil: Arq Bras Oftalmol. 2011; 74 (1): 7-12.
 Ilyas, Sidarta. 2010. Ilmu Penyakit Mata Edisi ketiga. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
 Karthikeyan, R.S., Ganesa, R., Lakshmi, J., Sixto, L., Jonida, T., Arne, R., et al. 2013. Host response and
bacterial virulence factor expression in Pseudomonas aeruginosa and Streptococcus pneumoniae corneal
ulcers. Pone Journal; 8(6):867.
 Kunwar M, Adhikari, R.K., Karki, D.B. 2013. “Microbial flora of corneal ulcers and their drug sensitivity”.
Middle East Africa Journal Ophthalmology Vol 12(2):14-16


 Mascarenhas J, Lalitha P, Prajna NV, et al. 2014.”Acanthamoeba, fungal, and bacterial keratitis: a
comparison of risk factors and clinical features”, Am J Ophthalmol, Vol.157(1): 10
 Mayasari, Evita, 2006, Pseudomonas aeruginosa; Karakteristik, Infeksi, dan Penanganan, http ://
library.usu.ac.id ( diakses 24 Oktober 2017).
 Patel, S.V. 2012. “Graft survival and endothelial outcomes in the new era of endothelial keratoplasty”.
Journal Exer Vol 95(1):40-7
 Rajesh, S.K., Patel, D.N, Sinha, M. 2013.”A Clinical Microbiological Study of Corneal Ulcer Patients at
Western Gujarat, India”. Microbiological study of corneal ulcer, 51(6):399
 Schlote dkk. 2006.Pocket Atlas of Ophtalmology. Stuttgart ; thieme .P. 96-101
 Srinivasan, M., Gonzales, C., George, C., Cevallos, V., Mascarenhas, J., Asokan, B,. et al. 2007.
“Epidemiologi and aetiological diagnosis of corneal ulcer”. British Journal Ophtalmology Vol 81(11) : 965-
971
 Standring, Susan. 2008. Gray’s Anatomy The Anatomical Basis of Clinical Practice, 40th Edition. Spain: The
Publisher
 Tang A., A.R.Caballero, M.E.Marquart, dan R.J. O’Callaghan. 2013.” Pseudomonas aeruginosa Small
Protease (PASP), a Keratitis Virulence Factor”, The association for Research in Vision and Opthalmology,
Vol. 54 : 2821-2828.
 Tuft, S., dan M.Burton. 2013. “ Microbial Keratitis”, The Royal College Ophthalmologists.
 Vaughan DG. 2000. Kornea. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Alih bahasa Tambajong J. UB Widya Medika :
Jakarta.
 Vaughan, Daniel. Oftalmologi Umum. Edisi 14 Cetakan Pertama. Widya Medika Jakarta, 2009
 Weed, M.C., G.M.Rogers, A.S.Kitzmann, et al., 2013.” Vision Loss After Contact
 Lens-Related Pseudomonas Keratitis”. EyeRound. Org. Available from:
 http://www.EyeRounds.org/cases/171-pseudomonas-keratitis.htm (diakses 24 Oktober 2017)
 TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai