Anda di halaman 1dari 83

DOSEN PENGAMPU : DR. AVE OLIVIA RAHMAN, M.Sc.

1) Rahmatul Husna Atikah 8) Adylla Nissya Maulani


2) Friska Fera 9) Kartika Juniati Rambe
3) Nur Ramlah Rezi 10) Meilani Cahyani Silitonga
4) Santa Febbila 11) Ichsan Pratama Rivandi
5) Andrew Leonardo 12) Riza Putri Octarianti
6) M. Bintang Iqbal 13) Ranty Rizki Armelia
7) Annisa Ramadhani A 14) Maisara Sulvana
Seorang anak, 8 tahun dibawa oleh ibunya ke dokter untuk
konsultasi masalah alergi. Setiap pagi anak sering bersin-
bersin, disertai rasa gatal dan hidung berair. Gejala juga
timbul saat berada di ruangan yang berdebu.
 RINITIS ALERGI
Rinitis alergi merupakan penyakit inflamasi pada mukosa hidung yang
diperantarai oleh Immunoglobulin E (IgE) setelah terpapar alergen.
Gejala utama :
-bersin-bersin
-rinore(sekret hidung,rasa gatal dan tersumbat pada hidung setelah terpapar
alergen yang diperantarai IgE).1
ANTI HISTAMIN ORAL
R/Beclometasone dipropionate inhaler fl.No I
S.3dd puff 1

Pro :Anak
Usia :8 tahun
Seorang pria, 65 tahun pada saat pemeriksaan mata
ditemukan peningkatan tekanan intraokuler. Pasien
didiagnosis glaukoma.
Tonometer schiotz Tonometer aplanasi Tebal kornea
•pemeriksaan ini dilakukan pada goldman •Kornea yang tipis dapat
pasien ditidurkan dengan posisi •alat ini mengukur tekanan bola menyebabkan kesan tekanan bola
horizontal dan mata ditetesi dengan mata dengan memberikan tekanan mata yang rendah demikian pula
obat anastesi topikal atau pantokain yang akan membuat rata sebaliknya kornea yang tebal akan
0,5%. permukaan kornea dalam ukuran memberikan kesan tekanan bola
tertentu dan kecil. mata tinggi.

Tonografi Gonioskopi
•Nilai tonografi C = 0.18 adalah •Pemeriksaan ini dilakukan dengan
normal, kurang dari 0.13 adalah meletakkan lensa sudut (geniolens)
patologik. Bila C kurang dari 0.18 di dataran depan kornea setelah
maka keadaan ini dicurigai diberikan lokal anastetikum
penderita menderita glaukoma
a. Parasimpatomimetik, agonis kolinergik
Daftar farmakokinetik karbakol dan pilokaroin

Miotik Onset Puncak Durasi

Karbakol
- intraokular  Detik 2-5 menit 1-2 hari
- topikal  10-20 menit 4-8 jam

Pilokarpin
-topikal 10-30 menit 4-8 jam
KARBAKOL

Efek Samping :
berkeringat,
bradikardi,
Indikasi : hipersalivasi,
bronkospasme,
Menurunkan TIO
dan kolik usus
setelah
penyerapan
sistemik.
Efek Samping :
berkeringat,
bradikardi,
Indikasi : hipersalivasi,
Mengendalikan bronkospasme,
TIO dan kolik usus
setelah
penyerapan
sistemik.
KARBAKOL PILOKARPIN

Bentuk Sediaan :
Bentuk Sediaan : Larutan 0,025; 0,5; 1; 2; 4; 6; 8; 10
Larutan 0,75; 1,5; 2,25; 3%
Dosis :
Dosis :
1 tetes 2-3 X
2-3 x 1 tetes perhari
b. Senyawa penghambat beta adrenergik

Data farmakokinetik beta bloker untuk penanganan glaukoma


Obat Selektivitas Onset Efek Durasi
pada (menit) maksimum (jam)
reseptor (jam)
beta

Betaksolol β1 ≤ 30 2 12

Levobunolo β 1 dan β2 < 60 2-6 ≤ 24


l

Metilprano β 1 dan β2 ≤ 30 ≈2 24
lo

Timolol β 1 dan β2 ≤ 30 1-2 ≤ 24


4. Timolol Maleat

Indikasi :
mengurangi tekanan intraokuler glaukoma simpleks Kronik,
tetapi dalam glaukoma sudut lebar kronis dibatasi pada pasien yang
alergi pada zat pengawet atau mereka yang memakai lensa
kontak.
Efek samping :
mata kering sementara blefarokonjungtivitis, uveitis anterior
granulomatosa.
Penghambat beta Bentuk sediaan Dosis
adrenergik

Betaxolol Larutan 0,5% , suspensi Satu tetes 2xsehari


0,25%
Dosis obat pada penanganan glaukoma
Lefobunolol Larutan 0,25% dan Satu tetes 2xsehari
0,5%

Metilpranolol Larutan 0,3% Satu tetes 2xsehari


Timolol Larutan 0,25% dan Satu tetes 1-2xsehari
0,5%
Indikasi : Efek samping :
mengurangi tekanan Mata kering
intraokuler glaukoma sementara,
simpleks blefarokonjungtivitis
kronik sementara
Efek Samping :
Indikasi :
Mata kering
Mengurangi TIO
sementara
glaukoma simpleks
blefarokonjungtivitis
kronik
sementara
Indikasi :
mengurangi tekanan
intraokuler
glaukoma Efek Samping
simpleks Kronik, :
tetapi dalam
glaukoma sudut mata kering
lebar kronis sementara
blefarokonjungtivi
dibatasi pada tis, uveitis
pasien yang anterior
alergi pada zat granulomatosa.
pengawet atau
mereka yang
memakai lensa
kontak.
c. Penghambat karbonik antihidrase

Data farmakokinetik penghambat karbonik


anhidrase
Penghamb Onset Puncak Durasi Potensi
at (jam) efek (jam) (jam) hambatan
karbonik relatif
anhidrase
Asetazola
mid 1-1,5 1-4 8-12 1
- Tablet 2 3-6 18-24
- Kapsul lepas
lambat
- injeksi 2 menit 15 menit 4-5
Efek Samping :
Parestetsia,
Indikasi : hipokalemi, rasa
mengantuk, Dosis :
pengobatan
intrabedah berkurangnya tablet 125-250 mg
glaukoma sudut nafsu makan, 2-4x sehari,
sempit bintik merah
injeksi 250-500
pada kulit,
mg
kelainan fungsi
ginjal.
Latanoprost Indikasi :
tekanan intraokular pada glaukoma sudut lebar dan
hipertensi okuler pada pasien yang tidak menunjukkan respon
pada obat lain.

Efek Samping :
pigmentasi coklat yang menetap atau reversibel terutama
pada mereka yang warna irisnya bercampur, iritasi okuler,
hiperaemia konjungtiva, erosi epitalial punctata.

Dosis :
1 tets 2x sehari larutan 0,005%
Seorang wanita, 35 tahun mengeluh mata kanan merah. Pada pemeriksaan
ditemukan : mata kanan : injeksi konjungtiva (+), injeksi siliaris (-) visus mata
dalam batas normal, terdapat discharge purulent warna kuning. Mata kiri :
normal.
DIAGNOSIS KASUS

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien tersebut.
Maka, suspek adalah “Konjungtivitis”
DEFINISI

Konjungtivitis adalah inflamasi jaringan konjungtiva yang


dapat disebabkan oleh invasi mikroorganisme, reaksi
hipersensitivitas atau perubahan degeneratif di konjungtiva.
Pasien biasanya mengeluh mata merah, edema konjungtiva
dan keluar sekret berlebih. Gejala tersebut terjadi akibat
dilatasi vaskular, infiltrasi selular dan eksudasi.
KLASIFIKASI

Berdasarkan penyebabnya, konjungtivitis dibagi menjadi


konjungtivitis infeksi dan noninfeksi. Pada konjungtivitis
infeksi, penyebab tersering adalah virus dan bakteri,
sedangkan pada kelompok non-infeksi disebabkan oleh
alergi, reaksi toksik, dan inflamasi sekunder lainnya.
Konjungtivitis juga dapat dikelompokkan berdasarkan
waktu yaitu akut dan kronik. Pada kondisi akut, gejala
terjadi hingga empat minggu, sedangkan pada
konjungtivitis kronik, gejala lebih dari empat minggu
KLASIFIKASI GEJALA
TERAPI

Farmakologi terapi terhadap Konjungtivitis bakterial bergantung


temuan agen Mikrobialnya. Sebelum mendapatkan hasil kultur bakteri
penyebab konjungtivitis dilakukan penatalaksanaan terapi empirik. Terapi
sistemik diberikan pada pasien yang terinfeksi N.gonorhoeaedan
N.meningitidis. Norfloxacin 1.2 gm sehari selama 5 hari, Cefoxitim 1.0 gm atau
Cefotaxime 500 mg. IV atau ceftriaxone 1.0 gm IM perhari selama 5 hari, atau
Spectinomycin 2.0gm IM selama 3 hari. Antibiotik Topikal seperti tetes mata
chloramphenicol (1%), gentamycin (0.3%) atau framycetin 3-4 kali sehari. Bila
tidak merespon dapat diberikan antibiotik topikal seperti ciprofloxacin (0.3%),
ofloxacin(0.3%) atau gatifloxacin(0.3%).
Pemberian obat anti inflamatory dan obat penghilang rasa sakit seperti
ibuprofen dan paracetamol dapat diberi selama 2-3hari untuk mengurangi
keluhan yang dialami pasien. Pemberian steroid tidak direkomendasikan
karena dapat memperberat infeksi ke jaringan Kornea
KASUS 4
‘’Seorang pasien, wanita 40 tahun mengeluh timbul bercak
putih dipunggung. Pada pemeriksaan ditemukan: jumlah
bercak 6, ukuran besar, distribusi bilateral asimetris,
konsistensi kering dan kasar, batas tegas, mati rasa pada
bagian bercak putih tersebut.”
 Apa diagnosis kasus diatas?
 Apa saja terapi farmakologis yang sesuai untuk diagnosis pada no.1
(nama obat, mekanisme kerja, efek samping, dosis, dan sediaan
obat/posologi)?
 Apa terapi farmakologis terbaik untuk kasus pasien diatas? Berikan
alasan dengan menyertakan bukti ilmiah (evidence-based)
 Tuliskan resep sesuai dengan jawaban no.3 diatas!
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan
pada pasien tersebut. Maka, suspek adalah “MORBUS
HANSEN/LEPRA”
 DEFINISI
Morbus hansen atau kusta atau lepra adalah penyakit granulomatosa
kronis yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium leprae.

 EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan data WHO pada tahun 2011 mengenai distribusi pasien
Morbus Hansen di seluruh dunia, Indonesia merupakan daerah endemis
dengan lebih dari 10.000 kasus baru per tahun dengan prevalensi 1,03 per
10.000 penduduk.
Sumber
penularan :
Penderita Lepra
MB

Cara penularan:
Penyebab : Melalui sal.
Mycobacterium ETIOLOGI pernapasan atas
leprae atau melalui
kontak kulit

Host:
Kondisi imunitas
yang rendah
Mycobacterium leprae
Dengan Pewarnaan Ziehl Neelsen • Bakteri intraseluler obligat yang tidak dapat
dibiakan pada media buatan
• Sifat tahan asam M. leprae dapat diekstraksi
oleh piridin
• M.leprae merupakan satu-satunya
mikrobakterium yang mengoksidasi D-Dopa
(D-Dihydroxyphenylalanin).
• M. leprae adalah satu-satunya spesies
mikrobakterium yang menginvasi dan
bertumbuh dalam saraf perifer.
• Ektrak terlarut dan preparat M.leprae
mengandung komponen-komponen antigenik
yang stabil dengan aktivitas imunologis yang
khas
 KLASIFIKASI

* Menurut kongres Internasional Madrid (1953),


penyakit kusta dapat dibagi atas:

1. Tipe Lepromatosa (L)


2. Tipe Tuberkuloid (T)
3. Tipe Borderline (B)
4. Tipe Indeterminan (I)
*Ridley dan Jopling (1966) yang dibuat berdasarkan
respon imunologis penderita, yaitu:

1. Tipe TT (Tuberkuloid Polar) merupakan tipe stabil


2. Tipe BT (Borderline Tuberkuloid)
3. Tipe BB (Mid Borderline)
4. Tipe BL (Borderline Lepromatous)
5. Tipe LL (Lepromatous Polar)
• WHO, berdasarkan pada jumlah lesi kulit dan mengidentifikasi dua bentuk, PB
dan MB. Namun, yang menjadi dasar klasifkasi ini adalah negative atau
positifnya hasil BTA.

Tanda utama PB MB
Jumlah bercak 1-5 >5
Penebalan saraf tepi dengan Hanya 1 saraf Lebih dari 1 saraf
gangguan fungsi(mati
rasa/kelemahan otot
didaerah yang dipersyarafi
yang bersangkutan)

Sample jaringan kulit BTA- BTA+


Tanda lain PB MB

Distribusi Unilateral/bilateral Bilateral simetris


asimetris

Permukaan bercak Kering dan kasar Halus dan mengkilap

Batas bercak Tegas Kurang tegas

Mati rasa pada bercak Jelas Biasanya kurang

Deformitas Proses terjadi lebih cepat Terjadi pada tahap lanjut

Ciri khusus Central healing Mandarosis,hidung


pelana,wajah
singa,ginekomastia
• DIAGNOSIS
Untuk menetapkan diagnosis penyakit kusta perlu dicari tanda-tanda utama atau
tanda kardinal (Cardinal sign), yaitu :

1. Kelainan (lesi) kulit yang mati rasa.


2. Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf.
a. Gangguan fungsi sensoris
b. Gangguan fungsi motoris:
c. Gangguan fungsi otonom: kulit kering dan retak-retak
3. Adanya basil tahan asam (BTA) di dalam kerokan jaringan kulit (slit skin smear)
1) DDS (Diamino Diphenyl Suffone)
* Sifat bakteriostatik
* Tablet warna putih : 50 mg/tab dan 100 mg/tab
* Dosis : dewasa : 100 mg/ hari
anak-anak : 1-2 mg/kg BB / hari
* ESO: anemia hemolitik, anoreksia, nausea, vertigo,
penglihatan kabur, sulit tidur hepatitis, alergi
terhadap obat DDS (Diamino Diphenyl Suffone)
sendiri dan Psychosis.
2) Clofazimine atau lamprene
* Kapsul 50 mg/kap dan 100 mg/kap
* Sifatnya bakteriostatik
* Dosis : 50 mg/hari atau selang sehari
3x100mg /minggu
* ESO: warna kulit dapat kecoklatan sampai kehitam-
hitaman tetapi dapat hilang bila pemberian
obat distop, gangguan pencernaan dapat
berupa diare dan nyeri pada lambung
3) Rifampisin
* Kapsul 150 mg, 300 mg, 450 mg dan 600mg
* Sifatnya bakterisidal
* Rifampizin merupakan obat kombinasi dengan DDS
(Duamino Diphenyl Suffone) dengan dosis Rifampisin
600mg/bulan dan Dapson 10 mg/KgBB/Hari
* ESO : ganggaun fungsi hepar, ruam kulit, nyeri epigastrik,
nausea, vomitus, anoreksia, diare
OBAT ALTERNATIF LAIN

1) Ofloksasin
* Bersifat bakteriostatik pada Mycobacterium leprae
in vitro.
* Tablet 200mg dan 400mg
* Dosis optimal harian adalah 400 mg
* Efek sampingnya adalah mual, diare, dan gangguan
saluran cerna lainnya, berbagai gangguan susuanan
saraf pusat termasuk insomnia, nyeri kepala, dizziness,
nervousness dan halusinasi.
2) Minosiklin
* Kapsul 50mg dan 100mg
* Bersifat bakteriostatik
* Dosis harian yang bisa diberikan adalah 100 mg.
* Efek samping: berubahnya warna gigi pada anak,
kadang-kadang dapat menyebabkan hiperpigmentasi
kulit dan membran mukosa, berbagai saluran cerna
dan susunan saraf pusat, termasuk dizzined, dan
unsteadiness
3) Klaritromisin
* Tablet 250mg dan 500 mg
* Bersifat bakteriostatik
* Dosis harian 500 mg
* Efek samping : mual, muntah, diare, flatulensi,
palpitasi, nyeri dada, dispepsia, insomnia, reaksi
alergi, dan sakit kepala
1. PENDERITA LEPRA PAUSIBASILER
a. Penderita Pausi Lesi I diberikan dosis tunggal ROM
rifampisin ofloxacin minocycline
Dewasa 50-70 kg 600mg 400mg 100mg

Anak tahun 5-14 300mg 200mg 50mg

 Obat ditelan di depan petugas.


 Anak <5 tahun dan Ibu hamil tidak diberikan ROM.
 Pemberian obat sekali saja dan langsung dinyatakan RFT (Release From Treatment)
 Bila obat ROM belum tersedia di Puskesmas diobati dgn regimen pengobatan PB lesi (2- 5)
 Bila lesi tunggal dgn pembesaran saraf diberikan: regimen pengobatan PB lesi (2-5)
b. Penderita PB lesi 2-5
Dewasa, pengobatan bulanan : hari pertama (dosis yang diminum di depan petugas).
1. 2 kapsul rifampisin @ 300 mg (600 mg).
2. 1 tablet Dapsone atau DDS 100 mg.
 Pengobatan harian : hari ke 2- 28 : 1 tablet dapsone atau DDS 100 mg, 1 blister untuk 1
bulan.
 Lama pengobatan : 6 blister diminum selama 6-9 bulan.
2. TERAPI PADA LEPRA MULTIBASILER
a) MDT untuk lepra tipe MB menurut WHO

Dafsone Rifampisin Klofazimine

Dewasa 100 mg per 600 mg per 50 mg per DAN 300 mg per


(berat badan hari bulan dengan hari bulan
50-70 kg) supervisi dengan
supervisi

Anak* 50 mg per 450 mg per 50 mg per DAN 150 mg per


(10-14 hari bulan dengan dua hari bulan
tahun) supervisi sekali dengan
supervisi

*Dosis harus disesuaikan kembali pada anak usia di bawah 10 tahun.


b) Obat pada pasien MB berdasarkan bukti ilmiah:
1. Kombinasi Rifampisin 600mg per bulan dan Klaritromisin 500mg
per hari selama 3 bulan
2. Bila dengan reaksi eritema nodosum dapat ditambahkan
Metilprednisolon 32 mg dengan dosis yang diturunkan secara bertahap.
seorang pasien wanita berumur 35 tahun mengeluh gatal di daerah
punggung. Gatal bertambah terutama pada saat berkeringat. Pada
pemeriksaan ditemukan :bercak lonjong, tepi aktif terdapat eritema
dan papul-papul, central healing (+).
DIAGNOSIS

Pasien diduga menderita Tinea Corporis

Alasan => sesuai dengan ciri-ciri, yaitu :


1. reaksi peradangan yang berbentuk seperti gelang eritema yang ditepinya terlihat
meninggi.
2. ditandai sebagai papul eritema atau suatu rangkaian vesikel.
3. Terasa gatal di badan
TINEA CORPORIS

Tinea Corporis adalah suatu infeksi dermatofita dangkal yang ditandai oleh tanda radang
maupun luka pada kulit glabrous. Trichophyton rubrum adalah salah satu dermatofita
penyebab yang paling umum menyebabkan tinea corporis. Tinea corporis terjadi pada
laki-laki dan perempuan, terjadi pada semua kelompok umur, tetapi angka kejadian
paling tinggi pada remaja
TERAPI FARMAKOLOGIS

 Pengobatan topikal direkomendasikan untuk suatu


peradangan yang dilokalisir :

1. Dapat diberikan kombinasi asam salisilat 3-6% dan asam benzoat 6-12% dalam bentuk
salep (salep whitfield).
2. Atau kombinasi asam salisilat dengan sulfur presipitatum dalam bentuk salep (salep 2-
4, salep 3-10)
3. Atau derivat azol : mikonazole 2%, dan klotrimasol 1%.
 Pengobatan sistemik pada peradangan yang luas dan adanya penyakit
immunosupresi :

1. Dapat diberikan griseofulvin


• Dewasa = 500 mg sehari
• anak-anak 10-25mg/kg BB sehari.
Lama pemberian Griseofulvin pada tinea korporis adalah
3-4 minggu, diberikan bila lesi luas atau bila dengan
Pengobatan topikal tidak ada perbaikan.
 Pada kasus yang resisten terhadap Griseofulvin dapat diberikan derivat azol seperti
itrakonazol, dan flukonazol.

 Antibiotik juga dapat diberikan jika terjadi infeksi sekunder.


A. Kombinasi asam salisilat dengan asam benzoat

 Contoh Obat :
Kalpanax Tincture dan Pagoda Salep.

 Mekanisme Kerja :
Asam benzoat memberikan efek fungistatik sedangkan asam salisilat memberikan efek keratolitik.

 Efek samping :
a. Asam salisilat dan asam benzoate adalah iritan lemah,dapat
menimbulkan iritasi dan dermatitis.
b.Gejala keracunan salisilat meliputi pusing, gelisah, sakit kepala,
nafas cepat, telinga berdengung, bahkan kematian.

 Dosis dan posologi :


=> Salep (Salep whitfield) Krim atau salep 6%+3%.
=> Untuk anak-anak oleskan dua kali sehari sampai lesi kulit
membaik, biasanya selama 4 minggu.
B. Kombinasi asam salisilat dengan sulfur presipitatum

 Contoh Obat :

salep 2- 4 15 gram

 Sediaan dan Dosis :

Salep; oleskan sehari 1-2 kali di tempat yang sakit.

 Mekanisme Kerja :

Asam salisilat adalah keratolitik agent yang sangat poten sehingga dapat meningkatkan
penetrasi obat lain dan sering dikombinasikan dengan sulfur, bersifat antifungi dan antibakteri
lemah. Sulfur praecipitatum fungsi utamanya adalah sebagai keratolitik agent yaitu suatu zat
yang dapat menghilangkan sisik-sisik kulit yang kasar atau melunakkan/menipiskan lapisan
keratin, di samping itu juga memiliki aktivitas antifungi dan antibakteri lemah. Sulfur sering
dikombinasikan dengan asam salisilat menghasilkan efek keratolitik yang sinergis.
C. Derivat azol : mikonazole

 Contoh obat :
1. Miconazole cream yang mengandung miconazole nitrat 2 %
2. Miconazole salep yang mengandung miconazole nitrat 2 %
3. Miconazole oral gel yang mengandung miconazole nitrat 2 %
4. Sediaan kapsul vagina yang mengandung miconazole nitrat 200 mg
5. Miconazole tablet mulut yang mengandung miconazole nitrat 50 mg.

 Mekanisme kerja :

Mikonazol menghambat sintesis ergosterol yang menyebabkan permeabilitas membran sel jamur meningkat.

 Efek samping :
1. Rasa gatal pada kulit
2. Rasa sakit pada kepala
3. Rasa kering pada mulut

 Sediaan dan dosis


Obat ini tersedia dalam bentuk krem 2% dan bedak tabur yang digunakan 2 kali sehari selama 2-4 minggu
D. Klotrimasol 1%

 Contoh obat :
CANESTEN®.

 Mekanisme kerja :
Klotrimazol adalah senyawa antifungal dengan spektrum yang luas, digunakan untuk pengobatan
infeksi dermal yang disebabkan oleh spesies patogen dari dermatophytes, ragi dan Malassezia furfur.
Mekanisme kerjanya adalah melawan pembelahan dan pertumbuhan organisme

 Efek samping :
Erythema stinging, blistering, peeling, edema, pruritus, urticaria, burning, dan iritasi umumnya
dari kulit.

 Dosis dan posologi :


Krim/Salep; Oleskan krim Canesten secukupnya pada daerah kulit sakit 2-3 kali sehari. Jika tidak
memperlihatkan perkembangan positif setelah 4 minggu maka diagnosa harus diulang
E. Griseofulvin

 Contoh obat :
Gricin, Grivin

 Mekanisme kerja :
Mekanisme efek antijamur griseofulvin ini belum sepenuhnya dipahami, tetapi obat
ini hanya aktif terhadap sel yang tumbuh.

 Efek samping :
Dapat dijumpai nyeri kepala, mual, muntah, diare, fotosensitivitas, neuritis perifer,
dan kadang kekacauan mental.

 Dosis dan posologi :


500 mg sehari untuk dewasa, sedangkan anak-anak 10-25mg/kg BB sehari (lama
pemberian Griseofulvin pada tinea korporis adalah 3-4 minggu).
TERAPI FARMAKOLOGIS YANG TEPAT UNTUK PASIEN

Untuk terapi farmakologis terbaik yang dapat dilakukan pada pasien dalam kasus ini, saat
ini hanya pengobatan secara topikal karena dari kasus tidak ditemui adanya peradangan
yang luas yang dialami pasien. Pada tahap pengobatan secara topikal, pasien dapat
diberikan salep miconazole dioleskan 2-3x/hari setelah mandi dipakai selama 2-4
minggu, Cetrizin tablet 2x10 mg dan Vitamin C tablet 1x1.
GAMBAR 2. PENULISAN RESEP
Pasien A mengeluh ada timbilan di mata kanan dan di
diagnosis hordeolum interna. Pasien B mengeluh timbilan
dimata kanan dan di diagnosis hordeolum eksterna
DEFINISI
Hordeolum adalah self-limited disease, biasanya sembuh setelah 1-2
minggu

TINDAKAN UMUM :
1. Kompres hangat 4-6 kali sehari selama 15 menit tiap kalinya untuk
membantu drainase. Lakukan dengan mata tertutup.
2. Bersihkan kelopak mata dengan air bersih atau pun dengan sabun
atau sampo yang tidak menimbulkan iritasi, seperti sabun bayi. Hal ini
dapat mempercepat proses penyembuhan. Lakukan dengan mata
tertutup.
3. Jangan menekan atau menusuk hordeolum, hal ini dapat
menimbulkan infeksi yang lebih serius.
4. Hindari pemakaian makeup pada mata, karena kemungkinan hal itu
menjadi penyebab infeksi.
5. Jangan memakai lensa kontak karena dapat menyebarkan infeksi ke
kornea.
TINDAKAN OPERATIF
Insisi dan drainase diindikasikan jika hordeolum berukuran besar atau
jika tidak mempan dengan terapi obat. Insisi dan drainase dilakukan
dibawah anesthesia lokal, dan insisi dibuat melalui kulit dan orbicularis
(pada kasus hordeolum external) atau melaui conjungtiva tarsal dan
tarsus (pada kasus hodeolum internal). Spesimen dikirimkan ke bagian
histopatologi untuk mengonfirmasi diagnosis dan mengesampingkan
penyakit lain seperti basal cell carcinoma.
OBAT
Tujuan dari farmakoterapi adalah untuk mengatasi infeksi, menurunkan morbiditas, dan mencegah
komplikasi.

Kategori Obat : Antibiotik


Antibiotik diindikasikan bila dengan kompres hangat selama 24 jam tidak ada perbaikan, dan bila
proses peradangan menyebar ke sekitar daerah hordeolum.
Antibiotik Oral diindikasikan jika hardeolum disertai oleh preseptal cellulitis.
Antibiotik Oral Antibiotik topikal

Nama Obat Cephalexin (Keflex, Biocef, Keftab) Nama Obat Erythromycin (E-Mycin)
Deskripsi Cephalosporin generasi pertama sering digunakan pada kulit atau infeksi struktur
(hordeolum akut) disebabkan oleh staphylococci atau streptococci. Diberikan secara
oral dan memiliki paruh waktu 50-80 min. hanya 10% berikatan dengan protein dan Deskripsi Menghambat pertumbuhan bakteri, mungkin dengan menghambat dissosiasi peptidyl t-
lebih dari 90% dieksresikan melalui urin RNA dari ribosom, menyebabkan RNA-dependent protein synthesis tertahan.
Diindikasikan untuk infeksi oleh mikroorganisme dan pencegahan infeksi kornea dan
conjungtiva
Dosis Dewasa 250 mg oral 4 kali sehari atau 500 mg oral dua kali sehari selama 7 – 10 hari

Dosis Dewasa Oleskan 0.5-inch (1.25-cm) salep ke mata yang terkena 3 kali sehari selama 7 – 10 hari.
Dosis Anak - anak 20 mg/kg/hari oral dibagi tiap 8 jam selama 7-10 hari; pada infeksi yang lebih serius,
boleh meningkatkan dosis hingga 40 mg/kg/hari; tidak boleh lebih dari 1 g/hari
Dosis Anak – anak Sama dengan dosis dewasa

Kontraindikasi Riwayat hipersensitifitas; virus; microbacterial, dan infeksi jamur pada mata; pasien
menggunakan steroid kombinasi setelah pengangkatan benda asing dari kornea harus
Kontraindikasi Riwayat Hipersensitivitas menghindari produk ini.

Interaksi Obat Pemberian bersamaan dengan Aminoglikosida meningkatkan potensi nefrotoksik.


Interaksi Obat Belum ada laporan
Kehamilan B – tidak ditemukan resiko cacat janin pada manusia tapi ditemukan pada hewan coba. Kehamilan B – tidak ditemukan resiko cacat janin pada manusia tapi ditemukan pada hewan coba

Perhatian Sesuaikan dosis pada renal insufisiensi parah (dosis tinggi dapat menyebabkan CNS Perhatian Jangan gunakan antibiotic topical untuk mengobati infeksi ocular yang sistemik;
toxicity); superinfeksi dan kerusakan organ dapat terjadi pada penggunaan jangka penggunaan jangka panjang atau berulang menyebabkan overgrowth bakteri atau jamur
panjang atau berulang. dan dapat menyebabkan infeksi sekunder
PENELITIAN TERKAIT TATALAKSANA HORDEOLUM

Disetujui bahwa berdasarkan sumber literatur, tatalaksana yang sering direkomendasikan untuk
hordeolum adalah kompres hangat beberapa kali sehari selama 10 menit karena bersifat self limited dan
akan sembuh spontan setelah pengompresan selama 1 -2 minggu. Tetapi, penggunaan antibiotik masih
kontoversial. Sebagai contoh, Fraunfelder FT memberikan antibiotik topikal spectrum luas setelah insisi
dan kuret atau pada kasus berulang.
Disisi lain, beberapa percaya bahwa antibiotik sistemik tidak boleh diberikan kecuali terdapat sellulitis
yang signifikan. Wilkie JL menyatakan bahwa pengobatan lokal harus minimum, terutama ketika
mempertimbangkan penggunaan antibiotic. Penggunaan insisi dan kuret karena tidak akan membantu
pasien mengembangkan daya tahan sendiri, yang nantinya menyebabkan hordeolum berulang. Dia
menyatakan bahwa analgesic dan kompres hangat sudah cukup untuk mengobati hordeoulum.
Berdasarkan studi, pola tatalaksana hordeleum biasanya kompres hangat dilakukan sebelum tindakan
insisi dan kuret, atau insisi dan kuret dilakukan jika ada nanah disertai massa, tidak dipengaruhi ukuran
massa, dan pola penggunaan antibiotik pre/post insisi dan kuret biasanya sama. Antibiotik pilihan pertama
yang umum digunakan adalah neomycin, polymyxin, and gramicidine
Tetes mata, chloramphenicol salep, atau dicloxacillin oral.
CONTOH RESEP
R/Erytromicin salep mata 0,5% tube 3.5g no.I
S.u.e 3dd applic part dol.
Pro : Tn. A
Umur : 50 th
KASUS 7
‘Obat apa saja yang tepat untuk otitis eksterna, otitis media
kronis, otitis media supuratif apakah sediaan oral atau
topikal? Berikan alasan dengan menyertakan bukti ilmiah
(evidance-based)
DEFINISI

Otitis eksterna adalah suatu peradangan pada liang telinga luar, baik akut maupun
kronis, yang biasanya dihubungkan dengan infeksi sekunder oleh bakteri dan atau
jamur yang menyertai maserasi kulit dan jaringan subkutan
OBAT TETES TOPIKAL

1. LARUTAN BURROWI ( Gutae Aurikularis Adstringens)


Larutan burrowi telah ditemukan penghambat pertumbuhan invtro yang
kebanyakan terjadi pada bakteri yang ditemukan dalam secret telinga. Larutan
burrowi dinamakan sesudah Karl August von Burrow (1809-1974) telah
digunakan sebagai preparat lokal telinga sejak akhir abad 19.
2. ALUMINIUM SULFAS (ALUMIN II KALII SULFAS DENGAN =TAWAS) KA 1
(SO4)2.12H2O
Aluminium Kalium sulfat mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih
dari 100,5% KA I (SO4)2. 12H2O. Larutan yang encer ( 1%) digunakan sebagai
adstrigensia, sejumlah preparat aluminium sebagai garam-garam organik
aluminium untuk keperluan anti septik adstringensia.
DEFINISI

Otitis media kronis (OMK) adalah infeksi kronis pada telinga tengah dengan
perforasi membran timpani dan sekret keluar dari telinga terus-menerus atau
hilang timbul, sekret dapat encer atau kental, bening atau berupa nanah. Jenis otitis
media kronis dapat terbagi 2 jenis, yaitu OMK tipe benigna dan OMK tipe maligna
OBAT ANTIBIOTIK TOPIKAL

 Kloramfenikol

 Polimiksin B atau Polimiksin E

 Gentamisin

 Ofloksasin
OBAT ANTIBIOTIK ORAL

 Pseudomonas: aminogliosida + karbenisilin


 P. Mirabilis: ampisilin atau sefalosporin
 P.morganii, P.vulgaris: aminoglikosida +karbenisilin
 Klebsiella: sefalosporin atau aminoglikosida
 E.coli: ampisilin atau sefalosporin
 S.aureus: penisiln, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida
 Streptokokus: penisilin, sefalosforin, ertiromisin, sminoglikosida
 B. Fragilis: klindamisin.
DEFINISI

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba Eusatachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas
otitis media supuratif dan otitis media non supuratif (=otitis media serosa, otitis
media sekretoria, otitis media musinosa, otitis media efusi/OME).
DEFINISI

Otitis media supuratif akut (OMSA) adalah infeksi akut telinga tengah dalam waktu
yang singkat yang berlangsung selama 3 minggu atau kurang karena infeksi
bakteri piogenik dan mengeluarkan nanah. Bakteri piogenik sebagai
penyebabnya yang tersering yaitu Streptokokus hemolitikus, Stafilokokus aureus,
dan Pneumokokus. Kadang-kadang bakteri penyebabnya yaitu Hemofilus
influenza, Escheria colli, Streptokokus anhemolitikus, Proteus vulgaris,
Pseudomonas aerugenosa. Hemofilus influenza merupakan bakteri yang paling
sering kita temukan pada pasien anak berumur di bawah 5 tahun.
Pengobatan OMSA tergantung pada stadium penyakitnya.

 Pada stadium oklusi pengobatan yang digunakan tetes hidung yang berfungsi
sebagai vasokonstriktor untuk mengatasi penyempitan tuba akibat edema. HCl
efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik (anak < 12 tahun) atau HCl efedrin 1%
dalam larutan fisiologik untuk yang berumur diatas 12 tahun dan para orang.
 Pada stadium presupurasi adalah antibiotika, obat tetes hidung dan analgetik.
 Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotika, idealnya harus dilakukan
miringotomi, bila membrane masih utuh, sehingga rupture membrane tympani
dapat dihindari
 Pada stadium perforasi sering terlihat secret banyak keluar secara berdenyut
(pulsasi). Pengobatan yang dilakukan adalah obat cuci telinga H2O2 3% selama
3-5 hari serta antibiotika yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan
perforasi membran timpani menutup.
 Pada stadium resolusi ini penderita sudah tidak memerlukan obat-obatan lagi,
karena ISPA juga sudah sembuh. Penderita disarankan untuk menjaga
kebersihan telinga, tidak boleh kemasukan air atau dikorek-korek guna
menghindari kekambuhan.
DEFINISI

Otitis surpuratif kronis adalah infeksi kronis di telinga tengah denga perforasi
membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau
hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening berupa nanah. Otitis
media supuratif kronis dibagi menjadi dua jenis, yaitu OMSK tipe aman (tipe
mukosa = tipe banigna) dan tipe bahaya (tipe tulang = tipe maligna)
OBAT PADA OMSK BENIGNA TENANG

Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan


mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang
dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas
memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi
(miringoplasti,timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan
pendengaran.
OBAT PADA OMSK BENIGNA AKTIF

1. Pembersihan liang telinga dan kavum timpan ( toilet telinga)


Cara pembersihan liang telinga ( toilet telinga) :
 Toilet telinga secara kering ( dry mopping).
 Toilet telinga secara basah ( syringing).
 Toilet telinga dengan pengisapan ( suction toilet)

2. Pemberian antibiotik topikal


Obat- obatan topikal dapat berupa bubuk atau tetes telinga yang biasanya dipakai
setelah telinga dibersihkan dahulu.
Bubuk telinga yang digunakan seperti :
 Acidum boricum dengan atau tanpa iodine
 Terramycin.
 Asidum borikum 2,5 gram dicampur dengan khloromicetin 250 mg
3. Pemberian antibiotik sistemik
 Kuman aerob Antibiotik sistemik
 Pseudomonas Aminoglikosida karbenisilin
 P. Mirabilis Ampisilin atau sefalosforin
 P. Morganii Aminoglikosida karbenisilin
 P. Vulgaris
 Klebsiella Sefalosforin atau aminoglikosida
 E. Koli Ampisilin atau sefalosforin
 S. Aureus Anti-stafilikokus penisilin, sefalosforin
Eritromisin,aminoglikosida
 Streptokokus Penisilin, sefalosforin, eritromisin Aminoglikosida
 B. fragilis Klindamisin
OBAT PADA OMSK MALIGNA
Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara
sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi
abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan
mastoidektomi.
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan
pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain :
 Mastoidektomi sederhana ( simple mastoidectomy)
 Mastoidektomi radikal
 Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
 Miringoplasti
 Timpanoplasti
 Pendekatan ganda timpanoplasti ( Combined approach tympanoplasty)
 Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki
membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau
kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.

Anda mungkin juga menyukai