Anda di halaman 1dari 130

 Farmakologi Rinitis alergika

 Seorang anak 8 tahun dibawa oleh ibunya


kedokter unuk konsultasi masalah alergi . Setiap
pagi anak sering bersin-bersin , disertai rasa
gatal dan hidung berair. Gejala juga timbul pada
saat berada di ruang yang berdebu.
 1. apa diagnosis kasus diatas ? Rinitis alergika
 2. apa terapi farmakologis ( obat, dosis, sediaan)
yang sesuai untuk kasus tersebut? Berikan alasan
dengan menyertakan bukti ilmiah (evidance-
based)
 3. tuliskan resepnya
 Inflamasi pada membran mukosa hidung
yang disebabkan oleh lergen yang terhirup
yang dapat memicu respon hipersensitifitas.
Intermiten
Persisten
· ≤4 hari per minggu
· >4 hari per minggu
· Atau ≤4 minggu
· Dan >4 minggu

Sedang-Berat
Ringan
Satu atau lebih hal
· Tidur normal
berikut:
· Tidak ada
· Tidur terganggu
gangguan pada
· Gangguan pada
aktivitas harian,
aktivitas harian,
olahraga, santai
olahraga dan santai
· Bekerja dan
· Gangguan pada
sekolah normal
kegiatan pekerjaan dan
· Tidak ada
sekolah
keluhan yang
· Keluhan yang
mengganggu
mengganggu
 bersin berulang kali
 -rhinore
 - tenggorokan , hidung, kerongkongan gatal
 -mata merah , gatal, berair
 - post nasal drip
 1. Ringan
 Antihistamin H1 generasi I, misalnya CTM 0,25
mg/kg/hari dibagi 3 dosis. Bila terdapat gejala hidung
tersumbat dapat ditambah dekongestan seperti
pseudoefedrin 1 mg/kg/dosis, diberikan 3 kali sehari.

 2. Sedang/Berat
 Antihistamin H1 generasi II misalnya setirizin
0,25mg/kg/kali diberikan sekali sehari atau 2 kali sehari
pada anak usia kurang dari 2 tahun, atau generasi
ketiga seperti desloratadine dan levocetirizin pada anak
> 2 tahun. Bila tidak ada perbaikan atau bertambah berat
dapat diberikan kortikosteroid misalnya prednison 1
mg/kg/hari dibagi 3 dosis, paling lama 7 hari.

 1. Ringan
 Antihistamin generasi II (setirizin) jangka lama.
Bila gejala tidak membaik dapat diberikan
kortikosteroid intranasal misalnya mometason
furoat atau flutikason propionat.

 2. Sedang/berat
 Diberikan kortikosteroid intranasal jangka
lama dengan evaluasi setelah 2-4 minggu.
Bila diperlukan ditambahkan pula obat-obat
simtomatik lain seperti rinitis alergi
intermiten sedang/berat.
 Bersifat kausatif
 Imunoterapi merupakan proses yang lambat dan
 bertahap dengan menginjeksikan alergen yang
 diketahui memicu reaksi alergi pada pasien
dengan
 dosis yang semakin meningkat.
 Tujuannya adalah agar pasien mencapai
 peningkatan toleransi terhadap alergen, sampai
dia
 tidak lagi menunjukkan reaksi alergi jika terpapar
 oleh senyawa tersebut.
 Larutan alergen yang sangat encer
(1:100.000 )sampai 1:1000.000.000 b/v)
diberikan 1 – 2 kali seminggu.
 Konsentrasi kemudian ditingkatkan sampai
tercapai dosis yang dapat ditoleransi.
 Dosis ini kemudian dipertahankan setiap 2-6
minggu, tergantung pada respon klinik.
 Terapi dilakukan sampai pasien dapat
mentoleransi alergen pada dosis yang
umumnya dijumpai pada alergen.
 ditunjukkan dengan :
 berkurangnya produksi IgE,
 meningkatnya produksi IgG,
 perubahan pada limfosit T,
 berkurangnya pelepasan mediator dari sel yang
tersensitisasi, dan
 berkurangnya sensitivitas jaringan terhadap
alergen.
 Namun :
 imunoterapi terbilang mahal dan butuh waktu
lama,
 membutuhkan komitmen yang besar dari pasien
 R/ CTM 4 mg tab no XII
 S4dd tab 1

 R/ beklometason nasal spray 42íg fl no I


 Stdd spray 1

 R/ psedoefedrin 120mg tab no IX


 Stdd tab 1
 R/ ipratropium bromida nasal spray 400μg fl
no I
 S.0.4.h spray 1 selama 4 hari

 R/ montelukast 10mg tab IX


 Stdd tab I a.n
 seorang pria 65 tahun pada saat pemeriksaan
mata ditemukan peningkatan tekanan
intraokuler. Pasien didiagnosis glukoma.
 Pertanyaan
 Apa saja terapi glukoma?
 Jelaskan farmakokinetik, farmakodinamik,
dosis dan efek sampingobat tersebut?
 Glukoma berasal dari kata Yunani “ glaukos”
yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil
penderita glukoma.
 Glaukoma adalah suatu keadaan tekanan
intraokuler/tekanan dalam bola mata relatif
cukup besar untuk menyebabkan kerusakan
papil saraf optik dan menyebabkan kelainan
lapang pandang
 Patogenesis glukoma belum dapat dijelaskan
pasti.
 Satu hal yang diyakini bahwa peningkatan
resistensi aliran keluar cairan akuos
menyebabkan peningkatan tekanan
intraokular, tetapi lokasi dan perubahan
morfologis yang terlibat masih menjadi
perdebatan.
 Beberapa mekanisme peningkatan tekanan
intraokuler:

 korpus siliaris memproduksi terlalu banyak cairan


bilik mata, sedangkan pengeluaran pada jalinan
trabekular normal,
 hambatan pengaliran pada pupil sewaktu pengaliran
cairan bilik mata belakang ke bilik mata depan dan
 pengeluaran di sudut bilik mata terganggu.

 Mekanisme utama kehilangan penglihatan pada


glaukoma adalah apoptosis sel ganglion retina. Optik
disk menjadi atropi, dengan pembesaran cup optik
 Pasien dengan glukoma primer sudut terbuka
(glukoma kronik sudut terbuka) dapat tidak
memberikan gejala sampai kerusakan
penglihatan yang berat terjadi, sehingga
dikatakan sebagai pencuri penglihatan.
 Berbeda pada glukoma akut sudut tertutup,
peningkatan tekanan TIO berjalan cepat dan
memberikan gejala mata merah, nyeri dan
gangguan penglihatan.
 MEDIKAMENTOSA
 SUPRESI PEMBENTUKAN HUMOR AKUOS
 FASILITASI ALIRAN KELUAR HUMOR AKUOS
 PENURUNAN VOLEME KORPUS VITREUS
 PROSTAGLANDIN ANALOG
(Xalatan/Glauphen)
 TERAPI OPERATIF DAN LASER
 Penghambat Beta Adrenergik (Beta Blocker)
 Timolol Maleat
 Mekanisme kerja:
 penyekat beta non selektif yang memiliki
efek menurunkan tekanan terutama karena
menurunkan produksi akuos dengan
memblok reseptor beta-2 dalam prosesus
siliaris. Timolol dapat bekerja secara
langsung pada epitel siliaris untuk memblok
transport aktif atau ultrafiltrasi.
 Dosis:
 digunakan satu tetes larutan 0.25 % atau 0.5
% dua kali sehari dan waktu kerjanya berlangsung
lebih dari 7 jam. Tersedia pula bentuk gel
dengan konsentrasi 0.25 % dan 0.5 %. bentuk
hemi-hidrat dalam konsentrasi 0.25 % dan 0.5 %
dan bentuk larutan gel (gelforming solution).
 Efek Samping:
 iritasi okular, kongjungtivitis, blefaritis,
keratitis, penurunan sensitivitas kornea,
gangguan penglihatan termasuk perubahan
refraksi, keratopati pungtata supertisial, gejala
mata kering, diplopia clan ptosis
 b. Betaksolol

 Mekanisme kerja:
 mekanisme mengenai kerja betaxolol dalam menurunkan produksi
akuos masih sedikit diketahui karena sedikitnya reseptor beta-1 di mata
tetapi mungkin terjadi pengikatan pada reseptor beta-2 juga.
 Farmakokinetik:
 mula kerja terjadi dalam 30 menit, efek maksimum terjadi 2 jam
setelah pemberian topikal dan dosis tunggal, memberikan penurunan
tekanan selama 12 jam.
 Dosis:
 betaxolol hidroklorid tersedia sebagai larutan topikal dalam
konsentrasi 0.25 % dan 0.5 %.
 Efek samping:
 iritasi okular, ketidaknyamanan dan lakrimasi sewaktu-waktu,
penurunan sensitivitas kornea, eritema, gatal, keratitis dan fotofobia.
 c. Levubunolol

 Farmakokinetik:
 mula kerja levobunolol terjadi dalam 1 jam setelah
pemberian dengan efek maksimum antara 2-6 jam.
 Mekanisme kerja:
 menurunkan TIO dengan menurunkan produksi cairan
akuos dan efektivitasnya setara timolol .
 Dosis:
 tersedia sebagai larutan topikal dalam konsentrasi
0.25 % dan 0.5 % untuk dua kali sehari .
 Efek samping:
 sensasi terbakar sementara pada mata, blefaro
konjungtivitis, pedih dan penurunan sensitivitas kornea.
 2. Apraklonidin ( Agonis Adrenergik A2 )

 Mekanisme kerja: bekerja dengan menurunkan produksi


akuos, meningkatkan aliran keluar melalui anyaman
trabekula dengan menurunkan tekanan vena disklera dan
dapat juga meningkatkan aliran keluar uveosklera melalui
efek peningkatan sistesis prostaglandin.
 Farmakokinetik: dalam satu jam pemberian, apraklonidin 1
% menghasilkan penurunan TIO yang cepat paling sedikit
20 % dari tekanan asal. Efek maksimal turun dalam 3-5
jam setelah pemberian.
 Dosis: tersedia dalam larutan 1 % dan 0.5 %.
 Efek samping: mulut dan hidung kering, reaksi alergi lokal
berupa gatal, rasa terbakar dan inflamasi konjungtiva.
 3. Karbonat Anhidrase Inhibitor
 a. Asetazolamid
 Mekanisme kerja: obat ini memblok enzim
karbonik anhidrase secara reversibel pada
badan siliar sehingga mensupresi produksi
cairan akuos.
 Farmakokinetik: ketika diberikan secara oral,
konsentrasi puncak pada plasma diperoleh
dalam 2 jam, bertahan 4-6 jam dan menurun
secara cepat karena ekskresi pada urin.
 Dosis: tersedia dalam bentuk tablet 125 mg, 250
mg dan kapsul lepas lambat 500 mg, dalam
bentuk serbuk untuk penggunaan suntikan iv
500 mg per vial.
 Efek samping: malaise, rasa kelelahan, depresi,
anoreksi dan penurunan berat badan, penurunan
libido,mual, muntah, hematuri, glikosuria,
peningkatan diuresis, mengantuk, linglung, nyeri
kepala, parestesia ekstremitas, neropati perifer,
miopia sementara, urikaria, gatal, asidosis
metabolik, diskrasia darah dan reaksi
hipersensitif.
 b. Diklorfenamid
 Pada kasus glaukoma sudut tertutup akut
digunakan bersamaan dengan miotik atau
osmotik untuk menurunkan TIO secara cepat.
 Dosis: tersedia dalam tablet 50 mg. Dosis
pemeliharaan 25-50 mg satu sampai tiga kali
sehari.
 Efek samping yang terjadi hampir sama
dengan efek asetazolamid.

 Obat Parasimpatomimetik
 a. Pilokarpin
 Farmakokinetik: mula kerjanya cepat, efek puncak terjadi antara
30-60 menit dan berlangsung selama 4-8 jam.
 Mekanisme kerja: meningkatkan aliran keluar akuos karena
adanya kontraksi badan siliar. Hal itu mengakibatkan penarikan
tapis sklera dan penguatan clamp trabekula. Pada glaukoma
sudut tertutup, efek miotik dari obat melepaskan blok pupil dan
juga menarik iris menjauh dari sudut bilik mata depan. obat ini
meningkatkan aliran keluar melalui trabekula.
 Dosis: tersedia dalam bentuk larutan topikal, ocuserts dan gel.
 Efek Samping: miopia, miosis, kemungkinan retinal detachment,
progresifitas katarak, berkeringat, aktivitas gastrointestinal yang
meningkat, salivasi, nausea tremor, nyeri kepala, bradikardi dan
hipotensi.
 b. Efinefrin

 Farmakokinetik: mula kerja setelah 1 jam dengan efek


puncak setelah 4 jam dan efek: penurunan TIO
berlangsung sampai 72 Jam.
 Mekanisme kerja: menurunkan produksi cairan akuos pada
fase awal karena efek a-adrenergik.
 Sediaan : tersedia dalam bentuk hidroklorid, bitartrat dan
garam borat untuk obat topikal dengan konsentrasi
bervariasi antara 0.25-2 %yang diberikan 2 kali sehari.
 Efek samping: pemberian topikal menyebabkan dekongesti
konjungtiva dan midriasis sementara. Hipertensi sistemik,
hyperemia konjungtiva, deposit adenokrom dan reaksi
alergi pada kelopak mata.
 c. dififevrin

 Mekanisme kerja: sama dengan epinefrin


meningkatkan sifat lipofilik sehingga memiliki
penetrasi lebih baik menuju bilik mata depan.
 Farmakokinetik: mula kerja terjadi dalam 30
menit dan efek puncak didapatkan dalam 1 jam.
Prinsip kerjanya menurunkan produksi akuos
clan meningkatkan aliran keluar akuos.
 Dosis: tersedia dalam larutan topikal 0.l %
dengan dosis 1 tetes setiap 12 jam.
 Efek samping: efek samping lebih ringan
dibandingkan epinefrin.
 Obat-Obat Hiperosmotik
 Glicerol (Oral Sebgai Larutan 50 % Dan 75 %)
 Manitol (Iv Sebagai Larutan 5-25 %)
 Mekanisme kerja: bekerja dengan meningkatkan
tekanan osmotik plasma. Sebagai akibatnya, cairan
berpindah dari mata ke plasma pembuluh darah mata
yang hiperosmotik sehingga menurunkan volume
vitreus yang akan berpengaruh pada penurunan TIO.
 Efek samping: dapat terjadi peningkatan hipertensi
sitemik berat, mual, muntah, diuresis, retensi urin,
bingung, gagal jantung kongestif, cairan dan
elektrolit imbalans, asidosis, mulut kering, urtikaria,
demam, edema pulmonal, diabetik hiperglikemia,
nyeri kepala, diare.
 Iridektomi dan iridotomi perifer
 Bedah drainase glaukoma dengan
trabekulektomi, goniotomi.
 Argon Laser Trabeculoplasty(ALT)
 Seorang wanita, 35 tahun mengeluh mata
kanan merah. Pada pemeriksaan ditemukan :
 Mata kanan : injeksi konjungtiva (+),
injeksi siliar (-) visus mata dalam batas
normal, terdapat discharge purulent warna
kuning. Mata kiri dalam batas normal

 Diagnosis : Konjungtivitis bakterial
 Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva
atau radang selaput lendir yang menutupi
belakang kelopak dan bola mata
 Konjungtivitis akut
 kronis
 etiologi bakteri, virus, alergi
 gambaran klinis hiperemi konjungtiva bulbi
( injeksi konjungtiva ), lakrimasi, eksudat dengan
sekret yang lebih nyata di pagi hari,
pseudoptosis, kemosis, hipertrofi papil, folikel,
membran, pseudomembran, granulasi, flikten,
mata merasa seperti adanya benda asing,
adenopati preaurikular.
 Konjungtivitis bakteri konjungtivitis yang
disebabkan bakteri (infeksi gonokok,
meningokok, staphylococcus pneumaniae,
hemophilus indfluenzae, dan Escherichia coli)
 Gejala sekret mukopurulen dan purulen,
kemosis konjungtiva, edema kelopak,
kadang-kadang disertai keratitis dan
blefaritis
 Mudah menular
 Pengobatan kadang- kadang diberikan
sebelum pemeriksaan mikrobiologik dengan
antibiotik tunggal seperti neosporin,
basitrasin, gentamisin, kloramfenikol,
tobramisin, eritromisin, dan sulfa
 Bila pengobatan tidak memberikan hasil
dengan antibiotik setelah 3-5 dihentikan
dan tunggu pemeriksaan mikrobiologik
 Bila terjadi penyulit pada kornea maka
diberikan sikloplegik
 Metode ideal pengobatan Identifikasi
mikroorganisme penyebab memulai treatment
antimikrobial spesifik yang telah diketahui efektif
terhadap organisme terkait
 Menurut American Optometric Association
antibiotika yang dapat digunakan sebagi terapi
empirik pada konjungtivitis bakteri :
erythromycin, bacitracin, atau ciprofloxacin
ointment atau aminoglikosida drops, polymixin
combination drops, atau fluoroquinolon drops
(ciprofloxacin, ofloxacin, levofloxacin,
moxifloxacin, gatifloxacin)
 Tetes mata ( eyes drop ) mempunyai
kelebihan yakni tidak mengganggu
penglihatan
 salep ( ointment ) mempunyai manfaat dapat
memperpanjang kontak dengan permukaan
okular dan efek menenangkan yang
menyertainya.
 kasus

 Seorang pasien wanita 40 tahun mengeluh


timbul bercak putih di punggung Pada
Pemeriksaan ditemukan: jumlah bercak
6,ukuran besar, distribusi bilateral
asimetris,konsistensi kering dan kasar, batas
tegas, mati rasa pada bagian bercak putih
tersebut
 Apa diagnosis kasus diatas
 Apa saja farmakologi yang sesuai
dengan diagnosis pada no.1 (nama
obat, mekanisme kerja,efek
samping,dosis,sediaan obat
/posologi.
 Apa terapi farmakologis terbaik untuk
kasus pasien diatas ? Berikan alasan
menyertakan bukti lmiah
 Tuliskan resep sesuai no.3 diatas
 DIAGNOSIS
 Untuk menetapkan diagnosis penyakit kusta perlu dicari
tanda – tanda utama atau tanda kardianl( cardinal sign)
 1. Kelainan ( lesi ) kulit yang mati rasa.Kelainan kulit/lesi
dapat berbentk bercak putih( hipopigmentasi ) atau
kemerahan (eritema ) yang mati rasa ( anestesi )
 2. Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan
fungsi saraf. Gangguan fungsi saraf ini merupakan akibat
dari peradangan saraf tepi( neuritis perifer ) kronis.
 Gangguan fungsi saraf ini bisa berupa
 A.Gangguan fungsi sensoris: mati rasa
 B.Gangguan fungsi motoris kelemahan (paresis ) atau
kelumpuhan ( parelesis) otot
 C.Gangguan fungsi otonom.kulit kering dan retak –retak.
 3. Adanya basil tahan asam ( BTA) didalam kerokan
jaringan kulit ( slit skin smear)
 Seseorang yang dinyatakan sebagai penderita kusta
bilamana terdapat satu dari tanda- tanda diatas.pada
dasarnya sebagian besar penderita dapat di
diagnosis dengan pemeriksaan klinis, Apabila hanya
ditemukan cardinal sign kedua,perlu dirujuk kepada
wasor atau ahli kusta. jika masih ragu orang tersebut
dianggap sebagai penderita kusta yang dicurigai (
suspek)
 Tanda – Tanda tersangka kusta
 1.tanda- tanda pada kulit
 a. Bercak kulit merah atau putih
 b. Bercak kurang / mati rasa
 c. bercak yang tidak gatal
 d.kulit mengkilap atau kering bersisik
 e.Adanya kelainan kulit yang tidak berkeringat
dan atau tidak berambut
 f.lepuh tidak nyeri
 2.Tanda – Tanda pada saraf
 a.Nyeri tekan dan atau spontan pada saraf
 b.Rasa kesemutan ,tertusuk- tusuk dan nyeri
pada anggota gerak
 c.kelemahan anggota gerak dan wajah
 d.Adanya cacat ( deformitas)
 f.Luka ( ulkus ) yang sulit sembuh
 MAKNA KLINIS DAN MANISFESTASI
 1.KELUHAN
 2.PENYAKIT
 Seorang pasien wanita 40 tahun mengeluh timbul bercak putih di
punggung Pada Pemeriksaan ditemukan: jumlah bercak 6,ukuran
besar, distribusi bilateral asimetris,konsistensi kering dan kasar,
batas tegas, mati rasa pada bagian bercak putih tersebut

Termasuk salah
Termasuk ciri –ci
satu ciri
dari kusta
penyakit kusta
pausibasilar

merupakan jumlah dan


ukuran serta ciri-ciri
dari kusta pausibasilar
 Kusta, Lepra, morbus Hansen
 Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular kronik yang
disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae (M leprae) yang intra seluler
obligat menyerang saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit d an
mukosa traktus respiratorius bagian atas kemudian ke organ lain kecuali
susunan saraf pusat.

 kuman penyebab adalah mycobacterium leprae yang ditemukan oleh G.A.


HANSEN pada tahun 1874 di norwegia,yang sampai sekarang belum juga
dapat dibiakan dalam media artificial. M. leprae berbentuk kuman dengan
ukuran 3- 8 nm x 0,5 nm, tahan asam dan alcohol serta positif-gram.
 Kuman adalah kuman aerob,
 Berbentuk batang.
 M.leprae biasanya berkelompok dan ada pula
yang tersebar satu-satu.
 Kuman ini hidup dalam sel terutama jaringan
yang bersuhu dingin dan tidak dapat dikultur
dalam media buatan.

 Masa belah diri kuman kusta ini memerlukan


waktu yang sangat lama dibandingkan dengan
kuman lain, yaitu 12-21 hari.
 Sehingga masa tunas pun menjadi lama, yaitu
sekitar 2–5 tahun.
 Kelainan Kulit
 Bentuk : makula, infiltrat, papul, nodus
 Jumlah : satu, beberapa, banyak
 Distribusi : simetris, asimetris
 Permukaan : halus, berkilat, kering bersisik
 Batas : jelas, tidak jelas
 Anastesia : jelas, tidak jelas, tidak ada

 Obat anti kusta yang paling banyak saat ini
adalah DDS (diaminodifenil sulfon) kemudian
klofazimin, ddan rimfapisin. Pada tahun 1998
WHO menambahkan 3 obat antibiotik lain
untuk pengobatan alternatif , yaitu
ofloksasin, minosiklin dan klaritromisin.

 DDS ( DAPSON)
 Singkatan dari Diamino Difenil Sulfon)
 Bentuk obat dengan tablet putih dengan ukuran
50 mg/tab dan 100 mg/tab
 Sifatnya bakteriostatik dengan menghambat
enzim dihidrofolat sintetase
 Dosis dewasa 50-100 mg/hari anak – anak 1-2
mg /hari
 Obat ini sanagat murah ,efektif dan relatif aman
 Efek samping : erupsi obat, anemia
hemolitik,leukopenia,insomnia,neuropati,
methemogloninemia.namun efek samping
tersebut jarang di jumpai pada dosis lazimnya.
 2. Lamprene juga disebut Clofazimine
 Bentuk kapsul warna coklat dengan takaran 50 mg /kapsul dan
100 mg/hari
 Sifat bakteriostatik setara dengan dapson.bekerja mungkin
melalui gangguan metabolisme radikal oksigen.disamping itu
mempunyai efek samping antiinflamasi sehingga berguna untuk
pengibatan reaksi kusta.
 Cara pemberian secara oral diminum setelah makan untuk
menghindari ggn GI
 Dosis untuk kusta adlah 50mg/hari atau 100mg tiga kali
seminggu dan untuk anak” 1 mg/kgbb/hari.selain itu dosis
bulanan 300 mg juga diberikan setiap bulan untuk mengurangi
reaksi tipe 1 dan tipe 2
 Dapat menyebapkan pigmentasi kulit yang sering merupakan
masalah pada ketaantan berobat penderita
 Efek sampingnya hanya terjadi pada dosis tinggi berupa ggn GI(
nyeri abdomen, diare,anoreksia dan vomitus
 3.Rifampisin
 Bentuk kapsul atau tablet takaran 150 mg,300mg,
450mg dan 600 mg
 Sifatnya bakterisidal kuat,bekerja dengan
menghambat enzim polymease RNA yang berikatan
dengan irreversibel.
 Dosis tunggal 600mg/hari atau (5-15mg/kgbb)
mampu membunuh kuman kira-kira 99,9% dalam
waktu beberapa hari
 Cara pemberian obat secara oral ,bila diminum
setengah jam sebelum makan maka penyerapan
lebih baik
 Efek samping yang harus diperhatikan adalah
hepatotoksik ,nefrotoksik gejala GI dan erupsi kulit.
 Penderita pauci baciler (PB)
 Penderita pauci baciler lesi satu diberikan
dengan dosis tunggal ROM
 obat ditelan didepan petugas
 Anak dibawah 5 tahun dan ibu hamil tidak
diberikan ROM
 Pengobatan sekali saja dan langsung dinyata
kan RFT. Dalam program ROM tidak
pergunakan penderita 1 lesi diobati dengan
regmen PB selama 6 bulan
 R/ Rifampisin 600 mg No 1
 S 1 bln tab 1 ∫


2.R/DDS 100 mg NO 1
 S 1 dd tab 1 ∫



 ∫
 Pro : Wanita
 Usia : 40 tahun
 Terapi yang cocok pada kasus diatas adalah
 MDT untuk pausi basillar dengan BTA negatif adalah
 Rifampisin 600 mg setiap bulan dengan pengawasan
 DDS 100 mg setiap hari
 Keduanya diberikan 9 bulan dalam dosis selam 6 bulan sampai 9
bulan berarti RFT setelah 6-9 bulan selama pengobatan
pemeriksaan klinisb setia bulam dan bakterioskopis setelah 6
bulan pada akhir pengobatan pemeriksaan dilakukan Minimal
setiap tahun selama 2 tahun secara klinis dan bakterioskopis.
 Sumber; IPK dan Kelamin


 Agusni I, Menaldi SL.Beberapa prosedur diagnosis
baru pada penyakit kusta Dalam:Syamsoe Daili
ES,Menaldi SL, Ismiarto SP,Nilasari H, editor Kusta.
 Jakarta: Balai Penerbit FKUI;2003.h.59-65
 World Health Organization. A guide to eliminating
lepsory as a publichealth problem.1st ed Genava;
WHO;1995
 World health Organization.WHO model prescribing
information.Drug used in leprosy.Geneva:WHO;1998
 Jean M.Watson,OBE,Grad.DP,FCSP,1998
 Essential Action to Minimise Disabilityi Lepsory
Patient
 Seorang pasien,wanita 35 tahun mengeluh
gatal di daerah punggung. Gatal bertambah
terutama pada saat berkeringat. Pada
pemeriksaan di temukan : bercak menonjol,
tepi aktif terdapat eritema dan papul-papul,
central healing positif.
 Jenis Jamur : DERMATOFITA ; Microsporum,
Trichophyton, Epidermophyton.

 Jenis jamur yang memiliki kemampuan melekat


pada keratin dan menggunakannya sebagai
sumber nutrisi. Menyerang : Stratum korneum,
rambut dan kuku.

 Manisfestasi Klinis : Gatal.

 Presentasi Klinis : Bercak lonjong, tepi aktif


dengan eritema dan papul-papul, dan central
healing.
 Yang paling utama adalah Golongan Azole karena mekanisme
menghambat biosintesis Ergosterol, yang merupakan sebuah sterol
selular utama jamur, penting menjaga integritas dan fungsi
membran jamur.
 R/ Mikonazole losio 2% tube No. I
 S u e 2 dd part dol m.et.v £
 -----------------------------------------
------------------------------

 R/ Griseofulvin tab 500 mg No. XXVIII


 S 1 dd single dose £
 -----------------------------------------
------------------------------

 Pro : pasien ( 35 tahun )


 Pasien A Mengeluh Timbilan Di Mata Kanan
Dan Didiagnosis Hordeolum Interna.

 Pasien B Mengeluh Timbilan Di Mata Kanan


Dan Didiagnosis Hordeolum Eksterna.
 Merupakan infeksi pada kelenjar Zeiss atau Moll. Hordeolum
eksternum atau radang kelenjar Zeiss atau Moll akan menunjukkan
penonjolan terutama ke daerah kulit kelopak. Pada hordeolum
eksternum nanah dapat keluar dari pangkal rambut.(2)
 Merupakan infeksi kelenjar Meiborn yang terletak didalam
tarsus. Radang kelenjar meibom memberikan penonjolan
terutama ke daerah konjungtiva tarsal. Hordeolum internum
bias anya berukuran > hordeolum eksternum.(2)
 Pada umumnya hordeolum dapat sembuh
sendiri (self-limited) dalam 1-2 minggu.

 obat topikal (salep atau tetes mata antibiotik)


maupun kombinasi dengan obat antibiotika
oral. (1)
 Kompres hangat selama sekitar 10-15 menit, 3-
4 kali sehari.
 Antibiotik topikal (salep, tetes mata), misalnya:
Gentamycin, Neomycin, dan lain-lain. Obat
topikal digunakan selama 7-10 hari, sesuai
anjuran dokter, terutama pada fase
peradangan.bila di pandang perlu ditambahkan
antibiotik sistemik.
 Antibiotika oral (diminum), misalnya: Ampisilin,
Amoksisilin, Eritromisin, Doxycyclin.(digunakan
apabila tidak ada perbaikan dg antibiotik topikal)
 dengan pemberian 7-10 hari
 Continue.....

 Dosis antibiotika pada anak ditentukan


berdasarkan berat badan sesuai dengan masing-
masing jenis antibiotika dan berat ringannya
hordeolum.
 Obat-obat simptomatis (mengurangi keluhan)
misalnya: asetaminofen, asam mefenamat,
ibuprofen, dan sejenisnya.
 Pada nanah dan kantong nanah tidak dapat
keluar dilakukan insisi.
 Bacitracin
 Sediaan : Salep 500 U/g secara komersial
tersedia dalam bentuk kombinasi polymyxin-B.
 Erythromycin
 Salep erythromycin 0,5% adalah obat yang
efektif
 Neomycin
 Sediaan : larutan 2,5% dan 5 mg/mL ; salep
3,5-5 mg/g
 Dosis : beri salep atau tetes 3-4 kali sehari,
larutan 50-100 mg/mL
 Polymyxin B
 Sediaan : salep 10.000 unit/g ; suspense
10.000 unit/mL.
 Resepuntukkasus di atas :

 Antibiotik sistemik oral :


 R/Ciprofloksasin tab 250 mg
 S2dd tab IX




 Antibiotik Topikal (salep mata) :
 R/ Erythromysin 0,5 % tube no I
 S.u.e 3 dd ODS
 OTITIS EKSTERNA, OTITIS MEDIA KRONIK dan
OTITIS MEDIA SUPIRATIF KRONIK
 Apa obat yang tepat untuk Otitis Eksterna,
Otitis Media Kronik, Otitis Media Supuratif
Kronik apakah sediaan oral atau topikal?
Berikan alasan dengan menyertakan bukti
ilmiah (evidance-based)!
 Otitis eksterna adalah radang liang telinga yang
bersifat akut maupun kronik disebabkan oleh
infeksi bakteri, virus atau jamur. Faktor penyebab
timbulnya otitis eksterna adalah kelembaban,
penyumbatan liang telinga, trauma lokal dan
alergi. Faktor ini menyebabkan berkurangnya
lapisan protektif yang menyebabkan edema dari
epitel skuamosa. Keadaan ini menimbulkan
trauma lokal yang mengakibatkan bakteri masuk
melalui kulit, inflamasi dan menimbulkan
eksudat.
 Rasa gatal memicu terjadinya iritasi, berikutnya
infeksi lalu terjadi pembengkakan dan akhirnya
menimbulkan rasa nyeri. Proses infeksi
menyebabkan peningkatan suhu lalu
menimbulkan perubahan rasa nyaman dalam
telinga. Selain itu, proses infeksi akan
mengeluarkan cairan/nanah yang bisa
menumpuk dalam liang telinga (meatus
akustikus eksterna) sehingga hantaran suara
akan terhalang dan terjadilah penurunan
pendengaran. Infeksi pada liang telinga luar
dapat menyebar ke pinna, periaurikuler dan
tulang temporal.
 Tatalaksana Acute Otitis Eksterna karena Bakteri
 1. Analgetik oral untuk mengatasi rasa nyeri: NSAIDs
 2.) Terapi antibiotik sistemik menjadi pilihan jika ada
kondisi premorbid seperti DM dan imunodefisiensi.
 3. Untuk pasien tanpa kondisi premorbid: antibiotik
topikal non ototoksik
 4. Jika terdapat obstruksi telinga (ex. serumen) dilakukan
aural toilet terlebih dahulu
 5. Pilih antibiotik yang sensitif terhadap bakteri
Pseudomonas Aeruginosa dan Staphylococcus Aureus
 6. Pemilihan antibiotik dipengaruhi pola resistensi
kuman yang ada pada populasi tersebut.
 Sediaan Antiseptik Topikal
 • Acetic acid 2% in alcohol, 4 x 3-4 tetes per hari
 • Aluminum acetate solution

 Sediaan Antibiotik Topikal Telinga


 Antibiotik:
 Aminoglycoside: Neomycin
 Polymyxin B
 Quinolone (Ofloxacin 0.3% solution )
 Kombinasi antibiotik tersebut
 Antibiotik kombinasi kortikosteroid ( hydrocortisone atau
dexamethasone)
 Ciprofloxacin 0.3% and hydrocortisone suspension
 Polymyxin B–hydrocortisone
 Otitis media supuratif kronik atau OMSK
merupakan proses peradangan yang
disebabkan oleh infeksi mukoperiosteum
pada rongga telinga tengah yang ditandai
oleh perforasi membrane timpani, keluarnya
sekret yang terus menerus atau hilang timbul
dan dapat menyebabkan perubahan patologik
yang permanen
 Otitis media supuratif kronik terbagi atas 2
bagian berdasarkan ada tidaknya kolesteatom:
 OMSK benigna ialah proses peradangan yang
terbatas pada mukosa, tidak mengenai tulang.
Peforasi terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe
benigna jarang menimbulkan komplikasi yang
berbahaya. Pada OMSK tipe benigna ini tidak
terdapat kolesteatom.
 OMSK maligna ialah peradangan yang disertai
kolesteatom dan perforasi membran timpani,
biasanya terletak di marginal atau atik. Sebagian
besar komplikasi yang berbahaya dapat timbul
pada tipe ini.
 1. Ketidakseimbangan pengaturan tekanan
telinga tengah disebabkan obstruksi anatomis
intralumen, perilumen dan peritubal. Dapat pula
disebabkan kegagalan mekanisme pembukaan tuba
(functional obstruction)
 2. Hilangnya fungsi proteksi tuba Eustachius
disebabkan karena patensi tuba yang abnormal, tuba
yang pendek dan tekanan udara dalam kavum
timpani-nasofaring yang tidak normal. Hilangnya
fungsi proteksi juga disebabkan karena telinga
tengah dan mastoid yang tidak intak
 3. Ketidakseimbangan fungsi drainase tuba
eustachius (mucociliary clearance and muscular
clearance (pumping action)
 Prinsip terapi OMSK tipe aman ialah
konservatif atau dengan medikamentosa. Bila
sekret yang keluar terus menerus, maka
diberikan obat pencuci telinga berupa larutan
H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah sekret
berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan
memberikan obat tetes telinga yang
mengandung obat antibiotika dan
kortikosteroid.
 Secara oral di berikan obat antibiotika dari
golongan ampisilin atau eritromisin (bila
pasien alergi terhadap penisilin) sebelum
hasil tes resistensi di terima. Pada infeksi
yang di curigai karena penyebabnya telah
resisten terhadap ampisilin asam klavulanat.
 Bukti ilmiah dapat diakses pada:
 https://www.scribd.com/doc/133401627/jur
nal-otitis-eksterna
 juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medul
a/article/view/877
 1. Oghalai, J.S. Otitis Eksterna. http://www.
bcm.tme.edu/oto/grand/101295.htm
 2. Sosialisman, Alfian F.Hafil, & Helmi. Kelainan Telinga Luar
dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok,
Kepala & Leher. Ed. ke-6. dr. H. Efiaty Arsyad Soepardi, Sp.THT,
dkk (editor). Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
2007. Hal : 58-59.
 3. Adam GL, Boies LR, Higler PA; Wijaya C: alih bahasa; Effendi H,
Santoso K: editor. Penyakit telinga luar dalam Buku Ajar Ilmu
Panyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC. 1997.78-84.
 4.Susana.2009.NyeriTelinga.Diunduhdari:http://www.ssmedika.c
om/index.php?option=com_content&view=article&id=53:nyeritel
inga&catid=38:telinga&Itemid=61.
 5. Abdullah, F. 2003. Uji Banding Klinis Pemakaian Larutan
Burruwi Saring dengan Salep Ichthyol (Ichthammol) pada Otitis
Eksterna Akut. Di unduh dari: http://www.usudigitallibrary.com.
 6. Kolegium Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah
Kepala dan leher. Radang telinga tengah, dalam modul THT-KL.
Jakarta: Perhati-KL; 2008
 7. Helmi. Otitis media supuratif kronis. Edisi ke-2. Jakarta: Balai
Penerbitan FK UI; 2006
 8. Tiedt NJ, Butler IRT, Hallbauer UM, Atkins MD, Elliot E, Pieters
M, dkk. Pediatric chronic suppurative otitis media in the free
state province: clinical and audiological features. S Afr Med J.
2013;103(7):467–70.
 9. Acuin, Jose. Chronic suppurative otitis media. BMJ Clin Evid.
2007
 10. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Panduan praktik
klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer.
Jakarta:Departemen Kesehatan RI; 2014.
 11. Sattar A, Alamgir A, Hussain Z, Sarfraz S, Nasir J , Alam B.
Bacterial spectrum and their sensitivity pattern in patients of
chronic suppurative otitis media.J Coll Physicians Surg Pak.2012

Anda mungkin juga menyukai