Anda di halaman 1dari 18

PEMILIHAN SUMBER PEMBIAYAAN

(BAGIAN 2)
Factoring (Anjak Piutang)
• Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006
Tentang Perusahaan Pembiayaan pasal 1 (e) bahwa Anjak Piutang
(Factoring) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian
piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan
atas piutang tersebut.

• Pihak-pihak yang terkait dalam Anjak Piutang :


Perusahaan Anjak Piutang ( Factor )

Debitur

Nasabah / Costumer
Anjak piutang dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu sebagai berikut:
• Anjak Piutang Tanpa Recourse
Anjak piutang tanpa recourse merupakan penjualan piutang atas dasar
notifikasi.
• Anjak Piutang Dengan Recourse
Anjak piutang dengan recourse, klien mempunyai kewajiban membayar
seluruh (full recourse) atau sebagian (limited recourse) dana yang
diperoleh dari piutang alihan, atau membeli kembali piutang alihan,
dalam hal nasabah tidak membayar piutang alihan tersebut kepada
factor pada saat jatuh tempo.
Dari sisi Factor
 Pajak Penghasilan
Penghasilan dari perusahaan anjak piutang yang dilakukan oleh perusahaan
pembiayaan, tidak dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 oleh
perusahaan yang membayarkan.
 Pajak Pertambahan Nilai
Penyerahan Jasa Anjak Piutang terutang Pajak Pertambahan Nilai adalah
sebesar 10% x 5% x jumlah seluruh imbalan yang diterima

Dari sisi Klien


 Pajak Penghasilan
Klien tidak boleh memotong pajak penghasilan pasal 23 yang terutang
oleh factor
 Pajak Pertambahan Nilai
Penyerahan Jasa Anjak Piutang terutang Pajak Pertambahan Nilai sebesar
10%x5%xJumlah seluruh imbalan
Skema transaksi dalam aktivitas anjak piutang dapat
dilihat dengan skema dibawah ini:
• Sewa guna usaha (leasing) adalah suatu kontrak antara lessor (pemilik
barang modal) dengan lessee (pengguna barang modal), dimana lessor
memberikan hak kepada lessee untuk menggunakan barang modal selama
jangka waktu tertentu dengan suatu imbalan berkala dari lessee yang
besarnya tergantung dari perjanjian antara lessor dan lessee.

• Jenis- Jenis Sewa Guna Usaha :

Sale and Lease Back

Operating Lease

Financial and Capital Lease


Kegiatan sewa guna usaha digolongkan sebagai sewa guna usaha
dengan hak opsi (finance lease) apabila memenuhi semua kriteria
berikut:
• Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha
pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat
menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor;
• Masa sewa guna usaha ditetapkan sekurang-kurangnya sebagai
berikut:
- 2 (dua) tahun untuk barang modal Golongan I,
- 3 (tiga) tahun untuk barang modal II dan III
- 7 (tujuh) tahun untuk Golongan bangunan.
Penggolongan jenis barang modal ini mengacu kepada ketentuan
dalam Undang-undang Pajak Penghasilan;
• Perjanjian sewa guna usaha membuat ketentuan mengenai opsi bagi
lessee.
kegiatan sewa guna usaha digolongkan sebagai sewa guna usaha
tanpa hak opsi apabila memenuhi semua kriteria berikut:

• Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha
pertama tidak dapat menutupi harga perolehan barang modal yang
disewa guna usahakan ditambah keuntungan yang diperhitungkan
oleh lessor;
• Perjanjian sewa guna usaha tidak membuat ketentuan mengenai opsi
bagi lessee.
Perlakuan Pajak Penghasilan Pada Sewa Guna Usaha dengan
Hak Opsi bagi Lessor
• Penghasilan lessor (obyek PPh) adalah imbalan jasa Sewa Guna
Usaha (pendapatan bunga), yaitu dihitung dari seluruh pembayaran
Sewa Guna Usaha dikurangi angsuran pokok.
• Lessor tidak boleh menyusutkan atas barang modal yang
disewagunausahakan dengan hak opsi;
• Dalam hal masa sewa guna usaha lebih pendek dari masa yang
ditentukan yaitu sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang
modal Golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal Golongan II
dan III, dan 7 (tujuh) untuk Golongan bangunan, maka Direktur
Jendral Pajak melakukan koreksi atas pengakuan penghasilan pihak
lessor.
• Lessor dapat membentuk dana cadangan piutang tak tertagih
yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, setinggi-
tingginya sejumlah 2,5% (dua setengah persen) dari rata-rata
saldo piutang sewa guna usaha dengan hak opsi;
• Kerugian yang diderita karena piutang sewa guna usaha yang tidak
dapat ditagih dibebankan pada cadangan piutang tak tertagih yang
telah dibentuk pada awal tahun pajak yang bersangkutan;
• Dalam hal cadangan piutang tak tertagih tersebut tidak atau tidak
sepenuhnya dibebani untuk menutup kerugian yang dimaksud maka
sisanya dihitung sebagai penghasilan, sedangkan apabila cadangan
tersebut tidak mencukupi maka kekurangannya dapat dibebankan
sebagai biaya yang dikurangkan dari penghasilan bruto.
• Angsuran PPh Pasal 25 dihitung berdasarkan Laporan Keuangan
Triwulanan yang disetahunkan.
• Pembayaran Sewa Guna Usaha tidak dikenakan PPN.
• Selama masa sewa guna usaha, lessee tidak boleh melakukan
penyusutan atas barang modal yang disewagunausahakan, sampai
saat lessee menggunakan hak opsi untuk membeli;
• Setelah lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal
tersebut, lessee melakukan penyusutan dan dasar penyusutannya
adalah nilai sisa (residual value) barang modal yang bersangkutan;
• Pembayaran sewa guna usaha yang dibayar atau terutang oleh lessee
kecuali pembebanan atas tanah, merupakan biaya yang dapat diakui
sebagai biaya sehingga dapat menjadi pengurang bagi penghasilan
bruto lessee sepanjang transaksi sewa guna usaha tersebut
memenuhi kebutuhan dalam Pasal 3 keputusan ini;
• Dalam hal masa sewa guna usaha lebih pendek dari masa yang
ditentukan dalam Pasala 3 keputusan ini, Direktur Jendral Pajak
melakukan koreksi atas pembebanan biaya sewa guna usaha;
• Lessee tidak memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas pembayaran
sewa guna usaha yang dibayar atau terutang berdasarkan perjanjian
sewa guna usaha dengan hak opsi.
• Dalam Rekonsiliasi Fiskal lessee harus melakukan Koreksi Fiskal atas
Laporan Keuangannya sbb:
• Melakukan koreksi biaya penyusutan, yaitu tidak membebankan
biaya penyusutan atas aktiva tetap SGU.
• Melakukan koreksi biaya angsuran SGU, yaitu dengan
memasukkan angsuran pokok SGU sebagai biaya (pengurang
penghasilan bruto).
• Biaya bunga tetap dapat diakui sebagai biaya (sama antara
akuntansi komersial dengan akuntansi Fiskal)
• Seluruh pembayaran sewa guna usaha tanpa hak opsi yang diterima
atau diperoleh lessor merupakan obyek Pajak penghasilan;
• Lessor melakukan penyusutan atas barang modal yang
disewagunausahakan tanpa hak opsi, sesuai dengan ketentuan Pasal
11 Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 beserta peraturan
pelaksanaannya
• Lessor wajib mengenakan PPN atas jasa sewa tersebut.
• Pembayaran sewa guna usaha tanpa hak opsi yang dibayar atau
terutang oleh lessee adalah biaya yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto
• Lessee wajib memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas
pembayaran sewa guna usaha tanpa hak opsi yang dibayarkan
atau terutang kepada lessor.
• Lessee tidak berhak melakukan penyusutan atas barang modal
sewa guna usaha
Membeli Secara Langsung atau Melalui Sewa Guna Usaha dengan hak Opsi

Hal pokok yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pajak untuk hal ini,
antara lain sebagai berikut:
• Apabila membeli secara langsung, maka jumlah yang dapat dibiayakan
dalam rangka menghitung penghasilan kena pajak adalah beban
penyusutan
• Besarnya beban penyusutan antara lain ditentukan oleh metode
penyusutan dan umur ekonomis yang telah ditetapkan oleh peraturan
perpajakan
• Apabila secara sewa guna usaha, maka semua biaya yang dikeluarkan untuk
membayar sewa guna usaha tersebut dapat dibiayakan pada tahun yang
bersangkutan
• Masa sewa guna usaha bisa lebih pendek dari umur ekonomis sehingga
perusahaan dapat membiayakan perolehan aset tetap lebih cepat
dibandingkan apabila menggunakan penyusutan (penyusutan yang
dipercepat). Masa sewa guna usaha ditentukan sekurang-kurangnya 2 (dua)
tahun untuk barang modal golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal
golongan II dan III serta 7 (tujuh) tahun untuk golongan bangunan.
• Hybrid Financial Instruments merupakan sebuah instrumen
keuangan yang memiliki sifat ganda potensi ekuitas dan utang,
dan mereka memungkinkan untuk bisnis untuk menerbitkan
utang dengan karakteristik opsi pada nilai masa depan ekuitas
perusahaan.
• Tujuan perpajakan yang dapat dicapai dengan menggunakan
instrumen keuangan hibrid dalam perencanaan pajak adalah sebagai
berikut:
a. Memperoleh pengurangan ganda (double dipping) atas pembayaran
bunga
b. Perusahaan yang memungkinkan pembebanan bunga pada suatu
negara dan tidak dikenakan pajak di negara lainnya
c. Mengatasi tax avoidence rule dengan struktur pembiayaan yang
menghindari permasalahan thin-capitalization rule atau aturan
back-to-back loan
d. Menghindari atau mengurangi tarif pemotongan pajak penghasilan
dan pajak atas laba pengalihan harta
e. Menunda penerimaan penghasilan atau mendapatkan pengurangan
pajak secara dini
Suatu instrumen keuangan hybrid yang bertujuan memanfaatkan
perbedaan sistem perpajakan di antara dua negara dan tidak memiliki
tujuan komersial yang bonafide mengakibatkan dasar pengenaan
pajak dalam negeri suatu negara bisa terkikis sehingga hal ini
dianggap sebagai bentuk penghindaran pajak yang menjadi ancaman
serius berbagai negara dan saat ini berupaya diatasi melalui reformasi
pajak

Saat ini, Indonesia belum memiliki ketentuan pencegahan


penghindaran pajak baik secara khusus maupun umum yang dapat
menangkal praktik penghindaran pajak melalui penggunaan
instrumen keuangan hybrid. Walaupun otoritas pajak Indonesia
memiliki wewenang untuk merekarakterisasi transkasi utang sebagai
modal, namun dengan tidak adanya peraturan yang dapat digunakan
sebagai batasan antara utang dan modal menjadi kendala bagi
kepastian hukum menjustifikasi wewenang otoritas pajak tersebut..

Anda mungkin juga menyukai