Perencanaan pajak dapat digunakan untuk aset tetap yang baru akan dibeli maupun
aset tetap yang telah dimiliki. Untuk aset tetap yang baru akan dibeli pertimbangannya
adalah membeli secara langsung (tunai atau kredit) atau secara leasing. Sedangkan untuk
aset tetap yang telah dimiliki pertimbangannya adalah mempertahankannya, melakukan
revaluasi, atau dijual dan disewa guna usaha kembali (sale and leaseback).
Hal pokok yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pajak untuk hal ini antara
lain :
a. Apabila membeli secara langsung maka jumlah yang dapat dibiayakan dalam rangka
menghitung penghasilan kena pajak adalah biaya penyusutan.
b. Besarnya biaya penyusutan antara lain ditentukan oleh metode penyusutan dan umur
ekonomis yang telah ditetapkan oleh peraturan perpajakan.
c. Apabila membeli secara kredit bank maka biaya yang dapat dibiayakan untuk
menghitung pajak penghasilan kena pajak adalah biaya penyusutan yang ditentukan
dari masa ekonomis dan metode penyusutan yang ditetapkan oleh peraturan
perpajakan
d. Dan biaya atas bunga dari pinjaman pada bank yang dihitung berdasarkan suku
bunga yang ditetapkan.
e. Apabila membeli secara sewa guna usaha (leasing), maka semua biaya yang
dikeluarkan untuk membayar sewa guna usaha tersebut dapat dibiayakan pada tahun
yang bersangkutan.
f. Masa sewa guna usaha bisa lebih pendek dari umur ekonomisnya sehingga
perusahaan dapat membiayakan perolehan aset tetap lebih cepat dibandingkan
apabila menggunakan penyusutan (penyusutan yang dipercepat/accelerated
depreciation). Masa sewa guna usaha ditentukan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun
untuk barang modal golongan I dan 3 (tiga) tahun untuk barang modal golongan II
dan III, dan 7 (tujuh) tahun untuk golongan bangunan (KMK 1169/KMK.01/1991).
LEASING
Present value dari minimum lease payment (tidak termasuk biaya eksekutori) sama
dengan atau lebih dari 90% dari fair value leased property.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan nomor 1169/KMK.01/1991, Kegiatan
sewa-guna-usaha digolongkan sebagai sewa-guna-usaha dengan hak opsi apabila
memenuhi semua kriteria berikut :
a. jumlah pembayaran sewa-guna-usaha selama masa sewa-guna-usaha pertama
ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan
barang modal dan keuntungan lessor;
b. masa sewa-guna-usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang
modal Golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal Golongan II dan III, dan 7
(tujuh) tahun untuk Golongan bangunan;
c. perjanjian sewa-guna-usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee
Perlakuan Pajak Atas Leasing
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan nomor 1169/KMK.01/1991, Kegiatan
sewa-guna-usaha, perlakuan atas leasing, yaitu:
selama masa sewa-guna-usaha, lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang
modal yang disewa-guna-usaha, sampai saat lessee menggunakan hak opsi untuk
membeli;
Penyusutan dilakukan mulai tahun pajak digunakannya hak opsi. Khusus untuk
barang modal berupa tanah, sesuai dengan ketentuan Pasal 11 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 36 tahun 2008, tidak diperbolehkan untuk dilakukan penyusutan
setelah lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal tersebut, lessee
melakukan penyusutan dan dasar penyusutannya adalah nilai sisa (residual value)
barang modal yang bersangkutan;
pembayaran sewa-guna-usaha yang dibayar atau terutang oleh lessee kecuali
pembebanan atas tanah, merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto lessee sepanjang transaksi sewa-guna-usaha tersebut dapat digolongkan
sebagai sewa guna usaha dengan hak opsi.
dalam hal masa sewa-guna-usaha lebih pendek dari masa yang ditentukan, Direktur
Jenderal Pajak melakukan koreksi atas pembebanan biaya sewa- guna-usaha.
Lessee tidak memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas pembayaran sewa- guna-usaha
yang dibayar atau terutang berdasarkan perjanjian sewa-guna- usaha dengan hak
opsi.