Anda di halaman 1dari 9

TRANSAKSI SEWA GUNA USAHA

Pengertian Sewa Guna Usaha


Definisi sewa menurut PSAK Nomor 30 (Revisi 2007) menyebutkan
bahwa sewa (lease) adalah suatu perjanjian di mana lessor memberikan hak
kepada lessee untuk menggunakan suati aset selama periode waktu yang
disepakati. Sebagai imbalannya, lessee melakukan pembayaran atau serangkaian
pembayaran kepada lessor. Dalam ruang lingkupnya, PSAK Nomor 30 ( Revisi
2007) tentang sewa ada unsur pengecualian atau tidak wajib diterapkan untuk
unsur unsur yang tidak material sehingga menjadi jelas bahwa pernyataan
PSAK dimaksud diterapkan dalam akuntansi untuk semua jenis sewa selain :
1. Sewa dalam rangka eksplorasi atau penambangan mineral , minyak, gas
alam, dan sumber daya lainnya yang tidak dapat diperbarui; dan
2. Perjanjian lisensi untuk hal hal seperti film, rekaman video, karya
panggung, manuskrip (karya tulis), hak paten, dan hak cipta (PSAK
Nomor 19 tentang Aset Takberwujud).
Pernyataan PSAK dimaksud tidak diterapkan sebagai dasar pengukuran untuk :
1. Properti yang dikuasai lessee yang dicatat sebagai properti investasi
(PSAK Nomor 13 Revisi 2007 tentang Investasi).
2. Properti investasi yang diserahkan oleh lessor yang dicatat sebagai sewa
operasi (PSAK Nomor 13 Revisi 2007 tentang Properti Investasi).
3. Aset biologis yang dikuasai lessee yang dicatat sebagai sewa pembiayaan;
atau
4. Aset biologis yang diserahkan oleh lessor yang dicatat sebagai sewa
operasi.
Definisi lain mengenai sewa guna usaha (leasing) adalah suatu kontrak
antara lessor (pemilik barang modal) dengan lessee (pengguna barang modal);
lessor memberikan hak kepada lessee untuk menggunakan barang modal selama
jangka waktu tertentu, dengan suatu imbalan berkala dari lessee yang besarnya
tergantung dari perjanjian antara lessor dengan lessee, lessee dapat diberikan hak
opsi (option right) untuk membeli barang modal tersebut pada akhir masa kontrak.
Dengan demikian, hak milik atas barang modal tersebut tetap menjadi milik
lessor selama jangka waktu kontrak.

Mengacu pada PSAK Nomor 30 (Revisi 2007) tentang Sewa, teknis


pelaksanaan transaksi sewa mencakup :
1. Sewa usaha langsung (direct lease)
Dalam transaksi sewa usaha langsung penyewa guna usaha (lessee)
belum pernah memiliki barang modal yang menjadi objek sewa,
sehingga atas permintaan perusahaan sewa untuk membeli barang
2.

modal dimaksud.
Jual dan sewa balik (sale and lease back)
Dalam transaksi jual dan sewa balik, pihak lessee terlebih dahulu
menjual barang modal yang telah dimilikinya kepada lessor dan barang
modal yang sama kemudian dilakukan kontrak sewa antara lessee
sebagai pemilik semula dengan lessor.

Transaksi sewa dapat dilakukan secara bersama-sama oleh beberapa


perusahaan sewa (lessor) dengan hanya satu penyewa (lessee). Sewa demikian
disebut sewa sindikasi (syndicated lease). Hal tersebut dilakukan karena nilai
transaksi terlalu besar atau adanya faktor lain. Untuk memudahkan komunikasi,
diperlukan penunjukkan koordinator dan pelaksanaannya dapat melalui sewa
langsung maupun jual dan sewa balik.
Sewa guna usaha (leasing) dibedakan menjadi sewa guna usaha dengan
hak opsi dan sewa guna usaha tanpa hak opsi. Sewa guna usaha dengan hak opsi
(finance lease / capital lease) adalah sewa guna usaha di mana penyewa (lessee)
pada akhir masa kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna
usaha berdasarkan nilai sisa yang disepakati. Sewa guna usaha tanpa hak opsi
(operating lease) adalah sewa guna usaha di mana penyewa (lessee) pada akhir
masa kontrak tidak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha
tersebut.
Perlakukan Perpajakan Untuk Transaksi Sewa Guna Usaha
Dalam perlakuan PPh atas sewa, masalah kegiatan sewa guna usaha
(leasing) adalah kegiatan pebiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik
secara sewa dengan hak opsi maupun sewa tanpa hak opsi untuk digunakan oleh
lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.

Dalam Keputusan Kementerian Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991


memberikan kriteria sewa, baik sewa dengan hak opsi maupun tanpa hak opsi.
Kriteria tersebut adalah sebagai berikut :
Sewa guna usaha dengan hak opsi
Kegiatan sewa digolongkan seabagai sewa dengan hak opsi apabila
memenuhi kriteria, antara lain :
1. Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha
pertama ditambah nilai sisa barang modal harus dapat menutupi harga
perolehan barang modal dan keuntungan lessor.
2. Masa sewa guna usaha ditentukan sekurang kurangnya 2 tahun untuk
barang modal golongan I, 3 tahun untuk barang modal golongan II dan
golongan III, 7 tahun untuk golongan bangunan.
3. Perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi
lessee.
Sewa guna usaha tanpa hak opsi
Kegiatan sewa digolongkan sebagai sewa tanpa hak opsi dengan kriteria,
antara lain :
1. Jumlah pembayaran sewa selama masa pertama tidak dapat menutupi
biaya perolehan barang modal yang disewakan ditambah keuntungan
yang diperhitungkan oleh lessor.
2. Perjanjian sewa tidak memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.
Ketentuan masalah perpajakan yang berkaitan dengan pajak penghasilan
untuk lessor dan lessee adalah sebagai berikut :
Sewa dengan hak opsi
Bagi lessor
1. Penghasilan yang dikenakan PPh adalah sebagian dari pembayaran
sewa yaitu seluruh pembayaran dikurangi angsuran pokok. Dalam hal
sewa sindikasi (beberapa perusahaan sewa secara bersama melakukan
transaksi sewa dengan satu lessee), imbalan jasa bagi masing
masing anggota dihitung secara proporsional sesuai dengan perjanjian
antar anggota sindikasi.
2. Lessor tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang
disewakan.
3. Lessor dapat membentuk cadangan penghapusan piutang ragu ragu
setinggi tingginya 2,5% dan rata rata saldo awal dan saldo akhir

piutang sewa yaitu jumlah seluruh pembayaran sewa yang meliputi


anggaran pokok (principle) dan bunga. Cadangan penghapusan
piutang ragu ragu yang dibentuk, dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto tahun pajak yang bersangkutan.
4. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk setiap bulan adalah jumlah
PPh sebagai hasil penerapan undang undang Pajak Penghasilan
terhadap Penghasilan Kena Pajak berdasarkan laporan triwulan
terakhir yang disetahunkan dibagi 12 bulan. Apabila lessor juga
melakukan kegiatan sewa tanpa hak opsi, maka laporan keuangan

triwulan dimaksud adalah laporan keuangan triwulan gabungan.


Bagi lessee
1. Lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang
disewa, sampai saat lessee menggunakan hak opsi untuk membeli
barang modal tersebut penyusutan dilakukan mulai tahun pajak
digunakannya hak opsi. Khusus untuk barang modal berupa tanah
tidak diperbolehkan untuk dilakukan penyusutan.
2. Dasar penyusutan yang dipakai setelah lessee menggunakan hak opsi
untuk membeli barang modal tersebut adalah nilai sisa (residual
value) barang modal yang bersangkutan.
3. Pembayaran yang sewa yang dibayarkan atau terutang, kecuali
pembebanan atas tanah, merupakan biaya yang dapat dikurangkan
dari penghasilan bruto sepanjang transaksi sewa tersebut dapat

digolongkan sebagai sewa dengan hak opsi.


Atas pembayaran sewa yang dibayar atau terutang oleh lessee tidak
diakukan pemotongan PPh Pasal 23.
Perlakuan PPh tersebut pada butir 1, butir 2, dan butir 3 mulai berlaku
terhadap sewa yang kontraknya ditandatangani setelah berlakunya

Keputusan Menteri Keuangan tersebut.


Sewa tanpa hak opsi
Bagi lessor
1. Seluruh pembayaran sewa yang diterima atau diperoleh merupakan
objek PPh.
2. Pembebanan biaya penyusutan atas barang modal yang disewakan
dimulai pada tahun pajak barang modal yang bersangkutan. Khusus
terhadap barang modal berupa tanah, tidak diperbolehkan untuk
disewakan.

3. Lessor tidak diperkenankan untuk membentuk cadangan


penghapusan piutang ragu ragu.
Bagi lessee
1. Lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang

disewakan.
2. Pembayaran sewa yang dibayarkan atau yang terutang adalah biaya
yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Atas pembayaran sewa yang dibayarkan atau terutang oleh lessee wajib

dipotong PPh Pasal 23.


Penjualan dan Penyewaan Kembali
Hal hal yang berkaitan dengan penjualan dan penyewaan kembali sebagai
berikut :
1. Untuk penjualan dan penyewaan kembali tanpa hak opsi, Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) masukan yang telah dikreditkan oleh lessee harus dibayar
kembali.
2. Atas penyewaan kembali barang modal tersebut, maka lessor harus
memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
3. Pengalihan tanah dan bangunan sewa guna usaha :
a. Saat lessee menjual kepada lessor, lessee dikenakan PPh 5% dari nilai
jual (nilai akta) atau Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang digunakan untuk
menghitung PBB jika nilai jual lebih rendah dari NJOP.
b. Saat lessor menjual kepada lessee, lessor dikenakan PPh 5% dari nilai
opsi.
Perlakuan Standar Akuntansi Terhadap Transaksi Sewa Guna Usaha
Berdasarkan PSAK Nomor 30 tentang Standar Akuntansi Sewa Guna
Usaha (2002), dan menentukan jenis sewa guna usaha pertimbangan utama yang
digunakan adalah asas makna ekonomi. Suatu transaksi sewa guna usaha akan
dikelompokkan sebagai sewa guna usaha dengan hak opsi apabila memenuhi
syarat syarat sebagai berikut :
1. Lessee memiliki hak opsi untuk membeli aset yang disewagunausahakan
pada akhir masa sewa guna usaha dengan harga yang telah disetujui
bersama pada saat dimulainya perjanjian sewa guna usaha.

2. Seluruh pembayaran berkala yang dilakukan oleh lessee ditambah dengan


nilai sisa mencakup pengembalian harga perolehan barang molda serta
bunganya sebagai keuntungan lessor (full payout lease).
3. Masa sewa guna usaha minimum 2 tahun.
Apabila salah satu syarat di atas tidak terpenuhi, maka transaksi tersebut
dikelompokkan sebagai sewa menyewa biasa atau sewa guna usaha tanpa hak
opsi.
Akuntansi Untuk Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi
Akuntansi untuk sewa guna usaha adalah sebagai berikut :
1. Pembayaran jaminan (security deposit) dibukukan sebagai piutang kepada
lessor.
2. Nilai tunai (present value) dari seluruh pembayaran sewa guna usaha dan
nilai sisa dibukukan sebagai aset tetap dan kewajiban sewa guna usaha.
3. Tingkat diskonto yang digunakan untuk menghitung nilai tunai adalah
tingkat bunga yang dibebankan oleh lessor atau tingkat bunga yang
berlaku pada awal sewa guna usaha.
4. Pembayaran sewa guna usaha yang dilakukan selama jangka waktu
kontrak dialokasikan dan dibukukan sebagai angsuran pokok dan beban
bunga.
5. Aset tetap sewa guna usaha yang dikapitalisasi selanjutnya diamortisasi
selama taksiran umur ekonomisnya dengan menggunakan metode yang
sama untuk aset sejenis.
6. Pada akhir tahun harus dilakukan penyesuaian terhadap bungan akrual,
amortisasi atas sewa guna usaha akhir tahun, dan amortisasi keuntungan
modal dan kerugian modal.
7. Dalam laporan keuangan disajikan sebagai bagian dari aset tetap, sejumlah
neto dikurangi akumulasi amortisasi.
8. Kewajiban sewa guna usaha disajikan sebagai bagian dari kewajiban dan
diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek dan jangka panjang
sesuai dengan praktik yang lazim untuk usaha lessee.
9. Apabila dilakukan transaksi jual dan sewa kembali, maka selisih harga jual
dan nilai buku aset dibukukan sebagai keuntungan atau kerugian yang
ditangguhkan yang harus diamortisasi secara proporsional.
10. Apabila terjadi penghentian lebih awal di mana pembayaran sewa dilunasi
sebelum berakhirnya kontrak, maka selisih antara pembayaran yang

dilakukan dengan sisa kewajiban dibebankan atau dikreditkan pada tahun


berjalan.
11. Apabila lessee mengambil opsi pada akhir masa kontrak dan harga opsi
sama dengan jaminan yang diberika, maka jaminan tersebut akan
dikompensasikan dengan sisa kewajiban sewa guna usaha. Apabila opsi
tidak sama dengan kewajiban maka kekurangan/kelebihan harus
diselesaikan antara lessee dan lessor secara tunai.
12. Setelah mengambil opsi, maka akun sewa guna usaha direklasifikasikan ke
dalam akun aset tetap yang relevan.

STUDY KASUS
1. Lessor PT ABC meng-SGU-kan mesin golongan II (masa manfaat 8 tahun)
dengan harga pokok Rp 200.000.000,00 kepada PT. DEF (lessee). Jangka
waktu leasing 36 bulan dan nilai sisa barang setelah periode leasing adalah
nihil. Dalam kontrak SGU tercantum klausa pilihan bagi lessee untuk
membeli mesin tersebut dengan harga murah pada akhir periode SGU.
Pembayaran per bulan Rp 8.000.000,00 terdiri dari pelunasan pokok hutang
leasing sebesar Rp 5.555.555,00 dan bunga Rp 2.444.445,00.
Perlakuan pajaknya sebagai berikut :
Jumlah seluruh pembayaran yang akan diterima lessor PT. ABC sebesar Rp
8.000.000,00 x 36 bulan = Rp 288.000.000,00. jumlah tersebut dapat
menutupi harga pokok mesin sebesar Rp 200.000.000,00 dan nilai sisa barang
setelah periode leasing.
Selain itu terdapat klausa pilihan bagi penyewa untuk memiliki mesin
tersebut. Jangka waktu leasing adalah 3 tahun (36 bulan) sedangkan barang
termasuk golongan II. Hal ini memenuhi syarat Finance Lease karena untuk
barang golongan II jangka waktu leasing minimal 3 tahun. Oleh karena ke-3

syarat terpenuhi maka SGU ini tergolong SGU dengan hak opsi (Finance
Lease).
Lessor : PT. ABC :
Mencatat piutang Leasing sebesar

= Rp 288.000.000

Menerima pendapatan bunga / bulan = Rp

2.444.445

Menerima pelunasan pokok / bulan = Rp

5.555.555

Jumlah yang diterima

8.000.000

= Rp

Tidak menyusutkan mesin;


Mendebet Biaya Penyisihan Piutang Leasing 2,5% dari saldo piutang
leasing (Deductible Expense).
Lessee : PT. DEF :
Membayar leasing

= Rp 8.000.000,00 (Deductible Expense)

Tidak menyusutkan mesin;


Tidak memungut PPh Pasal 23.
2. Lessor PT. ABC meng-SGU-kan mesin golongan II dengan harga. pokok Rp
200.000.000,00 kepada PT. DEF (Lessee). Jangka waktu leasing 24 bulan dan
nilai sisa barang setelah periode leasing adalah nihil. Dalam kontrak SGU
tidak tercantum klausula pilihan bagi lessee untuk membeli mesin tersebut
dengan harga murah pada akhir periode SGU. Pembayaran per bulan
Rp8.000.000,00.
Perlakuan Pajaknya sebagai berikut :
Jumlah seluruh pembayaran yang akan diterima lessor PT ABC sebesar Rp
8.000.000,00 x 24 bulan = Rp 192.000.000,00. jumlah tersebut lebih kecil
dari jumlah pokok mesin sebesar Rp 200.000.000,00. Selain itu tidak ada
klausa pilihan bagi penyewa untuk memiliki mesin tersebut pada akhir
periode leasing. Oleh karena itu SGU ini tergolong SGU tanpa hak opsi
(Operating Lease) atau sewa menyewa biasa .

Lessor : PT. ABC


Menerima pendapat sewa setiap bulan = 8.000.000
Memungut PPN 10% = 800.000
Dipotong PPh 23 = (480.000)
Diterima dari Lessee = 8.320.000
Menyusutkan mesin per tahun = 50.000.000

Lessee : PT. DEF


Membayar sewa = 8.000.000
Membayar PPN = 800.000
Memotong PPh 23 = (480.000)
Dibayar ke Lessor = 8.320.000

Anda mungkin juga menyukai