Anda di halaman 1dari 4

Direktorat Jenderal Pajak - Tax Knowledge Base

Artikel Kring Pajak : PPh » Penghasilan atas Jenis Usaha Tertentu »

Perlakuan PPh dan PPN atas Leasing ( Sewa Guna Usaha )

I. DASAR HUKUM :
KMK-1169/KMK.01/1991 (berlaku sejak 19 Januari 1991) tentang kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing)

II. SURAT EDARAN TERKAIT


SE-129/PJ/2010 (berlaku sejak 29 November 2010) tentang perlakuan PPN atas transaksi leasing dengan hak opsi dan
sale and leaseback

III. DEFENISI ISTILAH (Pasal 1 KMK-1169/KMK.01/1991)


A. Sewa-guna-usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara
sewa-guna-usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk
digunakan oleh Lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala
B. Barang modal adalah setiap aktiva tetap berwujud (termasuk tanah sepanjang di atas tanah tersebut melekat aktiva tetap
berupa bangunan (plant), dan tanah serta aktiva dimaksud merupakan satu kesatuan kepemilikan) yang mempunyai masa
manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dan digunakan secara langsung untuk menghasilkan atau meningkatkan, atau
memperlancar produksi dan distribusi barang atau jasa oleh Lessee
C. Lessor adalah perusahaan pembiayaan atau perusahaan sewa-guna-usaha yang telah memperoleh izin usaha dari
Menteri Keuangan dan melakukan kegiatan sewa-guna-usaha
D. Lessee adalah perusahaan atau perorangan yang menggunakan barang modal dengan pembiayaan dari Lessor
E. Pembayaran Sewa-guna-usaha (Lease Payment) adalah jumlah uang yang harus dibayar secara berkala oleh Lessee
kepada Lessor selama jangka waktu yang telah disetujui bersama sebagai imbalan penggunaan barang modal
berdasarkan perjanjian sewa-guna-usaha

IV. JENIS-JENIS KEGIATAN SEWA GUNA USAHA (Pasal 2 KMK-1169/KMK.01/1991)


1. sewa-guna-usaha dengan hak opsi (finance lease).
Kegiatan sewa-guna-usaha dengan hak opsi ditetapkan sebagai kegiatan lembaga keuangan lainnya
2. sewa-guna-usaha tanpa hak opsi (operating lease)

V. SEWA GUNA USAHA DENGAN HAK OPSI (FINANCE LEASE)


A. KRITERIA SEWA GUNA USAHA DENGAN HAK OPSI (FINANCE LEASE)
Kegiatan sewa-guna-usaha digolongkan sebagai sewa-guna-usaha dengan hak opsi apabila memenuhi
semua kriteria berikut : (Pasal 3 KMK-1169/KMK.01/1991)
1. jumlah pembayaran sewa-guna-usaha selama masa sewa-guna-usaha pertama ditambah dengan nilai
sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor.
2. masa sewa-guna-usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal Golongan I, 3
(tiga) tahun untuk barang modal Golongan II dan III, dan 7 (tujuh) tahun untuk Golongan bangunan.
Penggolongan jenis barang modal ini ditetapkan berdasarkan ketentuan Pasal 11 UU PPh -
1984 (Pasal 5 KMK-1169/KMK.01/1991)
3. perjanjian sewa-guna-usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee
B. KETENTUAN TERKAIT PPH PADA SEWA GUNA USAHA DENGAN HAK OPSI (FINANCE LEASE)
1. Perlakuan PPh Bagi Lessor Pada Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi (Pasal 14 KMK-1169/KMK.01/1991)
a. penghasilan lessor yang dikenakan PPh adalah sebagian dari pembayaran sewa guna usaha dengan
hak opsi yang berupa imbalan jasa sewa guna usaha.
b. lessor tidak boleh menyusutkan atas barang modal yang disewa-guna-usahakan dengan hak opsi
c. dalam hal masa sewa-guna-usaha lebih pendek dari masa sewa guna usaha yang seharusnya, DJP
melakukan koreksi atas pengakuan penghasilan pihak lessor (Ketentuan lebih lanjut mengenai
ketentuan PPh dan PPN nya KLIK DISINI (SE-10/PJ.42/1994) (tetapi ketentuan ini tidak berlaku lagi
sejak 29 November 2010)
d. Lessor dapat membentuk cadangan penghapusan piutang ragu-ragu yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto, setinggi-tingginya sejumlah 2,5% dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang
sewa-guna-usaha dengan hak opsi. Piutang sewa-guna-usaha (Lease Receivable) adalah jumlah
seluruh pembayaran sewa-guna-usaha selama masa sewa-guna-usaha
e. kerugian yang diderita karena piutang sewa-guna-usaha yang nyata-nyata tidak dapat ditagih lagi
dibebankan pada cadangan penghapusan piutang ragu-ragu yang telah dibentuk pada awal tahun pajak
yang bersangkutan
f. dalam hal cadangan penghapusan piutang ragu-ragu tersebut tidak atau tidak sepenuhnya dibebani
untuk menutup kerugian dimaksud maka sisanya dihitung sebagai penghasilan, sedangkan apabila
cadangan tersebut tidak mencukupi maka kekurangannya dapat dibebankan sebagai biaya yang
dikurangkan dari penghasilan bruto.
2. Perlakuan PPh Bagi Lessee Pada Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi (Pasal 16 KMK-1169/KMK.01/1991)
a. selama masa sewa-guna-usaha, lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang
disewa-guna-usaha, sampai saat lessee menggunakan hak opsi untuk membeli
b. setelah lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal tersebut, lessee melakukan
penyusutan dan dasar penyusutannya adalah nilai sisa (residual value) barang modal yang
bersangkutan
c. pembayaran sewa-guna-usaha yang dibayar atau terutang oleh lessee kecuali pembebanan atas tanah,
merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto lessee sepanjang transaksi
sewa-guna-usaha tersebut memenuhi ketentuan untuk digolongkan sebagai Sewa Guna Usaha dengan
hak opsi
d. dalam hal masa sewa-guna-usaha lebih pendek dari masa sewa guna usaha yang seharusnya, DJP
melakukan koreksi atas pembebanan biaya SGU (Ketentuan lebih lanjut mengenai ketentuan PPh dan
PPN nya KLIK DISINI (SE-10/PJ.42/1994) (tetapi ketentuan ini tidak berlaku lagi sejak 29 November
2010)
e. Lessee tidak memotong PPh Pasal 23 atas pembayaran sewa-guna-usaha yang dibayar atau terutang
berdasarkan perjanjian sewa-guna-usaha dengan hak opsi.
C. KETENTUAN TERKAIT PPN PADA SEWA GUNA USAHA DENGAN HAK OPSI (FINANCE LEASE)
Atas penyerahan jasa dalam transaksi sewa-guna-usaha dengan hak opsi dari lessor kepada lessee,
dikecualikan dari pengenaan PPN. (Pasal 15 KMK-1169/KMK.01/1991)
Ketentuan Lebih Lanjut diatur di SE-129/PJ/2010 (berlaku sejak 29 November 2010)
1. Dalam hal BKP berupa barang modal yang menjadi objek pembiayaan berasal dari pemasok (supplier)
a. BKP tersebut dianggap diserahkan secara langsung oleh PKP pemasok (supplier) kepada
lessee;
b. Lessor tidak perlu dikukuhkan sebagai PKP karena dianggap hanya menyerahkan jasa
pembiayaan yang merupakan jenis jasa yang tidak dikenai PPN;
c. PKP pemasok wajib menerbitkan Faktur Pajak kepada lessee dengan menggunakan identitas
lessee sebagai pembeli BKPk/penerima JKP (tidak menggunakan metode qualitate qua
(q.q.)).
d. DPP yang dicantumkan dalam Faktur Pajak adalah sebesar Harga Jual dari PKP pemasok.
e. Penggunaan qualitate qua (q.q) pada bagian nama dan/atau NPWP pembeli BKP atau
penerima JKP pada Faktur Pajak yang telah diterbitkan oleh PKP pemasok (supplier) sebelum
diberlakukannya Surat Edaran ini (sebelum tanggal 29 November 2010) dapat dibenarkan dan
tidak menjadikan Faktur Pajak tersebut cacat.
2. Dalam hal BKP berupa barang modal yang menjadi objek pembiayaan berasal dari persediaan
yang telah dimiliki oleh lessor :
a. Lessor pada dasarnya melakukan dua jenis penyerahan, yaitu :
i. Penyerahan jasa pembiayaan yang tidak dikenai PPN ;dan
ii. penyerahan BKP, yang merupakan objek PPN.
b. Lessor harus dikukuhkan sebagai PKP dan harus menerbitkan Faktur Pajak atas penyerahan
BKP tersebut kepada lessee. Pengukuhan lessor sebagai PKP ini dilakukan dengan tetap
memperhatikan batasan Pengusaha Kecil menurut ketentuan Undang-Undang PPN.
c. DPP yang dicantumkan dalam Faktur Pajak adalah Harga Jual, tidak termasuk unsur bunga
yang diminta atau seharusnya diminta oleh lessor karena jasa pembiayaan yang
diserahkannya.
D. KETENTUAN TERKAIT SALE AND LEASEBACK (SE-129/PJ/2010 (berlaku sejak 29 November 2010))
Dalam hal penyewagunausahaan kembalinya merupakan sewa guna usaha dengan hak opsi :
1. penyerahan BKP dari lessee kepada lessor (sale) tidak termasuk dalam pengertian penyerahan BKP
yang dikenai PPN karena :
BKP yang menjadi objek pembiayaan berasal dari milik lessee, yang dijual oleh lessee untuk
kemudian dipergunakan kembali oleh lessee;
lessor pada dasarnya hanya melakukan penyerahan jasa pembiayaan, tanpa bermaksud
memiliki dan menggunakan barang yang menjadi objek pembiayaan tersebut;
penyerahan BKP tersebut dari lessee kepada lessor pada dasarnya merupakan penyerahan
BKP untuk jaminan utang-piutang;
2. penyerahan jasa sewa guna usaha dengan hak opsi oleh lessor kepada lessee (leaseback) merupakan
jasa pembiayaan yang tidak dikenai PPN.

E. PELAKSANAAN HAK OPSI


1. Pada saat berakhirnya masa sewa-guna-usaha dari transaksi sewa-guna-usaha dengan hak opsi, lessee dapat
melaksanakan opsi yang telah disetujui bersama pada permulaan masa sewa-guna-usaha.
2. Opsi untuk membeli dilakukan dengan melunasi pembayaran nilai sisa barang modal yang disewa-guna-usaha.
3. Dalam hal lessee memilih untuk memperpanjang jangka waktu perjanjian sewa-guna-usaha, maka nilai sisa barang
modal yang disewa-guna-usahakan digunakan sebagai dasar dalam menetapkan piutang sewa-guna-usaha.
4. Dalam hal lessee menggunakan opsi membeli maka dasar penyusutannya adalah nilai sisa barang modal.
F. KESIMPULAN DALAM SEWA GUNA USAHA DENGAN HAK OPSI
1. Atas penyerahan jasa dari lessor kepada lessee, dikecualikan dari pengenaan PPN.
2. Tidak ada pemotongan PPh Pasal 23

VI. SEWA GUNA USAHA TANPA HAK OPSI (OPERATING LEASE)


A. KRITERIA SEWA GUNA USAHA TANPA HAK OPSI
Kegiatan sewa-guna-usaha digolongkan sebagai sewa-guna-usaha tanpa hak opsi apabila memenuhi
semua kriteria berikut : (Pasal 4 KMK-1169/KMK.01/1991)
1. jumlah pembayaran sewa-guna-usaha selama masa sewa-guna-usaha pertama tidak dapat menutupi
harga perolehan barang modal yang disewa-guna-usahakan ditambah keuntungan yang diperhitungkan
oleh lessor (harga perolehan barang modal yang disewa-guna-usahakan ditambah keuntungan yang
diperhitungkan oleh lessor ≥jumlah pembayaran sewa-guna-usaha selama masa sewa-guna-usaha
pertama )
2. perjanjian sewa-guna-usaha tidak memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee
B. KETENTUAN TERKAIT PPH
1. Perlakuan PPh Bagi Lessor Pada Sewa Guna Usaha Tanpa Hak Opsi (Pasal 17 Ayat (1) KMK-1169/KMK.01
/1991)
a. seluruh pembayaran sewa-guna-usaha tanpa hak opsi yang diterima atau diperoleh lessor merupakan
obyek Pajak Penghasilan
b. lessor membebankan biaya penyusutan atas barang modal yang disewa-guna-usahakan tanpa hak
opsi, sesuai dengan ketentuan Pasal 11 Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 beserta peraturan
pelaksanaannya.
2. Perlakuan PPh Bagi Lessee Pada Sewa Guna Usaha Tanpa Hak Opsi (Pasal 17 Ayat (2) KMK-1169/KMK.01
/1991)
a. pembayaran sewa-guna-usaha tanpa hak opsi yang dibayar atau terutang oleh lessee adalah biaya
yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
b. lessee wajib memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas pembayaran sewa-guna-usaha tanpa hak
opsi yang dibayarkan atau terutang kepada lessor.
C. KETENTUAN TERKAIT PPN
Atas penyerahan jasa dalam transaksi sewa-guna-usaha tanpa hak opsi dari lessor kepada lessee, terhutang
Pajak Pertambahan Nilai. (Pasal 18 KMK-1169/KMK.01/1991)
D. KETENTUAN TERKAIT SALE AND LEASEBACK (SE-129/PJ/2010 (berlaku sejak 29 November 2010))
Dalam hal penyewagunausahaan kembalinya merupakan sewa guna usaha tanpa hak opsi :
1. penyerahan BKP dari lessee kepada lessor (sale) dikenai PPN sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan;
2. penyerahan jasa sewa guna usaha tanpa hak opsi oleh lessor kepada lessee (leaseback) dikenai PPN
sebagaimana kegiatan usaha sewa menyewa pada umumnya.

VII. PERBEDAAN PERLAKUAN PPH DAN PPN ANTARA SGU DENGAN HAK OPSI DAN SGU TANPA HAK OPSI
No PERIHAL SGU DENGAN HAK OPSI SGU TANPA HAK
OPSI
1 Objek PPh sebagian dari pembayaran sewa guna usaha dengan hak opsi seluruh pembayaran
yang berupa imbalan jasa sewa guna usaha. sewa-guna-usaha
tanpa hak opsi yang
Imbalan Jasa SGU adalah bagian dari pembayaran SGU yang diterima atau
diperhitungkan sebagai pendapatan SGU bagi Lessor diperoleh lessor

2 PENYUSUTAN 1. lessor tidak boleh menyusutkan barang modal lessor


membebankan biaya
2. lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang
penyusutan atas
modal yang disewa-guna-usaha, sampai saat lessee barang modal
menggunakan hak opsi untuk membeli.
3. setelah lessee menggunakan hak opsi untuk membeli
barang modal tersebut, lessee melakukan penyusutan
dan dasar penyusutannya adalah nilai sisa (residual
value) barang modal yang bersangkutan

3 pembayaran merupakan biaya yang dapat dikurangkan (kecuali Merupakan biaya


sewa-guna-usaha pembebanan atas tanah) yang dapat
dikurangkan
4 PPh 23 Tidak ada Ada (dipotong oleh
lessee)
5 Atas penyerahan jasa Tidak dikenakan PPN Dikenakan PPN
dalam transaksi SGU dari
lessor kepada lessee

VIII. KETENTUAN TERKAIT SALE AND LEASEBACK (SE-129/PJ/2010 (berlaku sejak 29 November 2010))
A. Dalam hal penyewagunausahaan kembalinya merupakan sewa guna usaha dengan hak opsi :
1. penyerahan BKP dari lessee kepada lessor (sale) tidak termasuk dalam pengertian penyerahan BKP yang
dikenai PPN karena :
BKP yang menjadi objek pembiayaan berasal dari milik lessee, yang dijual oleh lessee untuk kemudian
dipergunakan kembali oleh lessee;
lessor pada dasarnya hanya melakukan penyerahan jasa pembiayaan, tanpa bermaksud memiliki dan
menggunakan barang yang menjadi objek pembiayaan tersebut;
penyerahan BKP tersebut dari lessee kepada lessor pada dasarnya merupakan penyerahan BKP untuk
jaminan utang-piutang;
2. penyerahan jasa sewa guna usaha dengan hak opsi oleh lessor kepada lessee (leaseback) merupakan jasa
pembiayaan yang tidak dikenai PPN.
B. Dalam hal penyewagunausahaan kembalinya merupakan sewa guna usaha tanpa hak opsi :
1. penyerahan BKP dari lessee kepada lessor (sale) dikenai PPN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan;
2. penyerahan jasa sewa guna usaha tanpa hak opsi oleh lessor kepada lessee (leaseback) dikenai PPN
sebagaimana kegiatan usaha sewa menyewa pada umumnya.

IX. KETENTUAN UMUM


1. Lessor hanya diperkenankan memberikan pembiayaan barang modal kepada lessee yang telah memiliki NPWP,
mempunyai kegiatan usaha dan atau pekerjaan bebas.
2. Lessee dilarang menyewa-guna-usahakan kembali barang modal yang disewa-guna-usaha kepada pihak lain.
3. Lessor wajib menempelkan plakat atau etiket pada barang modal yang disewa-guna-usahakan dengan mencantumkan
nama dan alamat lessor serta pernyataan bahwa barang modal dimaksud terikat dalam perjanjian sewa-guna-usaha
4. Plakat atau etiket ini harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga dengan mudah barang modal tersebut dapat dibedakan
dari barang modal lainnya yang pengadaannya tidak dilakukan secara sewa-guna-usaha
5. Selama masa sewa-guna-usaha, lessee bertanggung jawab untuk memelihara agar plakat atau etiket tersebut tetap
melekat pada barang modal yang disewa-guna-usaha.
6. Perusahaan sewa-guna-usaha atau perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan sewa-guna-usaha, dapat
membuka kantor cabang/kantor perwakilan dan menggunakan tenaga asing setelah memperoleh izin/persetujuan dan
rekomendasi dari Menteri Keuangan
7. Setiap transaksi sewa-guna-usaha wajib diikat dalam suatu perjanjian sewa-guna-usaha (lease agreement) dalam bahasa
Indonesia (apabila dipandang perlu dapat diterjemahkan kedalam bahasa asing) yang paling sedikit memuat :
a. jenis transaksi sewa-guna-usaha;
b. nama dan alamat masing-masing pihak;
c. nama, jenis, type dan lokasi penggunaan barang modal;
d. harga perolehan, nilai pembiayaan, pembayaran sewa-guna-usaha, angsuran pokok pembiayaan, imbalan jasa
sewa-guna-usaha, nilai sisa, simpanan jaminan, dan ketentuan asuransi atas barang modal yang disewa-
guna-usahakan;
e. ketentuan mengenai pengakhiran transaksi sewa-guna-usaha yang dipercepat, dan penetapan kerugian yang
harus ditanggung lessee dalam hal barang modal yang disewa-guna-usaha dengan hak opsi hilang, rusak atau
tidak berfungsi karena sebab apapun;
f. masa sewa-guna-usaha;
g. opsi bagi penyewa-guna-usaha dalam hal transaksi sewa-guna-usaha dengan hak opsi;
h. tanggung jawab para pihak atas barang modal yang disewa-guna-usaha
X. ANGSURAN PPH PASAL 25
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk setiap bulan yang terutang oleh lessor adalah jumlah Pajak Penghasilan sebagai
hasil penerapan tarif Pasal 17 Undang-undang PPh terhadap Penghasilan Kena Pajak berdasarkan laporan keuangan
triwulanan terakhir yang disetahunkan, kemudian dibagi 12 (Pasal 19 KMK-1169/KMK.01/1991)

XI. PELAPORAN (Pasal 20, 21 KMK-1169/KMK.01/1991)


1. Lessor wajib menyampaikan laporan keuangan triwulanan kepada DJP dan Direktorat Jenderal Moneter.
2. Laporan keuangan triwulan tersebut harus sudah disampaikan paling lambat 15 hari setelah triwulan yang bersangkutan
berakhir.
3. Lessor wajib menyampaikan laporan operasional secara semesteran berdasarkan tahun takwim kepada Direktorat
Jenderal Moneter. Bentuk laporan dan tata cara penyampaiannya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Moneter.
4. Setiap perubahan anggaran dasar, pemegang saham, pengurus, tenaga ahli, dan alamat kantor wajib dilaporkan kepada
Menteri Keuangan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari kerja setelah perubahan dilaksanakan
5. Dalam hal laporan tersebut atau berdasarkan informasi lain ditemukan adanya penyimpangan, Menteri Keuangan atau
Pejabat yang ditunjuknya dapat melakukan pemeriksaan. Pelanggaran terhadap KMK 1169/KMK.01/1991 ini, dapat
dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Perundang-undangan Perpajakan dan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 jo. Nomor 1256/KMK.00/1989.

Dicetak 27 December 2016 - 11:21

Anda mungkin juga menyukai