Anda di halaman 1dari 14

PERLAKUAN AKUNTANSI LEASING MENURUT PSAK 30

DAN MENURUT PERATURAN PERPAJAKAN

Oleh

Suwardi, SE, M.Si, Akt


I. Gambaran Umum

Benarkah akuntansi leasing itu mudah? Pertanyaan yang sulit untuk dijawab,

mengatakan mudah jika seseorang telah memahami akuntansi leasing seperti yang

tercantum dalam PSAK 30. Untuk memahami tetang akuntansi leasing maka perlu

kita pahami terlebih dahulu mengenai apa itu akuntansi dan apa itu leasing.

Secara umum akuntansi adalah suatu proses mencatat, mengklasifikasi,

meringkas, mengolah dan menyajikan data, transaksi serta kejadian yang

berhubungan dengan keuangan sehingga dapat digunakan oleh orang yang

menggunakannya dengan mudah dimengerti untuk pengambilan suatu keputusan

serta tujuan lainnya. Akuntansi menurut American Accounting Association (AAA)

menjelaskan bahwa akuntansi merupakan proses pengeidentifikasian, pengukuran,

danpelaporan informasi ekonomi, untuk memungkinkan adanya penilaian dan

keputsan yang jelas dan tegas, bagi pihak pemakai informasi

Fungsi utama akuntansi adalah sebagai informasi keuangan suatu

organisasi. Dari laporan akuntansi kita bisa melihat posisi keuangan sutu

organisasi beserta perubahan yang terjadi di dalamnya. Akuntansi dibuat secara

kualitatif dengan satuan ukuran uang. Informasi mengenai keuangan sangat

dibutuhkan khususnya oleh pihak manajer/ manajemen untuk membantu membuat

keputusan suatu organisasi.


Sewa-guna-usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk

penyediaan barang modal baik secara sewa-guna-usaha dengan hak opsi (finance

lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan

oleh Lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara

berkala. Sewa (Lease) bisa juga diartikan suatu perjanjian dimana lessor

memberikan hak kepada lessee untuk menggunakan suatu aset selama periode

yang disepakati. Sebagai imbalannya lessee melakukan pembayaran atau

serangkaian pembayaran kepada lessor. Sewa dikasifikasikan menjadi dua yaitu

1. Sewa Pembiayaan (Finance Lease) adalah sewa yang mengalihkan secara

substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan

kepemilikan suatu aset. Hak milik pada akhirnya dapat dialihkan, dapat

juga tidak dialihkan

2. Sewa Operasi (Operating Lease) adalah sewa yang tidak mengalihkan

secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan

kepemilikan suatu aset

Klasifikasi sewa dibuat pada masa awal sewa atau bisa dengan persetujuan kedua

belah pihak untuk melakukan pembaharuan sewa. Beberapa indikator yang

menunjukan suatu sewa diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan diantaranya :

1. pada akhir masa sewa kepemilikan aset dapat dialihkan kepada lessee

2. lessee mempunyai opsi untuk membeli aset pada harga yang cukup

rendah dibandingkan nilai wajar pada tanggal nilai opsi mulai

dilaksanakan.

3. masa sewa adalah untuk sebagian besar umur ekonomis aset meskipun

hak milik tidak dialihkan.

4. pada awal sewa, nilai kini dari jumlah pembayaran sewa minimum secara

substansial mendekati nilai wajar aset sewaan.


5. aset sewaan bersifat khusus dan hanya lessee yang dapat

menggunakannya.

6. jika lessee membatalkan sewa maka kerugian lessor ditanggung oleh

lessee

7. laba atau rugi dari fluktuasi nilai wajar residu dibebankan pada lessee

8. lessee dapat melanjutkan sewa untuk periode kedua dengan nilai sewa

lebih rendah dari nilai pasar.


II. PERLAKUAN AKUNTANSI

PSAK No. 30 tentang Sewa mengatur bahwa suatu sewa diklasifikasikan

sebagai sewa pembiayaan jika sewa tersebut mengalihkan secara substansial

seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset. Suatu sewa

diklasifikasikan sebagai sewa operasi jika sewa tidak mengalihkan secara

substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset.

Sesuai PSAK 30 terkait dengan akuntansi leasing maka perlakuan

akuntansi untuk aset dalam sewa pembiayaan yang diklasifikasikan sebagai

dimiliki untuk dijual:

1. disajikan sebagai aset tersedia untuk dijual, jika jumlah tercatatnya

terutama dapat dipulihkan melalui transaksi penjualan dari pada

penggunaan lebih lanjut

2. diukur sebesar nilai yang lebih rendah antara jumlah tercatatnya dan

nilai wajar setelah dikurangi beban penjualan aset tersebut

3. diungkapkan dalam laporan keuangan untuk memungkinkan evaluasi

dampak keuangan adanya perubahan penggunaan aset.

Perlakuan akuntansi untuk transaksi Leasing disesuaikan dengan jenis sewanya

masing-masing:
1. Financial Lease : selisih lebih hasil penjualan dari nilai tercatat tidak

dapat diakui segera sebagai pendapatan oleh penjual lessee, tetapi

ditangguhkan dan diamortisasi selama masa sewa

2. Operating Lease : jika transaksi terjadi pada nilai wajar maka laba/rugi

harus diakui tetapi jika terjadi dibawah nilai wajar maka laba/rugi

harus diakui segera kecuali rugi tersebut dikompensasikan dengan

pembayaran sewa dimasa depan yang lebih rendah dari harga pasar,

maka rugi tersebut harus ditangguhkan dan diamortisasi secara

proporsional dengan pembayaran sewa selama periode penggunaan aset.

Jika harga jual diatas nilai wajar selisih lebih tersebut ditangguhkan

dan diamortisasi selama periode penggunaan aset.

Untuk memudahkan memahami penjelasan diatas dibawah ini disajikan ilustrasi

sederhana atas perlakuan akuntansi finance lease.

Tanggal 1 April 2010 Andi melakukan transaksi finance lease sebuah Truk

senilai Rp. 90.000.000, nilai residu aset diperkirakan sebesar Rp. 20.000.000

jangka waktu sewa selama 6 tahun dengan tingkat bunga sebesar 18 % per tahun.

Umur ekonomis aktiva 8 tahun. Metode penyusutan garis lurus.

Perhitungan :

Nilai aktiva : Rp. 90.000.000 nilai sewa per bulan Rp. 90.000.000 / 72 bulan

Jangka waktu sewa : 6 tahun =Rp 1.250.000

Tingkat bunga 12 % per tahun Bunga = Rp. 90.00.000 X 12/100

Umur ekonomis 8 tahun = Rp. 10.800.000 per tahun = Rp. 900.000 per bulan

Penyusutan = _ HP-NR = Rp. 90.000.000-Rp.20.000.000


UE 72 bulan
= Rp.973.000
Lessee

1 April 2010 Jurnal pada awal perjanjian

Aset lease Rp. 90.000.000

Utang lease Rp. 90.000.000

1 April 2010 Saat pembayaran sewa pertama

Utang lease Rp. 1.250.000

Beban bunga Rp. 900.000

Kas bank Rp. 2.150.000

30 April 2010 Pengakuan penyusutan aset

Beban Depresiasi Aset Lease Rp. 973.000

Akumulasi Depresiasi aset lease Rp. 973.000

Lessor

1 April 2010 Jurnal pada awal perjanjian

Piutang sewa pembiayaan Rp. 90.000.000

Aset sewa pembiayaan Rp. 90.000.000

1 April 2010 Saat pembayaran sewa pertama

Kas bank Rp. 2.150.000

Piutang Sewa pembiayaan Rp. 1.250.000

Pendapatan Bunga Sewa pembiayaan Rp 900.000


III. Perlakuan Perpajakan

Pencatatan transaksi leasing diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan

Nomor 1169/KMK.01/1991 dan Surat Edaran Dirjen Pajak No SE-10/PJ.42/1994.

Menurut Keputusan Menteri Keuangan ini hanya mengatur mengenai tatacra

pencatatan transaksi leasing secara sale and lease back dengan hak opsi sehingga

untuk jenis leasing lainnya misalnya Pembiayaan Konsumen harus mengacu kepada

PSAK No. 30.


Dalam praktek sehari-hari, sering ditemukan kesalahpahaman dari

akuntansi perusahaan sehingga dalam perpajakan memperlakukan transaksi

Pembiayaan Konsumen layaknya Sale and Lease Back dengan Hak Opsi.

Menurut Keputusan Menteri Keuangan tersebut, kegiatan sewa guna usaha

digolongkan sebagai Sewa Guna Usaha (SGU) dengan hak opsi apabila memenuhi

semua kriteria berikut :

1. Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha

pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup

harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor;

2. Berdasarkan ketentuan Pasal 3 huruf b Keputusan Menteri Keuangan

Nomor 1169/KMK.01/1991 masa sewa guna usaha ditetapkan sekurang-

kurangnya 2 tahun untuk barang modal Golongan I, 3 tahun untuk

barang modal Golongan II dan III, dan 7 tahun untuk Golongan

Bangunan;

3. Perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi

lessee.

Ketentuan perpajakan memperlakukan SGU dengan Hak Opsi secara berbeda

dari akuntansi. Adapun perbedaannya sebagai berikut :

Secara akuntansi, pencatatan dilakukan secara Capital Lease, dimana :

1. aktiva leasing langsung dibukukan sebagai aktiva tetap leasing dan

disusutkan sesuai dengan masa manfaatnya;

2. lessee membebankan biaya penyusutan aktiva SGU dan beban bunga

SGU

Secara perpajakan, dilakukan secara Operating Lease, dimana :


1. aktiva tetap leasing baru diakui setelah lessee melaksanakan hak opsinya,

dengan biaya perolehan sebagai dasar penyusutan sebesar nilai opsi

tersebut

2. lessee membebankan angsuran pokok dan bunga SGU sebagai biaya leasing

Sedangkan untuk transaksi pembiayaan konsumen, pencatatan secara akuntansi

maupun perpajakan sama, yaitu dilakukan secara Capital Lease.

Dalam pelaksanaannya suatu perjanjian SGU dengan hak opsi kadang-

kadang terputus, sehingga masa sewa guna usaha menjadi lebih pendek dari masa

yang semula disepakati. Hal ini dapat terjadi karena beberapa hal :

a. force majeur, yaitu putusnya transaksi SGU karena bencana alam

seperti kebakaran dan lain-lain, sehingga barang modal yang diperoleh

secara finance lease mengalami rusak berat dan tidak dapat dipakai lagi.

b. default, yaitu terputusnya transaksi SGU karena lessee tidak dapat

memenuhi pembayaran lease payment serta kewajiban lainnya sehingga

kontrak finance lease berakhir lebih cepat.

c. sebab ekonomis, yaitu lessee mengakhiri masa lease sebelum waktunya

karena pertimbangan ekonomis semata-mata, dengan membayar

sekaligus kewajiban yang tersisa.

Berdasarkan Ketentuan Pasal 14 huruf c Keputusan Menteri Keuangan

Nomor: 1169/KMK.01/1991, dinyatakan apabila masa SGU dengan hak opsi

ternyata lebih pendek dari masa SGU menurut Pasal 3 Keputusan Menteri

Keuangan dimaksud, maka Direktur Jenderal Pajak melakukan koreksi atas

pengakuan penghasilan pihak lessor.

Berdasarkan Ketentuan Pasal 16 huruf d Keputusan Menteri Keuangan

Nomor 1169/KMK.01/1991, dinyatakan apabila masa SGU dengan hak opsi


ternyata lebih pendek dari masa SGU menurut Pasal 3 Keputusan Menteri

Keuangan dimaksud, maka Direktur Jenderal Pajak melakukan koreksi atas

pembebanan biaya SGU. Berdasarkan penegasan dalam butir 8 Surat Edaran

Direktur Jenderal Pajak No. SE-29/PJ.42/ 1992 tanggal 19 Desember 1992

bahwa dalam hal perjanjian finance lease menyatakan jangka waktu yang lebih

pendek atau pada pelaksanaannya berakhir dalam jangka waktu yang lebih pendek

dari jangka waktu minimum yang disyaratkan perlakuan perpajakannya disamakan

dengan operating lease.


IV. PAJAK PENGHASILAN (PPh)

Pengakuan penghasilan dan pembebanan biaya bagi lessor dan lessee diatur

sebagai berikut:

1. Finance Lease dengan masa yang lebih singkat karena default.

a. Pihak lessor maupun pihak lessee harus membetulkan SPT Tahunan yang

telah dimasukkan dengan melakukan pembetulan atas penghasilan atau

biaya sebagai akibat perubahan perlakuan dari SGU finance lease

menjadi SGU operating lease.

b. Pihak lessor melakukan penyusutan atas harta yang dileasingkan. Pihak

lessee tidak boleh melakukan penyusutan.

c. Atas masa SGU yang telah lewat, lessee harus memotong PPh Pasal 23

sebesar pembayaran bruto berupa sewa (lease payment).

2. Finance Lease dengan masa yang lebih singkat karena sebab ekonomis.

a. Pihak lessor maupun pihak lessee harus membetulkan SPT Tahunan yang

telah dimasukkan dengan melakukan pembetulan atas penghasilan atau

biaya sebagai akibat perubahan perlakuan dari SGU finance lease

menjadi SGU operating lease, sampai dengan saat opsi dilaksanakan.

Perlakuan PPh atas pelaksanaan opsi adalah sama dengan perlakuan atas

jual-beli aktiva biasa.


b. Pihak lessor melakukan penyusutan atas harta yang dileasingkan sampai

dengan opsi dilakukan oleh lessee. Pihak lessee melakukan penyusutan

atas harta tersebut sejak opsi dilakukan dan dasar penyusutan adalah

nilai perolehan yang terdiri dari akumulasi sisa angsuran,penalti dan

harga residu yang harus dibayar.

c. Atas masa SGU yang telah lewat, lessee harus memotong PPh Pasal 23

sebesar pembayaran bruto berupa sewa (lease payment).


V. PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

Berdasarkan Pasal 1 angka 2 huruf d Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun

1988 jo. Pasal 15 Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991, atas

penyerahan jasa dalam transaksi SGU dengan hak opsi dari lessor kepada lessee

merupakan jasa financial leasing yang dikecualikan dari pengenaan PPN, dengan

demikian lessor bukan merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Perlakuan PPN terhadap SGU tanpa hak opsi (Operating Lease).

1. Perlakuan PPN atas transaksi SGU tanpa hak opsi :

a. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1988 jis huruf d dan

Pengumuman Dirjen Pajak No. PENG-139/PJ.63/1989 dan Pasal 1 angka 4

dan 5 Keputusan Dirjen Pajak Nomor : KEP - 05/PJ./1994, penyerahan

jasa dalam transaksi SGU tanpa hak opsi dari Lessor kepada lessee

adalah penyerahan jasa yang terutang PPN, karena lessor sebagai

perusahaan jasa persewaan barang dengan demikian merupakan

Pengusaha Kena Pajak (PKP).

b. Pengalihan barang dalam transaksi SGU tanpa hak opsi bukan merupakan

penyerahan Barang Kena Pajak karena pengalihan barang tersebut adalah

dalam rangka persewaan biasa.

c. Besarnya PPN yang terutang adalah 10% dari Nilai Penggantian

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf p Undang-undang PPN 1984.


d. PPN sebagaimana dimaksud pada butir 4.1.3. merupakan PPN Pajak Keluaran

bagi lessor dan merupakan PPN Pajak Masukan bagi lessee dalam hal

lessee adalah PKP. PPN yang dibayar atas perolehan BKP yang disewa guna

usahakan merupakan PPN Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan

PPN Pajak Keluaran Lessor.

Dalam hal transaksi Sale and Lease Back tanpa hak opsi, PPN Pajak

Masukan atas perolehan barang yang telah dikreditkan oleh lessee harus dibayar

kembali seperti halnya pembayaran kembali dalam pemindahtanganan barang

modal sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan

No.1441b/KMK.04/1989. Dalam hal lessee kemudian menyewa guna usaha kembali

(leased back) barang tersebut, maka lessor harus mengenakan PPN yang

terutang atas jasa persewaan barang yang dilakukannya dengan pengaturan

seperti tersebut pada butir 1

Ilustrasi kasus

Tanggal 1 Januari 2010 CV Andi (Lessee) mendapat sebuah truk dengan

memperoleh pembiayaan financial lease dari sebuah perusahaan leasing PT

Sarana (Lessor). Dalam kontrak dimuat ketentuan sebagai berikut :

 Nilai kontrak sebesar Rp 179.436.728

 Masa leasing selama 5 tahun, yaitu sejak 1 Januari 2010

 Pembayaran lease adalah Rp 50.000.000 pertahun, yg harus dimulai 1 Januari

2010 (pada awal masa lease)

Keterangan tambahan

 Masa manfaat ekonomis truk 8 tahun

 Tingkat bunga 20%

Berdasarkan keterangan di atas dibuatlah tabel pembayaran sebagai berikut


Pembayaran Hutang Lease Payment Pokok Bunga
1 Januari 2010 179,436,728 50,000,000 50,000,000 50,000,000
1 Januari 2011 129,436,728 50,000,000 24,112,654 25,887,346 50,000,000
1 Januari 2012 105,324,074 50,000,000 28,935,185 21,064,815 50,000,000
1 Januari 2013 76,388,889 50,000,000 34,722,222 15,277,778 50,000,000
1 Januari 2014 41,666,667 50,000,000 41,666,667 8,333,333 50,000,000

Jurnal lessee
01-01-2010 Truk Leasing 179,436,728
Hutang Leasing 179,436,728
01-01-2010 Hutang Leasing 50,000,000
Kas 50,000,000
01-01-2011 Hutang Leasing 24,112,654
Biaya Bunga Leasing 25,887,346
Kas 50,000,000
31-12-2011 Biaya penyusutan Truk 22,429,591
Akumulasi Penyustan Truk 22,429,591
01-01-2012 Hutang Leasing 28,935,185
Biaya Bunga Leasing 21,064,815
Kas 50,000,000
31-12-2012 Biaya penyusutan Truk 22,429,591
Akumulasi Penyustan Truk 22,429,591
01-01-2013 Hutang Leasing 34,722,222
Biaya Bunga Leasing 15,277,778
Kas 50,000,000
31-12-2013 Biaya penyusutan Truk 22,429,591
Akumulasi Penyustan Truk 22,429,591
01-01-2014 Hutang Leasing 41,666,667
Biaya Bunga Leasing 8,333,333
Kas 50,000,000
31-12-2014 Biaya penyusutan Truk 22,429,591
Akumulasi Penyustan Truk 22,429,591
31-12-2015 Biaya penyusutan Truk 22,429,591
Akumulasi Penyustan Truk 22,429,591

31-12-2016 Biaya penyusutan Truk 22,429,591


Akumulasi Penyustan Truk 22,429,591
31-12-2017 Biaya penyusutan Truk 22,429,591
Akumulasi Penyustan Truk 22,429,591
31-12-2018 Biaya penyusutan Truk 22,429,591
Akumulasi Penyustan Truk 22,429,591

Koreksi fiskal yang harus dibuat oleh lesse adalah


Jurnal AKUNTANSI KOREKSI FISKAL
01-01-10 Truk Leasing 179,436,728
Hutang Leasing 179,436,728

01-01-10 Hutang Leasing 50,000,000


Kas 50,000,000 - 50,000,000 50,000,000

01-01-11 Hutang Leasing 24,112,654


Biaya Bunga Leasing 25,887,346 25,887,346 - 24,112,654 50,000,000
Kas 50,000,000

31-12-11 Biaya penyusutan Truk 22,429,591 22,429,591 + 22,429,591 -


Akm. Penyusutan Truk 22,429,591

01-01-12 Hutang Leasing 28,935,185


Biaya Bunga Leasing 21,064,815 21,064,815 - 28,935,185 50,000,000
Kas 50,000,000

31-12-12 Biaya penyusutan Truk 22,429,591 22,429,591 + 22,429,591 -


Akm. Penyusutan Truk 22,429,591

01-01-13 Hutang Leasing 34,722,222


Biaya Bunga Leasing 15,277,778 15,277,778 - 34,722,222 50,000,000
Kas 50,000,000

31-12-13 Biaya penyusutan Truk 22,429,591 22,429,591 + 22,429,591 -


Akm. Penyusutan Truk 22,429,591

01-01-14 Hutang Leasing 41,666,667


Biaya Bunga Leasing 8,333,333 8,333,333 - 41,666,667 50,000,000
Kas 50,000,000

31-12-14 Biaya penyusutan Truk 22,429,591 22,429,591 + 22,429,591 -


Akm. Penyusutan Truk 22,429,591

31-12-15 Biaya penyusutan Truk 22,429,591 22,429,591 + 22,429,591 -


Akm. Penyusutan Truk 22,429,591

31-12-16 Biaya penyusutan Truk 22,429,591 22,429,591 + 22,429,591 -


Akm. Penyusutan Truk 22,429,591

31-12-17 Biaya penyusutan Truk 22,429,591 22,429,591 + 22,429,591 -


Akm. Penyusutan Truk 22,429,591

31-12-18 Biaya penyusutan Truk 22,429,591 22,429,591 + 22,429,591 -


Akm. Penyusutan Truk 22,429,591

VI. Simpulan
Leasing dalam PSAK No. 30 dijelaskan bahwa suatu sewa diklasifikasikan

sebagai sewa pembiayaan jika sewa tersebut mengalihkan secara substansial

seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset. Suatu sewa

diklasifikasikan sebagai sewa operasi jika sewa tidak mengalihkan secara

substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset.

Sesuai PSAK 30 terkait dengan akuntansi leasing maka perlakuan

akuntansi untuk aset dalam sewa pembiayaan yang diklasifikasikan sebagai

dimiliki untuk dijual:

1. disajikan sebagai aset tersedia untuk dijual, jika jumlah tercatatnya

terutama dapat dipulihkan melalui transaksi penjualan dari pada

penggunaan lebih lanjut

2. diukur sebesar nilai yang lebih rendah antara jumlah tercatatnya dan

nilai wajar setelah dikurangi beban penjualan aset tersebut

3. diungkapkan dalam laporan keuangan untuk memungkinkan evaluasi

dampak keuangan adanya perubahan penggunaan aset.

Berdasarkan ketentuan Pasal 3 huruf b Keputusan Menteri Keuangan

Nomor 1169/KMK.01/1991 masa sewa guna usaha ditetapkan sekurang-kurangnya

2 tahun untuk barang modal Golongan I, 3 tahun untuk barang modal Golongan II

dan III, dan 7 tahun untuk Golongan Bangunan, jika suatu leasing tidak memenuhi

ketentuan tersebut maka leasing diperlakuakan sebagai sewa biasa atau disebut

operating lease. Transaksi leasing yang dikelompokkan ke dalam financial lease

atau sewa guna usaha dengan hak opsi tidak dikenakan pajak penghasilan maupun

pajak pertambahan nilai. Tetapi transaksi yang tergolong operating lease atas

pembayaran lesee kepada lessor merupakan objek pajak penghasilan dan pajak

pertambahan nilai.

 
DAFTAR PUSTAKA
1. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1169/KMK.01/1991, Kegiatan
Sewa Guna Usaha (Leasing)
2. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 10/PJ.42/1994, Perlakuan Pph Dan Ppn
Terhadap Perjanjian Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi Yang Berakhir Menjadi
Lebih Singkat Dari Masa Sewa Guna Usaha Yang Disyaratkan Dalam Pasal 3
Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1169/Kmk.01/1991
3. ERYC RICARDO S, Membukukan Transaksi Leasing, Akuntansi ( PSAK 30 ) Versus Pajak,
http://pusatperpajakan.blogspot.com/2009/12/membukukan-transaksi-leasing-
akuntansi.html
4. Anang Mury Kurniawan, haphisz.files.wordpress.com/2009/08/akuntansi-pajak-
leasing.ppt
5. Manahan Nasution, Akuntansi Guna Usaha (Leasing) Menurut Pernyataan Sak No. 3,
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1207/1/akuntansi-
manahan.pdf
6. Ikatan Akuntan Indonesia, Standar Akuntansi Keuangan, Salemba Empat, Jakarta, 1994
7. Baridwan, Zaki, Akuntansi Keuangan Intermediate, Masalah-masalah Khusus, Volume I,
Lembaga dan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta,
1984.
8. Ikatan Akuntan Indonesia, Standard Akuntansi Keuangan, PSAK No.30, Salemba Empat,
Jakarta 1994

Anda mungkin juga menyukai