Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

SIMPATETIK OFTALMIA
ANATOMI MATA
DEFINISI
 Oftalmia simpatika merupakan penyakit
mata autoimun dimana didapatkan setelah
trauma tembus pada satu mata yang akan
menyebabkan inflamasi pada mata yang
tidak terluka.
 Mata yang cidera Exciting eyes.

 Mata yang tidak terluka  Sympathetic eyes.


DEFINISI
 Pertama dikemukakan oleh William MacKezie
pada tahun 1840.
 Menemukan 6 kasus trauma tembus pada satu mata
 peradangan pada mata yang lain dalam 3 minggu
sampai 1 tahun.
EPIDEMIOLOGI
 Kebanyakan diikuti oleh trauma bola mata pada
bagian uvea, terutama badan silier.
 65%  Trauma karena kecelakaan
 35%  Luka operasi/ pembedahan.
 Pembedahan  ekstrasi katarak (bila terjadi
komplikasi), pembedahan iris (termasuk
iridektomi), perbaikan perlengketan retina,
bedah vitreoretinal.
GAMBARAN KLINIS
 Dibagi menjadi:
 Pada mata yang mengalami trauma (exciting eye)
 Pada mata yang lain yang semula sehat
(symphatizing eye).
EXCITING EYE
 Didapatkan tanda-tanda uveitis:
 Kongesti siliar
 Lakrimasi
 Nyeri tekan
 Pada pemeriksaan kornea  keratic precipitat
dibagian posterior kornea.
SYMPHATIZING EYE
 Timbul 4-8 minggu setelah trauma pada mata yang
lain.
 Dibagi menjadi dua stadium:
 Stadium Prodormal
 Photofobia
 Gangguan sementara dalam melihat objek yang dekat karena

melemahnya kemampuan mata untuk berakomodasi.


 Kongesti siliar yang sedang

 Nyeri tekan pada bola mata

 Keratic precipitat pada kornea dengan jumlah yang sedikit

 Funduscopy  kekeruhan pada badan kaca dan edema diskus.

 Stadium Lanjut
 Menyerupai gejala yang terdapat pada iridocyclitis akut.
GAMBARAN KLINIS
 Pencegahan utama oftalmia simpatika adalah
dengan melakukan enukleasi bola mata yang
terkena trauma (exciting eye), sebaiknya
dilakukan secepatnya, paling lama 2 minggu
setelah trauma.
GAMBARAN KLINIS
 Tanda awal yang ditemukan pada pemeriksaan
fisik antara lain :
 Derajat rendah, uveitis presisten yang berhubungan
dengan granulomatosa (Mutton Fat)
 Presipitat keratik putih
 Pada iris  nodul infiltrasi, sinekia anterior perifer,
neovaskularisasi iris, oklusi pupil, katarak, ablasi
retina eksudatif, dan papilitis
 Penipisan iris difus atau iris noduler, lesi
korioretinal putih kekuningan (Dalen-Fuchs
Nodul)
 Penipisan dan infiltrasi koroid
GAMBARAN KLINIS
Mutton Fat Dalen-Fuchs Nodul
PATOGENESIS

Teori reaksi hipersensitif

Keterlibatan Autoimunitas

Berhubungan dengan HLA

Peranan Antigen Bakteri


GAMBARAN HISTO-PA
Penebalan Uvea Infiltrate uvea
GAMBARAN HISTO-PA
Reaksi zona
Dalen-Fuchs Nodule granulomatosa pada lensa
DIAGNOSIS BANDING
 Vogt-Koynanagi Harada Syndrome
 Ocular Syphilis

 Sarcoidosis
PENATALAKSANAAN
 Enukleasi
 Enukleasi yang dilakukan pada mata yang terluka
dalam 2 minggu setelah trauma, merupakan
pencegahan perkembangan oftalmia simpatika 
prognosis visual yang lebih baik.
 Apabila dilakukan enukleasi lebih dini akan
memberikan tajam penglihatan yang lebih baik dari
20/50 dan lebih sedikit terjadi kekambuhan daripada
yang dilakukan enukleasi terlambat.
 Enukleasi disarankan dilakukan pada mata yang
sudah tidak memiliki persepsi terhadap cahaya.
 Biasanya tidak dianjurkan untuk dialakukan kecuali
pada pasien endoftalmitis atau pada pasien yang
memiliki keadaan umum yang buruk, yang tidak
memungkinkan melakukan enukleasi.
PENATALAKSANAAN
 Kortikosteroid
 Dosis awal  kortikosteroid dosis tinggi dan
dilanjutnya sampai 6 bulan setelah adanya perbaikan
inflamasi.
 Minggu pertama diberikan dosis oral 100 – 200 mg
prednisone  dosis awal dapat diturunkan kira-kira 5
mg/minggu, sampai respon inflamasi dapat dikendalikan.
 Dosis rumatan  5-10 mg/hari.
 Pasien yang diterapi dengan kortikosteroid harus diawasi
tekanan darah dan level glukosa darah. Apabila
didapatkan infeksi harus ditangani terlebih dahulu
sebelum pemberian kortikosteroid.
 Kortikosteroid tidak dapat mencegah
perkembangan oftalmia simpatika.
PENATALAKSANAAN
 Agen imunosupresan
 Ppenggunaan kortikosteroid jangka panjang sebaiknya
dihindari pada pasien yang memiliki masalah kesehatan
dan komplikasi oftalmologi atau sistemik, seperti pada
diabetes mellitus, glaucoma tak terkontrol.
 Terapi alternative dengan agen imunosupresan
efektif dalam menekan inflamasi, sehingga dapat
dilakukan penurunan dosis kortikosteroid.
 Cyclosporine A (5 mg/kg/hari) pada pasien usia muda
sampai 40 tahun.
 Azathioprine (2 mg/kg/hari yang dibagi dalam 3 dosis) pada
pasien usia tua.
 Dosis yang disarankan untuk kombinasi cyclosporine dan
kortikosteroid adalah : Cyclosporine A (3-5 mg/kg/hari)
dan Prednisone ( 15-20 mg/hari).
PROGNOSIS
 Quo ad Vitam : dubia ad bonam.
 Quo ad Functionam : dubia ad malam.
 Quo ad Sanationam : dubia ad malam.
KOMPLIKASI
 Kebutaan.
TERIMAKASIH...

Anda mungkin juga menyukai