Anda di halaman 1dari 6

Pajak Berganda

Pajak berganda adalah pengenaan jenis pajak yang sama oleh dua
negara (atau lebih) terhadap subjek pajak dan atas objek pajak yang
sama, serta dalam periode yang identik. Dapat pula diartikan sebagai
pengenaan jenis pajak yang sama oleh dua negara (atau lebih) terhadap
subjek pajak yang berlainan atas objek pajak yang sama. Jenis pajak
ganda menurut pengertian yang pertama merupakan pajak ganda
internasional yuridis (juridical international double taxation), sementara
jenis pajak ganda menurut pengertian yang kedua merupakan pajak
ganda internasional ekonomis (economic international double taxation).
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda
(Tax Treaty)
Persetujuan penghindaran pajak berganda adalah perjanjian pajak antara
dua negara secara bilateral yang mengatur mengenai pembagian hak
pemajakan yang diterima atau diperoleh penduduk dari salah satu atau
kedua negara pada pihak persetujuan.
Kedudukan P3B terhadap UU Pajak
Domestik
Kedudukan P3B di suatu negara adalah tergantung pada sistem perundang undangan negara
tersebut. Di Indonesia P3B diperlakukan sebagai lex specialis terhadap undang-undang
domestik. Karena itu, apabila ada pertentangan antara undang-undang domestik Indonesia
dengan P3B, aturan-aturan yang ada dalam P3B akan didahulukan. Namun perlu diingat bahwa
tujuan diadakannya P3B adalah untuk menghindari adanya pemajakan berganda. Agar tidak
terjadi pemajakan berganda atas penghasilan yang sama yang diterima atau diperoleh oleh
subjek yang sama maka suatu P3B membatasi hak pemajakan suatu negara untuk mengenakan
pajak atas suatu penghasilan tersebut. Ketika masing-masing ketentuan domestik suatu negara
sama-sama mengenakan pajak atas penghasilan yang sama, maka berdasarkan P3B, hak masing-
masing negara tersebut untuk mengenakan pajak atas suatu penghasilan dapat dihilangkan atau
dibatasi. Dengan kata lain, ketika suatu negara mengadakan P3B maka negara tersebut setuju
untuk dibatasi haknya untuk mengenakan pajak berdasarkan pembatasan yang diatur dalam
P3B. P3B tidak memberikan hak pemajakan baru kepada negara yang mengadakan P3B.
Adapun pengenaan pajak suatu negara atas suatu jenis penghasilan didasarkan atas ketentuan
domestik negara tersebut. Dengan demikian, apabila dalam P3B suatu negara diberi hak
pemajakan atas suatu penghasilan tertentu, akan tetapi negara tersebut berdasarkan hukum
domestiknya tidak mengenakan pajak atas penghasilan tertentu tersebut maka negara tersebut
tidak dapat mengenakan pajak atas penghasilan tertentu tersebut walaupun P3B memberikan
hak pemajakan kepada negara tersebut
Model P3B
Terdapat dua model P3B yang sering dijadikan acuan negara-negara di dunia dalam
membuat P3B, yaitu Organization for Economic Cooperation and Development
Model (OECD Model) dan United Nations Model (UN Model). Namun biasanya
dalam perundingan masing-masing negara akan mengajukan Model P3Bnya
masing-masing yang merupakan modifikasi dari OECD Model dan UN Model
tergantung dari sudut pandang kepentingan negara tersebut. OECD Model dibuat
berdasarkan perspektif atau kepentingan negara-negara maju, sedangkan UN Model
dibuat perdasarkan perspektif atau kepentingan negara-negara berkembang. OECD
Model lebih mengedepankan pada asas domisili negara yang memberikan jasa atau
menanamkan modal, di mana hak pemajakannya berada di negara domisili.
Sedangkan UN Model lebih mengedepankan asas sumber penghasilan, karena
negara berkembang umumnya yang menggunakan jasa dan yang menerima modal
dari luar negeri, sehingga model ini lebih menerapkan pemajakan yang berasal dari
negara yang memberi penghasilan (negara sumber). Indonesia mempunyai model
sendiri yang disebut P3B Model Indonesia (Indonesian Model) yang merupakan
modifikasi dari UN Model.
Objek pajak yang tercantum dalam tax treaty
pada umumnya terdiri atas 15 jenis
penghasilan, yaitu:
• penghasilan dari harta tetap atau barang tak bergerak (income from immovable property)
• penghasilan dari usaha (business income atau business profit)
• penghasilan sari usaha perkapalan atau angkutan udara (income from shipping and air transport)
• dividen (divident)
• bunga (interest)
• royalti (royalty)
• keuntungan dari penjualan harta (capital gain)
• penghasilan dari pekerjaan bebas (income from independent personal service)
• penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja (income from dependent personal service)
• gaji untuk direktur (director fees)
• penghasilan seniman, artis dan atlet (income earned by entertainers and athletes)
• uang pensiun dan jaminan sosial tenaga kerja (pension and social security payment)
• penghasilan pejabat pemerintah (income in respect of government service)
• penghasilan pelajar dan peserta pelatihan (income received by students and apprentices)
• penghasilan lain-lain (other income)
Dasar Hukum Eksistensi Tax Treaty
1. Undang-undang Dasar 1945
• Dalam Pasal 44 ayat (1) UUD 1945 dinyatakan bahwa Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat membuat
perjanjian dengan Negara lain.
2. Undang-undang No. 24 tahun 2000
• Pasal 4 ayat (1) dinyatakan bahwa Pemerintah membuat Perjanjian Internasional dengan satu negara atau lebih, atau subjek
hukum internasionallain berdasarkan kesepakatan ; dan para pihak berkewajiban untuk melaksanakan perjanjian tersebut
dengan itikad baik.
• Pasal 3 dijelaskan bahwa pemerintah mengikatkan diri pada perjanjian internasional antara lain melalui pengesahan.
• Pasal 9 ayat (2) menyatakan bahwa pengesahan dilakukan dengan undang-undang atau keputusan presiden.
• Pasal 10. Sehubungan bahwa sifat dari Tax treaty ini sendiri adalah hal yang teknis administratif dan tidak termasuk dalam
perjanjian-perjianjian yang termasuk dalam pasal 10 sehingga harus disahkan melalui undang-undang, maka seluruh tax
treaty dianggap telah diratifikasi oleh Negara Indonesia dengan Keputusan Presiden.
3. Undang-Undang Pajak Penghasilan
• Pasal 32A menyatakan bahwa pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan pemerintah Negara lain dalam
rangka perjanjian penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak.

Anda mungkin juga menyukai