Anda di halaman 1dari 61

Tatalaksana Pasien HIV/AIDS

Dewasa
di Rumah Sakit

Eppy
SMF Penyakit Dalam – Tim HIV
RSUP Persahabatan
HIV (Human Immunodeficiency Virus)
 HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan
tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS
 Termasuk virus RNA, diameter 120 nm, diisolasi
pada tahun 1984 (HIV-1) & tahun 1986 (HIV-2)
 Secara langsung menginfeksi sistem imun seluler
(CD4, CD8, sel NK, makrofag dan sel dendritik)
AIDS
 Acquired (Ditularkan dari orang ke orang)
 Immune (Sistem kekebalan tubuh)
 Deficiency (Tidak berfungsi dengan baik)
 Syndrome (Kumpulan tanda / gejala)

AIDS adalah :
Kumpulan gejala yang disebabkan oleh HIV
yang menyebabkan kerusakan pada sistem
kekebalan tubuh

AIDS pertama kali ditemukan pada tahun 1981

HIV / AIDS merupakan penyakit infeksi pembunuh No. 1 di dunia


Karakteristik HIV
 Akan mati dengan air mendidih atau
panas kering (oven) pada suhu 560 C
selama 10 - 20 menit
 Tidak dapat hidup dalam darah yang
mengering lebih dari 1 jam
 Mampu bertahan hidup dalam darah
yang tertinggal di spuit selama 4
minggu
 Tidak tahan terhadap beberapa ba-
han kimia, seperti Nonoxynol-9 (sper-
misida untuk mencegah kehamilan),
Natrium hipoklorit (bahan pemutih,
Bayclin®) dan Natrium hidroksida
Cairan Tubuh yang Infeksius HIV
Risiko tinggi
Tidak dianggap infeksius,
 Darah
kecuali terkontaminasi
 Cairan mani
darah yang terlihat
 Cairan vagina
• Cairan serviks
 ASI
• Muntah
Potensial berisiko • Feses
• Cairan serebrospinal
• Air liur
• Cairan amnion
• Keringat
• Cairan pleura
• Air mata
• Cairan peritoneal
• Urin
• Cairan perikardial
• Cairan nasal
• Cairan sendi
• Sputum
Cara Penularan HIV
Cara Penularan HIV
Efek HIV pada Sistem Imun
 Imunitas Seluler
 Limfosit T : CD4 limfopenia, penurunan limfosit
naive dan limfoproliferasi
 Penurunan respons recall antigen test
 Monosit : penurunan fungsi fagosit, kemotaksis
dan intracellular killing
 Sel NK (limfosit T sitotoksik) : fungsi menurun
 Imunitas humoral
 HIV tidak bereplikasi dalam limfosit B tetapi da-
pat menurunkan fungsi & jumlah limfosit B mela-
lui viral proteins toxicity & cytokine dysregulation
 Meningkatnya produksi IgG, M, A non spesifik
 Hilangnya respons antibodi spesifik
Patogenesis Infeksi HIV
 Deplesi limfosit T helper (CD4)  imunosupresi
berat pada AIDS
 Dalam waktu yang cepat sesudah paparan, HIV di-
jumpai dengan kadar yang tinggi dalam darah (di-
deteksi dengan tes antigen HIV dan HIV-RNA)
 Kemudian kadar virus menurun sampai level ren-
dah (set-point) selama masa inkubasi, dimana ter-
jadi massive turnover dari sel CD4, sehingga sel
CD4 yang dibunuh oleh HIV diganti secara efisien
 Sampai akhirnya, sistem imun kalah & timbul AIDS
ketika sel CD4 yang terbunuh tidak terkejar lagi
penggantiannya (ditandai dengan tingginya HIV-
RNA & antigen HIV, serta jumlah CD4 yang rendah)
Replikasi HIV pada CD4
Perjalanan Infeksi HIV
Infeksi Akut
 Berlangsung singkat, sampai 3 - 6 minggu sesudah terinfeksi
 Tidak semua penderita bergejala
 Umumnya menunjukkan gejala - gejala seperti flu atau mono-
nukleosis, yakni demam & rasa lelah selama 1 – 2 minggu,
dengan / tanpa :
 maculo-papular rash, biasanya pada tubuh bagian atas, tidak gatal
 nyeri kepala (sefalgia)
 nyeri otot (mialgia)
 nyeri sendi (atralgia)
 faringitis
 oral ulcer
 pembengkaan kelenjar getah bening (limfadenopati)
 diare (mencret)
 mual
 muntah
 penurunan berat badan
 meningitis aseptik (jarang)
Infeksi Kronik
 Infeksi kronik terjadi mulai 3 - 6 minggu setelah
terinfeksi
 Pada stadium ini penderita tidak menunjukkan
gejala apapun, seperti orang sehat.
 Umumnya berlangsung sampai 10 tahun
 Walaupun tanpa gejala, akan tetapi CD4
berangsur menurun
 Bila CD4 menurun sampai ≤ 200 sel/mm3, maka
penderita akan masuk dalam stadium AIDS
AIDS
 AIDS bukan merupakan penyakit tersendiri,
melainkan sekumpulan gejala tergantung infeksi
oportunistik yang menyertai infeksi HIV tersebut
 Oleh karena sistem imun telah rusak, gejala - gejala
penyakit menjadi khas tergantung jenis infeksi yang
menyertainya
AIDS
 Gejala - gejala yang bisa dijumpai adalah :
 selalu merasa lelah
 pembengkakan kelenjar getah bening pada leher/inguinal

 demam yang berlangsung lebih dari 10 hari


 keringat malam
 penurunan BB yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya
 bercak keunguan pada kulit yang tidak hilang - hilang
 pernafasan memendek
 diare berat, berlangsung lama
 infeksi jamur (candida) pada mulut, tenggorokan atau
vagina
 mudah memar / berdarah yang tidak bisa dijelaskan
penyebabnya
Stadium Infeksi HIV

 Infeksi HIV dapat dibagi menjadi 3 sta-


dium, yaitu infeksi akut, infeksi kronik
dan AIDS
 Stadium klinis WHO (2007)
1. Infeksi HIV primer
2. Stadium 1 (asimtomatik)
} Infeksi HIV
3. Stadium 2 (sakit ringan)
4. Stadium 3 (sakit sedang) } Penyakit HIV lanjut
5. Stadium 4 (sakit berat) } AIDS
Stadium Klinis (WHO)
 Infeksi HIV primer : asimtomatik, acute retroviral syndrome
 Stadium 1 : asimtomatik, persistent generalized lymphade-
nopathy (limfadenopati generalisata persisten)
 Stadium 2 (sakit ringan)
 Penurunan BB sedang (< 10%) yang tidak diketahui
penyebabnya
 Infeksi pernapasan berulang (sinusitis, tonsilitis, otitis
media & faringitis)
 Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
 Luka di sekitar bibir (cheilitis angularis)
 Ulserasi mulut berulang
 Ruam kulit yang gatal (seboroik atau prurigo – papular
pruritic eruption / PPE)
 Dermatitis seboroik
 Infeksi jamur pada kuku
HIV stadium 2

cheilitis angularis prurigo herpes zooster


Stadium 3 (sakit sedang)
 Penurunan BB (> 10%) yang tidak diketahui penyebabnya
 Diare kronik yang tidak diketahui penyebabnya > 1 bulan
 Demam menetap yang tidak diketahui penyebab > 1 bulan
(> 37,6ºC, intermiten atau konstan)
 Kandidosis oral atau vaginal persisten
 Oral hairy leukoplakia
 Tuberkulosis paru dalam 1 tahun terakhir
 Infeksi bakterial yang berat (pneumonia, empiema, piomio-
sitis, infeksi tulang / sendi, meningitis, bakteremia)
 Stomatitis / gingivitis / periodontitis ulseratif nekrotikan akut
 Anemia yang tidak diketahui penyebabnya (Hb < 8 g/dL)
 Netropenia (< 500 sel/µl),
 Trombositopenia kronik ( < 50.000 sel/µl)
HIV stadium 3

oral hairy leukoplakia gingivitis / periodontitis


HIV stadium 3

kandidosis oral tuberkulosis paru


Stadium 4 (sakit berat)
 HIV wasting syndrome: penurunan BB involunter > 10%
disertai dengan diare kronik / kelemahan kronik ≥ 1
bulan dan demam ≥ 1 bulan
 Pneumocystis carinii pneumonia
 Pneumonia bakterial berat yang berulang
 Herpes simpleks kronik ulseratif > 1 bulan
 Kandidosis esofagus
 Tuberkulosis ekstraparu
 Sarkoma kaposi
 Retinitis CMV
 Toksoplasmosis sistem saraf pusat (SSP)
 Ensefalopati HIV
 Meningitis kriptokokus
 Infeksi mikobakteria non-tuberkulosis diseminata, dll
HIV stadium 4

sarkoma kaposi herpes simpleks retinitis CMV


HIV stadium 4

Pneumocystis carinii pneumonia (PCP) toksoplasmosis


HIV stadium 4

kriptokokosis
Infeksi Oportunistik
 Infeksi oportunistik adalah infeksi yang timbul
akibat penurunan kekebalan tubuh
 Infeksi HIV akan menurunkan kekebalan tubuh 
penderita menjadi lebih mudah terkena berbagai
infeksi / penyakit lainnya
 Infeksi oportunistik  penyebab utama kematian
pada AIDS
 Kemungkinan infeksi multipel
 Penggunaan terapi : pertimbangkan fungsi tubuh
secara menyeluruh (fungsi hati, fungsi ginjal)
 Infeksi terhadap orang lain : TB, PCP, airborne
disease fungus (histoplasma)
Jenis Infeksi Oportunistik
 Infeksi bakteri & mikobakteria : Mycobacterium avium com-
plex (MAC), salmonelosis, sifilis, tuberkulosis (TB)
 Infeksi jamur : aspergilosis, kandidiasis, koksidioidomikosis,
kriptokokosis, histoplasmosis
 Infeksi protozoa : kriptosporidiosis, isosporiasis, Pneumo-
cystis carinii pneumonia (PCP), toksoplasmosis
 Infeksi virus : cytomegalovirus (CMV), hepatitis, herpes sim-
pleks, herpes zoster, Human papiloma virus (HPV)
 Keganasan (kanker) : sarkoma kaposi, limfoma malignum
 Kelainan neurologik : AIDS Dementia Complex (ADC), neu-
ropati perifer
 Komplikasi & kelainan lain : ulkus aptosa, malabsorpsi
Cara Mengetahui Status HIV
 Konseling dan Tes Sukarela / KTS (voluntary counseling
and testing / VCT)
 Syarat - syarat VCT : sukarela, rahasia, adanya kon-
seling sebelum & sesudah tes serta adanya per-
setujuan tertulis (informed consent)
 Konseling dan Tes atas Inisiasi Petugas Kesehatan / KTIP
(provider-initiated testing and counseling / PITC)
Tes HIV
 Pemeriksaan antibodi HIV (serologi) :
1. Tes penyaring (skrining) : rapid test, ELISA
2. Tes konfirmasi : western blot (gold standart)
 Pemeriksaan antigen p24
 Pemeriksaan virologis : viral load (HIV-RNA)

Tehnik Elisa : warna


kuning berarti reaktif Tehnik western blot
(positif HIV)
Pencegahan Umum
Pencegahan Khusus
 Konseling & testing HIV bagi yang beresiko
 Hindari pemakaian peralatan tajam secara bergantian (jarum
suntik, jarum tato, jarum tindik, pisau cukur)
 Kewaspadaan universal (universal precaution) bagi petugas
kesehatan :
 alat pelindung diri (sarung tangan, jubah, masker)
 cuci tangan sebelum & sesudah tindakan
 desinfeksi dengan larutan klorin
 penanganan limbah
 Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak (Prevention of Mo-
ther to Child Transmission / PMTCT)
 Saat kehamilan : ARV
 Saat persalinan : ARV + operasi sectio caesaria (SC)
 Pasca persalinan : Bayi  ARV + susu formula
Pencegahan Khusus
 Pencegahan penularan pasca pajanan
 Pertolongan pertama terhadap pajanan
pada :
 Kulit : cuci dengan air & sabun; jangan
gunakan larutan klorin (Bayclin®)
 Mata, hidung & mulut : semprot dengan
air selama 10 menit
 Luka / tertusuk jarum : cuci dengan air &
sabun, hentikan perdarahan sebelum
dibalut
Pencegahan Khusus
 Pencegahan penularan pasca pajanan
 Pelaporan & konseling HIV : segera setelah
pajanan, perhatian pada kondisi psikologis
petugas kesehatan
 Tes anti HIV : bulan ke- 0, 3 dan 6 pasca
pajanan
 Pemberian ARV profilaksis sebelum 4 jam dan
maksimal dalam 48 - 72 jam
 Perhatikan efek samping obat, modifikasi
regimen jika diperlukan
 Kenali gejala & tanda infeksi HIV akut
 Pencegahan penularan ke orang lain melalui
hubungan seksual atau donor darah
Paduan obat ARV untuk Profilaksis
Pasca Pajanan (PPP)
Orang yang Paduan ARV
terpajan
Pilihan TDF + 3TC (FTC) + LPV/r
Remaja dan
Alternatif TDF + 3TC (FTC) + EFV
dewasa
AZT + 3TC + LPV/r
Pilihan AZT + 3TC + LPV/r
Alternatif TDF + 3TC (FTC) + LPV/r
Anak (< 10 tahun)
Dapat menggunakan
EFV/NVP untuk NNRTI
Pengobatan HIV
 HIV dapat diobati dengan terapi anti retroviral (ARV)
 Manfaat ARV :
1. Mengendalikan pertumbuhan HIV & meningkatkan ke-
kebalan tubuh untuk memperpanjang usia ODHA
(orang dengan HIV & AIDS)
2. Membantu mencegah perkembangan infeksi HIV men-
jadi AIDS atau memperbaiki kondisi penderita AIDS
3. Menekan angka kejadian TB sampai 50 %
 ARV tidak dapat menyembuhkan ODHA karena tidak bisa
menghilangkan HIV dalam tubuhnya
 ARV harus diminum secara rutin pada jam tertentu, setiap
hari dan seumur hidup
Indikasi Memulai ARV
 Terapi ARV harus diberikan kepada semua
ODHA tanpa melihat stadium klinis dan nilai
CD4 (termasuk anak <1 tahun, 1-10 tahun,
remaja, ibu hamil, dewasa)
 ARV diberikan segera / tanpa ditunda (dalam
hari yang sama dengan diagnosis sampai 1
minggu), pada pasien yang siap dan tidak ada
kontraindikasi klinis. Hasil pemeriksaan lab
lengkap tidak menjadi pra-syarat untuk
memulai ARV.
ART lebih dini = jumlah reservoir
mengecil?

Key points:

1 Pengobatan lebih dini = menurunkan jumlah reservoir

Manfaat ART dini maksimal pada beberapa minggu pertama


2 setelah infeksi
Tetapi bagian sel yang terinfeksi secara laten dapat bertahan
3
tanpa batas
Penggolongan ARV
1. Golongan NRTI (nucleosid reverse transcriptse )
 zidovudin, stavudin, lamivudin, didanosin, tenofovir
 terutama dieleminir di ginjal, dapat dikombinasikan
dengan PI & NNRTI tanpa penyesuaian dosis
2. Golongan NNRTI (non-nucleosid reverse transcriptase)
 nevirapin, efavirenz
 obat ini menginduksi sitokrom p-450 di hati
 perlu perhatian bila dikombinasikan dengan obat
lain, seperti nevirapin & efavirenz akan menu-
runkan konsentrasi plasma metadon → withdrawal
 rifampisin akan menurunkan kadar nevirapin
3. Golongan PI (protease inhibitor)
 saquinavir, indinavir, nelvinavir, amprenavir, lopi-
navir/Kaletra®, atazanavir
Terapi ARV
 Terapi ARV akan menurunkan jumlah virus dan me-
naikkan jumlah CD4
 Rekomendasi WHO : kombinasi 3 jenis ARV (highly
active antiretroviral therapy / HAART) untuk mence-
gah timbulnya resistensi : 2 NRTI + 1 NNRTI
 Sasaran pengobatan :
 Sasaran klinis : memperpanjang usia dan mem-
perbaiki kualitas hidup
 Sasaran virologis : mengurangi sebanyak mung-
kin jumlah virus (viral load), target < 20 - 50
copy /ml
 Sasaran imunologis : memperbaiki sistem imun
secara kualitas dan kuantitas
Terapi ARV Lini I (Indonesia)

Tenofofir nevirapin

lamivudin

zidovudin
efavirenz
Paduan ART untuk Dewasa
Paduan pilihan

TDF + 3TC (atau FTC) + EFV dalam bentuk KDT

Paduan alternatif
 AZT + 3TC + NVP
 AZT + 3TC + EFV
 TDF + 3TC (atau FTC) + NVP
 AZT + 3TC + *EFV400
 TDF + 3TC (atau FTC) + *EFV400
*Belum direkomendasikan pada pengguna rifampisin dan ibu hamil

Rilpivirin (RPV) adalah obat alternatif pada ODHA yang tidak dapat mentoleransi EFV
dan NVP. Namun, RPV sebaiknya tidak digunakan pada ODHA dengan CD4 < 200
sel/mm3 atau viral load banyak > 100.000 kopi/mL karena efektivitasnya lebih rendah
pada kondisi tersebut.
Alasan: Satu Paduan untuk Semua
Paduan pilihan Lini Pertama:
TDF + 3TC (atau FTC) + EFV

• Sederhana: paduan sangat efektif, toleransi baik dan tersedia dalam bentuk
tunggal, KDT sekali sehari dan mudah diresepkan dan mudah diminum
pasien– meningkatkan adherens
• Paduan selaras untuk semua rentang populasi [Dewasa, Ibu Hamil (trimester
I), Anak >3 tahun, TB dan Hepatitis B]
• Menyederhanakan pembelian obat dan supply chain dengan mengurangi
jumlah paduan obat (phasing out d4T)
• Aman untuk ibu hamil
• Efektif terhadap HBV
• EFV merupakan NNRTI yang disukai untuk Odha dengan TB (secara
farmakologis cocok dengan OAT) dan ko-infeksi HIV/HBV (risiko hepatotoksis
lebih sedikit)
Dosis dan Efek Samping ARV
 Zidovudin
 dosis 2 x 300 mg
 efek samping : anemia, netropenia, mual, muntah,
malaise, lemah, asidosis laktat.
 Tenovovir
 dosis 1 x 300 mg.
 efek samping : gangguan fungsi ginjal
 Lamivudin
 dosis : 2 x 150 mg
 efek samping : ringan
Dosis dan Efek Samping ARV
 Nevirapin
 dosis : 2 minggu pertama 1 x 200 mg, selanjutnya 2 x
200 mg
 efek samping : rash, Steven Jhonsons Syndrome, anafi-
laktik, SGOT / PT , me konsentrasi ketokonazol, obat
kontrasepsi hormonal, protease inhibitor
 Efavirenz
 dosis : 600 mg/hari, dimakan pada malam hari
 efek samping : teratogenik, gejala SSP (dizzines, sakit
kepala, mimpi buruk) yang akan hilang setelah minggu
pertama
Toksisitas ARV Lini Pertama
Waktu terjadinya toksisitas ARV
Waktu Toksisitas
Dalam beberapa minggu  Gejala gastrointestinal adalah mual, muntah dan diare.
pertama Efek samping ini bersifat self-limiting dan hanya
membutuhkan terapi simtomatik
 Ruam dan toksisitas hati umumnya terjadi akibat obat
NNRTI, namun dapat juga oleh obat NRTI seperti ABC dan
PI
Dari 4 minggu dan  Supresi sumsum tulang yang diinduksi obat, seperti
sesudahnya anemia dan neutropenia dapat terjadi pada penggunaan
AZT
 Penyebab anemia lainnya harus dievaluasi dan diobati
 Anemia ringan asimtomatik dapat terjadi
6-18 bulan  Disfungsi mitokondria, terutama terjadi oleh obat NRTI,
termasuk asidosis laktat, toksisitas hati, pankreatitis,
neuropati perifer, lipoatrofi dan miopati
 Lipodistrofi sering dikaitkan dengan penggunaan d4T dan
dapat menyebabkan kerusakan bentuk tubuh permanen
 Asidosis laktat jarang terjadi dan dapat terjadi kapan saja,
terutama dikaitkan dengan penggunaan d4T. Asidosis
laktat yang berat dapat mengancam jiwa
 Kelainan metabolik umumnya terjadi oleh PI, termasuk
hiperlipidemia, akumulasi lemak, resistansi insulin,
diabetes dan osteopenia
Setelah 1 tahun  Disfungsi tubular renal dikaitkan dengan TDF
Tatalaksana Efek Samping Obat ARV
1) Derajat 4, reaksi yang mengancam jiwa: segera hentikan
semua obat ARV, beri terapi suportif dan simtomatis; berikan
lagi ARV dengan paduan yang sudah dimodifikasi (contoh:
substitusi 1 ARV untuk obat yang menyebabkan toksisitas)
setelah ODHA stabil
2) Derajat 3, reaksi berat: ganti obat yang dicurigai tanpa
menghentikan pemberian ARV secara keseluruhan
3) Derajat 2, reaksi sedang: beberapa reaksi (lipodistrofi dan
neuropati perifer) memerlukan penggantian obat. Untuk
reaksi lain, pertimbangkan untuk tetap melan-jutkan
pengobatan; jika tidak ada perubahan dengan terapi
simtomatis, pertimbangkan untuk mengganti 1 jenis obat
ARV
4) Derajat 1, reaksi ringan: tidak memerlukan penggantian
terapi.
Terapi ARV Lini II (Indonesia)
Obat ARV Sediaan Dosis
Tenofovir 300 mg/tablet 300 mg/hari
Didanosin 100 mg/tablet 400 mg/hari (250 mg/hari bila BB < 60 kg)
(250 mg/hari bila dengan tenovofir)

Lopinavir/ritonavir 133,3/33,3 400 mg/100 mg /12 jam (533 mg/133 mg /


(Kaletra ®) mg/tablet 12 jam bila dikombinasi dengan efavirenz
atau nevirapin)

 Terapi ARV lini II 10 kali lebih mahal dibandingkan lini I


 Toksisitas ginjal & komplikasi metabolik lebih tinggi
 Interaksi obat lebih banyak
Paduan ART Lini Kedua
pada Dewasa dan Remaja

*d4T tidak lagi digunakan pada dewasa


Paduan ART Lini Kedua
pada Dewasa dan Remaja

*d4T tidak lagi digunakan pada dewasa


Efek Samping ARV Lini Kedua

 Hipersensitivitas ABC biasanya terjadi dalam 6 minggu pertama dan dapat


a

mengancam jiwa. Segera hentikan obat dan jangan pernah menggunakan lagi.
Paduan ART Lini Ketiga

 Dosis:
• Etravirine (NNRTI): 2 x 200mg
• Raltegravir (Integ Inh): 2 x 400mg
• Darunavir (PI): 1 x 800/100mg atau 2 x 600/100mg
Penyulit terapi ARV
 kepatuhan (adherence) → konseling
 harga obat → obat generik (kimia farma)
Rekomendasi Tes Lab setelah Inisiasi
ART

a Pada ODHA dengan kepatuhan dan hasil


pengobatan ARV yang baik, frekuensi pemantauan
CD4 dan HIV RNA dapat dikurangi
b Tes HIV RNA (viral load) sangat dianjurkan untuk
menentukan kegagalan terapi
Alur Evaluasi Terapi ARV
Kegagalan Terapi
Pengobatan Pencegahan Kotrimoksazol

 5

Dosis dewasa: 1 x 960 mg/hari, dosis anak: trimetoprim 4-6 mg/kgBB/hari


Pengobatan Pencegahan dengan Isoniazid (PP-INH)

PP-INH merupakan salah satu intervensi kesehatan masyarakat


yang penting untuk pencegahan TB pada orang dengan HIV
salah satu dari 13 rumusan strategi dan implementasi kegiatan
Kolaborasi TB-HIV dalam RAN 2015-2019 di Indonesia

Menurunkan beban TB pada Orang dengan HIV yaitu dengan


mencegah kejadian sakit TB pada mereka

Sasaran:
 Orang yang terinfeksi HIV baik baru didiagnosis HIV maupun sudah
lama didiagnosis HIV
 ODHA dengan atau belum pernah riwayat TB yang ditemukan di
layanan HIV dan tidak memiliki kontraindikasi pemberian PP-INH
Pengobatan Pencegahan dengan Isoniazid (PP-INH)

Pengobatan Pencegahan dengan Isoniazid pada ODHA ada 2 :


 Primer  Pemberian INH pada ODHA yang belum pernah sakit TB
 Sekunder  Pemberian INH pada ODHA yang sudah pernah sakit
TB
 Tahapan :

1. Skrining gejala dan tanda TB meliputi (Formulir Skrining TB pada


ODHA dan Penilaian Kriteria Pemberian PP INH)
2. Pemeriksaan Ronsen toraks sebagai skrining TB jika tersedia
3. Jika ditemukan minimal satu gejala dan tanda, atau pemeriksaan
foto toraks mendukung terduga TB lanjutkan dengan pemeriksaan
mikroskopis dahak Tes Cepat Molekuler (TCM ) Penegakkan
diagnosis dan pengobatan TB merujuk Pedoman Nasional TB
4. Jika pada ODHA tidak ditemukan gejala dan tanda TB, dilanjutkan
dengan penilaian kriteria pemberian PP INH
Terima Kasih
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai