NIM : 1751001
WHO (World Health Organization) atau Lembaga Kesehatan Dunia adalah bagian dari
Lembaga PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) yang bertugas dalam bidang kesehatan
internasional dan berpusat di Jenewa, Swiss. WHO merupakan salah satu lembaga paling awal
yang mengantisipasi mewabahnya epidemi HIV AIDS di seluruh dunia. WHO membentuk
bagian khusus penanganan HIV AIDS di seluruh dunia yang di sebut UNAIDS untuk mengatasi
penyebaran HIV AIDS, serta memfasilitasi kesehatan para penderita HIV AIDS. WHO juga
mengadakan penelitian secara mendalam pada kasus-kasus HIV AIDS untuk menemukan cara
pengobatan penyakit HIV AIDS hingga sembuh total agar epidemi menakutkan ini segera
mereda.
Jurnal WHO menyatakan bahwa HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah
retrovirus yang menyerang sel-sel pada sistem kekebalan tubuh manusia, terutama sel darah
putih di dalam tubuh, yakni sel limfosit T, sel CD4 dan komponen utama pada sistem imunitas
tubuh, sehingga tubuh kehilangan imunitas dan kekebalan terhadap serangan yang masuk
sehingga tubuh menjadi lemah serta rentan terinfeksi. HIV menyebabkan defisiensi imunitas
tubuh manusia secara perlahan-lahan, dengan masa inkubasi yang cukup lama, yaitu 5-15 tahun
untuk muncul sepenuhnya. HIV merupakan agen pembawa penyakit AIDS.
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah merupakan penyakit yang timbul
akibat defisiensi imunitas tubuh. Ditandai dengan timbulnya serangkaian infeksi dan serangan
berbagai penyakit terhadap tubuh, tanpa adanya pertahan dan kekebalan tubuh sehingga daya
tahan tubuh menurun drastis. Penyakit AIDS disebabkan oleh infeksi virus HIV.
B. Etiologi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Imunnodeficiency
Syndrome (AIDS) HIV
HIV yang dahulu disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III (HTLV-III) atau virus
limfadenapati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari famili lentivirus. Retrovirus
mengubah asam ribonukleatnya (RNA) menjadi asam deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk
ke dalam sel pejamu. HIV -1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi
penyebab utama AIDS diseluruh dunia.
Genom HIV mengode sembilan protein yang esensial untuk setiap aspek siklus hidup
virus. Dari segi struktur genomik, virus-virus memiliki perbedaan yaitu bahwa protein HIV-1,
Vpu, yang membantu pelepasan virus, tampaknya diganti oleh protein Vpx pada HIV-2. Vpx
meningkatkan infektivitas (daya tular) dan mungkin merupakan duplikasi dari protein lain, Vpr.
Vpr diperkirakan meningkatkan transkripsi virus. HIV-2, yang pertama kali diketahui dalam
serum dari para perempuan Afrika barat (warga senegal) pada tahun 1985, menyebabkan
penyakit klinis tetapi tampaknya kurang patogenik dibandingkan dengan HIV-1.
C. Tanda dan Gejala Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Imunnodeficiency
Syndrome (AIDS) HIV
Tanda dan gejala klinis yang ditemukan pada penderita AIDS umumnya sulit dibedakan
karena bermula dari gejala klinis umum yang didapati pada penderita penyakit lainnya. Secara
umum dapat dikemukakan sebagai berikut:
Manifestasi klinik utama dari penderita AIDS umumnya meliputi 3 hal yaitu:
a. Manifestasi tumor
1. Sarkoma Kaposi
Kanker pada semua bagian kulit dan organ tubuh. Penyakit ini sangat jarang
menjadi sebab kematian primer.
2.Limfoma ganas
Timbul setelah terjadi Sarkoma Kaposi dan menyerang saraf serta dapat bertahan
kurang lebih 1 tahun.
b. Manifestasi oportunistik
1. Manifestasi pada Paru
Pneumoni pneumocystis (PCP)
Pada umumnya 85% infeksi oportunistik pada AIDS merupakan infeksi paru PCP
dengan gejala sesak nafas, batuk kering, sakit bernafas dalam dan demam.
Cytomegalovirus(CMV)
Pada manusia 50% virus ini hidup sebagai komensal pada paru-paru tetapi dapat
menyebabkan pneumocystis. CMV merupakan 30% penyebab kematian pada AIDS.
Mycobacterium avilum
Menimbulkan pneumoni difus, timbul pada stadium akhir dan sulit disembuhkan.
Mycobacterium tuberculosis
Biasanya timbul lebih dini, penyakit cepat menjadi milier dan cepat menyebar ke
organ lain di luar paru.
2. Manifestasi gastrointestinal
Tidak ada nafsu makan, diare kronis, penurunan berat badan >10% per bulan.
c. Manifestasi neurologis
Sekitar 10% kasus AIDS menunjukkan manifestasi neurologis yang biasanya
timbul pada fase akhir penyakit. Kelainan saraf yang umum adalah ensefalitis,
meningitis, demensia, mielopati, neuropati perifer.
Diagnosis infeksi HIV & AIDS dapat ditegakkan berdasarkan klasifikasi klinis WHO atau CDC.
Di Indonesia diagnosis AIDS untuk keperluan surveilans epidemiologi dibuat apabila
menunjukkan tes HIV positif dan sekurang-kurangnya didapatkan dua gejala mayor dan satu
gejala minor.
Tabel 1
Gejala Mayor dan Gejala Minor infeksi HIV/AIDS
Tabel 2
Stadium Gejala Klinis
I Tidak ada penurunan berat badan
Tanpa gejala atau hanya Limfadenopati
Generalisata
Persisten
PENGKAJIAN FISIK
1. Aktivitas / istirahat
Gejala: Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya, progresi
kelelahan / malaise, perubahan pola tidur.
Tanda: Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologis terhadap aktivitas
seperti perubahan dalam TD, frekuensi jantung, pernapasan
2. Sirkulasi
Gejala: Proses penyembuhan luka yang lambat (bila anemia); perdarahan lama pada
cedera (jarang terjadi).
Tanda: Takikardia, perubahan TD postural, menurunnya volume nadi perifer, pucat atau
sianosis, perpanjangan kapiler
3. Integritas ego
Gejala: Faktor stres yang berhubungan dengan kehilangan, mis: dukungan keluarga,
hubungan dengan orang lain, penghasilan, gaya hidup tertentu dan stres spiritual,
mengkuatirkan penampilan: alopesia, lesi cacat dan menurunnya BB, mengingkari
diagnosa, merasa tidak berdaya, putus asa, tidak berguna, rasa bersalah, kehilangan
kontrol diri dan depresi
Tanda: Mengingkari, cemas, defresi, takut, menarik diri, perilaku marah, postur tubuh
mengelak, menangis, dan kontak mata kurang, gagal menepati janji atau banyak janji
untuk periksa dengan gejala yang sama
4. Eliminasi
Gejala: Diare yang intermitten, terus menerus, sering dengan atau tanpa disertai kram
abdominal, Nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi
Tanda: Feces dengan atau tanpa disertai mukus dan marah, diare pekat yang sering, nyeri
tekan abdominal, lesi atau abses rectal, personal, perubahan dalam jumlah, warna dan
karakteristik urin.
5. Makanan / cairan
Gejala: Anoreksia, perubahan dalam kemampuan mengenali makanan / mual / muntah,
disfagia, nyeri retrostenal saat menelan, penurunan berat bada: perawakan kurus,
menurunnya lemak subkutan / massa otot, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut,
adanya selaputnya putih dan perubahan warna, kesehatan gigi / gusi yang buruk, adanya
gigi yang tanggal, edema (umum, dependen).
6. Higiene
Gejala: Tidak dapat menyelesaikan aktivitas.
Tanda: Memperlihatkan penampila yang kurang rapi, Kekurangan dalam banyak atau
perawatan diri, aktivitas perawatan diri.
7. Neurosensori
Gejala: Pusing, pening / sakit kepala, perubahan status mental. Kehilangan ketajaman
atau kemampuan diri untuk mengatasi masalah, tidak mampu mengingat dan konsentrasi
menurun, kerusakan sensasi atau indera posisi dan getaran, kelemahan otot, tremor dan
perubahan ketajaman penglihatan, kebas, kesemutan pada ekstremitas (kaki tampak
menunjukkan perubahan paling awal).
Tanda: Perubahan status mental dan rentang antara kacau mental sampai dimensia, lupa,
konsentrasi buruk, tingkat kesadaran menurun, apatis, retardasi psikomotor / respon
melambat, ide paranoid, ansietas yang berkembang bebas, harapan yang tidak realistis
timbul refleksi tidak normal, menurunnya kekuatan otot dan gaya berjalan ataksia, tremor
pada motorik kasar / halus, menurunnya motorik, vocalis: hemi paresis; kejang, hemoragi
retina dan eksudat.
8. Nyeri / kenyamanan
Gejala: Nyeri umum atau local, sakit, rasa terbakar pada kaki, sakit kepala (keterlibatan
ssp), nyeri dada pleuritis.
Tanda: Pembengkakan pada sendi, nyeri pada kelenjar, nyeri tekan, penurunan rentang
gerak, perubahan gaya berjalan / pincang, gerak otot melindungi bagian yang sakit.
9. Pernapasan
Gejala: Napas pendek yang progresif, batuk (sedang sampai parah), produktif / non
produktif sputum (tanda awal dari adanya PCP mungkin batuk spasmodic saat napas
dalam), bendungan atau sesak dada.
Tanda: Takipnea, distres pernapasan, perubahan pada bunyi napas / bunyi napas
adventisius, sputum: kuning (pada pneumonia yang menghasilkan sputum).
10. Keamanan
Gejala: Riwayat jatuh, terbakar, pingsan, luka yang lambat proses penyembuhannya,
riwayat menjalani transfusi darah yang sering atau berulang (mis: hemofilia, operasi
vaskuler mayor, insiden traumatis), riwayat penyakit defisiensi imun, yakni kanker tahap
lanjut, riwayat / berulangnya infeksi dengan PHS, demam berulang; suhu rendah,
peningkatan suhu intermitten / memuncak; berkeringat malam
Tanda: Perubahan integritas kulit: terpotong, ruam mis: ekzema, eksantem, psoriasis,
perubahan warna / ukuran mola; mudah terjadi memar yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya, rektum, luka-luka perianal atau abses, timbulnya nodul-nodul, pelebaran
kelenjar limfe pada 2 area tubuh atau lebih (mis: leher, ketiak, paha), menurunnya
kekuatan umum, tekanan otot, perubahan pada gaya berjalan.
11. Seksualitas
Gejala: Riwayat perilaku beresiko tinggi yakni mengadakan hubungan seksual dengan
pasangan yang positif HIV, pasangan seksual multipel, aktivitas seksual yang tidak
terlindung dan seks anal, menurunnya libido, terlalu sakit untuk melakukan hubungan
seks, penggunaan kondom yang tidak konsisten, menggunakan pil pencegah kehamilan
(meningkatkan kerentanan terhadap virus pada wanita yang diperkirakan dapat karena
peningkatan kekurangan (pribilitas vagina).
Tanda: Kehamilan atau resiko terhadap hamil.
12. Genetalia:
Manifestasi kulit (mis: herpes, kulit); rabas
13. Interaksi sosial
Gejala: Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, mis: kehilangan kerabat / orang
terdekat, teman, pendukung, rasa takut untuk mengungkapkannya pada orang lain, takut
akan penolakan / kehilangan pendapatan, isolasi, kesepian, teman dekat ataupun
pasangan seksual yang meninggal akibat AIDS, mempertanyakan kemampuan untuk
tetap mandiri, tidak mampu membuat rencana.
Tanda: Perubahan pada interaksi keluarga / orang terdekat, aktivitas yang tidak
terorganisasi, perubahan penyusunan tujuan.
14. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala: Kegagalan untuk mengikuti perawatan, melanjutkan perilaku beresiko tinggi
(mis: seksual ataupun penggunaan obat-obatan IV), penggunaan / penyalahgunaan obat-
obatan IV, saat ini merokok, penyalahgunaan alcohol.
15. Pertimbangan rencana pemulangan:
Memerlukan bantuan keuangan, obat-obatan / tindakan, perawatan kulit / luka, peralatan /
bahan; trasportasi, belanja makanan dan persiapan perawatan diri, prosedur keperawatan
teknis, tugas perawatan / pemeliharaan rumah, perawatan anak, perubahan fasilitas hidup.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Lakukan anamnesi gejala infeksi oportunistik dan kanker yang terkait dengan AIDS.
2. Telusuri perilaku berisiko yang memmungkinkan penularan.
3. Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda infeksi oportunistik dan kanker terkait. Jangan
lupa perubahan kelenjar, pemeriksaan mulut, kulit, dan funduskopi.
4. Dalam pemeriksaan penunjang dicari jumlah limfosot total, antibodi HIV, dan
pemeriksaan Rontgen.
Diagnosis infeksi HIV pada bayi yang terpajang pada masa perinatal dan pada anak kecil
sangat sulit, karena antibodi maternal terhadap HIV yang didapat secara pasif mungkin masih
ada pada darah anak sampai umur 18 bulan. Tantangan diagnostik bertambah meningkat bila
anak sedang menyusu atau pernah menyusu. Meskipun infeksi HIV tidak dapat disingkirkan
sampai 18 bulan pada beberapa anak, sebagian besar anak akan kehilangan antibodi HIV pada
umur 9-18 bulan.
Tes HIV harus secara sukarela dan bebas dari paksaan, dan persetujuan harus diperoleh
sebelum melakukan tes HIV.
rahasia
diikuti dengan konseling
dilakukan hanya dengan informed consent, mencakup telah diinformasikan dan sukarela.
Pada anak, hal ini berarti persetujuan orang tua atau pengasuh anak. Pada anak yang lebih
tua, biasanya tidak diperlukan persetujuan orang tua untuk tes/pengobatan; akan tetapi untuk
remaja lebih baik jika mendapat dukungan orang tua dan mungkin persetujuan akan diperlukan
secara hukum. Menerima atau menolak tes HIV tidak boleh mengakibatkan konsekuensi yang
merugikan terhadap kualitas perawatan yang diberikan.
Tes cepat makin tersedia dan aman, efektif, sensitif dan dapat dipercaya untuk
mendiagnosis infeksi HIV pada anak mulai umur 8 bulan. Untuk anak berumur < 18 bulan, tes
cepat antibodi HIV merupakan cara yang sensitif, dapat dipercaya untuk mendeteksi bayi yang
terpajan HIV dan untuk menyingkirkan infeksi HIV pada anak yang tidak mendapat ASI.
Diagnosis HIV dilaksanakan dengan merujuk pada pedoman nasional yang berlaku di
Indonesia yaitu dengan strategi III tes HIV yang menggunakan 3 jenis tes yang berbeda dengan
urutan tertentu sesuai yang direkomendasikan dalam pedoman atau dengan pemeriksaan virus
(metode PCR).
Tes cepat HIV dapat digunakan untuk menyingkirkan infeksi HIV pada anak dengan
malnutrisi atau keadaan klinis berat lainnya di daerah dengan prevalensi tinggi HIV. Untuk anak
berumur < 18 bulan, semua tes antibodi HIV yang positif harus dipastikan dengan tes virologis
sesegera mungkin (lihat bawah). Jika hal ini tidak tersedia, ulangi tes antibodi pada umur 18
bulan.
Tes virologis
Tes virologis untuk RNA atau DNA yang spesifik HIV merupakan metode yang paling
dipercaya untuk mendiagnosis infeksi HIV pada anak berumur < 18 bulan. Sampel darah harus
dikirim ke laboratorium khusus yang dapat melakukan tes ini (dirujuk ke RS daerah yang
menjadi rujukan untuk program perawatan, dukungan dan pengobatan HIV - PDP). Jika anak
pernah mendapatkan pencegahan dengan zidovudine (ZDV) selama atau sesudah persalinan, tes
virologis tidak dianjurkan sampai 4-8 minggu setelah lahir, karena ZDV mempengaruhi tingkat
kepercayaan tes. Satu tes virologis yang positif pada 4-8 minggu sudah cukup untuk membuat
diagnosis infeksi pada bayi muda. Jika bayi muda masih mendapat ASI dan tes virologis RNA
negatif, perlu diulang 6 minggu setelah anak benar-benar disapih untuk memastikan bahwa anak
tidak terinfeksi HIV.
Pemeriksaan penunjang untuk HIV berupa pemeriksaan baseline, antigen P24, sel CD4, dan
viral load.
1. Pemeriksaan Baseline
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mempelajari kondisi penderita yang baru saja terdeteksi
mengidap HIV dan melihat apakah memiliki koinfeksi dari beberapa infeksi berikut:
Tuberkulosis
Hepatitis (terutama B dan C)
Infeksi menular seksual lainnya (gonorea, klamidia, sifilis)
Pemeriksaan darah lengkap (hemoglobin, hematokrit, trombosit, leukosit – hitung jenis
leukosit, eritrosit, laju endap darah)
Fungsi Hati (SGOT/SGPT)
Fungsi Ginjal (Ureum, Kreatinin, BUN)
Urinalisis
Profil Lipid
Pemeriksaan-pemeriksaan di atas juga bertujuan sebagai pemeriksaan penyaring untuk menilai
apakah penderita dapat segera memulai terapi ARV, karena kondisi-kondisi yang berkaitan
dengan pemeriksaan tersebut, dapat dipengaruhi oleh pemberian ARV.
2. Antigen P24
Merupakan pemeriksaan yang sifatnya lebih spesifik karena mendeteksi infeksi HIV melalui
protein pembungkus HIV, dapat terdeteksi lebih cepat yakni 1-3 minggu setelah infeksi awal,
sehingga membantu efektivitas deteksi dini HIV.
3. Sel CD4
Pemeriksaan dilakukan umumnya dilakukan pada penderita yang telah terbukti positif terinfeksi
HIV, untuk mendapatkan gambaran imunitas seseorang, melalui jumlah sel CD4, juga
bermanfaat sebagai kontrol keberhasilan pengobatan ARV (Antiretroviral). Nilai normal berkisar
antara 500-1500 sel/mm3.
Dokter perlu memperhatikan jumlah sel CD4 karena bila di bawah 200 sel/mm3 mengarah
kepada kondisi imunokompromais, salah satu tanda fase acquired immunodeficiency syndrome
(AIDS).
4. Viral Load
Pemeriksaan viral load dilakukan untuk mengetahui perkiraan jumlah virus HIV dalam darah.
Nilai hasil pemeriksaan viral load akan menjadi penanda tingkatan virulensi penderita.
Pemeriksaan ini menjadi indikator dan sebagai target dalam terapi antiretroviral (ARV).
Diharapkan setelah menjalani ARV, nilai viral load dapat turun hingga tidak terdeteksi. Hal ini
menandakan konsumsi ARV berhasil menekan aktivitas HIV dan virulensi menjadi tergolong
rendah.
Meskipun sampai saat ini belum ada obat untuk menyembuhkan HIV, namun ada jenis
obat yang dapat memperlambat perkembangan virus. Jenis obat ini disebut antiretroviral (ARV).
ARV bekerja dengan menghilangkan unsur yang dibutuhkan virus HIV untuk menggandakan
diri, dan mencegah virus HIV menghancurkan sel CD4. Beberapa jenis obat ARV, antara lain:
Efavirenz
Etravirine
Nevirapine
Lamivudin
Zidovudin
Selama mengonsumsi obat antiretroviral, dokter akan memonitor jumlah virus dan sel
CD4 untuk menilai respons pasien terhadap pengobatan. Hitung sel CD4 akan dilakukan tiap 3-6
bulan. Sedangkan pemeriksaan HIV RNA dilakukan sejak awal pengobatan, dilanjutkan tiap 3-4
bulan selama masa pengobatan.
Pasien harus segera mengonsumsi ARV begitu didiagnosis menderita HIV, agar
perkembangan virus HIV dapat dikendalikan. Menunda pengobatan hanya akan membuat virus
terus merusak sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan risiko penderita HIV terserang AIDS.
Selain itu, penting bagi pasien untuk mengonsumsi ARV sesuai petunjuk dokter. Melewatkan
konsumsi obat akan membuat virus HIV berkembang lebih cepat dan memperburuk kondisi
pasien.
Bila pasien melewatkan jadwal konsumsi obat, segera minum begitu ingat, dan tetap ikuti
jadwal berikutnya. Namun bila dosis yang terlewat cukup banyak, segera bicarakan dengan
dokter. Dokter dapat mengganti resep atau dosis obat sesuai kondisi pasien saat itu.
Pasien HIV juga dapat mengonsumsi lebih dari 1 obat ARV dalam sehari. Karena itu,
pasien perlu mengetahui efek samping yang timbul akibat konsumsi obat ini, di antaranya:
Diare.
Mual dan muntah.
Mulut kering.
Kerapuhan tulang.
Kadar gula darah tinggi.
Kadar kolesterol abnormal.
Kerusakan jaringan otot (rhabdomyolysis).
Penyakit jantung.
Pusing.
Sakit kepala.
Sulit tidur.
Tubuh terasa lelah.
Zidovudine(ZDV, AZT,Retrovir)
Kegunaan : Zidovudine adalah obat yang digunakan dengan obat HIV lain untuk membantu
mengendalikan HIV. Obat ini membantu untuk mengurangi jumlah HIV dalam tubuh Anda
sehingga sistem kekebalan tubuh dapat bekerja lebih baik. Hal ini akan menurunkan kesempatan
Anda untuk mengalami komplikasi HIV (seperti infeksi baru, kanker) dan meningkatkan kualitas
hidup Anda. Zidovudine termasuk dalam kelas obat yang dikenal sebagai nucleoside reverse
transcriptase inhibitor-NRTI.
Didanosine (ddl,videx)
Kegunaan: Didanosine digunakan dalam perawatan, kontrol, pencegahan, & perbaikan penyakit,
kondisi dan gejala HIV-1 infeksi
Efek samping : Diare, Neuropati perifer, Mual, Sakit kepala, Ruam, Muntah, Pankreatitis, Sakit
perut, Asidosis laktat, Hepatomegali berat dengan steatosis.
Stavudin (d4T)
Efek samping : peripheral neuropathy(PN), peningkatan enzim transaminase, lactic acidosis, GI,
penyebab utama lipoatrophy
Kegunaan : Lamivudine adalah obat yang digunakan dengan obat HIV lainnya untuk membantu
mengendalikan infeksi HIV. Obat ini membantu mengurangi jumlah HIV dalam tubuh Anda jadi
sistem kekebalan tubuh Anda dapat bekerja lebih baik.
Efek samping : tanda-tanda infeksi baru seperti demam, menggigil, sakit tenggorokan, gejala
flus, mudah memar atau pendarahan tidak biasa, kehilangan nafsu makan, sakit mulut sakit parah
di perut bagian atas yang menyebar ke punggung, mual dan muntah, detak jantung cepat mual,
perut bagian atas sakit, kehilangan nafsu makan, urin gelap, pup berwarna pucat, kulit atau mata
berwarna kekuningan, keringat meningkat, tangan tremor, cemas, merasa marah, sulit tidur
(insomnia),diare, kehilangan berat badan tanpa alasan jelas, perubahan menstruasi, impoten,
kehilangan ketertarikan untuk seks ,bengkak di leher atau tenggorokan (tiroid membesar)
,bermasalah dalam berjalan, bernafas, berbicara, menelan, atau menggerakkan mata, pinggang
sakit parah, kehilangan kendali buang air besar.
Dasar utama terinfeksinya HIV adalah berkurang nya jenis Limfosit T helper yang
mengandung marker CD4 (Sel T4). Limfosit T4 adalah pusat dan sel utama yang terlibat secara
langsung maupun tidak langsung dalam menginduksi fungsi imunologik. Menurun atau
menghilangnya sistem imunitas seluler, terjadi karena virus HIV menginfeksi sel yang berperan
membentuk antibodi pada sistem kekebalan tersebut, yaitu sel Limfosit T4. Setelah virus HIV
mengikatkan diri pada molekul CD4, virus masuk ke dalam target dan melepaskan bungkusnya
kemudian dengan enzim reverse transcriptase virus tersebut merubah bentuk RNA (Ribonucleic
Acid) agar dapat bergabung dengan DNA (Deoxyribonucleic Acid) sel target. Selanjutnya sel
yang berkembang biak akan mengandung bahan genetik virus. Infeksi HIV dengan demikian
menjadi irreversible dan berlangsung seumur hidup.
Pada awal infeksi, virus HIV tidak segera menyebabkan kematian dari sel yang
diinfeksinya, tetapi terlebih dahulu mengalami replikasi sehingga ada kesempatan untuk
berkembang dalam tubuh penderita tersebut dan lambat laun akan merusak limfosit T4 sampai
pada jumlah tertentu. Masa ini disebut dengan masa inkubasi. Masa inkubasi adalah waktu yang
diperlukan sejak seseorang terpapar virus HIV sampai menunjukkan gejala AIDS. Pada masa
inkubasi, virus HIV tidak dapat terdeteksi dengan pemeriksaan laboratorium kurang lebih 3
bulan sejak tertular virus HIV yang dikenal dengan masa “window period”. Setelah beberapa
bulan sampai beberapa tahun akan terlihat gejala klinis pada penderita sebagai dampak dari
infeksi HIV tersebut. Pada sebagian penderita memperlihatkan gejala tidak khas pada infeksi
HIV akut, 3-6 minggu setelah terinfeksi. Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri menelan,
pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau batuk. Setelah infeksi akut, dimulailah
infeksi HIV asimptomatik (tanpa gejala). Masa tanpa gejala ini umumnya berlangsung selama 8-
10 tahun, tetapi ada sekelompok kecil penderita yang memliki perjalanan penyakit sangat cepat
hanya sekitar 2 tahun dan ada juga yang sangat lambat (non-progressor).
Secara bertahap sistem kekebalan tubuh yang terinfeksi oleh virus HIV akan
menyebabkan fungsi kekebalan tubuh rusak. Kekebalan tubuh yang rusak akan mengakibatkan
daya tahan tubuh berkurang bahkan hilang, sehingga penderita akan menampakkan gejala-gejala
akibat infeksi oportunistik.
http://eprints.undip.ac.id/44074/3/3_BAB_II_.pdf
https://dokteraids.com/definisi-hiv-aids-menurut-who
https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-infeksi/hiv/diagnosis
http://www.ichrc.org/813-tes-dan-diagnosis-infeksi-hiv-pada-anak
https://www.academia.edu/19826782/ASKEP_HIV_AIDS_APLIKASI_NANDA_NIC_NOC
https://portalkeperawatan.com/2017/11/askep-hiv-aids-aplikasi-nanda-nic-noc.html
http://ners.unair.ac.id/materikuliah/BUKU-AIDS-2007.pdf
https://www.scribd.com/document/337755340/ASKEP-HIV-AIDS-doc