METODE SEISMIK
Teori Seismik Refleksi 1
Penampang seismik menunjukan struktur lipatan dan sesar naik. Ini menunjukan
tampilan konvesional data pantulan seismik setelah mengalami proses yang panjang,
Sumbu horizontal menyatakan profil dan sumbu vertikal menyatakan waktu tempuh
pantulan bolak balik, Data diperoleh setelah mengalami proses stacking, dan data ini
menunjukan penampang di bawah permukaan,
(a) Jalur untuk gelombang pantul
pada bidang horizontal.
(b) Seismogram hasil pulsa
pantulan dan pembiasan,
(c) Kurva waktu-jarak dimana
gelombang pantulan
membentuk pola hiperbolik,
sedangkan gelombang pantul
dan gelombang bias
membentuk segmen garis
lurus.
BASIC
PRINSIP DASAR
2 2
x 4h1
tx
2
Waktu tempuh 2 2
V1 V1
PRINSIP DASAR
tx = to + t
x2
t 2
2t oV 1
Informasi dari kurva jarak-waktu
refleksi dapat dipakai untuk
menghitung kecepatan dan
kedalaman reflector. Disini nilai x1
dan x2 berhubungan dengan nilai
waktu refleksi t1 dan t2. Kita dapat
menghitung nilai V1 dengan
menggunakan nilai waktu refleksi
yang berurutan. Kemudian nilai
waktu zero-offset (to) dan kecepatan
V1 dapat dipakai untuk menentukan
ketebalan lapisan h1. Jika horizon
refleksi horizontal, maka to adalah
waktu refleksi minimum.
Prosedur berikut dapat kita gunakan untuk interpretasi seismogram
refleksi, yaitu:
1. Pada seismogram kita amati dan tentukan titik-titik waktu tiba pulsa
refleksi, yaitu t1, t2, t3, … ….. serta jarak penerima (receiver atau
geofon) yaitu x1, x2, x3 … dst
2. Kuadratkan nilai-nilai itu untuk mendapatkan t12, t22, t32, ….. dan x12, x22,
x32, ….., dan plot hasilnya sehingga menjadi grafik x2 – t2.
3. Tarik garis lurus melaui titik-titik tersebut pada grafik x2 – t2. Hitung
kecepatan dari kemiringan garis tersebut, yaitu 1/V12, dan tentukan
waktu zero-offset dari titik potong dengan sumbu tegak, yaitu to2
4. Hitung kedalaman reflector h1 menggunakan persamaan
t oV1
h1
2
dan nilai to dan V1 yang diperoleh.
GRAFIK X2 – T2
Contoh rekaman refleksi cakupan duapuluh empat kali (24 fold coverage) pada sistem
rekaman 48 channel. Duapuluh empat pasangan sumber dan geofon pada posisi simetri
terhadap titik di tengah, dipakai untuk mendapatkan 24 refleksi pada satu titik. Dari
gambar tersebut dapat diidentifikasi, sumber ledak pada titik 18 diterima oleh geofon
nomer 30, sedangkan ledakan dari titik 6, pantulannya diterima di titik 42, untuk titik CDP
yang sama
Seismogram yang menunjukan gelombang Rayleigh dan umumnya dipandang sebagai ground
roll. Gelombang dengan amplitudo tinggi semacam ini dapat melemahkan pantulan dan biasan
yang datang,
KOREKSI
NORMAL MOVE-
OUT
(a) Jalur pantulan Common Depth Point;
(b) Jejak seismogram yang belum
disesuaikan, dan (c) Jejak seismogram
yang telah disesuaikan untuk normal
move-out. Nmapak bahwa bentuk
wavelet berubah secara halus pada
proses penyesuaian normal move-out.
Huruf diatas dan dibawah menyatakan
posisi sumber dan penerima. Posisi
sumber-penerima tampak simetris
terhadap common midpoint zero dan
memiliki waktu normal move-out ( t) dan
offset (xi) yang berbeda. Penerapan koreksi
normal move-out membetulkan wavelet
terekam dari path yang berbeda dengan
menggesernya ke waktu refleksi zero-offset
yang sama (t0). Proses koreksi normal move-
out juga merubah bentuk wavelet agak
renggang. Besarnya regangan sesuai dengan
kenaikan atau pertambahan offset.
Pebandingan dari (a) penampang waktu seismik di daratan, serta (b) penampang kedalaman dari gambar
itu. Penampang waktu seismik merupakan suatu penampang melintang semu dari struktur bawah
permukaan yang dinyatakan dalam variasi waktu tiba pantulan sepanjang profil yang ada. Karena
peNampang waktu belum disesuaikan dengan perbedaan kecepatan antaran unit-unit batuan, bentuk-
bentuk gambaran struktural mungkin terdistrosi. Pada penampang seismik kedalaman, kecepatan interval
diantara pantulan-pantulan dipakai untuk menghitung kedalaman bidang pantul. Jika kecepatan interval
yang akurat dapat digunakan, maka gambaran yang tampak merupakan bentuk tak terdistorsi dari
kenampakan struktural.
Perbandingan antara gambaran (a)
pada penampang seismic daerah
Wyoming USA dan gambaran dari
suatu penampang seismic sintetik
yang disiapkan dari suatu pola
pantulan pada (b) dimana jalur
model yang dibuat seolah
memotong suatu sesar. Waktu
refleksi pada gambaran tersebut
dihitung dari posisi reflector dan
kecepatan pada lapisan yang
diasumsikan untuk model
Bayangan yang jelas dari suatu kubah
garam pada suatu penampang seismic
(a) hasil CMP-stack lipat 48 pada Teluk
Meksiko, dan (b) gambaran yang
diperoleh setelah data dilakukan migrasi,
nampak ada perubahan ukuran maupun
tingkat kejelasan gambar.
Teori Seismik Refleksi 2
GEOMETRI PANTULAN PADA HORISON MIRING
Titik S’ merupakan bayangan (mirror) dari titik S, waktu tempuh gelombang untuk
mencapai R1 dan R2 dapat dianggap berasal dari titik S’. Dan titik S” adalah
proyeksi vertikal titik S ke permukaan.
Jarak terpendek (minimum) yaitu S-B-S”. Karena jarak S-S’ lebih panjang dari S-S”
sehingga to (zero offset time) lebih besar dari tmin
GEOMETRI PANTULAN PADA HORISON MIRING
SR = x SD + DR = S’R
Waktu tempuh (travel time)
menjadi:
SD DR S ' R
tx
V1 V1
2 2
2h cos x 2h sin
tx
2
V V
1 1
Kedalaman reflektor
t min xmin
cos ; h
to 2 sin
xmin t o
d
2.t min sin
GEOMETRI PANTULAN PADA HORISON MIRING
2.t min
Kecepatan gelombang dalam V1 .d
lapisan dapat dihitung: to
GEOMETRI PANTULAN PADA HORISON MIRING
x 2 4hx sin
t x to
4hV1
x 2 4hx sin
tx to
4hV1
GEOMETRI PANTULAN PADA HORISON MIRING
Sehingga:
2 x sin
t d
V1
dan
t d .V1
arc sin
2x
PANTULAN PADA TIGA REFLEKTOR/ LAPISAN
PANTULAN PADA TIGA REFLEKTOR/ LAPISAN
Vn,ave t 0,n
Hn
2
PANTULAN PADA TIGA REFLEKTOR/ LAPISAN
Penyesuaian NMO
Segmen SB dan RM
menjadi “terlipat” dan
berupa vertikal AB, maka
waktu pantulan harus
disesuaikan sesuai
dengan jarak OB
POLA SINYAL
Pola sinyal dengan vibroseis, pada upsweep signal mulai dengan low
frequuency dan berakhir high-frequency, dan pada down sweep bentuk
sebaliknya
FAN SHOTING
Pola penembakan
fan-shoting
INTERFERENSI SINYAL
Reflection travel path untuk (a) common offset dan (b) common
midpoint gather
Perulangan CDP gather
oFormat Verification
oEditing
oTest/ Main Processing
oFinal Processing
EDITING
Demultiplex
Editing (kill bad traces)
Signature deconvolution
Array forming/ trace summing
Gain recovery/ adjust
Vibroseis correlation
Vertical summing
Resampling
Other editing
TEST/ MAIN PROCESSING
• Geometry specification • Mute
• Deconvolution • Trace equalization
• Amplitude analysis
• Stack
• Static determination
• CMP gathering • Coherent noise rejection
• 2-D filtering of gathers • Predictive deconvolution
• Velocity analysis • Bandpass filtering
• NMO correction • Amplitude equalization
• DMO correction
FINAL PROCESSING
• Migration
• Wavelet processing
• Attribute analysis
• Inversion
• CONVOLUTION: Suatu operasional penggantian setiap unsur
masukan (input) dengan suatu fungsi tersekala, secara
matematik mirip dengan penyaringan / filtering karena getaran
seisimik merambat melalui bumi/ tanah
• GAIN TRACE : Suatu trace pada rekaman seismik yang menunjukan gain
(amplification) yang dipakai pada satu atau lebih kanal (channel)
pengukuran
• FASA (phase) pada potongan gelombang (wavelet)
punya arti penting. Gelombang yang masuk ke
lapisan oleh sumber getaran punya fasa minimum,
sedangkan sumber vibroseis fasanya jauh dari
minimum
• DMO (Dip Move Out): penormalan kembali akibat adanya kemiringan dip
reflektor/ lapisan, dimana rekaman yang dihasilkan akan menyimpang dari
kemiringan sebenarnya. DMO dapat dikerjakan sebelum maupun sesudah
NMO
1 T 2 kt
bk x(t ) sin dt k 1
T 0
T
Square Wave
Remember that
e i cos i sin
We are expressing f(t) as combination of periodic functions,
but no longer at discrete frequencies
Discrete Fourier Transform (DFT)
N 1 2 kn
1 i
Xn
N
x e
k 0
k
N
N 1 2 kn
xn X k e
i
N
k 0
x, X are complex series
• Normally, we consider x is real
• X is still complex, with magnitude & phase
• Real x introduces symmetries in X:
a xk b yk a X k b Yk
• Duality
1
X k xN k
N
Fast Fourier Transform
k 0,1, , Ls
T
x( ) y(t )d
Ls Lx Ly 1
0
Convolution
S (t ) x(t )* y (t )
T
x( ) y(t )d
0
Superposition
S (t ) R1w(t 1 ) R2 w(t 2 )
0 1 2 3 4 5 0 1 2 3 4 5 6 7
0 1 0 -0.5 0 S
-0.5 0.5 1 0
-0.5 0.5 1 0
-0.5 0.5 1 1.
() -0.5 0.5 1 0.5
-0.5 0.5 1 -1
() -0.5 0.5 1 -0.25
-0.5 0.5 1 0.25
-0.5 0.5 1 0
Example
Example
Convolutional model of a seismogram
s=w*e+n
source wavelet Earth response function + (noise) seismogram
* =
1v1
2v2
3v3
4v4
5v5
Decibels and Octaves
Autocorrelation
N k 1
1
rk ( x)
N
x
t 0
t xt k k 0,1, , N 1
Cross-correlation
N k 1
1
g k ( x, y )
N
x
t 0
t yt k k 0,1, , N 1
2-D Fourier Transform
Gather
NMO
Stack
Display
More Complete Processing Sequence
Demultiplex
At various or multiple points in
the processing chain:
Stack
Migration
Display
Raw Shot Gathers
Spherical Divergence Correction
Spiking deconvolution
Common Midpoint Gathers
Normal Moveout (NMO)
t0=1 s
v=1500 m/s
x2
t 2 t0
2 2
v
Leads to NMO equation:
x2
t 0 t0
2
2
t
v
v is the stacking velocity
Multiple Layers
v
2
i ti
vrms i 1
2
n
t
i 1
Multiple Layers
vn tn vn1 tn1
2 2
vi
2
tn tn1
Dipping layers are more complicated.
Usually use NMO for first cut, and if dips
are small.
Dip moveout (DMO) is procedure to
correct for dipping layers
Semblance (kemiripan)
• A normallized measure of the coherency of neighboring traces
• Actually the ratio of in-phase to total energy
• The semblance S(t) of a gather of N moved-out traces Ak(t) is:
2
N
Ak (t ) (in practice this is summed over a window
S (t ) k 1N
about t with a finite width)
N Ak2 (t )
k 1
i 1
n [n (t )] dt
' 2
i
n (t )n (t )dt
i j
i j
n i dt N n
i
[ n (t )]2
n (t )n (t )dt neglegible if i j
i j
NA NA
S / N N
'
n
N n
Seismic Velocities
v t 2
i i
vrms i 1
N
t
i 1
i
Measuring Velocity
• Lab samples
• Well logging
• In situ
– refraction seismology
– moveout
• velocity analysis
Literatur next
METODE SEISMIK REFLEKSI
LINTASAN
ALAT PEREKAM
TITIK-TITIK
TEMBAK
LINTASAN
ALAT PEREKAM
(PANTUL)
GEOPHONES
GAS
MINYAK
BATUAN TUDUNG
BATUAN RESERVOIR AIR
BATUAN INDUK
BATUAN LANDAS
TRAVEL PATH AND AMPLITUDE
WAVE PARAMETERS INTERACT WITH ROCK
WAVE ROCK
MODE DENSITY (
).
INCOMPRESSIBILITY (K)
LENGTH ( ) .
OR FREQUENCY ( f ) RIGIDITY (
).
VELOCITY ( V ) POROSITY ( ) .
i r V1
R V2
SIGNAL
PROCESSING
Outline
OUTLINE
1. FREQUENCY & PERIOD
2. SAMPLING
3. CORRELATION
4. AUTOCORRELATION
5. CONVOLUTION
6. DECONVOLUTION
7. RESOLUTION & BANDWIDTH
2.Sampling
SAMPLING
SAMPLING
AMPLITUDE CONTINUOUS SIGNAL
(DETECTOR OUTPUT)
0 TIME
ADEQUATE SAMPLING
CORRELATION
SEISMIK
DATA
PROCESING
Outline
1. DEMULTIPLEX
2. GEOMETRY SPECIFICATION
3. DATA EDIT
4. PHASE COMPENSATION
5. DATUM CORRECTION
6. GAIN
7. SIGNAL & NOISE
8. FILTERING
9. DECONVOLUTION
10. NMO & VELOCITY ANALYSIS
11. RESIDUAL STATICS
12. CDP & STACK
13. MIGRATION
1. DEMULTIPLEX
ZERO OFFSET
* Surface * Datum
* Datum
* Surface
Negative: Remove Earth or Time Positive: Add Earth or Time
-
7. SIGNAL & NOISE ?
NOISE IS WHAT DO NOT WANT
Reflector
0.5
1.0
Recorded data
MULTIPLE HORIZONTAL LAYERS
X
Source Receiver
V1
1
V2
2
V3
3
Vn
n
+
VELOCITY ANALYSIS TECHNIQUES
STAT 5
MIGRATION
• Why do migration?
• How migration is done
• Migration pitfalls
MIG 1
RAW DATA
2D MIGRATION
3D MIGRATION
MIG 28
3D 5
THANKS
FOR
ATTENTION
Referensi:
1. Winda, 2010, Persentasi bahan Kuliah Geofisika Tambag, UPN “Veteran” Yogyakarta,
2. Irvani, 2015, Geofisika Pertambangan, Fakultas Teknik, UBB, Bangka.
3. Gadallah, M. and Fisher, R. 2009. Exploration Geophysics : An Introduction. Springer-
Verlag Berlin Heidelberg., Berlin.
4. Lowrie, W. 2007. Fundamentals of Geophysics. 2nd Edition. Cambridge University Press,
Cambridge.
5. Milson., John,2003,Field Geophysics, The Geological Field guide series, 3st Edition, John
Wiley & Sons Ltd, University College London, England.