Anda di halaman 1dari 107

Ilmu Kedokteran Fisik & Rehabilitasi

FK UNDIP/RSUP Dr. Kariadi


SEMARANG
PENDAHULUAN
 Merupakan salah satu penyakit tertua pada
manusia.
 Berasal dari kata kushtha (India kuno = eating
away = mengerogoti).
 Deskripsi tertulis pertama tentang kusta dan
pengobatannya berasal dari India (600 SM).
 Pada awalnya kusta dianggap sebagai penyakit
keturunan, akibat kutukan Tuhan  penderita
diasingkan di tempat tertentu.
PENDAHULUAN

 Sampai sekarang masih banyak ditemukan di Asia,


Afrika, dan Amerika Latin.
 Kusta sangat ditakuti karena :
- deformitas yang ditimbulkannya
- stigma sosial pada penderita
- diskriminasi
Etiologi
 Penyebab penyakit kusta : Mycobacterium leprae.
 Ditemukan oleh Gerhard Henrick Armauer Hansen
(1873).
 Berkembang biak dalam makrofag kulit (histiosit)
dan pada sel Schwann.
 Habitat : - pada sel Schwann saraf tepi
- kadang-kadang pada akson saraf
- pada otot polos dan lurik.
Siapa saja yang dapat terkena?
 Dapat mengenai orang pada semua usia dan jenis
kelamin.
 95% menimbulkan gangguan pada
 Kulit
 Mata
 Saraf-saraf tepi
 Mukosa saluran nafas bagian atas
Gejala klinis kusta
 Kulit : bercak / makula hipopigmentasi.
papul / nodul eritematosa.
dapat disertai anestesi / hipoestesi.

 Saraf : pembesaran saraf tepi dengan gangguan


sensibilitas kulit yang dipersarafinya.

 Dapat juga disertai cacat akibat kerusakan saraf tepi,


sensorik, otonom, maupun motorik.
Manifestasi klinis kusta
Kusta tipe PB dan MB
 Kusta tipe Pausibasiler (PB)  (I, TT, BT):
 Lesi kulit 1-5 buah, hipoaestesi , distribusi tidak simetris,

kerusakan saraf tepi hanya pada 1 saraf.

 Kusta tipe Multibasiler (MB)  (BB, BL, LL):


 Lesi kulit > 5, hipoaestesi, distribusi simetris, kerusakan saraf
tepi pada banyak saraf.

• Multiplikasi Mycobacterium leprae sangat lambat.


• Gejala dapat muncul 20 tahun kemudian.
Kelainan Kusta Tipe Lepromatous dan
Tuberkuloid
 Lepromatous: menimbulkan kelainan pada respirasi,
mata dan kulit.

 Tuberkuloid: menimbulkan gangguan saraf pada jari-


jari tangan dan kaki serta kulit di sekitarnya.

 Borderline : kelainan campuran dari 2 tipe di atas


Akibat yang timbul
• Kerusakan pada saraf tepi, menimbulkan
gangguan sensibilitas, kelemahan otot.
• Kerusakan kartilago menimbulkan hilangnya
ruas jari tangan, jari kaki, telinga, hidung
• Benjolan-benjolan pada kulit yang hipo/anestesi
Fungsi saraf yang dinilai
1. Fungsi motorik  adakah kelemahan otot ?

2. Fungsi sensorik  adakah gangguan sensibilitas?

3. Fungsi otonom  kulit menjadi kering.


Saraf tepi yang terganggu pada kusta
Pemeriksaan nervus ulnaris
Pemeriksaan nervus peroneus
Pemeriksaan nervus tibialis posterior
Pemeriksaan fungsi motorik n medianus
Pemeriksaan fungsi motorik n radialis
Pemeriksaan fungsi motorik

n. ulnaris n. peroneus
Pemeriksaan fungsi motorik n. peroneus
Pemeriksaan kecacatan pada kusta
1. Kontraktur  kaku sendi  tidak dapat diluruskan baik
secara aktif maupun pasif.

2. Drop hand

3. Claw Hand (jari tangan kiting)

4. Claw Toes (jari kaki kiting)

5. Drop foot
Pemeriksaan kecacatan pada kusta
6. Mutilasi  putusnya ujung jari, kuku hilang

7. Absorbsi  memendeknya jari-jari karena proses pada

tulang ( kuku masih ada)

8. Ulkus
Parese nervus fasialis

 Lagofthalmus Dx Lagofthalmus bilateral


Claw hand akibat parese n. ulnaris
Claw hand akibat parese n. ulnaris dan
medianus
Drop hand akibat parese n. radialis
Drop foot akibat parese n. peroneus
Claw toes akibat parese n tibialis
posterior
Titik tumpuan pada telapak kaki
Ulkus kaki
Mutilasi jari-jari tangan dan kaki
Absorbsi pada jari-jari tangan
Tatalaksana kusta
Tujuan utama :

1. Deteksi dini pasien.

2. Pengobatan yang adekuat.

3. Pencegahan deformitas dan rehabilitasi.


Tatalaksana kusta
 Konservatif
1. Medikamentosa
Multiple Drug Treatment (MDT)
Dapsone (diaphenylsulfone, DDS),
Rifampicin (RFP)
Clofazimine (CLF),
Tatalaksana kusta (medikamentosa)
Tatalaksana kusta
 Konservatif
2. Rehabilitasi Medik : fisioterapi, terapi okupasi, ortotik
prostetik, sosial medik, psikologi.

 Bedah
- Opponent Replacement (OR)  koreksi cacat jempol
kiting.
- Lumbricalis Replacement  koreksi jari kiting.
- Release kontraktur jari
- Transfer tibialis posterior
- Claw toes correction
- Temporalis Muscle Transfer  koreksi lagophthalmus
REHABILITASI MEDIK
Falsafah rehabilitasi medik :

Meningkatkan kemampuan fungsional seseorang


sesuai dengan potensi yang dimiliki untuk
mempertahankan dan atau meningkatkan Kualitas
hidup dengan cara mencegah atau mengurangi
Impairment, Disability dan handicap semaksimal
mungkin.
KATA KUNCI
 Kemampuan fungsional seseorang
 Potensi yang masih dimiliki
 Kualitas Hidup
 Diagnosis Kecacatan :
• Impairment
• Disability
• Handicap
3 STADIA FUNGSIONAL PERJALANAN PENYAKIT
/ CEDERA YANG DIDERITA SESEORANG :
Impairment:
 Gangguan sementara/ menetap akibat suatu penyakit yang
mengenai struktur anatomi, faal, maupun psikologis
(tingkat organ)
Disabilitas:
 Terbatasnya kemampuan untuk melakukan aktivitas
normal pada seseorang akibat impairment (gangguan AKS)
Handicap:
 Akibat dari impairment dan disabilitas yang membatasi
atau menghalangi penderita memenuhi perannya secara
normal, sesuai dengan usia, jenis kelamin, dan faktor
sosiokultural (tingkat pekerjaan)
Konsep Upaya Pencegahan dari Sudut
Rehabilitasi Medik
I. Pencegahan Primer
Sehat  cegah jangan sakit (impairment)
II. Pencegahan Sekunder
Sakit (impairment)  cegah jangan cacat
(disable)
III. Pencegahan Tertier
Cacat (disable)  cegah jangan handicap
Upaya Rehabilitasi Medik

Bagian integral dari pelayanan


Kedokteran/Kesehatan yang berkaitan
langsung dengan terwujudnya kualitas
hidup seorang pasien
Proses Rehabilitasi Medik

Adalah

proses mengembalikan

seseorang, dari perannya sebagai pasien,


menjadi seorang manusia seutuhnya.
Bagaimana kusta berpengaruh pada hidup
seseorang ?
 Pada tahap awal kusta, kehidupan seseorang belum terlalu
terpengaruh, tetapi akhirnya dapat terjadi mutilasi / resorbsi
jari-jari tangan & kaki, hidung  tidak hanya mengalami cacat
fisik, tetapi juga mengalami dampak emosional.
 Penderita kusta biasanya ditolak oleh masyarakat dan
dipaksa mengasingkan diri.

 Pada tahap selanjutnya penderita kusta dapat kehilangan


penglihatan dan sensibilitas pada hampir seluruh tubuhnya.

 Hidup menjadi sangat sulit dan berat bagi penderita yang


tidak mendapat pengobatan
Rehabilitasi medik pada kusta
 Masa lalu
Rehabilitasi kusta  bagaimana agar pasien dapat
mencukupi kebutuhan pangan dan tempat tinggalnya.

 Sekarang
Rehabilitasi medik :
- restorasi fisik dan mental sebaik mungkin penderita dapat
kembali pada fungsinya di rumah, masyarakat, sekolah,
dan pekerjaannya.
- edukasi pada pasien, keluarga, dan masyarakat 
masyarakat dapat menerima dan mendukung penderita untuk
kembali ke lingkungannya & menyelesaikan rehabilitasinya.
Edukasi
 Pada penderita
Diajarkan bagaimana menggunakan tangan dan kaki
secara aman (misalnya dengan memakai alat
pelindung, alat bantu).

 Pada keluarga dan masyarakat


Penjelasan bahwa kusta bukan akibat kutukan Tuhan
dan dapat disembuhkan penderita tidak dikucilkan
melainkan tetap diterima dengan baik, mendukung
agar terapi dan rehabilitasi diikuti penderita dengan
baik.
Program rehabilitasi medik
Prinsip:
 Melindungi
 Membersihkan
 Membasahi
 Melatih

 Fisioterapi :
1. Perendaman air, menggosok kulit yang tebal, mengoleskan
minyak.
2. Memelihara lingkup gerak sendi.
3. Melatih otot-otot yang mengalami kelemahan.
Perendaman kaki
Perawatan dan perlindungan kaki insensitif
Alat latihan jari tangan
Alat-alat bantu (assistive device)
Alat bantu untuk pelindung mata

1. Kacamata.

2. Penutup mata saat tidur.

3. Pipa panjang untuk meniup api saat memasak.


Pipa panjang untuk meniup api
Terapi okupasi
 Latihan menggegam obyek besar (kerucut) dan memungut
obyek kecil (pin).

 Latihan penguatan otot-otot tangan dengan aktivitas.

 Latihan reedukasi sensoris telapak tangan dengan latihan


meraba permukaan halus dan kasar.

 Latihan reedukasi sensorik telapak kaki dengan menginjak


benda berpermukaan halus dan kasar.

 Latihan peningkatan kemampuan melakukan AKS.

 Latihan vokasional.
Latihan dengan kerucut
Latihan dengan pin
Alat-alat bantu (assistive device)
Alat bantu untuk tangan
1. Pemegang gelas.
2. Pemegang sendok.
3. Pemegang sisir.
4. Pemegang sikat gigi.
5. Splint
6. Sarung tangan pelindung.
Grip aid untuk penderita kusta
Grip aid untuk penderita kusta
Pemegang gelas
Pemegang sendok dan gelas
Pemegang sendok, gelas, sikat gigi, sisir
Splint & sendok untuk drop hand
Pemegang pena, gelas
Latihan vokasional
 Diusahakan agar penderita dapat kembali pada
pekerjaan semula.
 Jika harus ganti pekerjaan  perlu dibicarakan dengan
penderita maupun keluarganya  latihan untuk jenis
pekerjaan yang baru.

 Beberapa contoh :
- percetakan - bengkel sepeda
- menjahit - menenun
- membuat sepatu
- tukang kayu
Latihan vokasional
Latihan vokasional
Latihan vokasional
Ortotik-prostetik
Alat bantu untuk tungkai dan kaki
1. Sepatu.
2. Splint untuk kaki.
3. Tongkat ketiak (crutches)
4. Kain pembungkus pergelangan kaki saat duduk
di tanah.
Sepatu sandal dari karet
Splint untuk drop foot
Splint untuk drop foot
Crutches (tongkat ketiak)
Sosial Medik
 Kunjungan rumah untuk evaluasi lingkungan rumah,
dan masyarakat sekitar tempat tinggal penderita.
 Evaluasi sosial ekonomi penderita.
 Kunjungan dan evaluasi ke tempat kerja/sekolah
penderita.
 Bila penderita harus ganti pekerjaan  mencari
kemungkinan pekerjaan baru  mencari tempat latihan
kerja yang sesuai (dapat bekerja sama dengan DinSos)
 penyaluran kerja.
Psikologi
 Evaluasi status psikologi penderita.

 Support mental baik bagi penderita maupun


keluarganya.

 Psikoterapi (jika diperlukan)


Ringkasan
 Rehabilitasi medik penderita kusta meliputi banyak hal,
antara lain :
- edukasi pada masyarakat
- deteksi dini dan tatalaksananya
- pencegahan dan koreksi deformitas
- pemakaian alat bantu / alat pelindung
- mengembalikan penderita pada fungsi semula (sekolah /
bekerja)
- bila diperlukan alih pekerjaan  latihan kerja yang
sesuai  menempatkan pada pekerjaan baru
Terima Kasih
IKFR pada
LUKA BAKAR

ILMU KEDOKTERAN FISIK & REHABILITASI


FK UNDIP/RSUP DR. KARIADI
SEMARANG
76
GAMBARAN UMUM

Dapat mempengaruhi segala aspek kehidupan


baik fisik maupun psikologis , dapat
mengakibatkan disabilitas yang menetap

Memerlukan penanganan multidisipliner

77
DEFINISI LUKA BAKAR

Cedera pada jaringan lunak yang disebabkan


kontak dengan panas kering (api), panas basah
(kisal uap atau cairan panas), bahan kimia, arus
listrik, gesekan atau energi radiasi, yang
mengakibatkan denaturasi protein, edema daerah
tubuh yang terbakar dan hilangnya isi cairan
intravaskular oleh karena peninggian permeabilitas
pembuluh darah.

78
INSIDENSI

•2/3 kejadian luka bakar terjadi pada


dewasa dan
•1/3 pada anak-anak.
•Paling sering terjadi pada laki laki muda
usia 20-40 th.
National Institutes of General Medical Sciences :
1,1 juta /tahun (Amerika Serikat) → 50.000 inpatient
→ 4.500 meninggal

79
ANATOMI KULIT

80
FISIOLOGI KULIT
Barier dari invasi
mikroorganisme Sensasi
patogen
Melindungi dari
kehilangan cairan dari
Ekskresi elektrolit, trauma
mekanik, ultraviolet

Mengontrol suhu
tubuh Metabolisme
(termoregulasi)

81
PATOFISIOLOGI

Transfer energi dari sumber panas ke tubuh.


suhu 44oC : tanpa kerusakan bermakna.
44-51oC kerusakan jaringan meningkat dua kali lipat setiap derajat
> 51OC : denaturasi protein, kerusakan jaringan sangat cepat.

Respon Lokal Respon sistemik


• Akibat pembebasan agen • Dapat ditemukan pd seluruh
vasoaktif & kenaikan sistem organ
osmolalitas jaringan interstisial • Kerusakan kulit  m↓ /
menghilangkan pertahanan
tubuh thd bakteri & benda
asing &  suhu tubuh tidak
terkontrol
82
PENYEBAB LUKA BAKAR

AIR BAHAN
API
PANAS KIMIA

LISTRIK LEDAKAN
SINAR
PETIR
MAHARI
RADIASI
UDARA
PANAS

Luka bakar karena api, adalah penyebab


sering ditemukan, biasanya didapat dari
kejadian kebakran, luka bakar akibat
ledakan biasanya disebabkan oleh
kebakaran bahan bakar. 83
DIAGNOSIS
Berdasarkan:
•Anamnesis
•Pemeriksaan Fisik

84
KEDALAMAN LUKA BAKAR

85
KEDALAMAN LUKA BAKAR
DERAJAT SATU
KEDALAMAN LUKA BAKAR
DERAJAT DUA
DERAJAT II A
SUPERFICIAL DERAJAT II B
PARTIAL DEEP PARTIAL
TICKNESS TICKNESS
KEDALAMAN LUKA BAKAR
DERAJAT TIGA

Dalam beberapa hari, membentuk


eschar berwarna hitam, keras,
tegang dan tebal
LUAS LUKA BAKAR
DEWASA Wallace :
“Rule of Nine”

89
ANAK-ANAK

Lund and
Browder

90
AMERICAN BOARD CLASSIFICATION
Type of injury Major burn Moderate Minor burn
burn

Partial thickness burns

Children > 20% TBSA 10–20% TBSA < 10% TBSA

Adults > 25% TBSA 15-25% TBSA < 15% TBSA

Full thickness burn > 10% TBSA 2-10% TBSA < 2% TBSA

Injury to face,eyes,ears,feet, or + - -
perineum

Inhalation injury +/ rogrsif - -

Electrical injury + - -

Comorbid factors of age, other + - -


trauma, or premorbid illness

91
Tingkat Keparahan Luka Bakar

 Minor /Ringan
 <15% BSA partial thickness (10% in child)
 <2% BSA full thickness (not involving eyes, ears, face, or
perineum)
 Moderate/Sedang
 15% to 20% BSA (10% to 20% in child)
 2% to 10% BSA full thickness (not involving eyes, ears,
face, or perineum)
 Major/Berat
 >25% BSA partial thickness (20% in child); 10% BSA full
thickness
 All burns to eyes, ears, face, and perineum
 All electrical
 All inhalation
 All burns with fracture or major tissue trauma
92
FASE PENYEMBUHAN LUKA

Fase • Segera setelah cedera s.d.


Inflamasi hari ke 4

Fase • Hari ke 4 hingga 2-4


proliferasi minggu

Fase • Mulai 3 minggu


setelah cedera
Remodeling
DIAGNOSIS
 berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
 Anamnesis meliputi: keluhan utama pasien,
penyebab luka bakar, kapan dan dimana
kejadiannya, bagaimana mekanisme kejadian,
dan mengarahkan anamnesis untuk menggali
adanya kemungkinan komplikasi .
 Pemeriksaan Fisik: Status generalis berupa
tanda-tanda vital, kesadaran. Status lokalis:
kondisi dan derajat luka.

94
KOMPLIKASI

 Syok hipovolemik
 Edema laring
 SIRS (systemic inflammatory response syndrome)
 Multi organ failure
 Hypertrofic scar & keloid
 Kontraktur
 Amputasi
 Komplikasi neuromuskuler(misalnya neuropati perifer)
 Komplikasi muskuloskeletal( misalnya kiposis)
 Dispagia
 Ossifikasi hipertropi

95
PENANGANAN REHABILITASI MEDIK
LUKA BAKAR

TUJUAN
Mencegah disabilitas
Meminimalkan derajat disabilitas
Memaksimalkan fungsi yang ada
Mencapai kapasitas kemandirian maksimal
PENANGANAN REHABILITASI MEDIK LUKA BAKAR

Rehabilitasi Tahap Awal

Rehabilitasi Selama Periode Imobilisasi


post graft

Rehabilitasi Tahap Lanjut


PENANGANAN REHABILITASI MEDIK LUKA BAKAR
(TAHAP AWAL)
1. Perawatan luka
 Misalnya pembersihan luka dengan hidrotherapy

2. Mengatasi nyeri
 Misalnya dengan aplikasi Trans Cutaneus Nerve Stimulator
(TENS) dan hipnosis dapat digunakan
PENANGANAN REHABILITASI MEDIK LUKA BAKAR
(TAHAP AWAL)

Tujuan:
3. Pengaturan Posisi mencegah kontraktur, kontrol edema,
mencegah pneumonia & ulkus dekubitus

Elevasi kepala posisi di tengah


Leher : ekstensi 10⁰-15⁰
Bahu : bahu abd 90⁰ , Flex 30⁰
 Siku : Extensi netral atau supinasi
Wrist : ekstensi 0-30⁰
MCP : fleksi 70-90⁰ atau ekstensi 30⁰-40⁰
PIP : fleksi 0⁰
Panggul: abd.15-20⁰, ekstensi 0⁰
Knee : ekstensi 0⁰
Ankle : dorsofleksi 0⁰ (netral)
PENANGANAN REHABILITASI MEDIK LUKA BAKAR
(TAHAP AWAL )

4. Orthosis (Splint)

 TUJUAN : mencegah deformitas, mengembalikan fungsi, menjaga


atau meningkatkan lingkup gerak sendi, mengurangi edema,
membantu penyembuhan luka, dan melindingi skin graft atau flap.

Burn Hand functional


Splint

Collar neck Airplane Splint


POSISI UNTUK MENCEGAH DEFORMITAS
Lokasi luka bakar Kecenderungan kontraktur Posisi / splint
Leher anterior Fleksi leher Jangan gunakan bantal, pakai neck collar

Axilla Adduksi Abduksi 90o, eksorotasi ringan, bebat

Siku anterior Fleksi Bebat ekstensi siku 5 – 10o


Dorsal wrist Ekstensi Posisi netral wrist
Volar wrist Fleksi Cock up splint
Dorsum manus Clawhand Bebat tangan dengan posisi sendi MCP 70 –
90o, ekstensi penuh sendi IP, sayap pertama
posisi terbuka, ibu jari oposisi

Volar manus Kontraktur telapak tangan Bebat ekstensi telapak tangan, sendi MCP
membentuk seperti mangkuk hiperekstensi ringan

Panggul anterior Posisi prone, berat menumpu paha pada


posisi berdiri, imobilisasi lutut
Lutut Fleksi Ekstensi lutut, cegah eksternal rotasi
Kaki Dropfoot Dorsofleksi 90o dengan papan kaki bebat
PENANGANAN REHABILITASI MEDIK LUKA BAKAR
(TAHAP AWAL )

5. Terapi Latihan
 Latihan ROM : Pasif, Aktif dibantu, Aktif
 Latihan peningkatan kekuatan
 Latihan meningkatkan kapasitas kardiovaskular
 Latihan koordinasi
 Latihan transfer dan Ambulasi

6. Latihan Peningkatan AKS


Latihan makan, mandi dan buang air kecil, buang air
besar, berpakaian, berdandan
PENANGANAN REHABILITASI MEDIK LUKA BAKAR
(IMOBILISASI POST GRAFT)
TUJUAN :
 Memberikan program latihan untuk mencegah komplikasi seperti
flebitis, pneumonia, dan kontraktur.
 Meresepkan ortosis dan merencanakan positioning khususnya
jika graft melewati sendi.
 Kembali meyakinkan dan mengedukasi kepada penderita dan
keluarganya tentang graft dan jaringan parut serta proses normal
penyembuhan luka.
PENANGANAN REHABILITASI MEDIK LUKA BAKAR
(IMOBILISASI POST GRAFT)
Hidroterapi:
 Setelah autograft atau homograft hidroterapi dihentikan selama
3 - 5 hari

 Program Latihan :
 Latihan ROM dilakukan pada semua bagian tubuh sampai sendi
di proksimal dan distal tempat graft.
 Ekstremitas inferior pasca tandur belum boleh ditempatkan
dalam posisi tergantung selama 5 - 10 hari.
 Latihan ambulasi bertahap baru boleh dimulai setelah sirkulasi
pada lokasi graft baik dan risiko bendungan vena yang dapat
menyebabkan gagalnya graft sudah berkurang.
PENANGANAN REHABILITASI MEDIK LUKA BAKAR
(IMOBILISASI POST GRAFT)

 Ortosis :
 membantu mobilisasi dan positioning bagian tubuh setelah
graft.
 Ortosis tangan postoperatif ekstensi pergelangan tangan
20o, fleksi metakarpofalangeal 65o, ekstensi interfalang 0o
dan rotasi serta abduksi ibu jari.
 dielevasikan lebih tinggi dari jantung..

 imobilisasi tandur pada ekstremitas inferior ankle foot


ortosis (posisi ortosis jangan sampai menekan nervus
peroneus di kaput fibula).

105
PENANGANAN REHABILITASI MEDIK LUKA BAKAR
(TAHAP LANJUT)
1. Penanganan Jaringan parut
a) Pemijatan dan pelembaban parut

b) Terapi penekanan dengan Compressive garments ,


acrilic mask
c) Topical silicone

2. Orthosis
* untuk peregangan dan pemanjangan kontraksi jaringan parut.
dilanjutkan sampai 6 bulan hingga 2 tahun setelah
penyembuhan luka.
* untuk mencegah atau memperbaiki deformitas
107

Anda mungkin juga menyukai