Sub Modul
Terapi Teknik Neurofasilitasi
Kolegium Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Indonesia
Sub Modul Terapi Teknik Neurofasilitasi
I. Waktu
A. Tujuan Umum
Agar peserta didik mengetahui dan memahami dasar teknik neurofasilitasi pada
pasien yang memerlukan.
B. Tujuan Khusus
Pada akhir pembelajaran modul peserta didik harus mengetahui dan memahami
fisiologi dan potofisiologi sensorimotor, motor control, dasar teknik neurofasilitasi
Neuro Developmental Technique, Proprioceptive Neuromuscular Facilitation,
teknik Brunnstrom dan Rood, mengerti pemilihan teknik yang sesuai dengan
kondisi pasien.
III. Kompetensi
A. Kompetensi Kognitif
1. Memahami fisiologi dan patofisiologi sensorimotor
2. Memahami motor kontrol dan perkembangan reflek postural
3. Memahami prinsip dasar berbagai tehnik neurofasilitasi
4. Memahami kondisi/penyakit yang memerlukan terapi neurofasilitasi
5. Memahami dasar pemilihan teknik neurofasilitasi yang sesuai untuk pasien
B. Kompetensi Ketrampilan
1. Mampu melakukan asesmen untuk menentukan kondisi/penyakit yang
memerlukan terapi neurofasilitasi
2. Mampu memilih teknik neurofasilitasi yang sesuai untuk pasien
3. Mampu melakukan evaluasi dan tindak lanjut
4. Mampu mengenali hambatan dan kesulitan selama terapi dan tatalaksana
selanjutnya
2
IV. Metoda dan Strategi Pembelajaran
A. Metoda
1. Kuliah interaktif
2. Curah pendapat dan diskusi
3. Bedside teaching
4. Pendampingan (coaching)
B. Strategi
Tujuan 1. Mampu melakukan asesmen untuk menentukan kondisi/penyakit yang
memerlukan terapi neurofasilitasi.
Wajib diketahui:
o Patofisiologi berbagai penyakit yang menyebabkan gangguan pada motor
kontrol (metoda 1,3)
o Perkembangan atau proses perjalanan penyakit dengan gangguan pada
motor kontrol (metoda 1,2,3)
o Pemeriksaan khusus setiap penyakit/kondisi dengan gangguan pada motor
kontrol (metode 1,2,3,4)
V. Persiapan Sesi
3
o Contoh kasus
o Daftar tilik kompetensi
Seorang pria Tn. Hari, 65 tahun datang dengan kelemahan anggota gerak sisi
kanan akibat stroke iskemik 3 bulan yang lalu. CT scan tampak infark di basal
ganglia dan kapsula interna kiri. Komunikasi lancar, kognitif baik, gangguan
menelan tidak ada. Paresis VII kanan sentral. Hemihipestesi sisi kanan. Spastisitas
AS 2 pada lengan. AS 1 pada tungkai. Saat pasien menggerakkan tangan kanan ke
arah mulut, tampak pola fleksor sinergi. Sudah tampak fungsi genggam dan
release tangan kanan walaupun lemah. Pasien berjalan sambil dituntun satu orang
dan dengan tongkat di tangan kiri. Pola ekstensor sinergi saat berjalan dengan gait
sirkumduksi, hip hiking, tanpa heelstrike. Balans berdiri dan berjalan belum
adekuat.
A. Bahan diskusi:
o Apa diagnosis fungsional pasien ini?
o Apakah prognosis fungsional pasien ini?
o Apa yang menjadi masalah Tn. Hari?
4
o Bagaimana pemilihan neurofasilitasi pada pasien ini?
o Komplikasi apa yang mungkin timbul dan perlu diantisipasi?
X. Evaluasi
Kognitif
Pre dan post-test dalam bentuk lisan, essay dan atau MCQ
Self Assessment dan Peer Assisted Evaluation
Curah Pendapat dan Diskusi
Contoh Soal
Perbedaan teknik NDT dengan teknik Brunnstrom adalah :
A. Teknik NDT memfasilitasi reaksi asosiasi
B. Teknik NDT menstimulasi gerak abnormal
C. Teknik NDT menginhibisi reaksi asosiasi
D. Teknik NDT merangsang gerak sinergik
Jawaban : C
Psikomotor
5
Self Assessment dan Peer Assisted Learning
Peer Assisted Evaluation (berbasis nilai 0, 1 dan 2)
Penilaian Kompetensi (berbasis nilai memuaskan, perlu perbaikan dan tidak
memuaskan)
Kesempatan untuk perbaikan (Task-based Medical Education)
6
b. Keseimbangan statik dan dinamik
c. Pola jalan
d. Fungsi tangan (prehension)
e. Aktivitas fungsional dasar
6. Menetapkan diagnosis fungsional dan prioritas
masalah fungsional
7. Menetapkan prognosis fungsional dan tujuan
penanganan rehabilitasi
8. Menetapkan intervensi rehabilitasi, metoda terapi
neurofasilitasi yang tepat termasuk alat bantu atau
ortosis yang dibutuhkan
9. Menyusun rencana dan melaksanakan tahapan
penanganan bersama tim rehabilitasi
10. Melakukan informasi dan edukasi kepada pasien
a. Mengenai penyakit dan dampaknya
b. Proses pemulihan dan prognosis
c. Intervensi KFR dan tehnik neurofasilitasi
yang akan dilakukan
d. Hasil terapi yang diharapkan
e. Program rumah
11. Evaluasi hasil terapi:
a. Perkembangan gerak fungsional
b. Aktivitas sehari-hari
dan melanjutkan atau melakukan perubahan terapi
sesuai dengan hasil evaluasi
12 Mengenali masalah dan penyulit yang ada dan
melakukan penanganan sesuai dengan kemampuan
serta fasilitas yang tersedia, dan atau melakukan
rujukan apabila diperlukan.
Jumlah skor
Keterangan:
0 : Tidak diamati (TD)
1 : Dikerjakan semua tapi tidak benar, atau tidak berurutan, atau tidak dikerjakan
2 : Dikerjakan, dengan bantuan
3 : Dikerjakan semua dengan lengkap dan benar
Skor Maksimal : 36
Skor akhir : Jumlah skor
Kompetensi
Daftar tilik
Ya Tidak
1. Penyapaan pada pasien TD
2. Melakukan anamnesis yang terarah
3. Pemeriksaan fisik umum TD
7
4. Melakukan pemeriksaan fisik dasar KFR TD
5. Pemeriksaan fungsional khusus KFR
6. Menetapkan diagnosis fungsional dan prioritas
masalah fungsional
7. Menetapkan prognosis fungsional dan tujuan
penanganan rehabilitasi
8. Menetapkan intervensi rehabilitasi, metoda terapi
neurofasilitasi yang tepat termasuk alat bantu atau
ortosis yang dibutuhkan
9. Menyusun rencana dan melaksanakan tahapan
penanganan bersama tim rehabilitasi
10. Melakukan informasi dan edukasi kepada pasien
11. Evaluasi hasil terapi dan melanjutkan atau melakukan
perubahan terapi sesuai dengan hasil evaluasi
12. Mengenali masalah dan penyulit yang ada dan
melakukan penanganan sesuai dengan kemampuan
serta fasilitas yang tersedia, dan atau melakukan
rujukan apabila diperlukan.
Keterangan:
TD: Tidak diamati
Centang pada kolom yang relevan
Hasil : semua kolom harus tercentang kompeten, bila tidak Peserta didik harus
mengulang.
TEKNIK NEUROFASILITASI
8
palsy, kemudian NDT atau disebut juga Bobath approach sering dipakai dalam
terapi hemiplegia dewasa.
Prinsip NDT adalah menginhibisi spastisitas, meningkatkan tonus pada kondisi
flasid atau kelemahan, menginhibisi dan disosiasi pola gerak keseluruhan,
menghindari associated reaction (reaksi asosiasi) dan pola abnormal, memberikan
stimulasi dan fasilitasi kontrol postural dan meningkatkan kesiagaan pasien
sendiri untuk mengatasi spastisitasnya.
Diperlukan penilaian terhadap tonus postural pasien, perubahan tonus dalam
berbagai posisi dan gerakan, penilaian kualitas pola gerak dan postural serta
kemampuan fungsional pasien. Berdasarkan penilaian tersebut, tujuan terapi
disusun :
Apakah untuk mengurangi, menambah atau menstabilkan tonus postural
Pola postural atau reaksi gerak mana yang perlu diinhibisi atau difasilitasi
Keahlian fungsional apa pada pasien yang perlu disiapkan, dengan metode dan
cara yang bagaimana
Teknik
Untuk menginhibisi spastis dan pola postural abnormal, digunakan RIP (Reflex
Inhibitory Pattern) yaitu gerakan protraksi shoulder, abduksi (eksternal rotasi
shoulder), ekstensi elbow, ekstensi wrist dan jari-iari tangan dengan abduksi ibu
jari. Keypoints of control ada 2 yaitu proksimal (shoulder, hip dan trunk) dan
distal (tangan atau kaki). Dengan mengontrol dari proksimal atau distal, terapis
dapat mengubah tonus otot. Teknik lain adalah push and pull, placing and
holding, dan tapping.
Aplikasi teknik :
1. Pada kondisi spastik. Inhibisi dan fasilitasi harus diberikan secara simultan
atau alternatif. Setelah spastisitas dapat diatasi, gerak volunter pasien dapat
ditingkatkan.
2. Pada kondisi flasid. Teknik stimulasi khusus perlu diberikan untuk
meningkatkan tonus otot. Aktivitas volunter pasien dapat ditingkatkan,
tetapi inhibisi harus dilakukan bila spastisitas timbul sebelum otot cukup
kuat.
3. Untuk pasien keseluruhan. Penting bagi pasien untuk melakukan reedukasi
sensori motor. Pasien harus diajarkan untuk menyadari pengalaman
sensori yang baru, yang lebih normal sehingga dapat mengontrol gerakan
secara aktif. Kontrol inhibisi harus dikuasai pasien secara gradual dan
sistimatis diiringi berkurangnya kontrol dari terapis.
9
10
11
PROPRIOCEPTIVE NEUROMUSCULAR FACILITATION (PNF)
12
4. UE D2 extension (antagonist of D2 flexion) : scapula depresi, abduksi dan
rotasi; bahu ekstensi, adduksi dan internal rotasi; siku fleksi atau ekstensi;
pronasi; fleksi pergelangan tangan ke sisi ulnar, jari-jari fleksi dan adduksi,
ibujari oposisi.
5. LE D1 flexion (antagonist of D1 extension) : hip fleksi, adduksi dan eksternal
rotasi, lutut fleksi atau ekstensi, pergelangan kaki dorsofleksi dengan inversi
kaki dan jari-jari ekstensi.
6. LE D1 extension (antagonist of D1 flexion) : hip ekstensi, abduksi dan internal
rotasi, lutut fleksi atau ekstensi, pergelangan kaki plantarfleksi dengan inversi
kaki dan jari-jari fleksi.
7. LE D2 flexion (antagonist of D2 extension) : hip fleksi, abduksi dan internal
rotasi, lutut fleksi atau ekstensi, pergelangan kaki dorsofleksi dengan eversi
kaki dan jari-jari ekstensi.
8. LE D2 extension (antagonist of D2 flexion) : hip ekstensi, adduksi dan
eksternal rotasi, lutut fleksi atau ekstensi, pergelangan kaki plantarfleksi
dengan inversi kaki dan jari-jari fleksi.
B. Pola Bilateral
1.Pola simetrik
2. Pola asimetrik
3. Pola resiprokal
13
14
Metode
Beberapa metodenya antara lain manual contact, stretch, maximal resistance,
stimulasi sendi. Teknik PNF antara lain rhytmic stabilization, slow reversal,
rhythmic initiation, pivot. Repeated contraction, hold-relax dan contract relax.
TEKNIK BRUNNSTROM
15
Teknik terapi
Pada stadium 1-2 diupayakan meningkatkan tonus otot dan pola sinergi dengan
berbagai fasilitasi, misal menimbulkan reaksi asosiasi dan reflek tonik. Ketika
pasien masuk stadium 3-4 dimana pola sinergis atau komponennya serta gerak
volunter mulai timbul, diberikan fasilitasi resistansi pada gerak volunter, perintah
verbal, tapping dan stimulasi kutaneus dengan tujuan tercapainya pola sinergi.
Pada stadium 5-6 tujuan terapi menghilangkan pola sinergi dan meningkatkan
pola gerakan kompleks.
TEKNIK ROOD
Margaret Rood mengembangkan tekniknya sejak tahun 1940. Perilaku motorik
dipengaruhi interaksi faktor somatik, otonom dan psikis. Dengan mempengaruhi
proprioseptif, ekstero dan interoreseptor, Rood mencoba memfasilitasi atau
menghambat gerakan.
Menurut Rood, sistim somatik dan otonom pada susunan saraf pusat dapat dibagi
menjadi 2 bagian : (a) Mobilitas, ditandai dengan respon cepat individu untuk
melindungi diri dan menjauhi stimulus, (b) Stabilitas, ditandai dengan
meningkatnya kontrol motorik, mencegah gerak berlebihan.
16
Fungsi Skeletal.
Aktivitas gerak leher, badan dan ekstremitas dibagi menjadi 4 level:
Level 1. Perkembangan mobilitas fungsional
Level 2. Perkembangan stabilitas
Level 3. Perkembangan mobilitas dan stabilitas dengan weight bearing
Level 4. Perkembangan kemahiran bergerak
17
18
Dari teknik neurofasilitasi yang ada, yang paling sering dan banyak digunakan
adalah NDT. Pada kondisi otot hipotonia, dapat digunakan keempat teknik
neurofasilitasi, sedangkan pada kondisi hipertonia, teknik NDT dan Rood yang
dapat diaplikasikan. Dengan pendekatan teknik neurofasilitasi yang tepat dan
sedini mungkin, kondisi performa dan kemampuan fungsional pasien dapat
dioptimalkan.
Handout Presentasi:
Presentasi Power Point: Teknik Neurofasilitasi
XVII. Model:
19
20