DISUSUN
OLEH
JALALIN
DISUSUN
OLEH
JALALIN
BAGIAN REHABILITASI MEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNSRI
PALEMBANG
BAGIAN REILITASI MEDIK
2
PENGANTAR
Bissmillahirrahmanirrahim
Assalammualaikum w w
Dengan memanjatkan puja dan puji syukur kekhadirat Allah SWT , alhamdulillah
buku Penuntun Pemeriksaan Klinis dan Fungsional Ilmu Kedokteran Fisik dan
Rahabilitasi ini dapat penulis selesaikan.
Buku ini disusun atas dasar pengalaman penulis sebagai pembimbing mahasiswa/i
pada kepaniteraan klinis di Bagian Rehabilitasi Medik dimana penulis menyadari
kesulitan mahasiswa/i dalam mempraktekkan cara melakukan pemeriksaan klinis dan
fungsional serta mencari dan menelaan kepustakaan karena disamping keterbatasan
waktu juga karena masih kurangnya bahan bahan bacaan yang praktis dan mudah
dipahami.
Dalam menyusun buku ini penulis berpedoman pada beberapa bahan bacaan dan
pengalaman penulis dalam menangani pasien pasien yang menjalani pelayanan
Rehabilitasi Medik .
Buku ini hanyalah sebagai bahan penuntun dan diperuntukkan dalam lingkungan
terbatas yang tentu saja selain buku ini masih diperlukan lagi bahan bacaan lain untuk
memperluas dan memperkaya pengetahuan bidang terapi Fisik dan Rehabilitasi .
Penulis menyadari isi buku ini masih banyak sekali kekurangannya dan
memerlukan perbaikan disana sini. Kritik, saran dan pendapat yang konstruktif sangat
penulis harapkan untuk perbaikan dimasa yang akan datang .
Semoga buku ini dapat berguna dan bermanfaat .
Dr.Jalalin,SpRM
3
I. IDENTI TAS
Identitas yang lengkap sangat diperlukan dalam membuat catatan medik seorang
pasien, karena dari identitas inilah kita dapat mendapat informasi dan
komunikasi tentang rangkuman kondisi kesehatan dari pasien dengan identitas
tersebut .
Identitas pasien yang perlu meliputi meliputi :
Nama, jenis kelamin, tanggal lahir / umur , pekerjaan , agama / kepercayaan
status perkawinan , tanggal pemeriksaan, tanggal saat pasien mulai mendapat
pelayanan/ tanggal pasien masuk rumah sakit ( untuk pasien rawat inap ) ,
nomor catatan medis . Doter muda yang memeriksa, Dokter pembimbing
II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama :
Sedikit berbeda dengan spesialisasi ilmu kedokteran yang lain, dalam Ilmu
Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi lebih menitik beratkan pada keluhan yang
mengarah pada gangguan fungsional
Keluhan utama merupakan keluhan yang menyebabkan pasien ingin
mendapatkan pelayanan , dan sejak kapan keluhan itu dirasakan . Keluhan
tambahan dapat disertakan bila memang didapatkan .
ditarik tarik. Keluhan nyeri timbul pada malam hari, saat bangun tidur.
Apakah ada penjalaran rasa nyeri ( misalnya menjalar ke paha bagian
belakang seperti rasa kesetrum listrik ) , apakah disertai dengan kelemahan
tungkai , apakah disertai rasa baal . Apakah dibandingkan sejak awal keluhan
makin memberat atau tetap saja. Kondisi yang memperberat keluhan apa saja
( misalnya saat berdiri, saat berjalan setelah 20 meter harus istirahat, saat naik
tangga, saat berjongkok ). Kondisi yang dapat mngurangi keluhan misanya
bila tidur telentang, tidur telentang dengan lutut ditekuk, setelah makan obat
obatan ( obat apa saja ) . Bagai mana dengan aktifitas berkemih dan baung air
besar apakah lancar lancar saja, ada kesulitan menahan, atau tidak bisa
berkemih. Begitupun dengan aktifitas seksual kesulitasn ereksi, ejakulasi dan
orgasmes. Apakah ada keluhan keluhan lain yang menyertai misalnya tidak
nafsu makan, kesuliatan tidur, rasa letih tidak masuk kerja, tidak dapat
melakukan pekerjaan yang bisa dikerjakan sehari hari .
5. Riwayat pekerjaan
Riwayat pekerjaan yang utama bukan jenis pekerjaan, yang penting untuk
mengidentifikasi apakah penyakit yang timbul ada hubungannya dengan
aktivitas saat bekerja. Dapat juga sebagai pedoman untuk memberikan
edukasi bagai mana posisi yang baik dan benar saat beraktivitas , aktivitas
dengan posisi bagaimana yang perlu dilakukan dan dihindarkan . Apakah
masih memungkinkan untuk kembali ke jenis pekerjaan semula, apakah perlu
penyesuaian pekerjaan dll .
- Jenis pekerjaan
- Posisi aktifitas kerja ( banyak duduk, banyak jongkok, banyak berdiri,
naik turun tangga, banyak angkat junjung, banyak geteran getaran
mesin , banyak goncangan, posisi bahu atau anggota gerak atas saat
bekerja dll.
- MCK ( sumber air bersih di dalam / di luar rumah ) . Bila diluar rumah
berapa jauh . Kakus jenis berjongkok atau duduk . Penerangan kamar mandi, apa tersdia
pegangan tangan didalam kamar mandi .
- Aktifitas sosial dulu dan saat ini, pekerjaan untuk mencari nafkah, aktif
pada sutu organisasi masyarakat, aktif dalam organisasi pemerintah sebagai pemuka
masyarakat. Aktif menjalankan hobi, Dll .
Status psikis
Sikap : kooperatif atau tidak, apakah tampak pasien cemas , sulit tidur,
tidak nafsu makan . Kontak mata saat wawancara ada atau tidak, seperti
pada pasien autis sulit melakuan kontak, atau pasien afasia tampak pasien
bingung atau dalam wawancara masih dalam batas batas kewajaran .
Bagaimana perhatian pasien saat diperiksa apakah penuh perhatian atau
acuh tak acuh. Ekspresi wajah apakah tampak wajar atau meringis
kesakitan , atau tatapan wajah yang kosong .
Pada penderita yang mengalami kecacatan umumnya mengalami proses
psikologis yang cukup lama serta melalui tahapan tahapan sbb
1. Shock mental
Pada permulaannya penderita akan mengalami keadaan ini, ekspresi
yang tampak penderita begitu murung, depresi dan putus asa, seakan
dunia kehidupan sudah tertutup baginya . kadang kadang didalam
tahapan ini dapat sampai mengarah kepada gangguan mental psikiatris
yang lebih berat . Untuk tahap ini pada umumnya akan membutuhkan
waktu beberapa lama dan berkurang sejalan dengan kemajuan
kesembuhan yang didapat .
2. Harapan untuk sembuh kembali sebagai semula .
11
2. Nervus Optikus
Pemeriksaan nervus optikus meliputi pemeriksaan daya penglihatan,
pemeriksaan pengenalan warna, pemeriksaan medan ( lapangan )
pandang, pemeriksaan fundus ( funduskopi .
Untuk kepentingan pemeriksaan rehabilitasi medik dapat dilakuakan
pemeriksaan daya penglihatan dan lapangan pandang saja. Untuk
pemeriksaan daya penglihatan dapat menggunakan kartu snellen atau
menggunakan jari jari tangan pemeriksa . Dengan visus normal jari
12
dapat dilihat pada jarak 60 meter . Jadi apabila seseorang tidak dapat
melihat jari tangan pada jarak 3 meter tetapi bisa melihat pada jarak 2
meter , maka perkiraan visusnya adalah 2/ 60.
Untuk memeriksa medan ( lapangan ) penglihatan secara sederhana
dapat menggunakan test konfrontasi, yaitu dengan cara pasien dan
pemerisa berhadap hadapan pada jarak 30 40 cm . Lapangan
pandang pemeriksa harus normal . Untuk memeriksa kampus mata
kanan pasien maka mata kiri pasien dan mata kanan pemeriksa harus
ditutup. Mata pasien dan pemeriksa berada pada posisi saling tatap.
Objek yang digunakan ( 2 jari pemeriksa / ball point ) digerakkan
mulai dari lapangan pandang kanan dan kiri, atas dan bawah dimana
mata lain dalam keadaan tertutup dan mata yang diperiksa harus
menatap lurus kedepan ( ke mata pemeriksa ) dan tidak boleh melirik
ke arah objek tersebut.
3. Nervus Occulomotorius
Pemeriksaan meliputi
a. Retraksi kelopk mata atas
b. Ptosis
c. Pupil
d. Gerakan bola mata ( bersamaan dengan N IV dan VI )
5. Nervus Trigeminus
a. Pemeriksaan sensibilitas
b. Pemeriksaan motorik
Pemeriksaan membuka dan menutup mulut, palpasi otot masseter,
kekuatan menggigit .
c. Refleks ( refleks kornea , nasala refleks, refleks
masseter ( jaw jerk reflex)
13
6. Nervus Trochlearis
( pemeriksaan gerakan bola mata bersama N III, IV)
7. Nervus Facialis
Perhatikan apakah parese tipe sentral atau perifer
Perhatikan saat diam apakah tampak asimetri
Mengangkat alis , logophalmus , bandingkan kanan kiri
Menutup mata sekuat kuatnya ( perhatikan asimetri ) , coba
pemeriksa membuka kelopak mata kanan kiri secara bersamaan
bandingkan kekuatan kanan dan kiri
Tersenyum , penderita disuruh memperlihatkan gigi ( perhatikan
simetri )
Bersiul , bibir mencucu ( asimetri / deviasi ujung bibir )
Sensorik khusus , memeriksa pengecapan 2 /3 depan lidah
8. Nervus Acusticus
Ada 2 devisi yaitu pendengaran ( Auditorius ) dan keseimbangan
( Vestibularis ) .
Tes pendengaran
1. Gesekan jari
2. Detik arloji
3. Audiogram
Untuk membedakan tuli saraf dengan tuli kondukasi dipakai tes Rinne
dan Weber
Pemeriksaan N.Vestibularis
1. Nystagmus
2. Tes Romberg dan berjalan lurus dengan mata tertututp
3. Head tilt yaitu tes untuk postural nystagmus
9. Nervus Glossopharygeus dan N.Vagus
14
D. Kepala
Bentuk : normal, asimetris. Ukuran : normal, hydrosefalus posisi dll,
mata konjungtiva anemis atau tidak, sklera icteri atau tidak , apakah ada
tanda- tanda strabismus, exopthalmus , sulit mengedipkan mata dll
Wajah : apakah tidak simetris, merot kekiri / kekanan. Gerakan involunter
tic fasialis .
E. Leher :
Inspeksi :
statis /dinamis, simetris / asimetris . Apakah tampak otot otot
paraservikal tegang . Tortikolis dan kaku kuduk .
Posisi trachea ( simetris, asismetris ), pembesaran kelenjar gondok/
kelenjar getah bening, , kaku kuduk
Pada anak anak apakah kontrol leher terhadap kepala baik
Palpasi :
Tekanan vena jugularis meninggi atau tidak .
Apakah teraba tumor, kaku kuduk .
Apakah ada spasme otot otot para servikal .
Pemeriksaan ROM ( Range Of Motion )
Fleksi, ekstensi, Laterofleksi kanan / kiri dan Rotasi kanan / kiri
Nilai normal ROM : Ante / retrofleksi ( 65 0 / 50 0 )
Laterofleksi dekstra / Sinistra ( 40 0 / 40 0 )
Rotasi dekstra / sinistra ( 45 0 / 45 0 )
Pemeriksaan tes provokasi ( tes Lhermite/ Spurling , tes distraksi, tes
Valsalva dan Nafziger )
Test provokasi dilakukan pada psien dengan nyeri servikal .
16
F. Thorak :
Dinding dada saat statis ( tidak sedang bernafas ) dan dinamis ( saat
bernafas inspirasi dan ekspirasi ) simetris / tidak simetris . Bentuk
abnormal misalnya Barel chest . Retraksi interkosta. Pada pasien dengan
gangguan pemekaran dinding dada misalnya pasien dengan PPOK,
Spondilitis Ankilosa dapat dilakukan pemeriksaan luasnya ekspansi
thorak dengan mengukur lingkaran dinding thoraks sebatas papila mamae
atau procesus xypoideus. Bandingkan saat ekspirasi maksimum dan
inspirasi maksimum . Bila kurang dari 2 cm berarti ada keterbatasan
mengembangan dinding dada.
17
` Paru paru
- Inspeksi : statis / dinamis , simetrris / asimetris
- Palpasi : Stemfremitus normal, mengeras , melemah / menghilang
- Perkusi : redup , sonor, hypersonor, nyeri ketok .
- Auskultasi : Visikuler , ronchi, wheizing
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis
- Palpasi : Ictus cordis teraba / tidak
- Perkusi : batas atas jantung, batas kanan dan kiri
- Auskultasi : Laju denyut jantung ( Heart rate , bising bising
abnormal pada jantung )
F. Abdomen
- Inspeksi : dinding abdomen datar , membusung
- Palpasi : lemas, kaku, nyeri tekan , hepar lien teraba / tidak
- Perkusi : redup, tympani
- Auskultasi : bising usus .
Palpasi :
Adakah spasme pada otot otot para vertebrae lumbal, adakah nyeri
tekan, bila ada lokasinya dimana ( procesus spinosus, otot otot para
lumbal, sakroiliaka, permukaan otot piriformis
Tes provokasi valsalva dan nafziger dapat juga dilakukan sama seperti
pada pemeriksaan sevikal, hanya sensasi neri dirasakan pada daerah
tungkai sampai kaki
Beberapa tes Provokasi lain yang penting antara lain
Test Laseque
Test ini bertujuan untuk menilai iritasi radiks saraf yang membentuk
fleksus lumbosakral ( saraf iskhiadikus ) .
Cara melakukan : pasien berbaring telentang dalam keadaan santai . Salah
satu dari tungkai bawah yang akan diperiksa dengan pelahan lahan
difleksikan secara pasif pada sendi paha dengan cara telapak tangan
pemeriksa berada pada tumit penderita dimana sendi lutut dalam keadaan
ekstensi . Untuk menambah regangan dapat juga dilakukan dalam saat
bersamaan dilakukan fleksi pada leher ( dagu penderita menyentuh dada )
Test dinyatakan positif bila pasien merasakan nyeri yang menjalar
disepanjang perjalanan saraf iskhiadikus .
Test SLR
Prinsip cara melakukan Test SLR sama dengan test Laseque , bahkan
pada beberapa buku dikatakan sinonim . Namun untuk memperjelas
maknanya pada test SLR disamping untuk menentukan apakah ada iritasi
19
pada saraf iskhiadikus dimana rasa nyeri tersebut terasa pada sudut
kurang dari 70 derajat dapat juga menilai apakah rasa nyeri tersebut
sebagai akibat dari adanya keterbatasan ritme luas gerak fleksi dari fleksi
sendi paha , dimana yang berperan dalam ritme gerakan tersebut selain
sendi paha sendiri juga melibatkan sendi lumbosakral .
Test OConnell
Test inin disebut juga test Laseque silang , karena nyeri yang bangkit
terasa pada tungkai yang sakit pada saat dilakukan pada tungkai yang
sehat .
Femoral Nerv Stretch Test ( FNST )
Test ini bertujuan untuk menilai iritasi pada saraf femoralis ( dibentuk oleh
radiks L2, L3 dan L4 ) dengan cara pasien berbaring miring pada sisi yang
tidak sakit dengan sendi paha dan sendi lutut yang sakit sedikit fleksi ,
pinggang dan punggung lurus dan kepala difleksikan . secara perlahan
lahan fleksi lutut ditambah dan sendi paha diekstensikan .
Test positif bila terasa nyeri yang menjalar seoanjang permukaan paha
bagian anterior .
Test Patrick
Tujuan test ini untuk membangkitkan nyeri di sendi panggul yang terkena
penyakit .
Cara melakukan : penderita dalam keadaan tidur telentang . Tempatkan
tumit dari tungkai yang akan diperiksa pada lutut tungkai yang sehat , lalu
dengan agak sedikit menekan lakukan dorongan kebawah pada sendi lutut.
Jadi posisi gerakan Fleksi pada sendi lutut , Abduksi pada sendi panggul,
Eksorotasi pada sendi panggul . ( FABERI )
20
Tonus : Untuk mendapatkan hasil yang baik pasien harus dalam keadaan
tenang dan posisi santai, ruang periksa juga tenang tidak terlalu
panas atau terlalu sejuk . Pasien tidur dalam posisi telentang
dan releks . Agar perhatian pasien tidak tertuju pada gerakan
yang dilakukan pasien boleh diajak ngobrol .
Pemeriksaan tonus otot dilakukan dengan cara melakukan
gerakan pasif secara berulang ulang sambil dirasakan apakah
terdapat tahanan. Untuk ekstremitas atas dapat dinilai pada
gerakan pasif pada sendi siku dengan melakukan fleksi dan
ekstensi . Apabila terdapat tahanan yang terasa secara
sinambung, maka tonus otot yang meningkat itu dikenal
24
Grade 0 = normal , 1 = sangat ringan, 2 = ringan, 3 = sedang , 4 = agak berat, dan 5 = berat
Tropi otot yaitu hilangnya atau mengecilnya bentuk otot disebabkan oleh
musnahnya serabut otot. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan
inspeksi membandingkan dengan kontur otot yang sehat ,
biasanya tampak masa ototnya mengecil . Bila hanya pada satu
sisi yang mengalami atropi dapat dilakukan mengukuran
diameter kelompok otot pada lokasi yang sama . Penilaian
dapat berupa tropi otot normal, hypertropi, hypotropi atau
atropi .
25
Refleks fisiologis
Pemeriksaan refleks dengan menggunakan hamer yang
dilakukan pada tendon , ligamentum atau periosteteum .
Ketukan dilakuakn secara bebas, hamer dipegang dengan
menggunakan jari telunjuk dan ibu jari, dan yang diayunkan
adalah pergelangan tangan bukan lengan seperti pada gerakan
memotong kayu .
Nilai respon atas pengetukan tendon didasarkan atas kecepatan
gerakan reflektorik yang bangkit, amplitudo dan lamanya suatu
kontraksi berlangsung . Penderajatan hasil penilaian tersebut
sebagai berikut :
Nilai Keterangan
0 Tidak terdapat gerakan reflektorik apapun
+ Ada gerakan reflektorik yang lemah
++ gerakan reflektorik yang cukup cepat,
beramplitudo cukup dan berlangsung cukup lama
Nilai ini terdapat pada orang yang sehat
+++ Gerakan reflektorik yang melebihi respon umum,
tetapi tidak selalu bersifat patologik
++++ gerakan reflektorik yang melebihi keadaan umum
dan jelas patologi
Refleks Hoffman
Cara melakukan pada prinsipnya sama dengan pemeriksaan refleks
tromner , hanya stimulus yang digunakan untuk membangkitkan reaksi
fleksi dari jari jari tangan penderita dengan mengadakan goresan dengan
kuku ibu jari tangan pemeriksa pada kuku jari tengah penderita dari atas
ke bawah . Respon yang ditimbulkan juga sama dengan refleks tromner .
Pemeriksaan sensoris
Protopatik :
Pemeriksaan berupa rangsangan raba, nyeri ( dengan tusukan tajam
misalnya jarum atau reder ), panas ( air panas dalam botol dengan suhu
sekitar 40o 45o C serta raba halus misalnya dengan kapas atau bulu
unggas . Prinsipnya dilakukan percobaan terlebih dahulu pada regio yang
sehat atau regio yang dinilai cukup sehat misalnya sekitar dada atau
kening . Dan diminta agar pasien benar benar mengenal atau merasakan
rangsangan tersebut , lalu kemudian dilakukan pemeriksaan pada regio
yang akan diperiksa pasien diminta memejamkan mata dan menyebutkan
perbandingan antara sisi sehat serta sisi kiri dan kanan .
Lakukan penilaian secara dermatom untuk menentukan bagian akar saraf
mana yang mengalami gangguan .
Proprioseptik
Meliputi pemeriksaa perasaan gerak, perasaan sikap dan perasaan getar .
Untuk rasa sikap, dalam posisi mata penderita terpejam, tempatkan salah
satu lengan penderita pada posisi tertentu, lalu penderita disuruh untuk
menyebutkan berada di posisi mana lengan tersebut .
Untuk posisi gerak pasien disuruh memejamkan mata, lalu gerakkan ibu
jari tangan atau kaki penderita secara pasif oleh pemeriksa pada sutu
gerakan tertentu misal keatas, tanyakan pada penderita di gerakkan
kemana ibu jari tangan atau kaki tersebut .
Untuk pemeriksaan rasa getar dapat dilakukan dengan menggunakan
garpu tala yang berfrekuensi 128 / detik . Getarkan garpu tala tersebut lalu
letakkan pada salah satu bagian tubuh pasien misalnya daerah tulang yang
menonjol seperti maleolus . Lalu pasien diminta untuk menyebutkan apa
yang dia rasakan dan dimana terasanya. Perhatikan jawaban pasien .
Beberapa kondisi yang mempengaruhi gerakan sendi, dan hal hal yang
perlu pertimbangan
Secara aktif pasien merubah kedudukannya atau secara psif
pemeriksa yang merubah kedudukannya
Apakah gerakan sendi dapat dicapai dengan mudah atau dipaksa
29
Gambar 1-6
Sisi bahu dari dalam dan rotasi external
Posisi pasien : Supinasi, bahu pada posisi abduksi 900, siku pada posisi fleksi 900, tangan pronasi
Dataran gerak : Transversal
ROM normal : Rotasi internal, 00- 900
Gerakan yang harus dihindari pasien : Gerakan ke belakang (seperti menarik panah), rotasi tubuh, gerakan
siku.
Penempatan berdasarkan ukuran sudut : Axis sendi siku longitudinal axis humerus, lengan tetap pada 0 0,
gerakan lengan parallel ke tangan.
Gambar 1-7
Fleksi siku
Posisi pasien : Supinasi atau duduk, tangan supinasi
Dataran gerak : Sagital
ROM normal : 00-1500
Penempatan berdasarkan ukuran sudut : Axisnya berpusat di alteral siku, lengan tetap pada 00, gerakan
lengan paralel ke tangan.
Gambar 1-8
Tangan pronasi dan supinasi
Posisi pasien : Duduk atau berdiri, siku pada 900,
pergelangan tangan netral, posisi telapak tangan
memegang pensil.
Dataran gerak : Transversal
ROM normal : Pronasi, 00-900; supinasi 00 -900.
Gerakan yang harus dihindari pasien : Lengan, siku, dan
pergerakan pergelangan tangan.
Penempatan berdasarkan ukuran sudut: Axis melalui
longitudinal axis tangan, lengan tetap pada 00, gerakan
lengan paralel ke posisi memegang pensil pada tangan
pasien.
32
Gambar 1-9
Pergelangan tangan fleksi dan ekstensi
Posisi pasien : Siku fleksi, tangan pronasi
Dataran gerak : Sagital
ROM normal : Fleksi, 00-800 ; ekstensi 00-700
Penempatan berdasarkan ukuran sudut : Axis berpusat pada pergelangan tangan lateral dari sisi styloid
ulnar, lengan tetap pada 00, gerakan lengan paralel ke metacarpal kelima.
33
Gambar 1-10
Deviasi pergelangan radial dan ulnar
Posisi pasien : fleksi siku, pronasi lengan
bawah, pergelangan fleksi dan ekstensi.
POM : frontal
Normal ROM : radial 0-200, 0-300
Penempatan geniometer : axis dipusatkan pada
pertangahan tangan dorsal ulna dan radius
distal, lengan tetap pada posisi 0 derajat.
Pergerakan lengan tetap paralel terhadap
metacarpal.
Gambar 1-11
Fleksi dari metacarpophalangeal 2-5
Posisi pasien : fleksi siku, pronasi lengan bawah, pergelangan tangan netral dengan jari-jari extensi.
POM : sagital
Normal ROM : 0-90 derajat
Penempatan goniometer : axis masing-masing di persendian phalangeal dorsum, lengan pada posisi 0
derajat. Pergerakan lengan tetap pada dorsum jari masing-masing phalank proksimal.
34
Gambar 1-12
Fleksi dan interphalang 2-5 bagian proksimal
Posisi pasien : fleksi siku, pronasi lengan bawah, pergelangan netral, metacarpaphalangeal sedikit
fleksi
POM : sagital
Normal ROM : 0-100 derajat
Penempatan goniometer : aksis masing-masing dipersendian phalangeal dorsum, lengan pada posisi 0
derajat. Pergelangan tangan tetap pada dorsum jari masing-masing phalang proksimal.
Gambar 1-13
Panggul fleksi, lutut ekstensi
Posisi pasien : tertelungkup atau tertelentang pada salah satu sisi, lutut ekstensi
POM : sagital
Normal ROM : 0- 90 derajat.
35
Gambar 1-14
Fleksi pinggul, fleksi lutut
Posisi pasien : terlentang atau berbaring di satu sisi, lutut di fleksi
Bidang gerakan : sagital
ROM normal : 0-1200
Gerakan pasien yang harus dihindari : melengkungkan bagian belakang tubuh
Penempatan geniometer : sama dengan Gambar 1-13.
Gambar 1-15
Abduksi pinggul
Posisi pasien : terlentang atau berbaring di
satu sisi, lutut di ekstensi bidang gerakan :
frontal
ROM normal : 0-450
Gerakan pasien yang harus dihindari : rotasi
batang tubuh
Penempatan geniometer : pusat aksis di atas
trokanter yang terbesar, lengan tetap paralel
dan di bawah garis digambar di atas pasien
melalui iliaca superior anterior
(perpendicular sampai 00), gerakan lengan
paralel ke anterior femur.
36
Gambar 1-16
Abduksi pinggul
Posisi pasien : terlentang,
ekstensi lutut
Bidang gerakan : frontal
ROM normal : 0-300
Gerakan pasien yang harus
dihindari : rotasi batang
tubuh
Penempatan geniometer :
sama dengan gambar 1-15
Gambar 1-17
Rotasi internal atau eksternal pinggul
Posisi pasien : terlentang atau duduk, pinggul
fleksi 900
Bidang gerakan : transversal
ROM normal : 0-350; eksternal 0-450
Gerakan pasien yang harus dihindari : gerakan
fleksi pinggul, gerakan lutut
Penempatan geniometer : di atas aksis sendi lutut
melewati aksis longitudinal femur, lengan tidak
bergerak pada posisi 00, gerakan lengan sejajar
tibia anterior
Penempatan geinometer : sumbu terletak pada persendian lutut. Sudut lengan 0 derajat pergerakan lengan
seiring dengan pergerakan fibula ke lateral
Gambar 1-19
Dorsofleksi dan plantar fleksi
hingga 90 derajat
Bidang pergerakan : sagital
Normal ROM : dorsofleksi 0-20
derajat, 0-50 derajat untul plantar
fleksi bawah malleolus, lengan statis
sepanjang fibula (0 derajat) lengan
yang bergerak sejajar metatarsal
kelima.
2. Test Yergason .
Test ini digunakan untuk menentukan apakah kedudukan tendon otot bisep pada
daerah sulkus intertuberkularis masih utuh atau tidak .
Cara melakukan
38
Pasien dapat pada posisi berdiri atau duduk, sendi bahu dalam keadaan adduksi
dan sendi siku dalam keadaan fleksi sekitar 90 0
Pemeriksa menyangga siku pasien dengan telapak tangan sisi yang berlawanan
dan tangan yang lain dalam posisi saling menggenggam menahan gerakan
adduksi bahu yang sedang dilakukan psien . . Apabila tendon otot bisep keluar
dasi sulkus intertuberkularis, maka pasien merasakan nyeri dan tampak benjolan
disisi medial dari tuberkulum minus humeri dan test dinyatakan posistif
.
3. Test Moseley ( test lengan jatuh )
Test ini digunakan untuk menentukan apakah ada kerusakan pada otot- otot atau
tendon yang menyusun rotator cuff ( otot supra spinatus, infra spinatus dan
teres minor ) .
Cara melakukan
Pasien bisa dalam posisi berdiri atau duduk . abduksikan bahu secara maksimal .
0
lalu diturunkan secara perlahan lahan . Bila pada posisi abduksi 90 pasien
tiba tiba menjatuhkan lengannya ( tidak dapat menurunkan secara perlahan
karena nyeri disekitar persendian bahu ) , maka ini berarti test positif ( ada
gangguan pada otot otot rotator cuff ) bisa karena tendinitis supraspinatus atau
ruptur tendon otot rotator cuff .
4. Test Finkelstein
Test ini digunakan untuk menentukan ada / tidaknya peyepitan ( tenosinovitis
di terowongan pertama ligamentum dorsal ( snap box ) yang dilintasi tendon
otot abduktor polisis longus dan ekstensor polisisi brevis .
Cara melakukan .
Pasien disuruh mengepalkan tangannya dalam posisi menggenggam ujung ibu
jari tangan tersebut . Kemudian pasien disuruh melakukan fleksi ulnar pada
sendi pergelangan tangan . Bila pasien merasakan nyeri pada area sekitar
epikondilus radialis waktu melakukan gerakan tersebut maka berarti hasil test
positif, ada penyempitan pada terowongan tersebut ( mengalami teosinovitis )
yang dikenal dengan Sindroma De Quervain .
39
5. Test Phalen
Test ini digunakan untuk memprovokasi gangguan pada terowongan carpal
seperti yang terjadi pada sindroma terowongan carpal ( carpal tunel sindome
/ CTS ) .
Cara melakukan
Kedua tangan pasien dalam posisi fleksi pada sensi pergelangan tangan dan
saling menekan sekuat kuatnya pada dorsum manus. Tangan yang
merasakan nyeri atau kesemutan yang sesuai dengan nervus medianus
menunjukkan adanya penyempitan pada terowongan carpal ( test Phalen
positif ) .
Palpasi
Untuk menilai suhu disekitar persendian ( teraba panas pada radang akut ),
apakah ada nyeri tekan ( tenderness ) pada kelompok otot otot paha
41
Test Drawers
Untuk menilai stabilitas anteroposterior persendian lutut atau kondisi
ligamentum krusiatum persendian lutut . ( ligamentum krusiatum posterior
dan anterior mencegah dislokasi anterior dari tibia terhadap femur) .
Cara melakukan
Pasien tidur telantang. Kedua lututnya ditekuk pada 900 . Kedua kaki
ditelapakkan pada tempat tidur periksa. Untuk fiksasi posisi pasien kedua kaki
di duduki oleh pemeriksa. Kemudia pemeriksa memegang dengan kedua
tangannya tendon tendon kelompok otot fleksor lutut sedemikian rupa
sehingga ibu jari kedua tangan pemeriksa dapat meraba garis persendian lutut
medial dan lutut lateral pasien. Lalu pemeriksa mencoba untuk menyorong
tibia ke belakang dan kedepan ( kearah pemeriksa ) . Apabila tibia dapat
42
Tanda Homan
Test ini untuk mendiagnosa deep vein throbophleboitis
Cara melakukan ; pasien tidur telentang , dilakukan dorsofleksi di pergelangan
kaki pasien pada tungkai yang diluruskan . Bila terasa nyeri dibetis akibat
dorsofleksi tersebut maka test Homan positif.
Pemeriksaan neurologis
Prinsip cara pemeriksaan sama dengan pemeriksaan pada anggota gerak atas,
hanya beberapa pemeriksaan yang berbeda misalnya
Untuk menilai kekuatan otot yang bertujuan untuk menilai keterlibatan akar
saraf lumbosakralis berupa : untuk keterlibatan akar saraf lumbosakralis
Lumbal 2 : fleksi sendi paha
Lumbal 3 : ekstensi sendi lutut
Lumbal 4 : dorsofleksi pergelangan kaki
Lumbal 5 : dorsofleksi ibu jari kaki
Sakral 1 : Plantar fleksi pergelangan kaki
43
Pemeriksaan klonus yang sering dilakukan adalah klonus pada lutut dan kaki
Pemeriksaan klunus pada lutut
Caramelakukan
Posisi pasien tidur telentang dan lutut dalam keadaan ekstensi , lalu lakukan
peregangan pada otot kwadrisep femoris dengan cara mendorong secara tiba-
tiba patela kearah distal dan dipertahankan beberapa saat.
Respon yang timbul berupa kontraksi otot kwadrisep femoris yang berulang
ulang akibat peregangan tersebut
44
2. Labirinthin reaction
Reaksi yang terjadi ada;lah menegakkan / mengangkat kepala dalam
posisi telungkup ; reaksi ini mula mula lemah dan makin lama makin
kuat, sehingga anak dapat mengangkat kepala , muka vertkal dan ulut
horizontal . reaksi ini timbul pada usia 1 6 bulan
B. Reaksi Keseimbangan
Reaksi ini pada dasarnya adalah reaksi kompensasi otomatis yang
diperlukan untuk mempertahankan posisi, mengatur dan menyesuaikan
sikap tubuh dan anggota tubuh terhadap kekuatan dari luar dan sewaktu
menggerakkan bagian tubuh yang lainnya ( balance during movement ) .
reaksi keseimbangan ini muncul pertama kali pada usia kira- kira 6 bulan,
yang kemudian akan berkembang dan menghambat serta memodifikasi
rignhting reaction . Reaksi ini sangat kompleks dan melibatkan kerjasama
sejumlah reaksi lain yang bekerja secara harmonis .
1. The Antigravity Mechanism
Sering disebut Supporting reaction, yaitu reaksi untuk
mempertahankan tubuh terhadap gravitasi
4. Tilt Reaction
Adalah reaksi tubuh untuk mempertahankan keseimbangn sewaktu
diangkat ( menjauhi ) dari bidang horizontal . Reaksi ini mulai timbul
dalam posisi tengkurap dan terlentang pada usia 6 bulan .
Tes dilakukan dengan cara meletakkan anak terlentang pada tilt -
board dan salah satu sisi diangkat maka badan serta kepala akan
membengkok ( lateral kurve ) kesisi yang lebih tinggi, mungkin pula
diikuti dengan Protective reaction lengan disisi yang bawah .
5. Protective reaction
Sering juga disebut reaction to falling; adalah merupakan reaksi yang
terjadi pada anggota badan yang mencegah seseorang jatuh ke tanah,
jika tilt reaction tak lagi mencukupi untuk mempertahankan
keseimbangn misalnya ; - saat berdiri didorong kedepan , reaksinya
berupa melangkah atau melompat kedepan ( 12 - 18 bulan )
C. Beberapa reflek / reaksi yang telah disebutkan diatas , perlu juga diketahui
pula beberapa refleks / reaksi yang lain
Moro reflex
Normal positif pada usia sampai 4 6 bulan . Jika tetap positif sampai
usia 6 bulan : abnormal
Protective extensor thrust / parachute
Normal positif mulai usia 6 bulan sampai seterusnya . Jika tetap
negatif sampai usia lebih 6 bulan : abnormal .
Diperiksa dengan penderita duduk, pundak didorong ke salah satu sisi,
jika positif terjadi ekstensi lengan kearah jatuh, atau dengan
mengangkat penderita- kepala dibawah, gerakan kepala secara
mendadak kearah lantai ; Positif jika lengan dan jari ekstensi
48
Landau
Normal setelah 3 bulan 2 tahun, jika tetap ada sampai usia 2
tahun : abnormal . Dalam terapi digunakan untuk memberi fasilitasi
terhadap extensor trunk . Pemeriksaan dengan penderita posisi
tengkurap diangkat, maka jika positif tubuh dan tungkai akan ekstensi .
Positive Supporting
Normal sampai umur 3 bulan . Dengan memberi stimulus tekanan pada
telapak kaki ( misal : pada meja , lantai ) akan meningkatkan tonus
ekstensor tungkai .
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Darah : darah rutin atau pemeriksaan pemeriksaan khusus yang ditujukan
pada penyakit tertentu . Misalnya Rheumatoid factor untuk penyakit
49
VI. RESUME
Memuat uraian singkat sebagai kesimpulan dari hasil pemeriksaan yang telah
dilakukan secara lengkap . Baik berupa hasil yang positif maupun negatif
yang penting dalam membuat suatu diagnosis maupun pelaksanaan terapi .
VIII. PROBLEMA
Pendekatan yang terarah untuk penanganan kasus kasus penyakit adalah
dengan pendekatan problematik yaitu :
50
darah dalam menahan tekanan selama 2 jam, bila lebih dari 2 jam jaringan
pembuluh darah yang tertekan akan mengakibatkan iskemik jaringan yang
akan berlanjut menjadi nekrosis dan terjadilah ulkus . Latihan ROM
diperlukan karena persendian yang tidak digerakkan ( baik secara aktif
maupun pasif ) akan berakibat berkurangnya nutrisi dari komponen
persendian tersebut, yang akan berlanjut menjadi perlengketan sendi sehingga
sendi sendi menjadi kaku dan keterbatasan ROM .
Fisioterapi :
Terapi panas
Indikasi :
a. Efek analgesik : neuralgia, strain otot / tendo, spasme otot,myalgia
Efek antiinflamasi : setelah fase akut
b. Meningkatkan suhu jaringan , terjadi vasodilatasi / perbaikan blood
flow
c. Terapi fisik sebelum terapi latihan, peregangan atau stimulasi listrik
Terapi panas dibagi dalam 2 golongan berdasarkan dalamnya penetrasi ke
tubuh yaitu :
1. Terapi panas dangkal ( superfisial ) : yang dibagi lagi atas golongan
panas kering ( dry heat ) seperti : lampu infra merah, lampu biasa,
botol air panas dan bantal pemanas listrik, serta golongan panas basah
( moist heat ) : air hangat, hydrocolor pack ( HCP ), uap air panas,
paraffin wax bath
2. Terapi panas dalam ( deep heating / diathermy ), dimana panas dapat
masuk lebih dalam sampai ke otot dan tulang, dan dikenal 3 modalitas
yaitu : Short Wave Diathermy ( SWD ), diatermi golombang pendek
frekwensi ultra tinggi ( gel 3 30 m, frekwensi 10 100 megacycle /
detik. Dalam penetrasi 1 2 cm . Dosis yang fixed tidak ada meskipun
pada tiap alat ada pegangan umum anjuran, tetapi harus disesuaikan
dengan penerimaan ( toleransi panas ) penderita. Kontra indikasi untuk
kehamilan , methalic implan dan pacemamaker jantung ,
53
Terapi dingin
Efek yang diharapkan
a. Efek analgesik
b. Menghilangkan spasme otot
c. Mengurangi spastisitas terutama pada cidera medula spinalis
d. Taruma akut : mengurangi perdarahan, mengurangi edema dan
mengurangi kompresi syaraf dan kapiler
e. Khusus pada terapi spesifik pada MTPS ( Myofasial Triger
pain syndrome ) atau Fibromyalgia dengan menggunakan spray
chlorethyl
f. Menenangkan proses trauma akut ( dalam 72 jam setelah
trauma ) . Pada trauma akut sering dikenal dengan slogan
RICE ( Rest , Icing. Compresi dan Elevasi ) , yang bertujuan
agar perdarahan berhenti, edema berkurang, rasa nyeri hilang .
Teknik pemberian
1. Massase es dengan menggosokkan es secara langsung pada
daerah yang di terapi selama 5 7 menit, 2 3 kali sehari
2. Kompres es dilakukan selama 20 menit, 2 3 kali sehari
3. Semprot dingin ( cooling spray / vapocoolant spray ), misalnya
dengan Chloretyl spray atau Fluorida methane . terutama
digunakan untuk spasme otot dan trigger point syndrome .
Terapi massase
Beberapa istilah yangsering digunakan yaitu : Pijat ( Kneading ), urut
( stroking ), perkusi ( pukulan ) , vibrasi ( getaran )
Manual cervical traction yaitu traksi leher dengan tanpa menggunakan alat
traksi listrik ( non motorized cervical traction ) , yaitu hanya menggunakan
sling dan sistim puley ( katrol ) yang digerakkan secara manual, atau hanya
menggunakan tangan terapis.
Pada traksi leher , posisi penderita dapat duduk atau berbaring telentang
dengan kepala fleksi kedepan 100 - 200 , beban 5 10 kg . Umumnya beban
akhir dipilih 10 kg .
Terapi latihan
1. Latihan ROM ( melakukan gerakan pada persendian baik secara aktif bila
kekuatan otot 2 atau lebih, atau secara pasif bila kekuatan otot kurang
dari 2 )
2. Latihan penguatan ( strengthening exercise )
Syarat : kekuatan otot diatas fair ( F 50 % ) atau 3 atau lebih
Beban harus diatas 35% kemampuan otot
a. Isometric / stattic exercise : adalah kontraksi otot , tidak ada gerakan
sendi ( statis ) . Diakatan cukup kontraksioptimal selama 6 detik 1 kali
sehari . Hati hati pada penderita hipertensi dan PJK
b. Isotonic exercise : kontraksi otot bersamaan dengan
gerak sendi
Concentric contraction : kontraksi memendek
Eccentrik contraction : kontraksi memanjang
Dikenal istilah PRE ( Progresisive resisitence exercise - beban
meningkat bertahap )
c. Isokinetik exercise
Prinsip latihan merupakan gabungan antara isometrik dan isotonik,
sehingga hasil optimal, boleh untuk penderita hipertensi dan PJK .
Memerlukan alat khusus ( misalnya Cybex Norm ) yang dapat
mengatur beban secara dinamik, tetapi kecepatan gerak tetap ( statik )
sepanjang waktu latihan . Sering dipakai pada pusat pusat kebugaran
dan pusat latihan atlit .
57
Fasilitasi
Yaitu upaya untuk memberikan kemudahan
Teknik teknik fasilitasi ini banyak sekali, dan yang diberikan fasilitasi
adalah gerakan gerakan yang lebih normal
Stimulasi
Stimulasi biasanya diberikan pada kondisi flaksid / hypotonus . tekniknya
dapat erupa kompresi, tapping atau stroking .
Terapi wicara : apakah ada hambatan komunikasi atau gangguan otot otot
bicara dan otot otot yang berperan saat menelan .
Untuk anak anak apakah ada gangguan pemusatan perhatian,
hiper aktif dll .
60
Sosial medik : untuk kasus kasus yang berhubungan dengan asuransi, visum et
repertum, pasien terlantar, memberikan petunjuk tentang
aktivitas dirumah setelah pulang ( kunjungan rumah ) baik secara
langsung pada pasien maupun terhadap keluarganya, sebagai
penghubung antara pasien dan atasan pasien tempat dia bekerja
sekolah agar penderita tidak dipecat atau diberhentikan dari
sekolah atau pekerjaannya . Bila memungkinkan dapat diberikan
saran untuk alih bentuk / jenis pekerjaan .
1. Indeks barthel
No Keterangan Dengan Mandiri
bantuan
1 Makan 5 10
2 Transfer bed / kursi 5 - 10 15
3 Grooming ( personal toilet ) 0 5
Cuci muka, cuci rambut, bercukur,
gosok gigi
4 Toiletting 5 10
5 Mandi 0 5
6 Berjalan ditempat datar 10 15
7 Naik dan turun tangga 5 10
8 Berpakaian 5 10
9 Kontrol BAB 5 10
10 Kontrol BAK 5 10
Keterangan
Skor 0 - 20 : keteragantungan total
Skor 21 61 : ketergantungan berat
Skor 62 90 : ketergantungan sedang
Skor 91 - 99 : ketergantungan ringan
100 : mandiri, tetapi tidak berarti penderita dapat hidup sendiri, penderita
mungkin tidak dapat memasak, menjaga rumah atau tidak dapat
bermasyarakat .
n
Sub skor perawatan diri sendiri
- Minum dari cangkir 4 2 2
- Makan 6 3 0
- Memakai pakaian atas 5 3 0
- Memakai pakaian bawah 7 4 0
- Mengenakan ortotik / prostetik 0 2 0
- Merapikan diri 5 3 0
- Mandi atau mencuci 6 3 0
- Bladder continence 10 8* / 5 0
- Bowel continence 10 8* /5 0
Penilaian pada FIM dilakukan pada 6 katagori fungsi dan terdiri dari 18
item . Setiap item dinilai ketergantungannya dengan menggunakan
skala 1 s/d 7
1. Independence
7 : Independence komplit
6 : Modified independence penderita memakai alat bantu
2. Modified dependence
5 : Supervisi
4 : Bantuan minimal ( upaya subyek untuk aktivitas > 75 % )
3 : bantuan sedang ( Subyek : 50 - 75 % )
3. Comleted dependence
2 : bantuan maksimal ( Subyek 25 - 50 % )
1 : bantuan total ( Subyek 0 - 25 % )
Keenam katagori fungsi terdiri dari
1.Perawatan diri
- nilai maksimal 42 poin ( 6 aktivitas )
- aktivitas yang dinilai adalah makan, grooming, mandi, memakai
pakaian atas, memakai pakian bawah dan pergi ke toilet
2.Kontrol sfingter
- nilai maksimal 14 poin ( 2 aktivitas )
- aktivitas yang dinilai adalah manajemen kandung kencing dan
usus
3.Mobilitas
- nilai maksimal 21 poin ( 3 aktivitas )
- aktivitas yang dinilai adalah kemampuan transfer untuk BAB dan
BAK, transfer untuk mandi dan transfer ke tempat tidur, kursi
dan kursi roda
4.Lokomotorik
- nilai maksimal 14 poin ( 2 aktivitas )
- aktivitas yang dinilai adalah berjalan / kursi roda , naik turun
tangga
64
5.Komunikasi
- nilai maksimal 14 poin ( 2 aktivitas )
- aktiitas yang diinilai adalah komprehensi / dapat memaami ,
ekspresi .
6.Social cognition
- nilai maksimal 21 poin ( 3 aktivitas )
- aktivitas yang dinilai adalah pemecahan masalah, interaksi sosial
dan memori
Skor FIM dikembangkan untuk mengukur disabilitas seseorang dan
untuk menilai kemajuan perkembangan penderita yang mendapat
program Rehabilitasi .
0 15
DAFTAR PUSTAKA
1. Birnbaum JS . The Musculosletal Manual . Taipeh. 1983 .
2. Erickson RP, McPhee MC . Clinical Evaluation . In DeLisa JA, editor .
Rehabilitation Medicine, editor. Rehabilitation Medicine Principle and
Practice. Scond edition . Philadelphia ; J.B.Lippicott Company . 1993. p.
51 95 .
69