Anda di halaman 1dari 13

BAB III

Modul Rehabilitasi Sindroma Dekondisi


Untuk Pendidikan S1 Fakultas Kedokteran

Tujuan Rehabilitasi Sindroma Dekondisi


Rehabilitasi sindroma dekondisi adalah upaya pengelolaan medik dan rehabilitasi
yang komprehensid terhadap disabilitas yang diakibatkan oleh tirah baring lama
dengan tujuan untuk mengoptimalkan pemulihan dan atau memodifikasi gejala sisa
yang ada agar pasien dengan sindroma dekondisi mampu melakukan aktivitas
fungsional secara mandiri, dapat beradaptasi dengan lingkungan dan mencpai hidup
yang berkualitas.

Walaupun secara umum tujuan utama rehabilitasi sindroma dekondisi adalah


mengembalikan kemandirian pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
seoptimal mungkin sesuai dengan perannya sebelum mengalami sindroma
dakondisi, namun tercapainya tujuan penanganan rehabilitasi tersebut tentunya
tergantung pada gangguan yang dihasilkan oleh masing-masing komplikasi dari
sindroma dekondisi yang ada dan prognosis pemulihan fungsional pasien. Adapun
komplikasi dari sindroma dekondisi yang dapat terjadi di antaranya adalah
komplikasi pada sistem kardiovaskular, respirasi, sistem saraf pusat,
muskuloskeletal, endokrin dan metabolik, gastrointestinal, integumentari dan
genitourinary.

Tabel 2. Tujuan Rehabilitasi pada masing-masing komplikasi sindroma dekondisi.


Sistem organ Komplikasi Tujuan Rehabilitasi

Kardiovaskular Gangguan hipotensi 1. Meningkatkan tekanan darah ortostatik,


ortostatik tanpa menyebabkan hipertensi berlebihan
pada saat berbarin

2. Meningkatkan durasi waktu berdiri

3. Meredakan gejala0gejala ortosstatik

4. Meningkatkan kemampuan pasien


dalam melakukan aktifitas kehidupan
sehari-hari (AKS) dalam posisi berdiri.

Gangguan dekondisi 1. Meningkatkan ketahanan jantung saat


jantung pda saat berolahraga/ latihan
istirahat dan aktif 2. Menstabilkan tekanan darah dan denyut
jantung saat beristirahat.

Deep Vein 1. Mencegah ekstensi trombus lokal


thrombosis 2. Mencegah emboli

3. Mencegah trombus berulang

4. Meningkatkan kemampuan mobilisasi


pasca operasi

Respirasi - Batuk 1. Mengoptimalkan pembersihan sektesi

- Retensi mukus 2. Mengoptimalkan fungsi otot-otot

- Infeksi paru pernapasan

3. Mengurangi lamanya perawatan.

4. Mencegah komplikasi pulmoner

Sistem saraf -Perubahan Afek 1. Mempertahankan orientasi terhadap


pusat (depresi, ansietas, dan waktu, ruangan dan orang sekitar
rasa takut) 2. Mencegah isolasi sosial
-Delirium 3. Meningkatkan independensi/ ketidak-
-Gangguan Sensorik tergantungan.

-Penurunan kapasitas
intelektual

Muskuloskeletal Disuse atrophy, 1. Otor eutropy


penurunan kekuatan, 2. Peninkatan kekuatan, massa dan
massa dan ketahanan ketahanan otot
otot
3. Meningkatkan koordinasi gerakan
ektremitas

4. Meningkatkan kemampuan dalam


melakukan AKS
5. Meningkatkan toleransi dalam bekerja

Kontraktur sendi 1. Mengurangi nyeri

2. Meningkatkan lingkup gerak sendi

Disuse Osteoprosis 1. Mencegah resorpsi berlebihan dari


tulang dan meningkatkan desitas tulang

2. Mencegah jatuh dan fraktur

3. Meningkatkan kekuatan tulang dan


keseimbangan

Gastrointestinal -penurunan nafsu 1. Bowel Movement setiap 2 hari sekali


makan 2. Mencegah Konstipasi
-Konstipasi

-Asupan Cairan
Menurun

Integumentari Ulkus Dekubitus 1. Memperbaiki sirkulasi darah ke jaringan

2. Mengurangi tekanan dan gesekan

3. Mengurangi resiko terjadinya ulkus


dekubitus

4. Mencegah komplikasi ulkus dekubitus

Endokrindan -Gangguan respon 1. Meningkatkan toleransi glukosa


metabolik insulin 2. Menstabilkan kadar hormon yang
-Hiperglikemia meningkat terkait dengan imobilisasi

Osteoporosis 1. Tatalaksana osteoporosis untuk


meningkatkan densitas massa tulang

2. Pemberian medika mentosa

3. Mencegah jatuh

4. Mencegah fraktur

Genitourinary -Pada awalnya sering 1. Menghilangkan retensi urin


miksi selanjutnya 2. Mencegah komplikasi(batu saluran
frekuensi miksi
menurun kemih dan infeksi saluran kemih)

-Inkonensia urine 3. Memperkuat otot-otot dasar panggul

-diuresis 4. Bebas inkontinensia

-pembentukan batu
buli-buli

-infeksi saluran
kemih

Gangguan Fungsional Akibat Sindroma Dekondisi Berdasarkan ICF


Dalam rehabiltasi medis, istilah kemampuan dungsional merujuk pada
kemampuan/keterampilan seseorang untuk melakukan aktifitas sehari-hari,
termasuk menjalankan leisure atau hobi, pekerjaan, aktualisasi intelektual, interaksi
sosial dan peran di keluarga dan masyarakat. Aktivitas sehari-hari seseorang tuntu
sangat luas, individu yang satu berbeda dengan individu yang lain. Salah satu
bagian dari aktifitas sehari-hari adalah kemampuan seseorang uuntuk merawat diri
sendiri, seperti makan, minum, mandi, berpakaian, berhias, menggunakan toilet,
kontrol buang air kecil dan besar, ambulasi jalan, dan menggunakan tangga.
Gangguan akibat sindroma dekondisi menurut klasifikasi WHO berdasarkan ICF
(International Classification of Function, DIsability and ealth) dibedakan dalam:
 Body FUnctions : fungsifisiologis sistem tubuh (termasuk fungsi psikologis)
 Body Structure: Bagian tubuh anatomis seperti organ, ekstremitas dan
komponennya
 Activity: pelaksanaan suatu tuas atau aktivitasnya.
 Participation : keikutsertaan dalam situasi kehidupan
 Impairments: gangguan pada fungsi dan struktur tubuh
 Activity limitations: kesulitan seseorang individu melakukan aktifitasnya
 Participations restriction : masalah seseorang individu menjalankan/mengalami
atau ikut serta dalam situasi kehidupannya.
 Environmental Factors: Pengaruh lingkungan fisik, sosial ataupun perilaku
dimana mereka tinggal dan menjalankan kehidupannya.
Kondisi kesehatan
(kelainan atau penyakit)

Struktur dan
fungsi tubuh Aktivitas Partisipasi

Faktor lingkungan Faktor personal

Gambar 6. Model disabilitas berdasarkan ICF

Contoh:
Disease : Sindroma dekondisi dengan gangguan pada sistem kardiovaskular
Impairment/ Loss of bocy functions: hipotensi ortostatik
Activity limitation: tidak dapat berdiri lama
Participation restriction : tidak dapat mengajar disekolah
Enviromental Factor : tidak dapat mengajar sambil berbaring
Personal factor: merasa mudah pusing dan lemas sehingga memutuskan untuk tetap
berbaring dengan akibat memperburuk kondisi hipotensi ortostatiknya.

Sindroma Dekondisi Akibat Komplikasi Sistem Multiorgan dan Cara


Pencegahannya.
Pasien yang mengalami cedera muskuloskeletal, neurologis ataupun pasien dengan
penyakit kronis, sering kali mengalami sindroma dekondisi akibat tirah baring lama.
Sindroma ini sering kali bersamaan dengan penurunan fungsi fisik dan psikologis.
Tirah baring lama dan inaktivitas dapat memberikan dampak negatif bagi hampir
selirih sistem organ tubuh. Komplikasi akibat tirah baring lama telah diuraikan
dibagian awal.
Berbagai komplikasi tersebut di atas dapat dicegah sedini mungkin agar dapat
mempertahankan kemampuan fungsional pasien. Namun pada pasien yang telah
mengalami komplikasi, perlu pula melakukan tindakan tatalaksana.
Tindakan Pencegahan pada Gangguan Hipotensi Ortostatik akibat Komplikasi
pada Sistem Kardivaskular:
1. Meningkatkan asupan cairan(minimum 2-2,5 liter/hati, disesuaikan dengan kondisi
pasien)
2. Meningkatkan asupan garam(10g sodium/hari, disesuaikan dengan kondisi pasien)
3. Pada saat duduk lama, gerakkan kaki ke atas ke bawah (dorsi- dan plantar-fleksi)
untuk mengkontraksikam otot kaki bagian bawah, sehingga membantu aliran darah
kembali ke jantung atau kepal-kepalkan otot tangan secara rutin.
4. Saat berdiri lama, berdiri sambil menggerakkan badan ke depan dan ke belakang
secara bergantian dengan mengangkat tumit; atau silangkan satu kaki pada kaki yang
lain dan berpijak secara bergantian
5. Gunakan stocking penyangga yang elastis untuk digunakan setiap hari
6. Naikkan sedikit bagian kepala tempat tidur
7. Hindari konsumsi alkohol yang berlebihan
8. Kurangi asupan kafein

Tindakan Pencegahan pada Gangguan Dekondisi Jantung saat Istirahat dan


Aktif:
1. Mobilisasi dini dan aktifitas yang dilakukan secara perlahan dengan peningkatan
intensitas secara bertahap
2. Untuk pasien yang oleh karena kondisi tertentu tidak dapat dimobilisasi, perlu
dilakukan stimulasi elektrik pada otot

Tindakan Pencegahan dan edukasi pada gangguan deep vein thrombosis:


1. Kompresi kaki eksternal
2. Pembungkus kaki elastis
3. Latihan aktif
4. Mobilisasi dini

Tindakan Pencegahan akibat Komplikasi pada Sistem Respirasi:


1. Mobilisasi
2. Respiratory toileting
3. Perubahan posisi secara berkala
4. Latihan pernapsan (deep breathing) dan batuk yang dalam
5. Menjaga hidrasi
6. Spirometri( Bila mungkin)
7. Perawatan gigi

Tindakan Pencegahan akibat Komplikasi pada Sistem Saraf Pusat:


1. Berikan stimulasi fisik dan psikososial yang sesuai sedini mungkin
2. Sesi terapi kelompok
3. Sosialisasi
4. Mengajak berinteraksi dengan keluarga
5. Berpartisipasi dalam aktifitas fisik dan latihan

Tindakan Pencegahan pada Gangguan disuse atrophy , Penurunan kekuatan,


massa, dan ketahanan otot akibat komplikasi pada sistem muskuloskeletal:
1. Latihan resistif yang progresif
2. Peregangan
3. Latihan aerobik
4. Remobilisasi pasien sedini mungkin dan latihan mobilisasi secara progresif
5. Motivasi pasien untuk latihan berjalan 30 menit
6. Kegiatan rekreasi 3 hari dalam seminggu

Tindakan pecegaharan pada gangguan kontraktur sendi akibat Komplikasi


pada sistem Muskuloskeletal :
Pada orang sehat dengan gaya hidup sedentari dan usia lanjut:
1. Latihan fleksibilitas, peregangan pada two-jointed muscles
2. Yoga
3. Pilates

Pada orang yang sudah mengalami kontraktur atau memiliki faktor resiko
mengalami kontraktur:
1. Latihan lingkup gerak sendi (aktif atau pasif) dengan pergangan terminal
2. Posisi yang benar saat berbaring, dikursi roda, saat menggunakan splinting atau
casting
3. Mobilisasi dini dan ambulasi (weight bearing)
4. CPM ( continous passive motion)
5. Latihan resistans pada opposing muscles

Tindakan Pencegahan pada gangguan disuse osteoporosis akibat komplikasi


pada sistem muskuloskeletal:
1. Latihan yang teratur; latihan isotonik; weight bearing, dan latihan fungsional
2. Intervensi gaya hidup lainnya seperti berhenti merokok, mengurangi atau berhenti
mengkonsumsi alkohol dan kafein.

Tindakan pencegahan akibat komplikasi pada sistem gastrointestinal:


1. Gunakan toilet atau bedside commode, bila tidak mungkin baru gunakan bed pan
2. Mobilisasi dini
3. Tidur dengan 2 atau 3 bantal dengan butuh bagian atas sedikit dielevasi.
4. Asupan makan tinggi serat yang cukup, seperti buah-buahan dan sayuran.
5. Asupan cairan yang memadai dan olahraga teratur
6. Stool softener atau bulk-forming agents(bila perlu)
7. Bowel program yang terjadwal dengan teratur

Tindakan pencegahan pada gangguan ulkus dekubitus akibat komplikasi pada


sistem integumentari:
1. Pengkajian resiko pada pasien usia lanjut begitu masuk ke ruangan rawat inap
2. Promosi gerakkan
3. Posisi dan postur yang tepat
4. Perubahan posisi yang sering untuk mengurangi tekanan pada daerah yang sama
dalam waktu yang lama
5. Menghindari aktivitas yang menyebabkan pergeseran atau pergesekkan
6. Nutrisi. Bila malnutrisi, berati badan menurun lebih dari 10% pertahun, dan bila
albumin menurun, tingkatkan asupan protein.
7. Penggunaan alat-alat distribusi tekanan dengan tepat.
8. Pemeriksaan kulit secara berkala

Tindakan pecegahan akibat komplikasi pada sistem metabolik dan endokrin:


Latian isotonik, bukan isometrik, pada kelompok otot besar.
Tindakan pencegahan akibat komplikasi pada sistem genitourinary:
1. Jadwak buang air kecil terprogram.
2. Gunakan toilet atau bedside commmode, bila tidak mungkin, baru menggunakan
bed oan
3. Asupan cairan yang cukup untuk mengurangi kolonisasi bakteri
4. Posisi tegak pada saat berkemih.
5. Mencegah kontaminasi pada saat melakukan tindakan medis

Intervensi Rehabilitasi Medis pada Sindroma Dekondisi


Tatalaksana sindroma dekondisi dibidang rehabilitasi medik pada prinsipnya sama
seperti tindaka rehabilitasi medik pada kondisi-kondisi lainnya, yaitu untuk
menembalikan kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
dan kegiatan rekreasional secara mandiri dengan menggunkan kemampuan yang ada
semaksimal mungkin. Tujuan utama tatalaksana rehabilitasi adalah untuk rekondisi
dan meningkatkan fungsi fisik serta psikososial. Tatalaksana khusus bagi pasien
dengan sindroma dekondisi disesuaikan dengan sistem organ yang terlibat.

Tatalaksana rehabilitasi pada sindroma dekondisi dengan gangguan hipotensi


ortostatik:
Yang harus dilakukan:
1. Mobilisasi dini: latihan lingkup gerak sendi, latihan kekuatan otot saat berbaring
dan duduk, serta latihan berdiri perlahan dan jalan.
2. Latihan kekuatan otot perut dan latihan isometrik/isotonik yang melibatkan kaki
3. Latihan gerakkan kaki dorsofleksi beberapa kali sebelum berdiri
4. Lakukan gerakkan secara perlahan saat beruba posisi
5. Makan dengan jumlah yang sedikit, dengan frekuensi yang ditingkatkan
6. Meninggkatkan asupan garam dan cairan sesuai dosis
7. Naikkan bagian kepala tempat tidur setinggi 5-20 derjat.
8. Menggunakan compression stocking
Yang harus dihindari :
1. Berdiri dalam keadaan diam
2. Berdiri dengan cepat setelah berbaring atau duduk uang lama
3. Makan dengan porsi besar, serta mengkonsumsi alkohol
4. Latihan yang terlalu melelahkan, dehidrasi
5. Mandi air panas dan lingkungan bersuhu panas
6. Bekerja dengan posisi tangan melebihi tinggi bahu
7. Mengedan saat buan air besar atau kecil, batuk yang dipaksa

Tatalaksana rehabilitasi pada sindroma dekondisi dengan gangguan dekondisi


jantung saat istiraat dan aktif:
1. Mobilisasi dini dan aktifitas yang dilakukan perlahan dengan peningkatan intensitas
secara bertahap
2. Untuk pasien yang oleh karena kondisi tertentu tidak dapat dimobilisasi, perlu
dilakukan stimulasi elektrik pada otot

Tindakan rehabilitasi pada sindrom dekondisi dengan gangguan Deep vein


Thrombosis:
Remobilisasi dan partisipasi dalam aktifitas kehidupan sehari-hari (AKS) dan
kegiatan mobilisasi lainnya(dapat dianjurkan setelah 2 minggu atau 3 hari jika partial
thromplasatin time telah berada pada kisaran terapeutik)

Tatalaksana rehabilitasi pada sindroma dekondisi dengan gangguan pada sistem


respirasi:
1. Mobilisasi dini
2. Respiratory toileting
3. Perubahan posisi sacearaberkala
4. Latihan pernapasan (deep breathing) dan batuk yang dalam
5. Menjaga hidrasi
6. Spirometri(bila mungkin)
7. Perawatan gigi
8. Antibiotik (bila perlu)

Tatalaksana rehabilitasi pada sindroma dekondisi dengan gangguan pada sistem


saraf pusat:
1. Terapi obat penyebab delirium
2. Hentikan obat-obatan yang menyebabkan perubahan status mental
3. Latihan orientasi waktu dan tempat secara berkala
4. Letakkan pasien di tempat yang tenang
5. Atur kunjungan keluarga dan teman, jika perlu bawakan foto keluarga, musik, buku
dan lain-lain
6. Berikan aktifitas grup dan bawa pasien keluar ruangan
7. Penggunaan alat bantu dan kacamatabila perlu

Tatalaksana rehabilitasi pada sindroma dekondisi dengan gangguan disuse


strophy, penurunan kekuatan, massa dan ketahanan otot:
1. Latihan fleksibelitas (peregangan setiap hari selama 30 menit)
2. Latihan penguatan otot
3. Latihan isotonik atau isometrik ditempat tidur
- Lakukan maksimum 1 kali pengulangan untuk setiap kelompok otot
- Pilih intensitas awal dan lanjutan dari latihan antara 50-80% dari maksimum
pengulangan dilakukan 8-15 kali, 2 kali setiap sesi untuk setiap kelompok
otot, 3 kali seminggu atau lebih
- Peningkatan secara progresif dalam hal intensitas dan durasi latihan sampai
target tercapai
- Lakukan pada semua kelompok otot secara berurutan, dari ekstremitas atas
dan bawah, otot daerah punggung dan perut
- Latihan ketahanan pada otot tipe-1 dan 2, terutama otot soleus
- TENS ( transcutaneus Electrical Nerve Stimulation)
- Lengthening dan shorthening (excentric, concentric)
- Masase ( 5 menit effluerae dan friksi)

Tataklaksana reabilitasi pada sindroma dekondisi dengan gangguan kontraktur


sendi:
1. Terapi spastisitas
- Motor point atau nerve blocks menggunakan phenol
- Injeksi muskular dengan botulinum toksin A atau B
2. Tatalaksana nyeri
3. Latihan lingkup gerak sendi pasif dengan stretching terminal
4. Peregangan yang lama dengan low passive tension dan terapi panas (contoh:
ultrasound)
5. Splinting dan casting yang progresif
Tatalaksana Rehabilitasi dan Sindroma Dekondisi dengan Gangguan Disuse
osteoporosis
1. Latihan penguatan resistan secara progresif untuk otot ekstenso punggung,
ekstensor dan abduktor panggul, dan gelang bahu (shoulder girdle)
2. Latihan keseimbangan, postur dan longg walks
3. Hindari latihan dengan pergerakan fleksi pada tulang belakang atau latihan high-
impact pada posisi fleksi untuk pasien dengan cedera tulang belakang atau
osteopososis tingkat lanjut.
4. Controlled axial loading
5. Latihan weight-bearing dini untuk menstimulasi pembentukan tulang. Jumlah
latihan weight-bearing minimal yang dibutuhkan belum diketahui
6. Bila mungkin bifosfonat:
7. Alendronat 10mg setiap pagi. Keduanya harus diminum pagi hari dengan perut
kosong. Pasien harus dalam posisi tegak minimal 30 menit sebelum sarapan atau
minum obat lain untuk mencegah erosi esofagus
8. Kalsium karbonat: 1000mg/hari untuk wanita pasca menopause karena penurunan
absorbsi gastrointestinal
9. Kecukupan vitamin D dalam makanan atau suplement, 400-800mgIU/hari

Tatalaksana Rehabilitasi pada Sindroma Dekondisi dengan Gangguan Sistem


Gastrointestinal
Fecal Impaction:
1. Diet tinggi serat
2. Cairan cukup
3. Obat pelembut feses (stool softener)
4. Bowel program: apabila perlu: pengeluaran feses secara manual (Manual stool
extraction)

Tatalaksana Reabilitasi pada Sindroma Dekondisi dengan Gangguan Ulkus


Dekubitus
Terapi non-medikamentosa:
1. Pengaturan porsi
2. Penggunaan alat-alat bantu
3. Memperbaiki asupan nutrisi
4. Perawatan luka
Terapi medikamentosa:
1. Konsultasi untuk penanganan infeksi
2. Perawatan luka (lebih dari derajat 2)
3. Konsultasi untuk tindakan pembedahan
4. Debridement (derajat 3 atau lebih)
5. Topikal dressing

Tatalaksana Rehabilitasi pada Sindroma Dekondisi dengan Gangguan pada


SIstem Endokrin
Latihan isotonik, bukan isometrik, pada kelompok kelompok otot besar.

Tatalaksana Rehabilitasi pada Sindroma Dekondisi dengan Gangguan pada


Sistem Genitourinari
1. Asidifikasi urin dengan Vitamin C
2. Antiseptik urin
3. Inhibitor urease untuk mengobati batu saluran kemih
4. Konsultasi untuk tindakan pembedahan atau litotripsi untuk membuang batu
5. Konsultasi untuk penggunaan antibiotik yang sesuai jika terjadi infeksi

Rangkuman Pencegahan dan Tatalaksana Komplikasi Sindroma Dekondisi


Agar mempermudah peserta didik dalam belajar, berikut rangkuman tindakan
pencegahan dan tatalaksana sindroma dekondisi akibat tirah baring lama.

Anda mungkin juga menyukai