Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR


MANUSIA GANGGUAN MOBILISASI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Kepeerawatan I


Mahasiswa Semester I Prodi Profesi Ners

Disusun Oleh:
Sitti Muhajirah Rahma
(1442019…….)

PROFESI NERS
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2019
A. DEFINISI
1. Mobilisasi
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas,
mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat.
Mobilisasi diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat
proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi.
Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan
menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk
menggerakkan kaki dan tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya dalam
waktu 12 jam (Mubarak, 2008).
2. Imobilisasi
Imobilisasi adalah suatu keadaan dimana penderita harus istirahat di tempat
tidur,tidak bergerak secara aktif akibat berbagai penyakit atau gangguan
pada alat/organ tubuh yang bersifat fisik atau mental. Dapat juga diartikan
sebagai suatu keadaan tidak bergerak / tirah baring yang terus – menerus
selama 5 hari atau lebih akibat perubahan fungsi fisiologis (Bimoariotejo,
2009).
B. TUJUAN MOBILISASI
1. Memenuhi kebutuhan dasar manusia
2. Mencegah terjadinya trauma
3. Mempertahankan tingkat kesehatan
4. Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari – hari
5. Mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh
C. BATASAN KARAKTERISTIK
1. Ketidakmampuan untuk bergerak dengan tujuan di dalam lingkungan,
termasuk mobilitas di tempat tidur, berpindah dan ambulasi.
2. Keengganan untuk melakukan pergerakan.
3. Keterbatasan rentang gerak.
4. Penurunan kekuatan, pengendalian, atau masa otot.
5. Mengalami pembatasan pergerakan, termasuk protocol-protokol mekanis
dan medis
6. Gangguan koordinasi
D. JENIS MOBILITAS & IMOBILITAS
1. Jenis Mobilitas
a. Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan
menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi
saraf motorik volunteer dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh
area tubuh seseorang.
b. Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena
dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sessorik pada area
tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang
dengan pemasangan traksi. Pada pasien paraplegi dapat mengalami
mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan kontrol
motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua jenis,
yaitu:
1) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh trauma reversibel pada system musculoskeletal,
contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
2) Mobilitas permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak
dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh
rusaknya system saraf yang reversibel, contohnya terjadinya
hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang,
poliomilitis karena terganggunya system saraf motorik dan sensorik.
2. Jenis Imobilitas
a. Imobilisasi fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik
dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan.
b. Imobilisasi intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
keterbatasan daya pikir.
c. Imobilitas emosional, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba
dalam menyesuaikan diri.
d. Imobilitas sosial, merupakan keadaan individu yang mengalami
hambatan dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya,
sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.
E. ETIOLOGI
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot,
ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis merupakan
penyebab utama kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi kognitif berat
seperti pada demensia dan gangguan fungsi mental seperti pada depresi juga
menyebabkan imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang berlebihan dapat
menyebabkan orangusia lanjut terus menerus berbaring di tempat tidur baik di
rumah maupun dirumah sakit (Setiati dan Roosheroe, 2007).
Penyebab secara umum :
1. Kelainan postur
2. Gangguan perkembangan otot
3. Kerusakan system saraf pusat
Trauma lanngsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular Kekakuan
otot Kondisi-kondisi yang menyebabkan immobilisasi antara lain: (Restrick,
2005)
1. Fall
2. Fracture
3. Stroke
4. Postoperative bed rest
5. Dementia and Depression
6. Instability
7. Hipnotic medicine
8. Impairment of vision
9. Polipharmacy
10. Fear of fall
F. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOBILISASI
1. Gaya hidup Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat
pendidikannya. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti
oleh perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya
dengan pengetahuan kesehatan tetang mobilitas seseorang akan senantiasa
melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat misalnya; seorang ABRI
akan berjalan dengan gaya berbeda dengan seorang pramugari atau
seorang pemabuk.
2. Proses penyakit dan injuri Adanya penyakit tertentu yang di derita
seseorang akan mempengaruhi mobilitasnya misalnya; seorang yang patah
tulang akan kesulitan untukobilisasi secara bebas. Demikian pula orang
yang baru menjalani operasi. Karena adanya nyeri mereka cenderung
untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat
tidurkarena mederita penyakit tertentu misallya; CVA yang berakibat
kelumpuhan, typoid dan penyakit kardiovaskuler.
3. Kebudayaan Kebudayaan dapat mempengarumi pola dan sikap dalam
melakukan aktifitas misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki
setiap hari akan berebda mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai
mobil dalam segala keperluannya. Wanita kraton akan berbeda
mobilitasnya dibandingkan dengan seorang wanita madura dan sebagainya.
4. Tingkat energi Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau
energi, orang yang lagi sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan
dengan orang sehat apalagi dengan seorang pelari.
5. Usia dan status perkembangan Seorang anak akan berbeda tingkat
kemampuan mobilitasnya dibandingkan dengan seorang remaja. Anak
yang selalu sakit dalam masa pertumbuhannya akan berbeda pula tingkat
kelincahannya dibandingkan dengan anak yang sering sakit.
G. PATHWAY Terlampir
Proses Degeneratif

Kehilangan Protein polisakarida

Kandungan air menurun

Trauma Stress Okupasi


HNP

Nukleus Pulposus Terdorong

Ujung saraf spinal tertekan

Perubahan sensasi Nyeri Penurunan Kerja Refleks

Gangguan Mobilitas Fisik

Kehilangan Protein poliida


H. TANDA & GEJALA
Dampak fisiologis dari imobilitas, antara lain:
1. Dampak fisiologis dari imobilitas, antara lain:
EFEK HASIL
a. Penurunan konsumsi oksigen a. Intoleransi ortostatik
maksimum
b. Penurunan volume sekuncup b. Peningkatan denyut jantung, sinkop
c. Penurunan volume sekuncup c. Penurunan kapasitas kebugaran
d. Perlambatan fungsi usus d. Konstipasi
e. Pengurangan miksi e. Penurunan evakuasi kandung kemih
f. Gangguan tidur f. Bermimpi pada siang hari,
halusinasi
2. Efek Imobilisasi pada Berbagai Sistem Organ
ORGAN / SISTEM PERUBAHAN YANG TERJADI
AKIBAT IMOBILISASI
Muskuloskeletal Osteoporosis, penurunan massa
tulang, hilangnya kekuatan otot,
penurunan area potong lintang otot,
kontraktor, degenerasi rawan sendi,
ankilosis, peningkatan tekanan
intraartikular, berkurangnya volume
sendi
Kardiopulmonal dan pembuluh darah Peningkatan denyut nadi istirahat,
penurunan perfusi miokard,
intoleran terhadap ortostatik,
penurunan ambilan oksigen
maksimal (VO2 max),
deconditioning jantung, penurunan
volume plasma, perubahan uji
fungsi paru, atelektasis paru,
pneumonia, peningkatan stasis vena,
peningkatan agresi trombosit, dan
hiperkoagulasi
Integumen Peningkatan risiko ulkus dekubitus
dan laserasi kulit
Metabolik dan endokrin Keseimbangan nitrogen negatif,
hiperkalsiuria, natriuresis dan
deplesi natrium, resistensi insulin
(intoleransi glukosa),
hiperlipidemia, serta penurunan
absorpsi dan metabolisme
vitamin/mineral
I. KOMPLIKASI
1. Perubahan Metabolik
Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara normal,
mengingat imobilitas dapat menyebabkan turunnya kecepatan
metabolisme dalam tubuh. Immobilisasi menggangu fungsi metabolic
normal antara lain laju metabolic: metabolisme karbohidarat, lemak, dan
protein, keseimbangan cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan kalsium,
dan gangguan pencernaan. Keberdaaan infeksius padaklien immobilisasi
meningkatkan BMR karena adanya demam dan penyembuhanluka yang
membutuhkan peningkatan kebutuhan oksgen selular.
Gangguan metabolic yang mungkin terjadi :
a. Defisensi kalori dan proterin merupakan karakteristik klien
yangmengalamianoreksia sekunder akibat mobilisasi. Immobilisasi
menyebabkan asam aminotidak digunakan dan akan diekskresikan.
Pemcahan asasm amino akan terusterjadi dan menghasilkan nitrogen
sehingga akumulasinya kan menyebbakankeseimbangan nitrogen
negative , kehilangan berat badan , penurnan massaotot, dan kelemahan
akibat katabolisme jarinagn. Kehilangan masa otottertutama pada
hati,jantung,paru-paru, saluran pencernaan, dan imunitas.
b. Ekskresi kalssium dalam urin ditngkatkan melalui resorpsi tulang. Hal
initerjadi karena immobilisasi menyebabkan kerja ginjal yang
menyebabkanhiperkalsemia.
c. Gangguan nutrisi (hipoalbuminemia) Imobilisasi akan mempengaruhi
system metabolik dan endokrin yang akibatnya akan terjadi perubahan
terhadap metabolisme zat gizi. Salah satu yang terjadi adalah perubahan
metabolisme protein. Kadar plasma kortisol lebih tinggi pada usia lanjut
yang imobilisasi sehingga menyebabkan metabolisme menjadi
katabolisme. Keadaan tidak beraktifitas dan imobilisasi selama 7 hari
akan meningkatkan ekskresinitrogen urin sehingga terjadi
hipoproteinemia.
d. Gannguan gastrointestinal terjadi akibta penurunan motilitas usus.
Konstipasi sebagai gejala umum , diare karena feces yang cair melewati
bagian tejpit dan menyebabkan masalah serius berupa obstruksi usus
mekanik bila tidak ditangani karena adanya distensi dan peningkatan
intraluminal yang akan semakin parah bila terjadi dehidrasi, terhentinya
basorbsi, gannguan cairan dan elektrolit.
2. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari
imobilitas akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan
konsenstrasi protein serum berkurang sehingga dapat mengganggu
kebutuhan cairan tubuh. Berkurangnya perpindahan cairan dari
intravaskular ke interstitial dapat menyebabkan edema, sehingga terjadi
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
3. Gangguan Pengubahan Zat Gizi
Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya
pemasukan protein dan kalori dapat mengakibatkan pengubahan zat-zat
makanan pada tingkat sel menurun, dan tidak bisa melaksanakan aktivitas
metabolisme,
4. Gangguan Fungsi Gastrointestinal Imobilitas dapat menyebabkan
gangguan fungsi gastrointestinal, karena imobilitas dapat menurunkan
hasil makanan yang dicerna dan dapat menyebabkan gangguan proses
eliminasi.
5. Perubahan Sistem Pernapasan Imobilitas menyebabkan terjadinya
perubahan sistem pernapasan. Akibat imobilitas, kadar hemoglobin
menurun, ekspansi paru menurun, dan terjadinya lemah otot,
6. Perubahan Kardiovaskular Perubahan sistem kardiovaskular akibat
imobilitas, yaitu berupa hipotensi ortostatik, meningkatnya kerja jantung,
dan terjadinya pembentukan trombus.
7. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
a. Gangguan Muskular: menurunnya massa otot sebagai dampak
imobilitas, dapat menyebabkan turunnya kekuatan otot secara langsung.
b. Gangguan Skeletal: adanya imobilitas juga dapat menyebabkan
gangguan skeletal,
misalnya akan mudah terjadi kontraktur sendi dan osteoporosis.
8. Perubahan Sistem Integumen Perubahan sistem integumen yang terjadi
berupa penurunan elastisitas kulit karena menurunnya sirkulasi darah
akibat imobilitas.
9. Perubahan Eliminasi Perubahan dalam eliminasi misalnya dalam
penurunan jumlah urine.
10. Perubahan Perilaku Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara
lain timbulnya rasa bermusuhan, bingung, cemas, dan sebagainya.
J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan
hubungan tulang.
2. CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu
tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau
cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan
panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
3. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan
computer untuk memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau
penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang. Dll.
4. Pemeriksaan Laboratorium: Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama,
Alkali Fospat ↑, kreatinin dan SGOT ↑ pada kerusakan otot.
K. PENATALAKSANAAN
1. Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien Pengaturan posisi
dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas, digunakan untuk
meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi. Posisi-
posisi tersebut, yaitu :
a. Posisi fowler (setengah duduk)
b. Posisi litotomi
c. Posisi dorsal recumbent
d. Posisi supinasi (terlentang)
e. Posisi pronasi (tengkurap)
f. Posisi lateral (miring)
g. Posisi sim
h. Posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki)
2. Ambulasi dini Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat
meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot serta meningkatkan fungsi
kardiovaskular.Tindakan ini bisa dilakukan dengan cara melatih posisi
duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur, bergerak ke kursi roda, dan
lain-lain.
3. Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga dilakukan untuk
melatih kekuatan, ketahanan, kemampuan sendi agar mudah bergerak,
serta meningkatkan fungsi kardiovaskular.
4. Latihan isotonik dan isometrik Latihan ini juga dapat dilakukan untuk
melatih kekuatan dan ketahanan otot dengan cara mengangkat beban
ringan, lalu beban yang berat. Latihan isotonik (dynamic exercise) dapat
dilakukan dengan rentang gerak (ROM) secara aktif, sedangkan latihan
isometrik (static exercise) dapat dilakukan dengan meningkatkan curah
jantung dan denyut nadi.
5. Latihan ROM Pasif dan Aktif
Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan tindakan pelatihan
untuk mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan otot. Latihan-
latihan itu, yaitu :
a. Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
b. Fleksi dan ekstensi siku
c. Pronasi dan supinasi lengan bawah
d. Pronasi fleksi bahu
e. Abduksi dan adduksi
f. Rotasi bahu
g. Fleksi dan ekstensi jari-jari
h. Infersi dan efersi kaki
i. Fleksi dan ekstensi pergelangan kaki
j. Fleksi dan ekstensi lutut
k. Rotasi pangkal paha
l. Abduksi dan adduksi pangkal paha
6. Latihan Napas Dalam dan Batuk Efektif Latihan ini dilakukan untuk
meningkatkan fungsi respirasi sebagai dampak terjadinya imobilitas.
7. Melakukan Postural Drainase
Postural drainase merupakan cara klasik untuk mengeluarkan sekret dari
paru dengan menggunakan gaya berat (gravitasi) dari sekret itu sendiri.
Postural drainase dilakukan untuk mencegah terkumpulnya sekret dalam
saluran napas tetapi juga mempercepat pengeluaran sekret sehingga tidak
terjadi atelektasis, sehingga dapat meningkatkan fungsi respirasi. Pada
penderita dengan produksi sputum yang banyak, postural drainase lebih
efektif bila diikuti dengan perkusi dan vibrasi dada.
8. Melakukan komunikasi terapeutik Cara ini dilakukan untuk memperbaiki
gangguan psikologis yaitu dengan cara berbagi perasaan dengan pasien,
membantu pasien untuk mengekspresikan kecemasannya, memberikan
dukungan moril, dan lain-lain.
L. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Aspek biologis
a. Usia
Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan aktifitas,
terkait dengan kekuatan muskuloskeletal. Hal yang perlu dikaji
diantaranya adalah postur tubuh yang sesuai dengan tahap
pekembangan individu.
b. Riwayat keperawatan
Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah riwayat adanya gangguan pada
sistem muskuloskeletal, ketergantungan terhadap orang lain dalam
melakukan aktivitas, jenis latihan atau olahraga yang sering dilakukan
klien dan lain-lain.
c. Pemeriksaan fisik, meliputi rentang gerak, kekuatan otot, sikap tubuh,
dan dampak imobilisasi terhadap sistem tubuh.
2. Aspek psikologis Aspek psikologis yang perlu dikaji di antaranya adalah
bagaimana respons psikologis klien terhadap masalah gangguan aktivitas
yang dialaminya, mekanisme koping yang digunakan klien dalam
menghadapi gangguan aktivitas dan lain-lain.
3. Aspek sosial kultural Pengkajian pada aspek sosial kultural ini dilakukan
untuk mengidentifikasi dampak yang terjadi akibat gangguan aktifitas
yang dialami klien terhadap kehidupan sosialnya, misalnya bagaimana
pengaruhnya terhadap pekerjaan, peran diri baik dirumah, kantor maupun
sosial dan lain-lain.
4. Aspek spiritual Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana
keyakinan dan nilai yang dianut klien dengan kondisi kesehatan yang
dialaminya sekarang, seperti apakah klien menunjukan keputusasaannya?
Bagaimana pelaksanaan ibadah klien dengan keterbatasan kemampuan
fisiknya? Dan lain-lain (Asmadi, 2008).
5. Kemunduran musculoskeletal Indikator primer dari keparahan imobilitas
pada system musculoskeletal adalah penurunan tonus, kekuatan, ukuran,
dan ketahanan otot; rentang gerak sendi; dan kekuatan skeletal. Pengkajian
fungsi secara periodik dapat digunakan untuk memantau perubahan dan
keefektifan intervensi.
6. Kemunduran kardiovaskuler Tanda dan gejala kardivaskuler tidak
memberikan bukti langsung atau meyaknkan tentang perkembangan
komplikasi imobilitas. Hanya sedikit petunjuk diagnostic yang dapat
diandalkan pada pembentukan trombosis. Tanda-tanda tromboflebitis
meliputi eritema, edema, nyeri tekan dan tanda homans positif. Intoleransi
ortostatik dapat menunjukkan suatu gerakan untuk berdiri tegak seperti
gejala peningkatan denyut jantung, penurunan tekanan darah, pucat,
tremor tangan, berkeringat, kesulitandalam mengikuti perintah dan sinkop
7. Kemunduran Respirasi Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari
tanda dan gejala atelektasis dan pneumonia. Tanda-tanda awal meliputi
peningkatan temperature dan denyut jantung. Perubahan-perubahan dalam
pergerakan dada, perkusi, bunyi napas, dan gas arteri mengindikasikan
adanaya perluasan dan beratnya kondisi yang terjadi.
8. Perubahan-perubahan integument Indikator cedera iskemia terhadap
jaringan yang pertama adalah reaksi inflamasi. Perubahan awal terlihat
pada permukaan kulit sebagai daerah eritema yang tidak teratur dan
didefinisikan sangat buruk di atas tonjolan tulang yang tidak hilang dalam
waktu 3 menit setelah tekanan dihilangkan.
9. Perubahan-perubahan fungsi urinaria Bukti dari perubahan-perubahan
fungsi urinaria termasuk tanda-tanda fisik berupa berkemih sedikit dan
sering, distensi abdomen bagian bawah, dan batas kandung kemih yang
dapat diraba. Gejala-gejala kesulitan miksi termasuk pernyataan
ketidakmampuan untuk berkemih dan tekanan atau nyeri pada abdomen
bagian bawah.
10. Perubahan-perubahan Gastrointestinal Sensasi subjektif dari konstipasi
termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen bagian bawah, rasa penuh,
tekanan. Pengosonganh rectum yang tidak sempurna, anoreksia, mual
gelisah, depresi mental, iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala.
11. Faktor-faktor lingkungan Lingkungan tempat tinggal klien memberikan
bukti untuk intervensi. Di dalam rumah, kamar mandi tanpa pegangan,
karpet yang lepas, penerangan yang tidak adekuat, tangga yang tinggi,
lantai licin, dan tempat duduk toilet yang rendah dapat menurunkan
mobilitas klien. Hambatan-hambatan institusional terhadap mobilitas
termasuk jalan koridor yang terhalang, tempat tidudan posisi yang tinggi,
dan cairan pada lantai. Identifikasi dan penghilangan hambatan-hambatan
yang potensial dapat meningkatakan mobilitas
M. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL &
INTERVENSI
1. Gangguan mobilitas fisik
2. Nyeri akut
3. Intoleransi aktivitas
4. Defisit perawatan diri (Tarwoto & Wartonah, 2003)

DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba
Medika.
Perry & Potter. 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan
praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Tarwoto & Wartonah, 2003. Kebutuhan dasar manusia & proses keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika.
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku saku diagnosa keperawatan dengan intervensi
NIC dan kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC.
Kushariyadi. 2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika Mc
Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC)
Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika

Anda mungkin juga menyukai