Anda di halaman 1dari 100

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN IMOBILITAS

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mobilitas adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian bagi seseorang. Imobilitas
didefinisikan secara luas sebagai tingkat aktivitas yang kurang dari mobilitas normal. Imobilitas dan
intoleran aktivitas sering sekali terjadi pada lansia. Sebagian besar lansia mengalami imobilitas dengan
bermacam-macam penyebab.
Studi-studi tentang insidensi diagnosis keperawatan yang digunakan untuk lansia mengungkapkan bahwa
hambatan mobilitas fisik adalah diagnosis pertama atau kedua yang paling sering muncul. Prevalensi dari
masalah ini meluas di luar institusi sampai melibatkan seluruh lansia.
Awitan imobilitas atau intoleran aktivitas pada sebagian besar orang tidak terjadi secara tiba-tiba.
Awitannya bertahap dari mobilitas penuh sampai ketergantungan fisik total atau ketidak aktifan, tetapi
berkembang secara perlahan dan tanpa disadari.
Seorang perawat harus memberikan intervensi yang tepat agar dapat menghambat terjadinya
ketergantungan fisik total. Intervensi yang diarahkan pada pencegahan kearah konsekuensi-konsekuensi
imobilitas dan ketidak aktifan dapat menurunkan kecepatan penurunannya.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana asuhan keperawatan pada lansia yang mengalami imobilitas?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui, memahami dan mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia yang mengalami
imobilitas
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan mampu menjelaskan definisi imobilitas.
2. Mengetahui dan mampu menjelaskan kembali faktor penyebab dan karakteristik
imobilitas pada lansia.
3. Mengetahui dan mampu menjelaskan dampak imobilitas pada lansia.
4. Megetahui dan mampu menjelaskan pencegahan imobilitas yang terjadi pada lansia.
1.4 Manfaat
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat memberi informasi bagi mahasiswa keperawatan dan dapat
menjadi bekal dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya dalam keperawatan gerontik.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Imobilisasi adalah suatu keadaan dimana penderita harus istirahat di tempat tidur,tidak bergerak secara
aktif akibat berbagai penyakit atau gangguan pada alat/organ tubuh yang bersifat fisik atau mental. Dapat
juga diartikan sebagai suatu keadaan tidak bergerak / tirah baring yang terus – menerus selama 5 hari atau
lebih akibat perubahan fungsi fisiologis (Bimoariotejo, 2009).
Immobility (imobilisasi) adalah keadaan tidak bergerak/ tirah baring (bed rest) selama 3 hari atau lebih
(Adi, 2005). Suatu keadaan keterbatasan kemampuan pergerakan fisik secara mandiri yang dialami
seseorang (Pusva, 2009).
Didalam praktek medis imobilisasi digunakan untuk menggambarkan suatu sindrom degenerasi fisiologis
akibat dari menurunnya aktivitas dan ketidakberdayaan.

2.2 Epidemiologi
Immobilisasi lama bisa terjadi pada semua orang tetapi kebanyakan terjadi pada orang – orang lanjut usia
(lansia), pasca operasi yang membutuhkan tirah baring lama. Dampak imobilisasi lama terutama
dekubitus mencapai 11% dan terjadi dalam kurun waktu 2 minggu, perawatan emboli paru berkisar
0,9%,dimana tiap 200.000 orang meninggal tiap tahunnya.

2.3 Batasan karakteristik


1. Ketidakmampuan untuk bergerak dengan tujuan di dalam lingkungan, termasuk mobilitas
di tempat tidur, berpindah dan ambulasi.
2. Keengganan untuk melakukan pergerakan.
3. Keterbatasan rentang gerak.
4. Penurunan kekuatan, pengendalian, atau masa otot.
5. Mengalami pembatasan pergerakan, termasuk protokol-protokol mekanis dan medis.
6. Gangguan koordinasi.
2.4 Faktor Risiko
Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan imobilisasi pada usia lanjut, seperti
pada tabel berikut:
Tabel 1. Penyebab Umum Imobilisasi pada Usia Lanjut
Gangguan muskuloskeletal Artritis
Osteoporosis
Fraktur (terutama panggul dan femur)
Problem kaki (bunion, kalus)
Lain-lain (misalnya penyakit paget)
Gangguan neurologis Stroke
parkinson Penyakit
Lain-lain (disfungsi serebelar, neuropati)
Penyakit kardiovaskular Gagal jantung kongensif (berat)
Penyakit jantung koroner (nyeri dada yang sering)
Penyakit vaskular perifer (kardkasio yang sering)
Penyakit paru Penyakit paru obstruksi kronis (berat)
Faktoe sensorik Gangguan penglihatan
Takut (instabilitas dan takut akan jatuh)
Penyebab lingkungan Imobilisasi yang dipaksakan (di rumah sakit atau panti
werdha)
Alat bantu mobilitas yang tidak adekuat
Nyeri akut atau kronik
Lain-lain Dekondisi (setelah tirah baring lama metastasis luas pada
keganasan)
Malnutrisi
Penyakit sistemik berat (misalnya metastasis luas pada
keganasan)
Depresi
Efek samping obat (misalnya kekuatan yang disebabkan obat
antipsikotik)

2.5 Manifestasi klinis


Dampak fisiologis dari imobilitas, antara lain:
Efek Hasil
 Penurunan konsumsi  Intoleransi ortostatik
oksigen maksimum  Peningkatan denyut jantung,
 Penurunan fungsi sinkop
ventrikel kiri  Penurunan kapasitas
 Penurunan volume kebugaran
sekuncup  Konstipasi
 Perlambatan fungsi usus  Penurunan evakuasi
 Pengurangan miksi kandung kemih
 Gangguan tidur  Bermimpi pada siang hari,
halusinasi
Tabel 2. Efek Imobilisasi pada Berbagai Sistem Organ
Organ / Sistem Perubahan yang Terjadi Akibat Imobilisasi
Muskuloskeletal Osteoporosis, penurunan massa tulang, hilangnya
kekuatan otot, penurunan area potong lintang otot,
kontraktor, degenerasi rawan sendi, ankilosis,
peningkatan tekanan intraartikular, berkurangnya
volume sendi
Kardiopulmonal dan Peningkatan denyut nadi istirahat, penurunan perfusi
pembuluh darah miokard, intoleran terhadap ortostatik, penurunan
ambilan oksigen maksimal (VO2 max), deconditioning
jantung, penurunan volume plasma, perubahan uji
fungsi paru, atelektasis paru, pneumonia, peningkatan
stasis vena, peningkatan agresi trombosit, dan
hiperkoagulasi
Integumen Peningkatan risiko ulkus dekubitus dan laserasi kulit
Metabolik dan endokrin Keseimbangan nitrogen negatif, hiperkalsiuria,
natriuresis dan deplesi natrium, resistensi insulin
(intoleransi glukosa), hiperlipidemia, serta penurunan
absorpsi dan metabolisme vitamin/mineral
Neurologi dan psikiatri Depresi dan psikosis, atrofi korteks motorik dan
sensorik, gangguan keseimbangan, penurunan fungsi
kognitif, neuromuskular yang tidak efisien
Traktus gastrointestinal dan Inkontinensia urin dan alvi, infeksi saluran kemih,
urinarius pembentukan batu kalsium, pengosongan kandung
kemih yang tidak sempurna dan distensi kandung
kemih, impaksi feses dan konstipasi, penurunan
motilitas usus, refluks esofagus, aspirasi saluran napas
dan peningkatan risiko perdarahan gastrointestinal

2.6 Komplikasi
Imobilisasi dapat menyebabkan proses degenerasi yang terjadi pada hampir semua sistem organ sebagai
akibat berubahnya tekanan gravitasi dan berkurangnya fungsi motorik.

2.7 Prognosis
Prognosis tergantung pada penyakit yang mendasari imobilisasi dan komplikasi yang ditimbulkannya.
Perlu dipahami, imobilisasi dapat memberat penyakit dasarnya bila tidak ditangani sedini mungkin,
bahkan dapat sampai menimbulkan kematian

2.8 Terapi
Tatalaksana Umum
1. Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien, keluarga, dan pramuwerdha.
2. Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring lama, pentingnya latihan
bertahap dan ambulasi dini, serta mencegah ketergantungan pasien dengan melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari sendiri, semampu pasien.
3. Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target fungsional, dan pembuatan
rencana terapi yang mencakup pula perkiraan waktu yang diperlukan untuk mencapai target
terapi.
4. Temu dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan cairan dan elektrolit
yang mungkin terjadi pada kasus imobilisasi, serta penyakit/ kondisi penyetara lainnya.
5. Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang dapat menyebabkan
kelemahan atau kelelahan harus diturunkan dosisnya atau dihentkan bila memungkinkan.
6. Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang mengandung serat, serta
suplementasi vitamin dan mineral.
7. Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi medis terjadi meliputi
latihan mobilitas di tempat tidur, latihan gerak sendi (pasif, aktif, dan aktif dengan bantuan),
latihan penguat otot-otot (isotonik, isometrik, isokinetik), latihan koordinasi/keseimbangan, dan
ambulasi terbatas.
8. Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat bantu berdiri dan
ambulasi.
9. Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod atau toilet.

Tatalaksana Khusus
1. Tatalaksana faktor risiko imobilisasi (lihat tabel 1).
2. Tatalaksana komplikasi akibat imobilisasi.
3. Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi medik kepada dokter spesialis yang
kompeten.
4. Lakukan remobilisasi segera dan bertahap pada pasien–pasien yang mengalami sakit atau
dirawat di rumah sakit dan panti werdha untuk mobilitas yang adekuat bagi usia lanjut yang
mengalami disabilitas permanen.

2.9 Pencegahan
1. 1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan proses yang berlangsung sepanjang kehidupan dan episodik. Sebagai
suatu proses yang berlangsung sepanjang kehidupan, moblilitas dan aktivitas tergantung pada fungsi
sistem muskuloskeletal, kardiovaskuler, pulmonal. Sebagai suatu proses episodik, pencegahan primer
diarahkan pada pencegahan masalah-masalah yang dapat timbul akibat imobilitas atau ketidak aktifan.
1.1 Hambatan terhadap latihan
Berbagai hambatan mempengaruhi partisipasi lansia dalam latihan secara teratur. Bahaya-bahaya
interpersonal termasuk isolasi sosial yang terjadi ketika teman-teman dan keluarga telah meninggal,
perilaku gaya hidup tertentu (misalnya merokok dan kebiasaan diet yang buruk), depresi, gangguan tidur,
kurangnya transportasi dan kurangnya dukungan. Hambatan lingkungan termasuk kurangnya tempat yang
aman untuk latihan dan kondisi iklim yang tidak mendukung.
1.2 Pengembangan program latihan
Program latihan yang sukses sangat individual, diseimbangkan, dan mengalami peningkatan. Program
tersebut disusun untuk memberikan kesempatan pada klien untuk mengembangkan suatu kebiasaan yang
teratur dalam melakukan bentuk aktif dari rekreasi santai yang dapat memberikan efek latihan. Ketika
klien telah memiliki evaluasi fisik secara seksama, pengkajian tentang faktor-faktor pengganggu berikut
ini akan membantu untuk memastikan keterikatan dan meningkatkan pengalaman:
 Aktivitas sat ini dan respon fisiologis denyut nadi sebelum, selama dan setelah aktivitas
diberikan).
 Kecenderungan alami (predisposisi atau peningkatan kearah latihan khusus).
 Kesulitan yang dirasakan.
 Tujuan dan pentingnya latihan yang dirasakan.
 Efisiensi latihan untuk diri sendiri (derajat keyakinan bahwa seseorang akan berhasil).
1.3 Keamanan
Ketika program latihan spesifik telah diformulasikan dan diterima oleh klien, instruksi tentang latihan
yang aman harus dilakukan. Mengajarkan klien untuk mengenali tanda-tanda intoleransi atau latihan yang
terlalu keras sama pentingnya dengan memilih aktivitas yang tepat.

1. 2. Pencegahan Sekunder
Spiral menurun yang terjadi akibat eksaserbasi akut dari imobilitas dapat dikurangi atau dicegah dengan
intervensi keperawatan. Keberhasilan intervensi berasal dari suatu pengertian tentang berbagai faktor
yang menyebabkan atau turut berperan terhadap imobilitas dan penuaan. Pencegahan sekunder
memfokuskan pada pemeliharaan fungsi dan pencegahan komplikasi. Diagnosis keperawatan yang
dihubungkan dengan pencegahan sekunder adalah gangguan mobilitas fisik.

2.10 WOC (Terlampir)


Download : WOC IMOBILITAS
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Pemeriksaan fungsi motorik
 Pemeriksaan kekuatan otot
Pemeriksaan kekuatan otot dapat dilakukan dengan menggunakan pengujian otot secara manual (manual
muscle testing MMT). Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui kemampuan mengontraksikan
kelompok otot secara volunter.
 Prosedur pelaksanaan MMT:
1. Lansia diposisikan sedemikan rupa sehingga otot mudah berkontraksi sesuai dengan
kekuatannya.
2. Bagian tubuh yang dites harus terbebas dari pakaian.
3. Berikan penjelasan dan contoh gerakan yang harus dilakukan.
4. Lansia mengkontraksikan ototnya dan stabilisasi diberikan pada segmen proksimal.
5. Selama terjadi kontraksi, gerakan yang terjadi diobservasi, baik palpasi pada tendon atau
perut otot.
6. Memberikan tahanan pada otot yang bergerak dengan luas gerak sendi penuh.
7. Melakukan pencatatan hasil MMT.

Kriteria hasil pemeriksaan MMT:


1. Normal (5): mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh, melawan gravitasi dan
melawan tahan maksimal.
2. Good (4): mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh melawan gravitasi dan
melawan tahanan sedang (moderat).
3. Fair (3): mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh dan melawan gravitasi tanpa
tahanan.
4. Poor (2): mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh tanpa melawan gravitasi.
5. Trace (1): tidak ada gerakan sendi, tetapi kontraksi otot dapat dipalpasi.
6. Zero (0): kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi.

1. Pemeriksaan tonus otot


Tonus otot adalah ketegangan minimal suatu otot dalam keadaan istirahat. Dapat diperiksa dengan
beberapa cara yaitu dengan palpasi, gerakan pasien dan vibrasi.

1. Pemeriksaan luas gerak sendi


Luas gerak sendi (LGS) merupakan luas gerak sendi yang dapat dilakukan oleh suatu sendi. Tujuan
pemeriksaan LGS adalah untuk mengetahui besarnya LGS suatu sendi dan membandingkannya dengan
LGS sendi yang normal, membantu diagnosis dan menentukan fungsi sendi.
Pengukuran LGS menggunakan Goniometer:
1. Posisi awal posisi anatomi, yaitu tubuh tegak, lengan lurus di samping tubuh, lengan
bawah dan tangan menghadap bawah.
2. Sendi yang di ukur harus terbuka.
3. Berikan penjelasan dan contoh gerakan.
4. Berikan gerakan pasif 2 atau 3 kali.
5. Berikan stabilisasi pada segmen bagian proksimal.
6. Tentukan aksis gerakan baik secara aktif/pasif.
7. Letakkan tangkai goniometer yang statik paralel dengan aksis longitudinal.
8. Pastikan aksis goniometer tepat pada aksis gerakan sendi.
9. Baca dan catat hasil pemeriksaan LGS.
1. Pemeriksaan postur
Pemeriksaan postur di lakukan dengan cara inspeksi pada posisi berdiri. Pada posisi tersebut postur yang
baik/normal dapat terlihat dengan jelas. Dari samping, tampak telinga, akromium, trunk, trokanter mayor,
patela bagian posterior dan maleolus lateralis ada dalam satu garis lurus.

1. Pemeriksaan kemampuan fungsional


Ada beberapa sistem penilaian yang dikembangkan dalam pemeriksaan kemampuan fungsional.
1. Indeks ADL Barthel
NO FUNGSI SKOR KETERANGAN
1 Mengendalikan rangsang 0 Tak terkendali/tak teratur (perlu
pembuangan tinja 1 pencahar).
2 Kadang-kadang tak terkendali (1x
seminggu).
Terkendali teratur.
2 Mengendalikan rangsang 0 Tak terkendali atau pakai kateter
berkemih 1 Kadang-kadang tak terkendali (hanya
2 1x/24 jam)
Mandiri
3 Membersihkan diri (seka muka, 0 Butuh pertolongan orang lain
sisir rambut, sikat gigi) 1 Mandiri
4 Penggunaan jamban, masuk dan 0 Tergantung pertolongan orang lain
keluar (melepaskan, memakai 1 Perlu pertolonganpada beberapa
celana, membersihkan, 2 kegiatan tetapi dapat mengerjakan
menyiram) sendiri beberapa kegiatan yang lain.
Mandiri
5 Makan 0 Tidak mampu
1 Perlu ditolong memotong makanan
2 Mandiri
6 Berubah sikap dari berbaring ke 0 Tidak mampu
duduk 1 Perlu banyak bantuan untuk bias duduk
2 Bantuan minimal 1 orang.
3 Mandiri
7 Berpindah/ berjalan 0 Tidak mampu
1 Bisa (pindah) dengan kursi roda.
2 Berjalan dengan bantuan 1 orang.
3 Mandiri
8 Memakai baju 0 Tergantung orang lain
1 Sebagian dibantu (mis: memakai baju)
2 Mandiri.
9 Naik turun tangga 0 Tidak mampu
1 Butuh pertolongan
2 Mandiri
10 Mandi 0 Tergantung orang lain
1 Mandiri

TOTAL SKOR
Skor BAI :
20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan ringan
9-11 : Ketergantungan sedang
5-8 : Ketergantungan berat
0-4 : Ketergantungan total

1. Indeks Katz
Mengukur kemampuan mobilisasi dengan menggunakan 6 kegiatan: makan, kontinensia, menggunakan
pakaian, pergi ke toilet, berpindah dan mandi. Termasuk kategori yang mana:
1. Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB, BAK), menggunakan pakaian, pergi ke toilet,
berpindah, dan mandi.
2. Mandiri semuanya kecuali salah satu dari fungsi diatas.
3. Mandiri, kecuali mandi, dan satu lagi fungsi yang lain.
4. Mandiri, kecuali mandi, berpakaian dan satu lagi fungsi yang lain.
5. Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, dan satu lagi fungsi yang lain.

1. Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu fungsi yang lain.
2. Ketergantungan untuk semua fungsi diatas.
Keterangan:
Mandiri: berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan aktif dari orang lain. Seseorang yang
menolak melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan fungsi, meskipun dianggap mampu.

1. Indeks kenny-self care


Skala ini mengukur kemampuan perawatan diri yang meliputi 6 kategori:
1. Tidur dan istirahat
2. Berpindah
3. Bergerak
4. Berpakaian
5. Personal hygiene
6. Makan
Dalam memenuhi kebutuhan fungsional ini diperlukan hal-hal yang mencakup kemampuan fisik,
motivasi, bimbingan dan kemauan untuk belajar. Skala ini dilakukan untuk mengukur kemampuan
fungsional lansia yang dilakukan dalam lingkungan yang tertutup, terlindungi atau dalam pengawasan
perawat home care atau rumah sakit. Penilaian ini tidak termasuk aktifitas diluar rumah seperti berjalan
ke kendaraan, menggunakan alat transportasi umum, dan bekerja seperti mengangkat beban.

1. Indeks ADL

PENGKAJIAN B1-B6
1. B1 (Breath): Sekret susah keluar, Sesak nafas.
Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala atelektasis dan pneumonia. Tanda-tanda
awal meliputi peningkatan temperatur dan denyut jantung. Perubahan-perubahan dalam pergerakan dada,
perkusi, bunyi napas, dan gas arteri mengindikasikan adanya perluasan dan beratnya kondisi yang terjadi.
1. B2 (Blood): Pusing atau pingsan bila mencoba untuk berdiri (tegak), dan mudah lelah.
Tanda dan gejala B1 (kardiovaskuler tidak memberikan bukti langsung atau meyakinkan tentang
perkembangan komplikasi imobilitas. Hanya sedikit petunjuk diagnostik yang dapat diandalkan pada
pembentukan trombosis. Tanda-tanda tromboflebitis meliputi eritema, edema, nyeri tekan dan tanda
homans positif. Intoleransi ortostatik dapat menunjukkan suatu gerakan untuk berdiri tegak seperti gejala
peningkatan denyut jantung, penurunan tekanan darah, pucat, tremor tangan, berkeringat, kesulitan dalam
mengikuti perintah dan sinkop
1. B3 (Brain): Daya hantar saraf menurun, koordinasi terganggu, aktivitas terganggu.
2. B4 (Bladder): Adanya sisa urine karena posisi baring pasien ini tidak dapat
mengosongkan kandung kemih secara sempurna. Adanya Infeksi Saluran Kemih (ISK) karena
keadaan stagnasi urine maupun karena batu saluran kencing. Serta terjadi batu saluran kencing
karena faktor osteoporosis dan diet yang tinggi kalsium maka mengakibatkan hiperkalsiuria.
Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk tanda-tanda fisik berupa berkemih sedikit dan
sering, distensi abdomen bagian bawah, dan batas kandung kemih yang dapat diraba. Gejala-gejala
kesulitan miksi termasuk pernyataan ketidakmampuan untuk berkemih dan tekanan atau nyeri pada
abdomen bagian bawah
1. B5 (Bowel): Konstipasi karena tirah baring yang lama.
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen bagian bawah, rasa penuh,
dan tekanan. Pengosongan rectum yang tidak sempurna, anoreksia, mual gelisah, depresi mental,
iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala
1. B6 (Bone): Nyeri pada tulang dan sendi, kaku/susah digerakkan, nyeri leher, arthritis
pasca trauma, osteoporosis.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan mobilisasi b.d penurunan kekuatan dan ketahanan otot
Definisi: Keadaan dimana seorang individu mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan
fisik, tetapi bukan imobilisasi.
Kriteria hasil: Individu menunjukkan peningkatan kekuatan dan fungsi sendi serta tungkai yang sakit.
Memperlihatkan penggunaam alat-alat yang adaptif untuk meningkatkan mobilitas.
Kriteria Mayor:
1. Penurunan kemampuan untuk bergerak dengan sengaja dalam lingkungan (misal:
mobilitas di tempat tidur, berpindah, ambulasi).
2. Keterbatasan rentang gerak.
Kriteria Minor:
1. Pembatasan pergerakan yang dipaksakan.
2. Enggan untuk bergerak.

No. Intervensi Rasional


1. Ajarkan untuk melakukan latihan 1. Latihan rentang gerak sangat
rentang gerak aktif pada anggota gerak membantu lansia untuk mandiri dan
yang sehat sedikitnya empat kali meminimalkan risiko cidera.
sehari.
1. Lakukan latihan
rentang gerak pasif pada
anggota gerak yang sakit.
Lakukan dengan perlahan,
sangga ekstremitas di bagian
atas dan bawah sendi.
2. Secara bertahap
lakukan latihan rentang gerak
aktif untuk aktivitas
fungsional.

Amati dan ajarkan penggunaan alat 1. Penggunaan alat bantu yang


2. bantu mobilisasi misal: kruk, walker, tepat dapat memaksimalkan
kursi roda, dsb. mobilisasi untuk aktivitas fungsional.

1. Meningkatkan harga diri,


Dorong partisipasi aktivitas sehari- meningkatkan rasa kontrol dan
3. hari. kemandirian.

1. Intoleran aktivitas b.d nyeri sendi


Definisi: Penurunan dalam kapasitas fisiologis seseorang untuk melakukan aktivitas sampai tingkat yang
diinginkan atau yang dibutuhkan.
Kriteria hasil: Berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari sesuai tingkat kemampuan. TTV dalam batas
normal.
Kriteria Mayor:
1. Selama aktifitas: kelemahan, pusing, dispnea.
2. 3 menit setelah aktivitas: pusing, dispnea, keletihan akibat aktivitas, RR ≥ 24, Nadi ≥ 95
Kriteria Minor:
1. Pucat/cyanosis
2. Konfusi
3. Vertigo

No. Intervensi Rasional


1. Observasi laporan kelemahan, 1. Nyeri yang dirasakan dapat
perhatikan ketidakmampuan untuk membatasi aktivitas sehari-hari.
berpartisipai dalam aktivitas sehari-
hari.
1. Menghemat energi untuk
2. Berikan lingkungan tenang dan aktivitas dan regenerasi selular.
periode istirahat tanpa gangguan.
Dorong istirahat sebelum makan.
1. Memaksimalkan sediaan
Implementasikan teknik penghematan energi untuk tugas perawatan diri.
3. energi, contoh: lebih baik duduk
daripada berdiri, penggunaan kursi
untuk mandi. Bantu aktivitas lain
sesuai indikasi.

1. Resiko cedera fisik b.d penurunan fungsi tubuh


Definisi: Keadaan dimana seorang individu beresiko untuk mendapat bahaya karena defisit perceptual
atau fisiologis, kurangnya kesadaran tentang bahaya, atau usia lanjut.
Kriteria hasil: Individu dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terhadap
cidera. Mengungkapkan suatu keinginan untuk melakukan tindakan pengamanan sehingga mencegah
cidera.

No. Intervensi Rasional


1. Orientasikan klien dengan ruangan 1. Menghindari terjadinya
yang baru disekelilingnya. disorientasi tempat.

Gunakan lampu dimalam hari,


2. anjurkan individu untuk meminta 1. Penerangan yang efektif
bantuan dimalam hari. membantu lansia mengenali benda
disekitarnya sehingga mengurangi
risiko cidera.
Pertahankan tempat tidur pada. posisi
3. terendah dimalam hari. 1. Menghindari risiko jatuh dari
tempat tidur.
Ajarkan penggunaan kruk, tongkat,
4. walker prostese dengan tepat. 1. Mengurangi cidera
iatrogenic.

1. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas usus sekunder terhadap tirah baring
yang lama
Definisi: Keadaan dimana individu mengalami stasis usus besar, yang mengakibatkan eliminasi jarang
dan/keras, feses kering.
Kriteria hasil:
1. Individu akan menunjukkan eliminasi yang membaik
1. Dapat menjelaskan rasional dari intervensi
Kriteria Mayor:
1. Feses keras dan berbentuk
2. Defekasi < 3 kali seminggu
Kriteria Minor:
1. Penurunan bising usus
2. Mengeluh rektal penuh
3. Merasakan tekanan pada rectum
4. Nyeri saat defekasi

No. Intervensi Rasional


1. Ajarkan pentingnya diet seimbang. 1. Diet yang tinggi serat dapat
mempermudah pengeluaran feses.

Dorong masukan harian sedikitnya 2 1. Memperlancar BAB.


2. liter cairan (8-10 gelas)
kec.dikontraindikasikan.

Anjurkan minum air hangat 30 menit 1. Cairan ini dapat bertindak


3. sebelum sarapan pagi. sebagai stimulus untuk evakuasi
usus.

Bantu individu untuk posisi semi 1. Posisi ini memungkinkan


4. jongkok. penggunaan optimal otot abdomen
dan efek gravitasi kuat.

1. Memberikan informasi yang


Berikan health education untuk adekuat, mencegah komplikasi lebih
5. mencegah tekanan rektal yang lanjut.
menyebabkan hemoroid.

1. Sindrom defisit perawatan diri berhubungan dengan imobilisasi sekunder terhadap IMA.
Definisi: Keadaan dimana individu mengalami kerusakan fungsi motorik atau fungsi kognitif, yang
menyebabkan penurunan kemampuan untuk melakukan masing-masing dari kelima aktivitas perawatan
diri.
Kriteria hasil:
1. Individu dapat mengidentifikasi kesukaan akan aktivitas perawatan diri. (mis: waktu,
lokasi, produk)
2. Berpartisipasi secara fisik dan/atau verbal dalam aktivitas pemberian makanan,
mengenakan pakaian, ke kamar mandi, mandi.
Kriteria Mayor:
1. Kurangnya kemampuan untuk makan sendiri.
1. Tidak dapat memotong makanan
2. Tidak dapat membawa makanan ke mulut
3. Kurangnya kemampuan untuk mandi sendiri (termasuk membasuh seluruh
anggota tubuh, menyisir rambut, menggosok gigi, melakukan perawatan terhadap kulit,
dan kuku serta menggunkan rias wajah).

No. Intervensi Rasional


1. Kaji faktor penyebab sindrom defisit 1. Dengan mengetahui
perawatan diri. penyebab dari sindrom maka
masalah lebih mudah di atasi.

2. Tingkatkan partisipasi optimal. 1. Mengjarkan klien untuk


mandiri.

3. Tingkatkan harga diri dan 1. Agar klien memiliki rasa


kemampuan diri. percaya diri untuk bersosialisasi
dengan lingkungannya.

1. Agar klien dapat


4. Beri dorongan untuk termotivasi.
mengekspresikan perasaan tentang
kurang perawatan diri.
5. Evaluasi kemampuan untuk 1. Untuk mengetahui
berpartisipasi dalam setiap tindakan perkembangan kemampuan klien.
perawatan diri.

1. Resiko infeksi saluran kemih berhubungan dengan stagnasi urine dan batu saluran
empedu.
Definisi: Keadaan dimana seorang individu beresiko terserang oleh agen patogenik atau oportunistik
(bakteri, jamur, protozoa, parasit lain) dari sumber-sumber eksternal, sumber-sumber endogen/eksogen.
Kriteria Hasil:
1. Memperlihatkan pengetahuan tentang faktor resiko yang berkaitan dengan infeksi.
2. Melakukan tindakan pencegahan yang tepat untuk mencegah infeksi.

No. Intervensi Rasional


1. Evaluasi semua hasil pemeriksaan 1. Mengetahui tingkat infeksi
laboratorium yang abnormal, klien.
khususnya kultur/sensitifitas, JDL.

Kaji tanda/gejala abnormal pada klien


2. sesuai prosedur urologis. 1. Sebagai tanda peringatan
dini terjadinya infeksi.
Pantau suhu klien paling sedikit
3. setiap 24 untuk mengetahui 1. Mengetahui perubahan
peningkatan dan laporkan pada dokter suhu klien, apabila suhu klien
jika lebih dari 37,8° C. tinggi maka infeksinya sudah
parah.
Berikan cairan bila diperlukan.
4.
1. Mengganti cairan yg kluar
Kaji kembali kebutuhan kateter urine melalui kringat dan urine.
5. indwelling setiap hari.
1. Menyesuaikan dengan
kondisi klien, apabila terjadi
infeksi maka sebaiknya
Berikan antibiotik. penggunaan kateter di ganti setiap
6. hari.

1. Mengurangi inflamasi.

7. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d penurunan absorbsi vitamin dan mineral sekunder akibat imobilitas
Definisi: Suatu keadaan dimana individu yang tidak puasa mengalami atau yang beresiko
mengalami penurunan berat badan yang berhubungan dengan masukan yang tidak adekuat atau
metabolisme nutrient yang tidak adekuat untuk kebutuhan metabolik.
Kriteria hasil: Individu akan
1. Meningkatkan masukan oral seperti yang ditunjukkan oleh perawat.
2. Menjelaskan faktor-faktor penyebab apabila diketahui.
3. Menjelaskan rasional dan prosedur pengobatan.
Kriteria Mayor:
Individu yang tidak puasa melaporkan atau mengalami masukan makanan tidak adekuat, kurang dari yang
dianjurkan dengan atau tanpa penurunan berat badan atau kebutuhan-kebutuhan metabolik aktual atau
potensial dalam masukan yang berlebihan.
Kriteria Minor:
1. Berat badan 10% sampai 20% atau lebih dibawah berat badan ideal untuk tinggi dan
kerangka tubuh.
2. Lipatan kulit trisep, lingkar lengan tengah, dan lingkar otot pertengahan tengah kurang
dari 60% standart pengukuran.
3. Kelemahan otot dan nyeri tekan.
4. Peka rangsang mental dan kekacauan mental.

1. Penurunan albumin serum.


2. Penurunan transferin serum atau penurunan kapasitas ikatan besi.

No. Intervensi Rasional


1. Buat pilihan menu yang ada dan 1. Klien yang meningkat rasa
ijinkan klien untuk mengontrol pilihan percaya dirinya dan merasa
sebanyak mungkin. mengontrol lingkungan lebih suka
mnyediakan makanan untuk makan.
1. Dilatasi gaster dapat terjadi
2. Berikan makan sedikit dan makanan bila pemberian makanan terlalu
kecil tambahan yang tepat. cepat setelah periode puasa.

Berikan makanan yang mudah dicerna 1. Makanan yang lembut


3. misal: bubur, jus buah-buahan, sereal. memudahkan lansia untuk menelan
dan menurunkan kerja usus.

Sadari pilihan-pilihan makanan rendah 1. Klien akan mencoba


kalori/minuman, menimbun makanan, menghindari mengambil makanan
4. membuang makanan dalam berbagai bila tampak mengandung banyak
tempat seperti saku atau kantung kalori dan mau makan lama untuk
pembuangan. menghindari makan.

8. Keletihan b.d defisit nutrisional dan penurunan metabolisme nutrient sekunder akibat mual muntah
Definisi: Keadaan pengenalan diri dimana seorang individu mengalami perasaan kecapaian yang
berlebihan terus-menerus dan penurunan kapasitas kerja fisik dan kerja mental yang tidak dapat
dihilangkan dengan istirahat.

Kriteria hasil: individu akan


1. Mendiskusikan sebab-sebab kelelahan.
2. Mengungkapkan perasaan mengenai efek dari keletihan.
3. Menetapkan prioritas untuk aktifitas sehari-hari.
4. Ikut serta dalam aktifitas disekitarnya.
Kriteria Mayor:
1. Mengungkapkan tentang kekurangan energy yang tak kunjung habis dan berlebihan.
2. Ketidakmampuan untuk mempertahankan rutinitas biasa.
Kriteria Minor:
1. Meningkatnya keluhan fisik.
2. Secara emosional labil dan mudah tersinggung.
3. Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi.
4. Penurunan kinerja.
5. Letargi atau tidak bergairah.
No. Intervensi Rasional
1. Evaluasi laporan kelelahan, kesulitan 1. Menentukan derajat
menyelesaikan tugas, perhatikan (berlanjut/perbaikan) dari efek
kemampuan tidur/istirahat dengan ketidak mampuan.
tepat.

2. Kaji kemampuan untuk berpartisipasi 1. Mengkaji kebutuhan


pada aktivitas yang individual dan menentukan
diinginkan/dibutuhkan. intervensi.

3. Rencanakan periode istirahat yang


lebih adekuat. 1. Mencegah kelelahan
berlebihan dan menyimpan energi
untuk penyembuhan, regenerasi
jaringan.
4. Identifikasi faktor stress/psikologis
yang dapat memperberat. 1. Mungkin memiliki efek
akumulatif (sepanjang faktor
psikologis) yang dapat diatasi bila
Berikan bantuan dalam aktifitas masalah diketahui.
5. sehari-hari dan tingkatkan tingkat
partisipasi klien sesuai 1. Meningkatkan rasa aman,
kemampuannya. meningkatkan percaya diri dan
membatasi frustasi akibat
ketidakmampuan.

9. Resiko aspirasi b.d refluk isi lambung sekunder akibat pengosongan lambung yang tidak sempurna.
Definisi: Keadaan dimana individu beresiko terhadap pemasukan sekresi, benda padat, atau cairan ke
dalam saluran trakeobronkial.
Kriteria hasil: Individu tidak mengalami aspirasi, mengungkapkan tindakan untuk mencegah aspirasi.

No. Intervensi Rasional


1. Minimalkan posisi tidur 1. Posisi terlentang sangat rentan
terlentang, ubah posisi miring terjadi tersedak.
kanan/kiri atau tengkurap dalam
jangka waktu tertentu.

Hindari makan/minum dengan


2. posisi tidur terlentang, berikan 1. Posisi terlentang sangat rentan
posisi semi fowler. terjadi tersedak.

Batasi makan/minum sebelum


tidur, minimal 2 jam sebelum
3. tidur. 1. Makan banyak sebelum tidur
memungkinkan terjadinya refluks
makanan dari lambung.

BAB 4
PENUTUP

Simpulan
Imobilisasi adalah suatu keadaan dimana penderita harus istirahat di tempat tidur, tidak bergerak secara
aktif akibat berbagai penyakit atau gangguan pada alat/organ tubuh (impaitment) yang bersifat fisik atau
mental. Dapat juga diartikan sebagai suatu keadaan tidak bergerak/tirah baring yang terus – menerus
selama 5 hari atau lebih akibat perubahan fungsi fisiologis (Bimoariotejo, 2009).
Berbagai masalah sering dihadapi lansia diantaranya pusing atau pingsan mencoba untuk berdiri (tegak),
adanya sisa urine karena posisi baring pasien ini tidak dapat mengosongkan kandung kemih secara
sempurna, adanya Infeksi Saluran Kemih (ISK) karena keadaan stagnasi urine maupun karena batu
saluran kencing, konstipasi karena tirah baring lama, nyeri pada tulang dan sendi, kaku/susah digerakkan,
nyeri leher, arthritis pasca trauma, osteoporosis. Upaya-upaya rehabilitasi untuk memaksimalkan
mobilitas bagi lansia melibatkan upaya multidisiplin yang terdiri dari perawat, dokter, ahli fisioterapi, dan
terapi okupasi, seorang ahli gizi, aktivitas sosial, dan keluarga serta teman-teman.

Saran
Keperawatan gerontik berkembang sejalan dengan globalisasi kesehatan, dimana sistem kesehatan
memandang pentingnya pelayanan kesehatan yang berbasis komunitas, peran perawat dalam pelayanan
keperawatan menyebar mulai dari individu sampai masyarakat dan diberbagai tatanan pelayanan. Seorang
perawat harus bisa memberikan intervensi yang tepat agar dapat menghambat terjadinya ketergantungan
fisik total pada lansia yang mengalami imobilisasi fisik. Intervensi yang diarahkan pada pencegahan
kearah konsekuensi-konsekuensi imobilitas dan ketidak aktifan dapat menurunkan kecepatan
penurunannya.

http://jabbarbtj.blogspot.com/2014/09/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan.html
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN IMMOBILISASI
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN IMMOBILISASI

1. PENGKAJIAN
A. Aktifitas/exercise.
Tingkat aktifitas sehari-hari
1. Aktifitas apa saja yang sering klien kerjakan sehari-hari
2. Apakah klien dapat memenuhi aktifitas sehari-sehari secara bebas seperti (makan,
minum, berpakaian, mandi, eliminasi, ambulasi,menggunakan kursi roda, pindah dari kasur ke
kursi, keluar masuk kamar mandi dan keluar masuk kendaraan, berkomunikasi)
3. Kaji ketidakmampuan klien dalam mengerjakan aktifitas sehari-hari:
a) Apakah klien ketergantungan secara parsial ataukah secaratotal
b) Apakah kebuthan sehari-hari dipenuhi oleh keluarga, teman,atau perawat atau langsung menggunakan
peralatan yang dikhusukanuntuk memenuhi kebutuhan klien
Toleransi aktifitas
1. Kaji berapa banyak dan berapa tipe aktifitas yang membuat klien merasa capek
2. Apakah klien pernah merasakan pusing-pusing, napas tersengal-sengal, tanda-tanda
peningkatan frekuensi pernapasan, atau permasalahan lain ketika melaksanakan aktifitas ringan
ataupun berat.
Latihan (exercise)
1. Latihan apa saja yang klien sering lakukan untuk menjaga fitalitas tubuh?
2. Berapa lama dan berapa klien melaksanakan latihan tersebut
3. Kaji apakah klien yakin dengan latihan tersebut dapat menambahkesehatan klien? Dan
suruh klien menjelaskan.
Factor-faktor yang mempengaruhi mobilitas.
Factor lingkungan: lingkungan sekitar yang tidak aman untuk aktifitas sehari-hari ataupun tata cara
latihan yang berbahaya.
Masalah kesehatan: apakah sering mengalami masalah kesehatan fisik atau mental, yang lama atau yang
sedang dialami yang dapat menyebabkan berkurangnya kekuaatan otot atau daya tahan tubuh seperti :
penyakit jantung, penyakit paru-paru, stroke, kanker,masalah-masalah neuromuscular, masalah-masalah
muskuluskletal,kerusakan visual atau mental, trauma atau nyeri?
Factor-faktor keuangan: apakah pemenuhan keuangan klien adequate guna memenuhi kebutuhan
peralatan atau pertolongan yang dibutuhkan saat mobiliitas klien?
B. Riwayat keperawatan.
Didalam riwayat keperawatan seringkali tingkat aktifitas, toleransi aktifitas,tipe dan frekuensi dari latihan
dan factor-faktor yang mempengaruhi mobilitas dimasukkan sebagai bagian dari riwayat keperawatan
yang komperhensif.
Jikalau klien memperlihatkan hadirnya tanda-tanda perubahan atau kesulitan dalam bergerak atau
mobilisasi, akan lebih banyak lagi riwayat keperawatan yang dibutuhhkan.
Termasuk didalamnya sifat spesifik dari permasalahan, penyebab jika diketahui, bagaimana masalah
tersebut dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari klien, apa yang klien lakukan untuk mengatasi hal
tersebut dan sejauh mana kefektifan cara klien mengatasi masalah tersebut.
C. Pemeriksaan fisik.
Body alignmen: Pengkajian body alignment termasuk insfeksi klien baik saat duduk ataupun saat berdiri.
Adapun tujuan pengkajian body alignment adalah untuk mengidentifikasi hal-hal sebagai berikut :
1. Perubahan normal yang dihasilkan dari pertumbuhan dan perkembangan
2. Postur yang buruk dan mempelajari kebutuhan dalam mempertahankan postur yang baik
3. Factor-faktor yang mempengaruhi perubahan postur yang kurang baik sepeti fatigue dan harga diri
rendah
4. Kelemahan otot atau kerusakan alat-alat gerak lainnya.
II.DIAGNOSA KEPERAWATAN.
1. Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan bed rest,immobilitas, gaya hidup yang menetap
(jarang beraktifitas berat), kelemahan tubuh secara umum, ketidak seimbangan antara suplai
oksigen dengan penggunaan ditandai dengan ungkapan rasa fatigue dan lemah, respon abnormal
terhadap aktifitas seperti ketidaknyamanan dan dyspnoe
2. Resiko tinggi terhadap intoleransi aktifitas
Factor resiko antara lain:
a) Riwayat intolerancy yang berulang-ulang, perubahan kondisikesehatan
b) Status bed rest
c) Permasalahan-permasalahan nyeri.
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktifitas, berkurangnya
kekuatan, nyeri/ketidaknyamanan,kerusakan/kelainan neuromuscular, kerusakan/kelainan
muskuluskletal,kemunduran kognitif, depresi atau anxietas ditandai dengan ketidakmampuan
berpindah dari tempat tidur atau lingkungan, ketidakmampuan untuk ambulasi, keterbatasan
aktifitas gerak persendian, berkurangnya control ataukekuatan otot
4. Resiko tinggi syndrome disuse (tidak dipergunakan lagi/lumpuh)
Factor resiko antara lain :
a) Paralysis
b) Vere pain.
III.RENCANA KEPERAWATAN Dx I.
Tujuan :
1. Klien dapat mempertahankan fungsi normal muskuluskeleta ldiperlihatkan oleh jarak
pergerakan sendi pada seluruh persendian tubuh dalam batas-batas normal, masa dan kekuatan
otot dapat dipertahankan
2. Meminimalkan kejadian cardiovascular yang diperlihatkan denganvital sign masih dalam
batas-batas normal dan tanda-tanda aliran darah venaadequate (ketidakadaan edema,
inflamasi,distensi vena, perubahan kulit
3. Fungsi pernapasan dalam keadaan normal yang ditandai dengan suaranapas normal pada
saat auskultasi, ekspansi dada normal dan ketidakadaannyeri dada, fever, atau tanda-tanda
pernapasan lain indicator dari pdakerusakan paru, embioli atau atelectasis
4. Mempertahankan pola pemberian nutrisi dan cairan yang tepat yangdapat diperlihatkan
melalui berat badan, turgor jaringan adekuat,keseimbangan pemasukan dan pengeluaran cairan,
dan nilai proein serumdalam batas-batas normal.
5. Mempertahankan pola eliminasi normal, yang dapat dilihat secara jelasmelalui
pengeluaran urin paling sedikit 1500 ml perhari, ketiadaan tanda-tanda dari retensi urin infeksi
saluran urinaria,
6. Mempertahankan keutuhan kulit yang dapat dilihat melalui kulit bersih, utuh hidrasi kulit
baik ketiadaan tanda penekanan pada kulit
7. Mempertahankan kestabilan emosional, social dan intelektual, yangdapat dilihat dari
partisiipasi aktif klien, bermusyawarah dalam menentukantindakan, mampu memelihara
hubungan yang baik dengan orang lain.
Intevensi keperawatan
1. Lakukan secara tepat program latihan (isotonic, latihan active atau pasif) paling sedikit 4 jam sekali
pada tangan, kaki, dan leher seperti yang diindikasikan
Rasional :latihan isotonic mencegah terjadinya kontraktur dan atropi otot,isometric mempertahankan
kekuatan otot, latihan pasif mempertahankan pergerakan sendi
2. Motivasi patisipasi aktif dalam perawatan diri klien
Rasional :perawatan diri dapat menggerakkan sendi dan otot-otot tubuh secara aktif
3. Bandingkan ukuran dan kekuatan otot sebagai baseline data padasetiap sisi tubuh setiap hari.
Rasional :deteksi dini atrofi otot dan menurunnya kekuatan otot dapat memfasilitasi intervensi yang dini
pula
4. Posisikan klien sesuai dengan body alignment.
Rasional :dengan memposisikan klien sesuai dengan body alignmentnyadapat mencegah terjadinya
kontraktur dan mempertahankan struktur integritas otot dan persendian
5. Bantu klien bergerak sedapat mungkin atau Bantu klien berdiridisamping tempat tidur
Rasional :dengan bergerak dapat mencegah disuse osteoporosis
6. Monitor tanda-tanda vital menurut kebutuhan klien atau atau badankesehatan lainnya.
Rasional :memonitor yang rutin memungkinkan perawat untuk mendeteksialterasi secara dini
7. Ajarkan pada klien bagai mana cara menjauhi valsalva maneuver
Rasional :valsalva menauver dpat menambah tekanan pada jantung
8. Gunakan pada klien stocking anti emboli seperti yang diindikasikan.
Rasional :penggunaan stocking anti emboli dapat mencegah terjadinya pembentukan thrombus, vena
engorgement, edema, dan ortostatik hypotensi
9. Pada beberapa waktu kaki diangkat untuk setiap hari sekitar 20 menit
Rasional : dengan adanya elevasi menambah sirkulasi perifer
10. Kaji keadaan kulit anggota badan bagian bawah dan ukur lingkar betisseperti yang
diindikasikan.
Rasional : inspeksi dan pengukuran secara rutin dapat memungkinkan perawat mendeteksi perubahan
secara dini
11. Lihat juga intervensi untuk fungsi musculuskletal
Rasional : semua tindakan ini juga menstimulasi sirkulasi darah danmencegah komplikasi kardiovaskular
12. Kaji suara napas dan expansi dada minimal 8 jam perhari
Rasional : tindakan ini dilakukan perawat untuk mengetahui adanya kelainan suara napas dan ketidak
adekuatan expansi dada
13. Ajarkan klien untuk menarik napas dalam dan membantukkan setiap jam bangun.
Rasional : naps dalam dan batuk efektif dapat menambah expansi alveolar,mencegah stasis sekresi,
memperlancar pergantian gas, danmempertahankan jalan napas yang paten
14. Buat jadwal perubahan posisi, dan klien dianjurkan untuk mengubah posisi setiap 2 jam,
Bantu klien untuk bergerak jika memungkinkan ataududukkan klien pada kursi.
Rasional : perubahan posisi menyediakan secara bebas area paru untuk ekspansi, dan membantu
memindahkan dan kemidian dikeluarkan melalui skret pada saat batuk.
15. Monitor berat klien, turgor jaringan, pemasukan dan pengeluarancairan dan nilai serum
protein.
Rasional : kenormalan pada data-data yang ditemukan menunjukkanadekuatnya pemasukan hidrasi dan
nutrisi.
16. Monitor warna, kejernihan, jumlah keasaman, dan berat spesifik urine,warna dan
karakteristik feses, frekuensi defekasi. Tanyakan apakah klienmerasa nyeri saat buang air kecil.
Rasional : berkurangnya keluaran urin, kesuraman/ketidak jernihan urinedan rasa nyeri saat buang air
kecil merupakan indikasi infeksi dan retensiurine, konstipasi dapat dihubungkan dengan terjadinya
immobilisasi
17. Ajarkan klien untuk memilih makanan yang menngandung tinggi serat
Rasional : makanan tinggi serat dapat meningkatkan peristaltic usus dandefekasi.
18. Anjurkan pada klien untuk membuat keputusan sebanyak mungkin,seperti :
memindahkan bagian milik pribadi, perencanaan aktifitas sehari-hari,untuk menggunakan pakaian
Rasional : pembuatan keputusan oleh klien sendiri dapat menambah hargadiri klien
19. Rencanakan waktu luang yang tepat untuk klien.
Rasional : membina rasa saling percaya dengan klien sangat baik dilakukankarena dapat memotivasi klien
untuk mengungkapkan perasaannya
20. Kaji aktifitas yang membuat klien senang, dan merencanakan secara bebas kegiatan
sehari-hari
Rasional : aktifitas sehari-hari yang menyenangkan klien dapat mencegah kebosanan pada diri klien dan
memotivasi klien untuk melihat dan berfikir kedepan
Dx II
Tujuan :
1. Identifikasi aktifitas dan factor-faktor yang menyebabkan intelaransiterhadap aktifitas
2. Mempertahankan nadi, pernapasandan tekanan dalam batas normalselama aktifitas
direncanakan
3. Membebaskan klien dalam pola aktifitas dan istirahat sehingga dapatmengoptimalkan
peran klien terhadap dirinya sendiri dan meminimalkantingkat kejadian fatigue.
4. Menambah tingkatan toleransi klien terhadap aktifitas yangdibutuhkan
5. Mengutarakan kecemasan terhadap aktifitas, menambah tingkatanaktifitas dan atau efek
terhadap intoleransi aktifitas atas fungsi dan responnyasebagai individu.
6. Mau menerima pertolongan, memilih dan menggunakan sumber yang tersedia dengan
tepat.
Intervensi.
1. Mengkaji pengetahuan klien terhadap aktifitas sehingga menyebabkanintoleransi
terhadap aktifitas
Rasional : tindakan-tindakan ini dapat membantu perawat dan klien dalammenemukan data dasar dan
memudahkan perawat untuk memilih tingkatanaktifitas yang cocok untuk klien
2. Batasi factor-faktor yang menyebabkan intoleransi klien.
Rasional : mengidentifikasi factor-faktor penyebab memdahkan perawat danklien untuk memfokuskan
intervensi secara tepat.
3. Monitor respon klien terhadap aktifitas yang dilakukan
Rasional : dengan memonitoring memungkinkan perawat dank lien dapat membatasi aktifitas tertentu
dan dapat pula menambah atau mengurangiaktifitas yang ada
4. Bantu klien untuk menidentifikasi aktifitas yang dapat dilakukan tanpamerugikan klien
dan yang dapat mendorong klien untuk melakukan aktifitastersebut.
Rasional : dengan mengidentifikasi aktifitas dapat membantu klienmemudahkan untuk berpartisipasi
sebanyak mungkin dalam kebutuhanaktifitas dan menjaga derajat harga diri.
5. Selingi aktifitas klien dengan waktu istirahat (berbaring atau duduk secara rileks diaatas
kursi)
Rasional : dengan aktifitas yang adekuat dapat menambah persediaan energiklien
6. Bantu dan atur jadwal keseharian klien seperti yang diindikasikan(seperti menunda
jadwal mandi klien jika klien dijadwalkan untuk melakukan pemeriksaan diagnostic.)
Rasional : menjadwalkan kegiatan kesaharian klien dapat membantu penghematan energi klien dan energi
tersebut dapat digunakan jika ada pemeriksaan yang memerlukan energi yang besar
7. Ukur kegiatan untuk menjaga energi klien selama beraktifitas, sepertimengatur
pengobatan rasa nyeri sebelum beraktifitas, menyediakan bantuan berjalan seperti yang
diindikasikandan atur pemberian oksigen jika terdapatorder.
Rasional : dengan mengukur kegiatan klien dalam menghemat energi dapat memungkinkan klien untuk
meningkatkan toleransi terhadap aktifitas
8. Pastikan klien dalam melaksanakan aktifitas lebih santai dan dalam jangka waktu yang
singkat, lebih sering beristirahat, dan lebih banyak menggunakan bantuan sebagaimana
diindikasikan.
Rasional : memperpendek waktu klien dalam beraktifitas dapat membuat klien lebih santai dan waktu
istirahat yang lebih sering dapat mengoptimalkan pelaksanaan dan hasil. Pertolongan yang tepat
memastikanklien aman dan mencegah klien jatuh.
9. Berikan reinforcement positif untuk meningkatkan aktifitas
Rasional : reinforcement yang positif dapat memberikan dorongan tujuan yang memuaskan.
10. Masukkan keluarga atau support/bantuan seseorang dalam membantuklien melakukan
aktifitas sehari-hari
Rasional : memberikan/mensupport klien dengan bantuan dapat mempertahankan gaya hidup yang
diinginkan klien
11. Rencanakan waktu luang bagi klien dan dengarkan dengan empatyterhadap apa yang
klien keluhkan.
Rasional : anxietas dan takut dapat menghabiskan persediaan energi danmengurangiklien untuk
melakukan aktifitas yang diinginkan
12. Berikan informasi yang tepat mengenai sumber yang cocok untuk membantu klien
melakukan aktifitas sehari-harinya dan mempertahankanhome management.
Rasional : penggunaan sumber yang tersedia dimasyarakat dapat mengurangi anxietas dan perasaan
frustrasi dalam melengkapi kebutuhanaktifitas
Dx III
Tujuan :
1. Menggambarkan factor-faktor yang mana dapat merusak mobilitasfisik klien.
2. Mempertahankan secara optimal fungsi muskuloskletal
Intervensi.
1. Kaji factor-faktor penyebab seperti trauma, penyakit yangmeelemahkan klien, nyeri dan
lain-lain
Rasional : mengidentifikasi factor-faktor penyebab dapat memungkinkan perawat dan klien untuk
memfokuskan intervensi yang tepat.
2. Instruksikan klien dan monitor latihan ROM aktif untuk semua persendian paling sedikit
2 kali sehari.
Rasional : latihan ROM aktif mempertahankan mobilitas sendi,memperbaiki kekuatan otot,
mempertahankan dan memperbaiki fungsicardiovakular, tergantung intensitas dan durasinya.
3. Lakukan latihan ROM passive jika latihan ROM aktif tidak dapatdilakukakan
Rasional : latihan ROM passive mempertahankan mobilitas sendi danmencegah kontraktur.
4. Anjurkan klien untuk berpartisipasi secara aktif dalam aktifitas perawatan dirinya
sebanyak mungkin
Rasional : melakukan aktifitas perawatan diri dengan mempergunakanotot dan persendian dapat
membantu mempertahankan fungsi mereka(otot dan persendian)
5. Anjurkan ambulasi secara optimal tidak lebih dari batasan gerakanfisik
Rasional : ambulasi dapat memberikan tekanan pada tulang danmencegah komplikasi pernapasani,
sirkulasi, kulit dan eliminasi yang disebabkan oleh immobilisasi.
Dx IV
Tujuan:
Menggunakan alat Bantu secara benar dan bebas (dengan pengawasan)untuk pindah dan bergerak secara
aman-Pindah secara aman diantara tempat tidur dan kursi, kamar kecil, ataukursi roda, antara kursi roda
dan toilet, dan ke posisi berdiri-Menggunakan alat ukur yang nyaman untuk memperkecil resikocidera-
Diskusikan kemampuan klien memanage dirumah.
Intervensi.
1. Indtruksikan klien untuk menggunakan secara benar alat Bantu bergerak (seperti, trapeze,
tongkat, walker, crutches)
Rasional : mengetahui bagiamana mempergunakan fasilitas/alat-alat mobilisasi secara tepat tanpa
menyebabkan injuri pada tubuh.
2. Awasi semua mobilisasi yang dilakukan sesuai permintaan
Rasional : pengawasan yang tepat memastikan klien aman melakukanaktifitasnya
3. Berikan reinforcement positif terhadap setiap kegiatan yang dilakukan,atau Bantu klien
untuk bergerak dengan nyaman seperti yang dindikasikan
Rasional : reinforcement yang positive mendorong klien untuk beraktifitas sebebas mungkin
4. Ajarkan klien menggunakan metode berpindah yang aman ataumembantu klien untuk
untuk pindah secara aman sesuai permintaan
Rasional : penggunaan metode memindahkan pasien dengan amanmencegah jatuh dan injuri
5. Informasikan pada klien tindakan pencegahan yang aman(menggunakan sepatu atau
selop dengan alas anti selip.) pastikan karet pada ujung tongkat atau kruck dalam keadaan utuh,
konci kusi rodasebelum memindahkan klien, dll)
Rasional : pengetahuan tentang tindakan pencegahan yang amanmembuat klien waspada terhadap bahaya
injuri
6. Kaji kebtuhan untuk membantu perawatan dirumah dan kebuthanuntuk peralatan berobat
konsultasi dengan bagian fisioterapi seperti yangdiindikasikan
Rasional : bantuan dan peralatan yang tepat memungkinkan pasien untuk menjaga dan mengoptimalkan
derajat kebebasan dan harga diri.
IV. IMPLEMENTASI
Implementasi dapat dilakukan sesuai dengan intervensi yang sudah dipaparkan sebelumnya.
V. EVALUASI
Hasil yang diharapkan saat evaluasi adalah:
S: pasien mengatakan nyeri berkurang/hilang
O: pasien mampu menggerakkan anggota tubuhnya dan memenuhi kebutuhan mobilisasinya
A: perawatan dilanjutkan
P: pembedahan dilakukan apabila ada robekan.

Sumber:
Barbara, Kozier, 1995.Fundamental Of Nursing.California: Addison Wesley

Suratun, dkk.2008.Klien Gangguan Sisten Moskuluskeletal: Seri Asuhan Keperawatan.Jakarta: EGC

http://rouhimmanis.blogspot.com/2013/06/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan_22.html
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN MOBILISASI“
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
STIKES BHAKTI MULIA
PARE – KEDIRI
2010
KATA PENGANTAR

Dengan ini kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberinya rahmat dan
hidayahNya sehingga tugas makalah kami ini yang berjudul “ Asuhan Keperawatan Pada klien Dengan
Gangguan Mobilisasi “ bisa terselesaikan dengan tepat waktu.
Adapun maksud dan tujuan makalah ini untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh mata
kuliah kebutuhan dasar manusia tentang asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan mobilisasi
disamping itu, juga untuk menambah wawasan kami dalam ilmu pengetahuan terutama di bidang
mobilisasi.
Penulis menyadari bahwa penyusun makalah ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangannya atau karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah kami selanjutnya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Pare, Januari 2010

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah ................................................................................ 1
1.3 Tujuan .................................................................................................. 1
1.4 Manfaat ............................................................................................... 2
1.4.1 Bagi Mahasiswa ....................................................................... 2
1.4.2 Bagi Institusi ........................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Mobilisasi ........................................................................... 3
2.2 Tujuan Mobilisasi ................................................................................. 3
2.3 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Mobilisasi ................................ 3
2.4 Macam – Macam Kelainan Posture ..................................................... 4
2.5 Macam – Macam Persendian ............................................................... 5
2.6 Tanda – Tanda Intoleransi aktivitas .................................................... 6
2.7 Macam – Macam Latihan Rentang Gerak ........................................... 6
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 - Data Pengkajian ................................................................................ 8
- Pemeriksaan Penunjang ..................................................................... 8
3.2 Diagnosa Keperawatan ........................................................................ 9
3.3 Rencana Tindakan Keperawatan ......................................................... 9
3.4 Implementasi Keperawatan ................................................................. 11
3.5 Evaluasi ............................................................................................... 12
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan .......................................................................................... 13
4.2 Saran.................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dalam taraf halusinasi
menuju industrialisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat /mobilitas
masyarakat yang meningkat otomatisasi terjadi peningkatan penggunaan alat-alat transportasi /kendaraan
bermotor khususnya bagi masyarakat yang tinggal diperkotaan. Sehingga menambah “kesemrawutan”
arus lalu lintas. Arus lalu lintas yang tidak teratur dapat meningkatkan kecenderungan terjadinya
kecelakaan kendaraan bermotor. Kecelakaan tersebut sering kali menyebabkan cidera tulang atau disebut
fraktur.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari mobilisasi ?
2. Apa tujuan dari mobilisasi?
3. Apa saja faktor – faktor yang mempengaruhi mobilisasi ?
4. Apa saja macam – macam kelainan posture?
5. Apa saja macam – macam persendian ?
6. Apa tanda – tanda intoleransi aktivitas?
7. Apa macam – macam latihan rentang gerak?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi mobilisasi
2. Mengetahui tujuan mobilisasi
3. Mengetahui factor – factor yang mempengaruhi mobilisasi
4. Mengetahui macam – macam kelainan posture
5. Mengetahui macam – macam persendian
6. Mengetahui tanda – tanda intoleransi aktivitas
7. Mengetahui macam – macam latihan rentang gerak

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Untuk menambah pengetahuan terutama bagi penulis dan menambah pengetahuan terutama bagi
pembaca
1.4.2 Bagi Institusi
Untuk mengetahui hasil yang dikerjakan oleh mahasiswa dan menambah bacaan makalah
BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian Mobilisasi
Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan kegiatan dengan bebas ( Kosier,
1989).
Mobilisasi dini adalah kebijaksanaan untuk sekelas mungkin membimbing penderita keluar dari
tempat tidurnya dan membimbingnya sekelas mungkin berjalan (Soelaiman, 1993).
Mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang terpenting pada fungsi fisiologis karena hal itu esensial
untuk mempertahankan kemandirian (Carpenito, 2000).

Tujuan Mobilisasi
1. Untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia
2. Untuk mencegah terjadinya trauma
3. Untuk mempertahankan tingkat kesehatan
4. Untuk mempertahankan interaksi social dan peran sehari – hari
5. Untuk mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi


1. Gaya
Gaya hidup seseorang tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi tingkat pendidikan
seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan
pengetahuan kesehatan tentang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan
cara yang sehat misalnya; seorang ABRI akan berjalan dengan gaya berbeda dengan seorang
pramugari atau seorang pemabuk.
2. Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang diderita seseorang akan mempengaruhimobilitasnya misalnya;
seorang yang patah tulang akan kesulitan untuk mobilisasisecara bebas. Demikian pula orang yang
baru menjalani operasi. Karena adanyanyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada
kalanya klien harusistirahat di tempat tidur karena menderita penyakit tertentu misalnya; CVA
yangberakibat kelumpuhan, typoid dan penyakit kardiovaskuler.
3. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam melakukan aktifitas misalnya;
seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berbeda mobilitasnya dengan anak kota
yang biasa pakai mobil dalam segala keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya
dibandingkan dengan seorang wanita madura dan sebagainya.
4. Tingkat energi
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi sakit
akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat apalagi dengan seorang pelari.
5. Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasnya dibandingkan dengan seorang remaja.
Anak yang selalu sakit salam masa pertumbuhannya akan berbeda pula tingkat kelincahannya
dibandingkan dengan anak yang sering sakit.
6. Tipe persendian dan pergerakan sendi
Dalam sistem musculoskeletal dikenal 2 macam persendian yaitu sendi yang dapat digerakkan
(diartrosis) dan sendi yang tidak dapat digerakkan (sinartrosis).

Macam – Macam Kelainan Posture


1. Skoliosis, melengkungnya tulang belakang kearah samping, mengakibatkan tubuh
melengkung kearah kanan atau kiri.
2. Kifosis, perubahan kelengkungan pada tulang belakang secara keseluruhan sehingga
orang menjadi bongkok
3. Lordosis, melengkungnya tulang belakang di daerah lumbal atau pinggang kea rah depan
sehingga kepala tertarik kearah belakang
4. Subluksasi, gangguan tulang belakang pada segmen sehingga posisi kepala tertarik
kearah kiri atau kanan.

Macam – Macam Persendian


1. Sinartrosis : Persendian yang tidak memperbolehkan pergerakan
a. Sinartrosis simbrifosis
Sinartrosis yang tulangnya dihubungkan jaringan ikat fibrusa
Ex : persendian tulang tengkorak
b. Sinartrosis sinkondiosis
Sinartrosis yang dihubungkan untuk tulang rawan
Ex : hubungan antar segmen pada tulang belakang
2. Diartosis
Diartrosis persendian yang memungkinkan terjadinya gerakan. Dapat dikelompokkan menjadi
a. Sendi peluru
Persendian yang memungkinkan pergerakan ke segala arah
Ex : hubungan tulang lengan atas dengan tulang tulang belikat
b. Sendi pelora
Persendian yang memungkinkan beberapa gerakan rotasi, namun tidak ke segala arah
Ex : hubungan tulang telapak tangan dan jari tangan
c. Sendi putar
Persendian yang memungkinkan gerak berputar (rotasi)
Ex : hubungan tulang tengkorak dengan tulang belakang I (atlas)
d. Sendi luncur
Persendian yang memungkinkan gerak rotasi pada suatu bidang datar
Ex : hubungan tulang pergelangan kaki
e. Sendi engsel
Persendian yang memungkinkan gerakan satu arah
Ex : Sendi siku antara tulang lengan atas dan tulang tasta
3. Amfiartosis
Persendian yang dihubungkan untuk jaringan tulang rawan sehingga memungkinkan terjadinya sedikit
gerakan.

Tanda – Tanda Intoleransi Aktivitas


Tanda – tanda yang dapat dikaji pada intoleransi aktifitas antara lain (Gordon, 1976).
1. Denyut nadi frekuensinya mengalami peningkatan, irama tidak teratur
2. Tekanan darah biasanya terjadi penurunan tekanan sistol / hipotensi orthostatic.
3. Pernafasan terjadi peningkatan frekuensi, pernafasan cepat dangkal
4. Warna kulit dan suhu tubuh terjadi penurunan
5. Kecepatan dan posisi tubuh disini akan mengalami kecepatan aktivitas dan
ketidakstabilan posisi tubuh.
6. Status emosi labil

Macam – Macam Latihan Tentang Gerak


1. Fleksi dan Ekstensi
Fleksi merupakan gerak menekuk atau membengkokkan
Sebaliknya, Ekstensi merupakan gerak meluruskan, sehingga merupakan kebalikan gerak fleksi.
Ex : gerak pada siku, lutut, ruas – ruas jari, dan bahu.
Gerak ekstensi lebih lanjut melebihi posisi anatomi tubuh disebut
Hiperekstensi.
2. Adduksi dan abduksi
Adduksi merupakan mendekati tubuh
Sebaliknya, abduksi merupakan gerak menjauhi tubuh
Ex .: gerak merenggangkan jari-jari tangan,membuka tungkai kaki dan mengacungkan tangan
3. Supinasi dan pronasi
Supinasi merupakan gerak menengahkan tangan
Sebaliknya Pronasi merupakan gerak menelungkupkan tangan
4. Inversi dan Eversi
Inversi merupakan gerak memiringkan ( membuka ) telapak kaki kea rah dalam tubuh,sedangkan
Eversi merupakan gerak memiringkan (membuka) telapak kearah luar .
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Dasar Data Pengkajian Klien


Pengkajian meliputi :
a. Aktivitas / istirahat
Tanda : Keterbatasan / kehilangan fungsi pada bagian yang terkena.
b. Sirkulasi
Tanda : Hipertensi (Kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri /ansietas) atau Hipotensi (kehilangan
darah).
c. Neurosensori
Gejala : Hilang gerakan / sensasi, spasme otot, kesemutan (parestesis).
Tanda : Deformitas lokal angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyiberderit), spasme otot, terlihat
kelemahan / hilang fungsi. Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri / ansietas atau trauma lain).
d. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan / kerusakan tulang
dapat berkurang pada imobilisasi), tak adanyeri akibat kerusakan saraf.
Spasme / kram otot (setelah imobilitasi).
e. Keamanan
Tanda : Laserasi kulit, avulse jaringan, perdarahan, perubahan warm. Pembengkakan local (dapat meningkat secara
bertahap atau tiba-tiba).

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
 Pemeriksaan Ronsen : Menentukan lokasi / luasnya fraktur / trauma.
 Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI : Memperlihatkan fraktur juga dapatdigunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
 Arteriogram : Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
 Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun(perdarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel). Peningkatan jumlah SDP adalah
respon stres normal setelah trauma.
 Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
 Profil koagulasi : Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, trafusi mutipes,atau cedera
hati.
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan
3. Resiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh

Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa Tujuan dan Rencana
No. Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil Tindakan
1 Nyeri Setelah dilakukan - Kaji tingkat - Tingkat intensitas
berhubungan tindakan intensitas dan nyeri dan frekwensi
dengan keperawatan 2x24 frekwensi nyeri menunjukkan skala
terputusnya jam, nyeri
jaringan tulang nyeri dapat - Observasi tanda- - Untuk mengetahui
berkurang atau tanda vital. perkembangan klien
hilang.
Kriteria Hasil : - Melakukan
- Nyeri berkurang kolaborasi dengan - Merupakan tindakan
atau hilang tim medis dalam dependent perawat,
- Klien tampak pemberian dimana analgesik
tenang. analgesik berfungsi untuk
memblok stimulasi
nyeri.

Setelah dilakukan
tindakan - Ajarkan dan
keperawatan 2x24 pantau pasien - Menilai batasan
Hambatan jam, dalam hal kemampuan aktivitas
2 mobilitas fisik pasien akan penggunaan alat optimal.
berhubungan menunjukkan bantu.
dengan tingkat mobilitas
nyeri/ketidak optimal. - Ajarkan dan
nyamanan dukung pasien - Mempertahankan
Kriteria hasil : - dalam latihan ROM /meningkatkan
penampilan yang aktif dan pasif. kekuatan dan ketahanan
seimbang.. otot.
- melakukan
pergerakkan dan
perpindahan.
- mempertahankan
mobilitas optimal
yang dapat di
toleransi, dengan
karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan
alat Bantu.
2 = memerlukan
bantuan dari orang
lain untuk bantuan,
pengawasan, dan
Resiko infeksi pengajaran.
berhubungan 3 = membutuhkan
dengan stasis bantuan dari orang
cairan tubuh lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan;
tidak berpartisipasi
dalam aktivitas.

Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan 2x24
jam, infeksi tidak
terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil:
- tidak ada tanda-
tanda infeksi
seperti pus.
- luka bersih tidak - Pantau tanda-
lembab dan tidak tanda vital.
kotor. - Mengidentifikasi
- Tanda-tanda vital tanda-tanda peradangan
dalam batas normal terutama bila suhu
3 atau dapat - Lakukan tubuh meningkat
ditoleransi. perawatan terhadap
prosedur inpasif - Untuk mengurangi
seperti infus, resiko infeksi
kateter, drainase nosokomial.
luka, dll.

- Kolaborasi untuk
pemberian
antibiotik.

- Kolaborasi untuk
pemberian antibiotik.

Implementasi keperawatan
No. No Dx. Tindakan Paraf
1 I Mengkaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri
dan observasi TTV.

Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam


pemberian analgesik
2 II
Mengajarkan dan pantau pasien dalam hal
penggunaan alat bantu.

Mengajarkan dan dukung pasien dalam latihan


ROM aktif dan pasif.
3 III
Memantau TTV

Melakukan perawatan terhadap prosedur inpasif


seperti infus, kateter, drainase luka, dll.

Melakukan kolaborasi untuk pemberian antibiotik.

Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan fraktur adalah :
1. Nyeri dapat berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan.
2. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
3. Infeksi tidak terjadi / terkontrol
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
1. Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan kegiatan dengan bebas
Mobilisasi dini adalah kebijaksanaan untuk sekelas mungkin membimbing penderita keluar dari
tempat tidurnya dan membimbingnya sekelas mungkin berjalan
Mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang terpenting pada fungsi fisiologis karena hal itu esensial
untuk mempertahankan kemandirian
2. Faktor – factor yang mempengaruhi mobilisasi
a. Gaya hidup
b. Proses penyakit dan injuri
c. Kebudayaan
d. Tingkat energi
e. Usia dan status perkembangan
f. Tipe persendian dan pergerakan sendi
3. Macam – Macam Persendian
a. Sinartrosis
- Sinartosis simfibrosis
- Sinartrosis sinkondrosis
b. Diartosis
- Sendi peluru
- Sendi pelana
- Sendi putar
- Sendi luncur
- Sendi engsel
c. Anfiartosis
- Sindesmosis
- Simfisis

Saran
Berdasarkan dari hasil makalah ini maka penulis memang perlu untuk memberikan saram-saran
sebagai berikut:
Bagi Institusi
Disarankan dapat menjadi analitik agar hasil makalah yang didapat menjadi lebih baik.
4.2.2 Bagi Mahasiswa
Disarankan dapat mengetahui dan mempelajari makalah kami.

DAFTAR PUSTAKA

1. Doengoes, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan ___
keperawatan dan Masalah Kolaboratif. Alih bahasa : I Mode Kamosa, Edisi III. EGC Jakarta.
2. Hinchliff, Sue. 1996. Kamus Keperawatan. Edisi : 17 EGC : Jakarta.

https://putrapainan.wordpress.com/2013/07/26/asuhan-keperawatan-gangguan-mobilisasi/
asuhan keperawatan gangguan mobilisasi
BAB 1
TINJAUAN TEORI
1.1 Tinjauan Medis
1.1.1 Pengertian
Ø Imobilisasi adalah suatu keadaan dimana individu mangalami keterbatasan gerakan fisik, tetapi tidak
pada keadaan imobilisasi (Carpenito , 1998)
Ø Mobilitation adalah perbuatan yang dapt digerakkan yang terfiksasi (Dorlan, 1990)
Ø Mobilisai adalah salah satu aspek yang terpenting pada fungsi fisiologis karena hal itu essensial untuk
mempertahankan kemandirian (Miller, 1995)
Ø Mobililis/ mobilisatio adalah usahagerak/ memgerakakn (Brooker Christine, 2001)
1.1.2 Etilogi
1) Alkoholisme
2) Ampulasi
3) Bedah Jantung
4) Koreksistektami
5) Bedah Diskur
6) Histerektomi
7) Mastektomi
8) Obesits
1.1.3 Fisiologi
Kapasitas fungsional imobilisasi (Kotle, 1996)
Kapasitas fungsional, potensial maksimal fisiologi dan keadaan potensial untuk memahami dampak
negatif imobilisasi :
1) Kapasitas fungsional adalah angka metabolisme maksimal yang dicapai seseorang pada saat
mengerahkan tugasnya.
2) Potensial maksimal fisiologis adalah angka metabolisme maksimal pada individu yang sama yang
mampu dicapaisesudah melakukan latihan fisik yang terncana.
3) Cadangan potensial adalah perbedaan kapasitas fungsi dan potensial maksimal fisiologis.
1.1.4 Klasifikasi
Gerak diklasifikasikan menjadi 2 :
1) Rentang gerak aktif : menjaga kelenturan otot pada sendi.
2) Rentang gerak pasif : menjaga kelenturan otot dan persendian
3) Rentang gerak fungsional : memperkuat otot dan sendi sambil melakukan aktivitas.
Imobilisasi dibagi manjadi 4 macam :
1) Imobilisasi Fisik
adalah suatu keterbasan dalam pergerakan fisik.
2) Imobilisasi intelektul
adalah imobilisasi yang dapat menyebabkan penurunan IQ akibat keterbatasan fungsi
3) Imobilisasi social
adalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam interaksi social yang sering disebabkan oleh penyakit.
4) Imobilisasi emosional
adalah imobilisasi yang terjadi pada orang yang mengalami stress dan depresi berat.
1.1.5 Manifestasi Klinis
1) Kerusakan Imobilisasi
1) Tidak mampu bergerak atau beraktifitas sesuai kebutuhan.
2) Keterbatasan menggerakkan sendi.
3) Adanya kerusakan aktivitas.
4) Pennurunan ADL dibantu orang lain.
5) Malas untuk bergerak atau latihan mobilitas.
2) Kemungkinan dibuktikan oleh
1) Ketidakmampuan bergerak dengan tujuan dalam lingkungan fisik.
2) Kerusakan koordinasi.
3) Keterbatasan tentang gerak
4) Penurunan kekuatan atau kontrol otot.
1.1.6 Penatalaksana
1) Mengobservasi TTV .
2) Mengkaji tingkat kemampuan.
3) Mengajarkan latihan tantang gerak secara perlahan.
4) Mengkaji skala tentang gerak (MMT)
5) Mengkoordinasi dengan ahli fisioterapi.
1.1 TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN
1.1.1.1 Anamnesa
1) Keluhan nyeri pada gerakan.
2) Enggan berusaha atau kesulitan dalam gerakan yang diinginkan.
3) Kerusakan koordinasi keterbatasan tentang penurunan tentang kekuatan otot.
1.1.1.2 pemeriksaan Fisik
Kaji Batasan Karakteristik
1) Tanda-tanda vital
Batas suhu normal suhu saat ini irama dan frekukensi jantung abnormal, tekanan darah abnormal,
pernafasan abnormal.
2) Status mental
Sadar, mengantuk, kebingungan, orientasi, atau koma.
3) Fungsi motorik
Tangan kanan , tangan kiri, kaki kanan dan kaki kiri dikaji dalam rengtang berapa pergerakan bisa
diklakukan MMT skala 0-5.
0 = Tidak ada kontraksi atau dipalpasi tidak ada tonus otot.
1 = Ada kontraksi, tidak ada gerakan.
2 = Ada kontraksi,mampu menggerakkan sendi tapi tidak mampu melawan gravitasi
3 = ada kontraksi otot,mampu melawan gravitasi , gerakan full room,
4 = ada kontraksi otot,mampu melawan gravitasidan tahanan minimal,full room,
5 = dapat melakukan aktivitas seluruhnya
1.1.1.3 Rencana Asuhan Keperawatan
1.2.2.1 Diagnosa Keperawatan
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan ketahanan sekunder akibat tumor sistem
saraf pusat
1.2.2.2 Batasan Karakteristik
Mayor
1) Mampu untuk bergerak dengan maksud tertentu dalam lingkungannya seperti mobilisasi ditempat tidur
dan ambulasi.
2) Keterbatasan menggerakkan sendi-sendi (rentang gerak)
Minor
3) Adanya keterbatasan aktivitas.
4) Malas untuk bergerak.
1.2.2.3 Tujuan
1) Pasien dapat memobilisasi secara maksimal tanpa dibantu.
2) Pasien mampu melakukan aktivitas fisiknya dengan baik dan mempertahankan kualitas hidupnya.
1.2.2.4 Kriteria Hasil
Individu akan :
1) Menceritakan kekuatan dan tahanan ekstremmitas bagian kanan.
2) Dapat melakukan ADL (Aktivity Daily Life) secara bertahap
3) Mendemontrasikan tindakan-tindakan untuk meningkatkan mobilitas.
4) Mampu menggunakan tindakan pengamanan yang meminimalkan kemungkinan terhadap potensial
luka-luka catau cidera.
1.2.2.5 Implementasi dan Rasional
1) Pantau TTV tiap 4 jam sekali
R : Tekanan darah merupakan parameter untuk mengetahui tingkat kelumpuhan dari pasien.
2) Kaji dan laporkan tingkat kemampuan pasien dalam aktivitas.
R : Mengidentifikasi kekuatan ataas kelemahan dan dapat memberikan informasi atau tindakan mengenai
pemulihan.
3) Ajarakan latihan tentang gerak secara perlahan
R : Mempertahakan mobolisasi dan fungsi sesuai atau posisi normal ekstremitas.
4) Ciptakan lingkungan terapeutik
R : Memberikan rasa nyaman pada pasien.
5) Kaji kekuatan otot (MMT)
R : Mengetahui dalam tentang berapa pergerakan yang bisa dilakukan pasien.
6) Lakukan kolaborasi dengan ahli fisioterapi secara aktif.
R : Untuk menjaga keseimbangan koordinasi dan kekuatan otot, memberi terapi fisik dapat melatih pasien
untuk belajar mandiri.
1.2.3 Evaluasi
1) Pasien menunjukkan kemampuan untuk melakukan mobilisasi diri misal ditempat tidur.
2) Pasien mengikuti latihan fisioterapi dengan ketat.
3) Pasien dapat melakukan ADL (activity of dialing living)
About these ads

http://imobilty-ani.blogspot.com/2011/01/askep-klien-lanjut-usia-di-keluarga.html
ASKEP KLIEN LANJUT USIA DI KELUARGA DENGAN IMMOBILITY AND FUNCTIONAL
MOBILITY
PENDAHULUAN
Penuaan dapat terjadi secara fisiologis dan patologis. Perlu hati-hati daalm mengidentifikasi
penuaan. Bila seseorang mengalami penuaan fisiologis (fisiological aging), diharapkan mereka tua dalam
keadaan sehat(healty aging). Penuaan itu sesuai dengan kronologis usia( penuaan primer), dipengaruhi
oleh factor endogen, perubahan dimulai dari sel jaringan organ system pada tubuh. Berbagai perubahan
terjadi pada system musculoskeletal, meliputi tulang keropos (osteoporosis), pembesaran sendi,
pengerasan tendon, keterbatasan gerak, penipisan discus intervertebralis, dan kelemahan otot, terjadi pada
proses penuaan.
Bila penuaan banyak dipengaruhi oleh factor eksogen, yaitu lingkungan, social budaya, gaya
hidup disebut penuaan sekunder. Penuaan itu tidak sesuaidengan kronologis usia dan patologis. Factor
eksogen juga dapat mempengaruhi factor endogen sehingga dikenal dengan factor risiko. Factor risiko
tersebut dapat menyebabkan terjadinya penuaan patologis(pathological aging). Pada lansia, struktur
kolagen kurang mampu menyerap energi. Kartilago sendi mengalami degenerasi didaerah yang
menyangga tubuh dan menyembuh lebih lama. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya osteoarthritis.
Begitu juga masa otot dan kekuatannya juga berkurang.
Pengertian lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia (Budi Anna
Keliat,1999). Sedangkan menurut pasal 1 ayat(2), (3), (4) UU no.13 Tahun 1998 tentang kesehatan
dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.

Klasifikasi lansia
Lima klasifikasi lansia:
1. Pralansia (prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
2. Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3. Lansia resiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah
kesehatan (Depkes RI,2003).
4. Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang
/jasa(Depkes RI,2003).
5. Lansia tidak potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain
(Depkes RI,2003).

Karakteristik lansia
Menurut Budi Anna Keliat (1999), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat(2), (3), (4) UU no.13 Tahun 1998 tentang
Kesehatan).
2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit , dari kebutuhan biopsikososial
sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptive.
3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

Tipe lansia
Beberapa tipe lansiabbergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental’
social, dan ekonominya (Nugroho,2000).
Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan,
bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
2. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan
teman, dan memenuhi undangan.
3. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah
tersinggung, sulit dilayani, pengkritik, dan banyak menuntut.
4. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa saja.
5. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif dan acuh tak acuh.

DEFINISI
Mobilitas Fungsional adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian bagi seseorang.
Imobilisasi adalah keterbatasan dalam pergerakan fisik pada bagian tubuh tertentu atau pada satu atau
lebih ekstremitas( nanda, 2005:131)
Imobilisasi merupakan ketidakmampuan seseorang untuk menggerakkan tubuhnya sendiri. Imobilisasi
dikatakan sebagai faktor resiko utama pada munculnya luka dekubitus baik di rumah sakit maupun di
komunitas. Kondisi ini dapat meningkatkan waktu penekanan pada jaringan kulit, menurunkan sirkulasi
dan selanjutnya mengakibatkan luka dekubitus. Imobilisasi disamping mempengaruhi kulit secara
langsung, juga mempengaruhi beberapa organ tubuh. Misalnya pada system kardiovaskuler,gangguan
sirkulasi darah perifer, system respirasi, menurunkan pergerakan paru untuk mengambil oksigen dari
udara (ekspansi paru) dan berakibat pada menurunnya asupan oksigen ke tubuh. (Lindgren et al. 2004)

PENYEBAB
Berbagai kondisi dapat menyebabkan terjadinya imobilisasi, sebagai contoh:
1. Gangguan sendi dan tulang:
Penyakit rematik seperti pengapuran tulang atau patah tulang tentu akan menghambat pergerakan
(mobilisasi)
2. Penyakit saraf:
Adanya stroke, penyakit Parkinson, dan gangguan sarap
3. Penyakit jantung atau pernafasan
4. Gangguan penglihatan
5. Masa penyembuhan

BATASAN KARAKTERISTIK
1. Ketidakmampuan untuk bergerak dengan tujuan di dalam lingkungan, termasuk mobilitas
di tempat tidur, berpindah dan ambulasi
2. Keengganan untuk melakukan pergerakan
3. Keterbatasan rentang gerak
4. Penurunan kekuatan, pengendalian, atau masa otot
5. Mengalami pembatasan pergerakan, termasuk protocol-protokol mekanis dan medis
6. Gangguan koordinasi
7. Postur tubuh tidak stabil selama melakukan aktifitas rutin
8. Keterbatasan melakukan ketrampilan motorik kasar
9. Keterbatasan melakukan ketrampilan motorik halus

IMOBILITAS YANG TERJADI PADA TULANG LANSIA


Sistem atau organ Perubahan morfologik Perubahan fungsional Keadaan patologis

Tulang Osteoporosis:penipisan Asimtomatik atau nyeri Osteoporosis:meningkat,


trabekulae dan punggung ringan, nyeri punggung berat,
melebarnya rongga kifosis, bungkuk dan kifosis dan
tulang tinggi badan menurun fraktur(densitas tulang
tak cukup).
Osteomalasia:
kurangnya penulangan
pada matriks tulang
normal, nyeri tulang,
miopati, fraktur penyakit
paget( osteitis
deformans), tonjolan
tulang jari kaki, sub-
luksasi sendi tangan atau
kaki, telapak kaki nyeri
dan masalah kaki lain

KERUSAKAN MOBILITAS FISIK PADA LANSIA


1. Osteoporosis
2. Osteomalasia
3. Penyakit paget tulang
4. Penyakit keganasan tulang
5. Osteomielitis akut
6. Fraktur( fraktur leher femur, fraktur colle’s, fraktur columna fertebralis)
7. Arthritis reumatoid
AKIBAT IMOBILISASI
Imobilisasi dapat menimbulkan berbagai masalah sebagai berikut:
1. Infeksi saluran kemih
2. Sembelit
3. Infeksi paru
4. Gangguan aliran darah
5. Luka tekansendi kaku
6. Intoleransi aktivitas
7. Penurunan kekuatan dan ketahanan
8. Nyeri dan rasa tidak nyaman
9. Gangguan persepsi atau kognitif
10. Gangguan neuromuskuler
11. Depresi
12. Ansietas berat
Lansia sangat rentan terhadap konsekuensi fisiologis dn psikologis dari imobilitas. Perubahan yang
berhubungan dengan usia disertai dengan penyakit kronis menjadi predisposisi bagi lansia untuk
mengalami komplikasi-komplikasi ini. Secara fisiologis, tubuh bereaksi terjhadap imobilitas dengan
perubahan-perubahan yang hamper sama dengan proses penuaan, oleh karena itu memperberat efek ini.
MANIFESTSI KLINIS
Dampak fisiologis dari imobilitas dan ketidak efektifan
Efek Hasil
 Penurunan konsumsi oksigen maksimum  Intoleransi ortostatik
 Penurunan fungsi ventrikel kiri  Peningkatan denyut jantung, sinkop
 Penurunan volume sekuncup  Penurunan kapasitas kebugaran
 Perlambatan fungsi usus  Konstipasi
 Pengurangan miksi  Penurunan evakuasi kandung kemih
 Gangguan tidur  Bermimpi pada siang hari, halusinasi

LIMA TUJUAN MENGARAHKAN INTERVENSI KEPERAWATAN UNTUK MENCEGAH


ATAU MENIADAKAN SEKUELA FISIOLOGIS DARI IMOBILITAS.
1. Meliputi pemeliharaan kekuatan dan ketahanan sistem muskuloskeletal, yang termasuk pengondisian
program latihan harian baik kontraksi otot isometrik dan isotonik, aktivitas penguatan aerobik, nutrisi
untuk meningkatkan anabolisme protein dan pembentukan tulang, dan sikap komitmen terhadap latihan.
2. Pemeliharaan fleksibilitas sendi yang terlibat dalam latihan rentang gerak, posisi yang tepat, dan
aktivitas kehidupan sehari-hari.
3. Pemeliharaan ventilasi yang normal meliputi hiperinflasi dan mobilisasi serta menghilangkan sekresi.
4. Pemeliharaan sirkulasi yang adekuat meliputi tindakan-tindakan pendukung untuk mempertahankan
tonus vaskuler (termasuk mengubah posisi dalam hubungannya dengan gravitasi), stoking kompresi untuk
memberikan tekanan eksternal pada tungkai, dan asupan cairan yang adekuat untuk mencegah efek
dehidrasi pada volume darah. Pergerakan aktif memengaruhi toleransi ortostatik.
5. Pemeliharaan fungsi urinaria dan usus yang normal bergantung pada dukungan nutrisi dan struktur
lingkungan serta rutinitas-rutinitas untuk memfasilitasi eliminasi. Pembahasan tentang intervensi
disajikan di sini.
KONTRAKSI OTOT ISOMETRIK
Kontraksi otot isometrik meningkatkan tegangan otot tanpa mengubah panjang otot yang menggerakkan
sendi. Kontraksi-kontraksi ini digunakan untuk mempertahankan kekuatan otot dan mobilitas dalam
keadaan berdiri (misalnya otot-otot kuadrisep, abdominal dan gluteal) dan untuk memberikan tekanan
pada tulang bagi orang-orang dengan dan tanpa penyakit kardiovaskuler. Kontraksi isometrik dilakukan
dengan cara bergantian mengencangkan dan merelaksasikan kelompok otot.
KONTRAKSI OTOT ISOTONIK
Kontraksi otot yang berlawanan atau isotnik berguna untk mempertahankan kekuatan otot-otot dan
tulang. Kontraksi ini mengubah panjang otot tanpa mengubah tegangan. Karena otot-otot memendek dan
memanjang, kerja dapat dicapai. Kontraksi isotonik dapat dicapai pada saat berada di tempat tidur, dengan
tungkai menggantung di sisi tempat tidur, atau pada saat duduk di kursi dengan cara mendorong atau
menarik suatu objek yang tidak dapat bergerak. Ketika tangan atau kaki dilatih baik otot-otot fleksor dan
ekstensor harus dilibatkan.
LATIHAN KEKUATAN
Aktivitas penguatan adalah latihan pertahanan yang progresif. Kekuatan otot harus menghasilkan
peningkatan setelah beberapa waktu. Latihan angkat berat dengan meningkatkan pengulangan dan berat
adalah aktivitas pengondisian kekuatan. Latihan ini meningkatkan kekuatan dan massa otot serta
mencegah kehilangan densitas tulang dan kandungan mineral total dalam tubuh.
LATIHAN AEROBIK
Latihan aerobik adalah aktivitas yang menghasilkan peningkatan denyut jantung 60 sampai 90% dari
denyut jantung maksimal dihitung dengan (220-usia seseorang) x 0,7
Aktivitas aerobik yang dipilih harus menggunakan kelompok otot besar dan harus kontinu, berirama, dan
dapat dinikmati. Contohnya termasuk berjalan, berenang, bersepeda, dan berdansa.
SIKAP
Variabel utama yang dapat mengganggu keberhasilan intervensi pada individu yang mengalami
imobilisasi adalah sikap perawat dan klien tentang pentingnya latihan dan aktivitas dalam rutinitas sehari-
hari. Sikap perawat tidak hanya memengaruhi komitmen untuk memasukkan latihan sebagai komponen
rutin sehari-hariyang berkelanjutan, tetapi juga integrasi aktif dari latihan sebagai intervensi bagi lansia di
berbagai lingkungan; komunitas, rumah sakit, dan fasilitas jangka panjang. Demikian pula halnya sikap
klien dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas latihan.
LATIHAN RENTANG GERAK
Latihan rentang gerak aktif dan pasif memberikan keuntungan-keuntungan yang berbeda. Latihan aktif
membantu mempertahankan fleksibilitas sendi dan kekuatan otot serta meningkatkan penampilan
kognitif. Sebaliknya, gerakan pasif, yaitu menggerakkan sendi seseorang melalui rentang geraknya oleh
orang lain, hanya membantu mempertahankan fleksibilitas.
MENGATUR POSISI
Mengatur posisi juga digunakan untuk meningkatkan tekanan darah balik vena. Jika seseorang
diposisikan dengan tungkai tergantung, pengumpulan dan penurunan tekanan darah balik vena akan
terjadi. Posisi duduk di kursi secara normal dengan tungkai tergantung secara potensial berbahaya untuk
seseorang yang beresiko mengalami pengembangan trombosis vena. Mengatur posisi tungkai dengan
ketergantungan minimal (misalnya meninggikan tungkai diatas dudukan kaki) mencegah pengumpulan
darah pada ekstremitas bawah.
Rencana asuhan keperawatan untuk imobilitas betujuan mempertahankan kemampuan dan fungsi, serta
mencegah gangguan.

PENATALAKSANAAN
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer merupakan proses yang berlangsug sepanjang kehidupan dan episodic. Sebagai suatu
proses yang berlangsung sepanjang kehidupan, moblilitas dan aktivitas tergantung pada fungsi system
musculoskeletal, kardiovaskuler, pulmonal. Sebagai suatu proses episodic pencegahan primer diarahkan
pada pencegahan masalah-masalah yang dapat tmbul akibat imoblitas atau ketidak aktifan
1) Hambatan terhadap latihan
Berbagai hambatan mempengaruhi partisipasi lansia dalam latihan secara teratur. Bahaya-bahaya
interpersonal termasuk isolasi social yang terjadi ketika teman-teman dan keluarga telah meninggal,
perilaku gaya hidup tertentu (misalnya merokok dan kebiasaan diet yang buruk) depresi gangguan tidur,
kurangnya transportasi dan kurangnya dukungan. Hambatan lingkungan termasuk kurangnya tempat yang
aman untuk latihan dan kondisi iklim yang tidak mendukung.

2) Pengembangan program latihan


Program latihan yang sukses sangat individual, diseimbangkan, dan mengalami peningkatan. Program
tersebut disusun untuk memberikn kesempatan pada klien untuk mengembangkan suatu kebiasaan yang
teratur dalam melakukan bentuk aktif dari rekreasi santai yang dapat memberikan efek latihan.
Ketika klien telah memiliki evaluasi fisik secara seksama, pengkajian tentang factor-faktor pengganggu
berikut ini akan membantu untuk memastikan keterikatan dan meningkatkan pengalaman;
· Aktivitas sat ini dan respon fisiologis denyut nadi sebelum, selama dan setelah aktivitas diberikan)
· Kecenderungan alami (predisposisi atau peningkatan kearah latihan khusus)
· Kesulitan yang dirasakan
· Tujuan dan pentingnya latihan yang dirasakan
· Efisiensi latihan untuk diri sendiri (derajat keyakinan bahwa seseorang akan berhasil)

3) Keamanan
Ketika program latihan spesifik telah diformulasikan dan diterima oleh klien, instruksi tentang latihan
yang aman harus dilakukan. Mengajarkan klien untuk mengenali tanda-tanda intoleransi atau latihan yang
terlalu keras sama pentingnya dengan memilih aktivitas yang tepat.
2. Pencegahan sekunder
Spiral menurun yang terjadi akibat aksaserbasi akut dari imobilitas dapat dikurangi atau dicegah dengan
intervensi keperawatan. Keberhasilan intervensi berasal diri suatu pengertian tentang berbagai faktor yang
menyebabkan atau turut berperan terhadap imobilitas dan penuaan. Pencegahan sekunder memfokuskan
pada pemeliharaan fungsi dan pencegahan komplikasi. Diagnosis keperawatan dihubungkan dengan
poencegahan sekunder adalah gangguan mobilitas fisik
3. Pencegahan tersier
Upaya-upaya rehabilitasi untuk memaksimalkan mobilitas bagi lansia melibatkan upaya multidisiplin
yang terdiri dari perawat, dokter, ahli fisioterapi, dan terapi okupasi, seorang ahli gizi, aktivitas sosial, dan
keluarga serta teman-teman

PENATALAKSANAAN TERAPEUTIK
Pengobatan terapeutik ditujukan kearah perawatan penyakit atau kesakitan yang dihasilkan atau yang
turut berperan terhadap masalah imobilitas dan penanganan konsekuensi aktual atau potensial dari
imobilitas. Contoh-contoh pendekatan terhadap penanganan imobilitas meliputi terapi fisik untuk
mempertahankan mobilitas dan kekuatan otot, kompresi pneumatik intermiten dan kekuatan otot,
kompresi pneumatik intermiten atau stoking kompresi gradien untuk meningkatkan aliran darah vena dan
mencegah tromboembolisme, spirometri insesif untuk hiperinflasi alveoli, dan tirah baring, kecuali untuk
eliminasi

ASKEP KLIEN LANJUT USIA DI KELUARGA DENGAN IMMOBILITY AND FUNCTIONAL


MOBILITY
A. PENGKAJIAN
Tanggal pengkajian : jam:
A. Data biografi
Terdapat : Nama, Tempat &tanggal lahir , Pendidikan terakhir , Agama, Status, TB/BB, Penmpilan,
Ciri-ciri tubuh, Alamat, Orang yang dekat dihubungi, Hubungan dengan usila, Alamat.
B. Riwayat keluarga
Genogram :
Keterangan :
C. Riwayat Pekerjaan :
Terdapat Pekerjaan saat ini, Alamat pekerjan, Jarak dari rumah, Alat transportasi, Pekerjaan sebelumnya,
Berapa jarak dari rumah, Sumber –sumber pendapatan dan kecukupan terhadap kebutuhan.
D. Riwayat Lingkungan Hidup
Tipe tempat tinggal, Jumlah kamar, Kondisi tempat tinggal, Jumlah orang yang tinggal dirumah, Derajat
privasi, Tetangga terdekat, Alamat / telpon.
E. Riwayat rekreasi
Hobby/minat, Keanggotaan organisasi, Liburan perjalanan.
F. Sistem pendukung
Perawat /bidan/dokter/fisioterapi, jarak dari rumah, pelayanan kesehatan dirumah, makanan yang
dihantarkan, perawatan sehari-hari yang dilakukan keluarga, dll.
G. Diskripsi Kekhususan
Kebiasaan ritual, dll.
H. Status Kesehatan
Status kesehatan umum selama setahun yang lalu, status kesehatan umum selama 5 tahun yang lalu,
keluhan utama (provocative/palliative, quality/quantity, region, severity scale, timming. Pemahaman dan
penatalaksanaan masalah kesehatan.
KELUHAN UTAMA ;
Keluhan yang dirasakan klien pada saat pengkajian.
Penatalaksanaan masalah kesehatan :
Tindakan yang dilakukan klien saat sakit.
Obat-obat yang pernah di terima klien menurut catatan di pelayanan kesehatan.
Pola persepsi pemeliharaan kesehatan
Selama ini klien tidak pernah melakukan hal-hal yang merugikan kesehatan seperti merokok atau minum-
minuman keras.
Alergi : klien tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan , serta cuaca yang extrim.
Penyakit yang diderita : penyakit keturunan seperti Hipertensi, dan mempunyai riwayat penyakit stroke
I. Pola aktifitas Hidup sehari hari
Kemampuan Perawatan Independen Bantuan Bantuan Bantun Dependent
Diri Alat orang lain orang lain
&
peralatan
1. makan /minum
2. mandi
3. Berpakaian
4. Ke WC
5. Transfering/pindah
6. Ambulasi
KATZ Indeks
Termasuk katagori yang mana:
Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB, BAK), menggunakan pakaian, pergi ke toilet, berpindah,dan
mandi.
Mandiri semuanya kecuali salah satu dari fungsi diatas.
Mandiri, kecuali mandi, dan satu lagi fungsi yang lain.
Mandiri, kecuali mandi, berpakaian dan satu lagi fungsi yang lain.
Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, dan satu mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet,
berpindah dan satu fungsi yang lain.

Ketergantungan untuk semua fungsi diatas.


Keterangan:
Mandiri: berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan aktif dari orang lain. Seseorang yang
menolak melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan fungsi, meskipun dianggap mampu.
B. Indeks ADL BARTHEL (BAI)
NO FUNGSI SKOR KETERANGAN
1 Mengendalikan rangsang 0 Tak terkendali/tak teratur (perlu
pembuangan tinja 1 pencahar).
2 Kadang-kadang tak terkendali (1x
seminggu).
Terkendali teratur.
2 Mengendalikan rangsang berkemih 0 Tak terkendali atau pakai kateter
1 Kadang-kadang tak terkendali (hanya
2 1x/24 jam)
Mandiri
3 Membersihkan diri (seka muka, 0 Butuh pertolongan orang lain
sisir rambut, sikat gigi) 1 Mandiri
4 Penggunaan jamban, masuk dan 0 Tergantung pertolongan orang lain
keluar (melepaskan, memakai 1 Perlu pertolonganpada beberapa
celana, membersihkan, menyiram) 2 kegiatan tetapi dapat mengerjakan
sendiri beberapa kegiatan yang lain.
Mandiri
5 Makan 0 Tidak mampu
1 Perlu ditolong memotong makanan
2 Mandiri
6 Berubah sikap dari berbaring ke 0 Tidak mampu
duduk 1 Perlu banyak bantuan untuk bias
2 duduk
3 Bantuan minimal 1 orang.
Mandiri
7 Berpindah/ berjalan 0 Tidak mampu
1 Bisa (pindah) dengan kursi roda.
2 Berjalan dengan bantuan 1 orang.
3 Mandiri
8 Memakai baju 0 Tergantung orang lain
1 Sebagian dibantu (mis: memakai
2 baju)
Mandiri.
9 Naik turun tangga 0 Tidak mampu
1 Butuh pertolongan
2 Mandiri
10 Mandi 0 Tergantung orang lain
1 Mandiri

TOTAL SKOR
Skor BAI :
20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan ringan
9-11 : Ketergantungan sedang
5-8 : Ketergantungan berat
0-4 : Ketergantungan total
Nutrisi, Eliminasi, Aktifitas, Istirahat & tidur, Sexual.
Psikologis :
a) Persepsi klien
b) Konsep diri
c) Emosi
d) Adaptasi
J. Mekanisme pertahanan diri Tinjauan Sistem
Keadaan umum
Tingkat kesadaran
GCS
Tanda vital
Pemeriksaan fisik
1. Mengkaji skelet tubuh
Indikator primer dari keparahan imobilitas pada system musculoskeletal adalah penurunan tonus,
kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot; rentang gerak sendi; dan kekuatan skeletal. Pengkajian fungsi
secara periodik dapat digunakan untuk memantau perubahan dan keefektifan intervensi. Adanya
deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor tulang. Pemendekan
ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada
tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.
2. Mengkaji tulang belakang
Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang berlebihan)
3. Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan, adanya
kekakuan sendi
4. Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran masing-masing otot. Lingkar
ekstremitas untuk mementau adanya edema atau atropfi, nyeri otot.
5. Mengkaji system kardiovaskuler
Tanda dan gejala kardivaskuler tidak memberikan bukti langsung atau meyakinkan tentang
perkembangan komplikasi imobilitas. Hanya sedikit petunjuk diagnostik yang dapat diandalkan pada
pembentukan trombosis. Tanda-tanda tromboflebitis meliputi eritema, edema, nyeri tekan dan tanda
homans positif. Intoleransi ortostatik dapat menunjukkan suatu gerakan untuk berdiri tegak seperti gejala
peningkatan denyut jantung, penurunan tekanan darah, pucat, tremor tangan, berkeringat, kesulitandalam
mengikuti perintah dan sinkop
6. Mengkaji system respirasi
Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala atelektasis dan pneumonia. Tanda-
tanda awal meliputi peningkatan temperature dan denyut jantung. Perubahan-perubahan dalam
pergerakan dada, perkusi, bunyi napas, dan gas arteri mengindikasikan adanaya perluasan dan beratnya
kondisi yang terjadi
7. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu ekstremitas lebih pendek
dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang berhubungan dengan caraberjalan abnormal (mis. cara
berjalan spastic hemiparesis – stroke, cara berjalan selangkah-selangkah – penyakit lower motor neuron,
cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).
8. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah reaksi inflamasi. Perubahan awal
terlihat pada permukaan kulit sebagai daerah eritema yang tidak teratur dan didefinisikan sangat buruk di
atas tonjolan tulang yang tidak hilang dalam waktu 3 menit setelah tekanan dihilangkan
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingin dari lainnya dan
adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu
pengisian kapiler.
9. Mengkaji Perubahan-perubahan fungsi urinaria
Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk tanda-tanda fisik berupa berkemih sedikit
dan sering, distensi abdomen bagian bawah, dan batas kandung kemih yang dapat diraba. Gejala-gejala
kesulitan miksi termasuk pernyataan ketidakmampuan untuk berkemih dan tekanan atau nyeri pada
abdomen bagian bawah
10. Mengkaji Perubahan-perubahan Gastrointestinal
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen bagian bawah, rasa penuh,
tekanan. Pengosongan rektum yang tidak sempurna, anoreksia, mual gelisah, depresi mental, iritabilitas,
kelemahan, dan sakit kepala.
11. Mengkaji Faktor-faktor lingkungan
Lingkungan tempat tinggal klien memberikan bukti untuk intervensi. Di dalam rumah, kamar mandi
tanpa pegangan, karpet yang lepas, penerangan yang tidak adekuat, tangga yang tinggi, lantai licin, dan
tempat duduk toilet yang rendah dapat menurunkan mobilitas klien. Hambatan-hambatan institusional
terhadap mobilitas termasuk jalan koridor yang terhalang, tempat tidur posisi yang tinggi, dan cairan pada
lantai. Identifikasi dan penghilangan hambatan-hambatan yang potensial dapat meningkatakan mobilitas
K. Status kognitif/Afektif sosial.
1) SPSMQ

Short Portable Mental Status Questioner (SPMSQ)


Skore
No Pertanyaan Jawaban
+ ─
1 Tanggal berapa hari ini?
2 Hari apa sekarang? (hari, tanggal, tahun)
3 Apa nama tempat ini
4 Berapa nomer telepon anda
Dimana alamat anda? (tanyakan bila lansia tidak punya
4a
nomer telepon)
5 Berapa umur anda?
6 Kapan anda lahir?
7 Siapa presiden indonesia sekarang?
8 Siapa presiden sebelumnya?
9 Siapa nama (gadis) anda dulu?
Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari setiap
10
angka baru, semua secara menurun
Jumlah Kesalahan Total

2) MMSE

Mini Mental State Exam (MMSE)

Nilai Max Pasien Pertanyaan

Orientasi
5 Tahun, musim, tanggal, hari, bulan apa sekarang?
5 Dimana kita : negara bagian, wilayah, kota, rumah sakit, panti
Registrasi
Nama 3 objek : 1 detik untuk mengatakan masing2 kemudian tanyakan
klien ketiga objek tersebut, setelah menanyakannya beri 1 poin untuk
3 setiap jawaban yang benar, kemudian ulangi sampai ia mempelajari
ketiganya. Jumlahkan percobaan dan catat.
Percobaan : .........................................
Perhatian dan Kalkulasi
Seri 7”, 1 poin untuk setiap kebenaran. Berhenti setelah jawaban 5
5
jawaban. Bergantian eja “kata” kebelakang
Mengingat
Meminta untuk mengulang ketiga objek di atas. Berikan 1 poin untuk
3
setiap kebenaran
Bahasa
Nama pensil dan melihat (2 poin)
9
Mengulang hal berikut : tak ada jika, dan, atau tetapi (1 poin)
Nilai Total

3) Inventaris depresi beck


Skore Uraian

A. Kesedihan

3 Saya sangat sedih/ tidak bahagia dimana saya tidak dapat menghadapinya.
2 Saya galau/ sedih sepanjang waktu dan saya tidak dapat keluar darinya.
1 Saya merasa sedih atau galau.
0 Saya tidak merasa sedih.
B. Pesimisme

3 Saya merasa masa depan adalah sia-sia dan sesuatu tidak dapat membaik.
2 Saya merasa tidak mempunyai apa-apa untuk memendang kedepan.
1 Saya merasa berkecil hati untuk mengenai masa depan.
0 Saya tidak begitu pesimis atau kecil hati tentang masa depan.
C. Rasa kegagalan

3 Saya merasa benar-benar gagal sebagai orang tua,(suami/istri)


2 Bila melihat kehidupan kebelakang, semua yang dapat saya lihat adalah
kegagalan.
1 Saya merasa telah gagal melebihi orang pada umumnya.
0 Saya tidak merasa gagal.
D. Ketidakpuasan

3 Saya tidak puas dengan segalanya.


2 Saya tidak lagi mendapatkan kepuasan apapun.
1 Saya tidak menyukai cara yang saya gunakan.
0 Saya tidak merasa puas.
E. Rasa bersalah

3 Saya merasa sangat buruk atau tidak berharga.


2 Saya merasa sangat bersalah.
1 Saya merasa buruk/ tak berharga sebagai bagian dari waktu yang baik.
0 Saya tidak merasa benar-benar bersalah
F. Tidak menyukai diri sendiri

3 Saya benci diri saya sendiri.


2 Saya muak dengan diri saya sendiri.
1 saya tidak suka dengan diri saya sendiri.
0 Saya tidak merasa kecewa dengan diri saya sendiri.
G. Membahayakan diri sendiri

3 Saya akan membunuh diri saya sendiri jika saya mempunyai kesempatan.
2 Saya mempunyai rencana pasti tentang tujuan bunuh diri.
1 Saya merasa lebih baik mati.
0 Saya tidak mempunyai pikiran-pikiran mengenai membahayakan diri
sendiri.
H. Menarik diri dari social

3 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan tidak peduli
pada mereka semua.
2 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan mempunyai
sedikit perasaan pada mereka .
1 Saya kurang berminat pada orang lain dari pada sebelumnya.
0 Saya tidak kehilangan minat pada orang lain.
I. Keragu-raguan

3 Saya tidak dapat membuat keputusan sama sekali.


2 Saya mempunyai banyak kesulitan dalam membuat keputusan.
1 Saya berusaha mengambil keputusan.
0 Saya membuat keputusan yang baik.
J. Perubahan gambaran diri

3 Saya merasa bahwa saya jelek atau tampak menjijikkan.


2 Saya merasa bahwa ada perubahan yang permanen dalam penampilan saya
dan ini membuat saya tidak menarik.
1 Saya khawatir bahwa saya tampak tua atau tidak manarik.
0 Saya tidak merasa bahwa saya tampak buruk dari pada sebelumnya.
K. Kesulitan kerja

3 Saya tidak melakukan pekerjaan sama sekali.


2 Saya telah mendorong diri saya sendiridengan keras untuk melakukan
sesuatu.
1 Saya memerlukan upaya tambahan untuk mulai melakukan sesuatu.
0 Saya dapat bekerja kira-kira sebaik sebelumnya.
L. Keletihan

3 Saya sangat lelah untuk melakukan sesuatu.


2 Saya merasa lelah untuk melakukan sesuatu.
1 Saya merasa lelah dari yang biasanya.
0 Saya tidak merasa lebih lelah dari biasanya.
M. Anoreksia
3 Saya tidak lagi mempunyai nafsu makan sama sekali.
2 Nafsu makan saya sangat memburuk sekarang.
1 Nafsu makan saya tidak sebaik sebelumnya.
0 Nafsu makan saya tidak buruk dari biasanya.
Penilaian

0-4 Depresi tidak ada atau minimal.


5-7 Depresi ringan.
8-15 Depresi sedang.
16+ Depresi berat.
Dari beck AT, beck RW : screening depressed patients in family practice(1972)

4) APGAR keluarga
No Uraian Fungsi Skore

1 Saya puas bahwa saya dapat kembali pada keluarga(teman- adaptation


teman)saya pada waktu untuk membantu pada waktu sesuatu
menyusahkan saya.
2 Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) saya partnership
membicarakan sesuatu dengan saya dan mengungkapkan
masalah dengan saya.
3 Saya puas bahwa keluarga (teman-teman)saya menerima dan growth
mendukung keinginan saya untuk melakukan aktivitas atau
arah baru.
4 Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) saya Affection
mengekspresikan dengan afek dan berespons terhadap emosi-
emosi saya, seperti marah, sedih atau mencintai.
5 Saya puas dengan cara teman-teman saya dan saya Resolve
menyediakan waktu bersama- sama.

Penilaian Total
Pertanyaan –pertanyaan yang dijawab:
Selalu : skore 2
Kadang-kadang : skore 1
Hamper tidak pernah: skore 0

L. Data penunjang
Pemeriksaan penunjang
1. Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan hubungan tulang.
2. CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat
memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk
mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
3. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus, noninvasive, yang menggunakan
medan magnet, gelombang radio, dan computer untuk memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau
penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang. Dll.
Pemeriksaan Laboratorium: Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin dan
SGOT ↑ pada kerusakan otot.

B. MASALAH KEPERAWATAN
1. Kerusakan mobilitas fisik
2. Gangguan rasa nyaman nyeri
3. Resiko terhadap kerusakan integritas kulit
4. Gangguan perfusi jaringan perifer
5. Kurang perawatan diri
6. Resiko terhadap cidera
7. Resiko terjadi infeksi
8. Konstipasi
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan intoleransi aktivitas, resiko tinggi sindrom disuse
2. Gangguan nyaman nyeri yang berhubungan dengan penyakit rematik seperti pengapuran tulang atau
patah tulang.
3. Resiko terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan fraktur, pemasangan traksi pen,
imobilitas fisik.

D. INTERVENSI
Diagnosa keperawatan; Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan intoleransi aktivitas, resiko
tinggi sindrom disuse
Tujuan atau kriteria hasil yang diharapkan:
1. Klien mampertahankan kekuatan dan ketahanan sistem muskuloskeletal dan fleksibilitas sendi-sendi
2. Klien mampu mempertahankan posisi fungsi, dibuktikan oleh tidak adanya kontraktur
Intervensi keperawatan Rasional
1. Observasi tanda dan gejala Memberikan informasi sebagai dasar dan
penurunan mobilitas sendi, danpengawasan keefektifan intervensi
kehilangan ketahanan Memberikan informasi tentang status respirasi
2. Observasi status respirasi dandan fungsi jantung klien
fungsi jantung klien
Mencegah risiko cedera pada lansia
3. Observasi lingkungan terhadap
bahaya-bahaya keamanan yang potensial.
Ubah lingkungan untuk menurunkan
bahaya-bahaya keamanan
4. Ajarkan tentang tujuan dan
pentingnya latihan Meningkatkan harga diri:meningkatkan rasa
kontrol dan kemandirian klien
5. Ajarkan penggunaan alat-alat Membantu perawatan diri dan kemandirian
bantu yang tepat pasien

Diagnosa keperawatan: Gangguan nyaman nyeri yang berhubungan dengan penyakit rematik seperti
pengapuran tulang atau patah tulang.
Tujuan atau kriteria hasil yang diharapkan:
1. Klien menyatakan nyeri terkontrol
2. Klien mampu membatasi fungsi posisi dengan pembatasan kontraktur
3. Klien mampu mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi kompensasi tubuh
4. Klien mampu mendemonstrasikan tehnik atau prilaku yang memungkinkan melakukan aktifitas
Interfensi keperawatan Rasional
1. Evaluasi atau lanjutkan pemantauan tingkat Tingkat aktifitas atau latihan tergantung dari
inflamasi atau rasa sakit pada sendi. perkembangan atau resolusi dari proses inflamasi
2. Bantu dan ajari keluarga klien untuk pertahankan Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi
istirahat tirah baring atau duduk jika diperlukan, akut dan seluruh fase penyakit yang penting untuk
jadwal aktifitas untuk memberikan periode istirahat mencegah kelelahan dan mempertahankan
yang terus menerus dan tidur dimalam hari yang kekuatan
tidak terganggu. Mempertahankan atau menigkatkan fungsi
3. Bantu dan ajari keluarga dengan rentang gerak sendi, kekuatan otot dan stamina umum. Catatan:
aktifatau pasif, demikian juga latihan resistif dan latihan yang tidak adekuat dapat menyebabkan
isometric jika memungkinkan. kekakuan sendi
4. Ajari klien dan keluarga ubah posisi dengan Menghilangkan tekanan pada jaringan dan
sering dengan personel cukup serta demonstrasikan meningkatkan sirkulasi, tehnik pemindahan yang
atau bantu tehnik pemindahan dan penggunaan tepat dapat mencegah robekan abrasi kulit
bantuan mobilitas, mis: trapeze
5. Dorong klien mempertahankan postur tegak dan Memaksimalkan fungsi sendi, mempertahankan
duduk tinggi, berdiri, berjalan. mobilitas
6. Ajarkan keluarga untuk memberikan lingkungan
yang aman, mis: menaikkan kursi atau kloset,
menggunakan pegangan tangga pada bak atau Menghindari cedera akibat kecelakaan atau
pancuran dan toilet, penggunaan alat bantu jatuh
mobilitas atau kursi roda penyelamat.
Diagnosa keperawatan: Resiko terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan fraktur,
pemasangan traksi pen, imobilitas fisik
Tujuan atau kriteria hasil yang diharapkan:
1. Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang
2. Klien menunjukkan perilaku untuk mencegah kerusakan kulit atau memudahkan penyembuhan sesuai
indikasi
3. Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu atau penyembuhan lesi terjadi
Intervensi keperawatan Rasional
1. Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit
kemerahan , perdarahan, perubahan warna, kelabu, dan pembentukan edema yang membutuhkan
memutih. intervensi medik lanjut
Mengurangi tekanan konstan pada area yang
2. Ajarkan keluarga lansia agar mengubah posisi sama dam meminimalkan ressiko kerusakan kulit
sesering mungkin. Menurunkan kadar kontaminasi kulit

3. Ajarkan keluarga lansia agar sesering mungkin


membersihkan kulit dengan air sabun hangat. Mencegah cedera pada bagian tubuh lain
4. Tekuk ujung kawat atau tutup ujung kawat atau
pen dengan karett atau gabus pelindung atau tutup Mencegah tekanan berlebihan pada kulit,
jarum meningkatkan eaporasi kelembapan yang
5. Ajarkan keluarga agar memberikan bantalan atau menurunkan resiko ekskoriasi
pelindung dari kulit domba atau busa.

E. EVALUASI
Evaluasi disusun menggunakan SOAP secara operasional dengan sumatif (dilakukan selama proses
asuhan keperawatan) dan formatif (dengan proses dan evaluasi akhir).
Evaluasi dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
1. Evaluasi berjalan (sumatif)
Evaluasi jeni ini dikerjakan dalam bentuk pengisian format catatan perkembangan dengan berorientasi
kepada masalah yang dialami oleh keluarga. format yang dipakai adalah format SOAP.
2. Evaluasi akhir (formatif)
Evaluasi jenis ini dikerjakan dengan cara membandingkan antara tujuan yang akan dicapai. Bila terdapat
kesenjangan diantara keduanya, mungkin semua tahap dalam proses keperawatan perlu ditinjau kembali,
agar didapat data-data, masalah atau rencana yang perlu dimodifikasi.

F. DOKUMENTASI YANG ESENSIAL


Dokumentasi untuk setiap sistem meliputi hal-hal berikut;
1. Untuk muskuloskeletal ; kekuatan otot, ukuran, tonus, dan ketahanan; mobilitas sendi,
termasuk rentang gerak sendi dan pengkajian fungsional mengenai kemampuan; penggunaan dan
penyalahgunaan alat bantu; masalah-masalah mobilitas; dan adanya nyeri
2. Untuk Kardiovaskular; perubahan ortostatik dalam tekanan darah dan denyut nadi
3. Untuk respirasi; pengkajian paru
4. Untuk Integumen; karakteristik kulit diatas tonjolan tulang
5. Untuk urinaria; frekuensi dan jumlah berkemih
6. Untuk gastrointestinal; karakter dan pola feses dan alat bantu yang biasa digunakan untuk
memfasilitasi eliminasi

DAFTAR PUSTAKA
Doenges E, Moorhouse, geissler, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran,
EGC, 1999
Dr. Hardywinoto, SKM, Dr. Tony Setia budhi, Ph. D.Panduan Gerontologi, Jakarta, PTGramedia Pustaka
Utama, 1999.
Joseph J. Gallo, William Reichel, Lillian M. Andersen, Buku Saku Gerontologi, Edisi 2, Jakarta, EGC, 1998.
L. Stokckslarger, Jaime, Schaeffer, liz, Buku Saku Keperawatan Gerontik, Edisi 2, Jakarta, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC, 2007.
Nanda, Panduan Diagnosa Keperawatan, Jakarta, Prima Medika, 2005.
R. Boedhi-Darmojo, H. Hadi Martono, Buku Ajar geriatri(Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), edisi ke 2, Jakarta,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000.
Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah Brunner & Suddarth, Cetakan Ke
satu, Jakarta, EGC, 2001

https://sendhysaputro90.wordpress.com/2009/12/30/immobilisasi-bagi-fisik-dan-psikologi/
1. Pengertian Immobiliasasi
Immobilisasi / tirah baring adalah keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak secara aktif / bebas
karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas ). Imobilisasi secara fisik, merupakan pembatasan
untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan.
2. Penyebab Immobilisasi
Berbagai kondisi dapat menyebabkan terjadinya immobilisasi, yaitu sebagai contoh :
Gangguan sendi dan tulang
Penyakit reumatik seperti pengapuran tulang atau patah tulangakan menghambat pergerakan.
Penyakit Saraf
Adanya stroke, penyakit parkinson dan gangguan saraf tepi juga menimbulkan gangguan pergerakan dan
mengakibatkan imobilisasi.
Penyakit Jantung atau Pernafasan.
Penyakit jantung atau pernafasan akan menimbulkan kelelahan dan sesak nafas ketika beraktivitas.
Akibatnya pasien dengan gangguan pada organ- organ tersebut akan mengurangi mobilitasnya.
Gangguan Penglihatan
Rasa percaya diri untuk bergerak akan terganggu bila ada gangguan penglihatan karena ada kekhawatiran
terpeleset, terbentur atau tersandung.
Masa Penyembuhan
Pasien yang masih lemah setelah menjalani operasi atau penyakit berat tertentu memerlukan bantuan
untuk berjalan / banyak istirahat.
Tirah baring / immobilisasi berkepanjangan dapat membawa akibat- akibat yang merugikan bagi fisik
maupun psikologis. Konsep immobilisasi merupakan hal yang relatif, dalam arti tidak saja kehilangan
pergerakan total tetapi juga terjadi penurunan aktivitas dari normalnya.
3. Dampak Immobilisasi Bagi Fisik
Dampak dari immobilisasi dalam tubuh dapat mempengaruhi sistem tubuh, seperti perubahan pada
metabolisme tubuh, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan dalam kebutuhan nutrisi,
gangguan fungsi gastrointestinal, perubahan sistem pernafasan, perubahan krdiovaskular, perubahan
sistem muskuloskeletal, perubahan kulit, perubahan eliminasi
( buang air besar dan kecil ), vertigo (pusing tujuh keliling).
a. Perubahan Metabolisme
Perubahan metabolisme immobiliasasi dapat mengakibatkan proses anabolisme menurun dan katabolisme
meningkat. Keadaan ini dapat beresiko meningkatkan gangguan metabolisme.
Ketidakseimbangan Cairan Dan Elektrolit
Dampak dari immobilisasi akan mengakibatkan persediaan proteinmenurun dan konsentrasi protein
serum berkurang sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh.
Gangguan pengubahan zat gizi
Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya pemasukan protein dan kalori dapat
mengakibatkan pengubahan zat-zat makanan pada tingkat sel menurun, dimana sel tidak lagi menerima
glukosa, asam amino, lemak dan oksigen dalam jumlah yang cukup untuk melaksanakan aktivitas
metabolisme.
Gangguan Fungsi Gastrointestinal
Immobilisasi dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna, sehingga penurunan jumlah masukan yang
cukup dapat menyebabkan keluhan.
Perubahan Sistem Pernafasan
Akibat immobilisasi, kadar heamoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan terjadinya lemah otot
yang dapat menyebabkan proses metabolisme terganggu.
Perubahan Kardiovaskuler.
Perubahan sistem kardiovaskuler akibat immobilisasi antara lain dapat berupa hipotensi ortostatik,
meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya pembentukan trombus.
Perubahan Sistem Muskuloskeletal.
1. Gangguan Muskular : Menurunnya massa otot sebagai dampak immobilisasi dapat menyebabkan
turunnya kekuatan otot secara langsung
2. Gangguan Skeletal : Akan mudah terjadi kontraktur sendi dan osteoporosis.
3. Perubahan Sistem Integumen
Karena menurunnya sirkulasi darah akibat immobilisasi dan terjadi iskemia serta nekrosis jaringan
superfisial dengan adanya luka dekubitus akibat tekanan.
Perubahan Eliminasi
Kurangnya asupan dan penurunan curah jantung sehingga aliran darah renal dan urine berkurang.
Terjadi Vertigo
Karena seseorang terlalu lama berbaring, sehingga aliran darah ke otak berkurang dan menyebabkan
pusing tujuh keliling, serta mempengaruhi nervus vestibularis.
4. Dampak Imobilisasi Bagi Psikologis
Berbagai masalah baik fisik maupun psikologis dapat terjadi akibat keadaan immobilisasi. Masalah
psikologis yang dapat terjadi antara lain: pasien mengalami penurunan motivasi belajar, yang mana
mereka sering tidak memahami pendidikan kesehatan yang diberikan maupun sulit menerima anjuran-
anjuran.
Beberapa pasien mengalami kemunduran dalam memecahkan masalah yang dihadapi dan sering kali
mengekspresikan emosi dalam berbagai cara misalnya menarik diri, apatis atau agresif. Pada keadaan
lebih lanjut pasien mengalami perubahan konsep diri serta memberikan reaksi emosi yang sering tidak
sesuai dengan situasi.
Terjadinya perubahan prilaku tersebut merupakan dampak immobilisasi karena selama preses
immobilisasi seseorang akan mengalami perubahan peran, konsep diri, kecemasan, dan lain- lain.
5. Upaya Pencegahan Akibat Immobilisasi
Beberapa upaya dapat dilakukan pengasuh pasien untuk mencegah timbulnya penyakit akibat
immobilisasi. Bila memungkinkan berkonsultasilah selalu dengan dokter atau perawat.
Hal hal yang dapat dilakukan oleh pengasuh, sebagai berikut :
a) Infeksi saluran kemih
Pada keadaan tersebut pasien harus dimotivasi untuk minum cukup banyak cairan.
b) Sembelit
Mengkonsumsi makanan tinggi serat seperti sayur dan buah, serta minum cukup dapat membantu
mencegah atau paling tidak mengurangi kemungkinan timbulnya masalah sembelit akibat immobilisasi.
c) Infeksi Paru
Perubahan posisi dan tepuk-tepuk dada atau punggung secara teratur dapat membantu memindahkan
sputum tersebut sehingga mudah dikeluarkan.
d) Masalah Sirkulasi atau Aliran Darah.
Diperlukan fisioterapi dan mungkin kaos kaki khusus.
e) Luka Tekan
Untuk mencegah terjadinya luka tekan ini pasien yang mengalami immobilisasi harus diubah- ubah
posisinya ( miring kanan-kiri ) sekitar setiap dua jam.
Tentang iklan-iklan ini

http://kingsasaqi65.blogspot.com/2014/11/immobilisasi.html
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbagai perubahan terjadi pada system musculoskeletal, meliputi tulang keropos (osteoporosis),
pembesaran sendi, pengerasan tendon, keterbatasan gerak, penipisan discus intervertebralis, dan
kelemahan otot, terjadi pada proses penuaan. Pada lansia, struktur kolagen kurang mampu menyerap
energi. Kartilago sendi mengalami degenerasi didaerah yang menyangga tubuh dan menyembuh lebih
lama. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya osteoarthritis. Begitu juga masa otot dan kekuatannya juga
berkurang.
Gangguaan pada sistem musculoskeletal bisa terjadi bukan hanya ada orang dewasa atau pada lansia
namun bisa juga terjadi pada anak – anak bahkan pada bayi yang baru lahir misalnya CDH (Congenital
Dislocation Of the Hip), selain itu gangguan pada tulang belakang seperti Scoliosis juga bisa diderita
pada anak dan jika kondisi ini terus berlanjut maka akan mengakibatkan immobilisasi pada penderita
Penanganan pada pasien anak- anak dengan gangguan sistem muskoluskeletal harus ditangani secara
komprehensip, berdasarkan alasan tersebut maka penulis tertarik untuk melihat lebih dalam terkait
penanganan dengan pendekatan pada asuhan kemperawatan secara komprehensif.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Dapat memberikan asuhan keperawatan imobilisasi.
1.2.2 Tujuan khusus
a. Dapat mengetahui definisi Imobilisasi.
b. Dapat mengetahui etiologi Imobilisasi
c. Dapat menjelaskan efek Imobilisasi
d. Dapat menjelaskan patofisiologi Imobilisasi
e. Dapat menjelaskan komplikasi Imobilisasi
e. Dapat menjelaskan penalalaksanaan Imobilisasi
f. Dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasienImobilisasi

BAB II
KONSEP DASAR

2.1. Imobilisasi
2.1.1 Definisi Imobilisasi
Imobilitas dapat didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk bergerak secara bebas. Pembatasan gerak
dapat dilakuk’an untuk alasan fisik, emosional, intelektual, atau sosial (Keperawatan Ortopedik & Trauma
: 120).

Dalam istilah diagnosa keperawatan, imobilitas digambarkan sebagai “hambatan mobilitas fisik” dan
didefinisikan sebagai “keteratasan gerakan fisik pada tubuh, satu ektremitas atau lebih, yang independen
atau terarah”. Faktor yang berhubungan dengan imobilitas meliputi : keengganan untuk bergerak,
penurunan kekuatan, kontrol, dan/ massa otot, serta faktor yang berhubungan dengan pembatasan gerak
yang diharuskan, termasuk karena protokol mekanis dan medis (NANDA, 2011, hlm.117).

Imobilisasi adalah terapi utama untuk cedera jaringan lunak, tulang panjang, ligamen, vertebra, dan sendi
(Wong, 2012).

2.1.2 Jenis Imobilisasi


a) Imobilisasi Fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah terjadinya
gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien dengan hemiplegia yang tidak mampu
mempertahankan tekanan didaerah paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk
mengurangi tekanan.
b) Imobilisasi Intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya pikir, seperti
pada pasien yang mengalami kerusakan otak akibat suatu penyakit.
c) Imobilisasi Emosional, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara emosional
karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri. Contohnya keadaan stres berat dapat
disebabkan karena bedah amputasi ketika seseorang mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau
kehilangan sesuatu yang paling dicintai.
d) Imobilisasi Sosial, merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan interaksi
sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.

2.1.3 Etiologi
Berbagai perubahan terjadi pada system musculoskeletal, meliputi tulang keropos (osteoporosis),
pembesaran sendi, pengerasan tendon, keterbatasan gerak, penipisan discus intervertebralis, dan
kelemahan otot, terjadi pada proses penuaan.
Pada lansia, struktur kolagen kurang mampu menyerap energi. Kartilago sendi mengalami degenerasi
didaerah yang menyangga tubuh dan menyembuh lebih lama. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya
osteoarthritis. Begitu juga masa otot dan kekuatannya juga berkurang.
Istirahat di tempat tidur lama dan inaktivitas menurunkan aktivitas metabolisme umum. Hal ini
mengakibatkan penurunan kapasitas fungsional sistem tubuh yang multipel, dengan manifestasi klinis
sindrom imobilisasi. Konsekuensi metaboliknya tidak tergantung penyebab untuk apa imobilisasi
diresepkan. Hal ini bisa disebabkan oleh:
1. Cedera tulang: penyakit reumatik seperti pengapuran tulang atau patah tulang (fraktur) tentu akan
menghambat pergerakan.
2. Penyakit saraf: adanya stroke, penyakit parkinson, paralisis, dan gangguan saraf tapi juga
menimbulkan gangguan pergerakan dan mengakibatkan imobilisasi.
3. Penyakit jantung dan pernapasan akan menimbulkan kelelahan dan sesak napas ketika beraktivitas.
Akibatnya pasien dengan gangguan pada organ – organ tersebut akan mengurangi mobilisasinya. Ia
cenderung lebih banyak duduk dan berbaring.
4. Gips ortopedik dan bidai.
5. Penyakit kritis yang memerlukan istirahat.
6. Menetap lama pada posisi gravitasi berkurang, seperti saat duduk atau berbaring.
7. Keadaan tanpa bobot diruang hampa, yaitu pergerakan tidak dibatasi, namun tanpa melawan gaya
gravitasi
Biasanya alasan immobilisasi pada anak atau pembatasan aktivitas pada anak tanpa disability adalah sakit
atau injury. Bed rest atau penggunaan alat restraining mekanik (pemasangan traksi, gips,
bidai) merupakan tindakan yang paling sering dilakukan untuk penyembuhan dan pemulihan. Saat anak
sakit mereka cenderung diam dan aktivitasnya berkurang. Anak terpaksa tidak active karena keterbatasan
fisik/teraphy akan memberikan efek terhadap keterbatasan gerak.

Alasan yang paling banyak untuk terjadinya immobilisasi pada anak antara lain:
1. Congenital defect (spina bifida)
2. Degenerative disorder (muskular dystropi)
3. Infeksi/injury pada sistem integumen (luka bakar)
4. Gangguan sistem muskuloskeletal (fraktur/osteomielitis) : fraktur suprakondiler humeri, fraktur femur,
dll.
5. Gangguan neurologic sistem (spinal cord injury, polyneuritis, head injury)
6. Therapi (traksi, spinal fussion)

Terdapat 3 alasan dari immobilisasi umum yaitu :


1. Pembatasan Gerak yang sifatnya terapeutik pada :
· Injury pada tungkai dan lengan
· Pembedahan
2. Pembatasan yang tidak dapat dihindari karena ketidakmampuan primer è Paralisis
3. Pembatasan secara otomatis sampai dengan gaya hidup.
Tingkat immobilisasi è Bervariasi :
Immobilisasi secara komplit : pada pasien yang tidak sadar
Immobilisasi secara parsial : pada pasien fraktur kaki.
Pembatasan aktifitas karena alasan kesehatan : klien sesak napas pada decom ètidak boleh jalan atau naik
tangga.
Bedrest :
Bedrest è klien istirahat ditempat tidur kecuali ia pergi kekamar mandi
Bedrest total è klien tidak boleh bergerak dari tempat tidur dan tidak boleh pergi kekamar mandi atau
duduk dikursi.
Keuntungan bedrest :
· Mengurangi kebutuhan sel tubuh terhadap O2.
· Menyalurkan sumber energi untuk proses penyembuhan
· Mengurangi nyeri.

2.1.4 Siklus Immobilisasi

2.1.5 Alat-alat yang menyebabkan imobilisasi pasien dengan gangguan muskuloskeletal


a) Traksi : kulit (paling banyak digunakan pada anak) dan skeletal.
b) Pembebatan atau pembalutan
c) Pemasangan gips
d) Fiksasi internal, pembatasan gerak karena kerusakan tulang
e) Fiksasi eksternal fraktur dengan pin atau kawat yang dipasang pada tulang dan dihubungakan ke cincin
atau batang ekternal
f) Pemasangan alat ekternal-ortosis
(Keperawatan Ortopedik & Trauma : 123)

2.1.6 Efek Fisiologis Imobilisasi


a) Sistem Muskular
Otot yang tidak aktif akan mengalami kehilangan kekuatan 3% per hari, dan dalam hal ini tanpa defisit
neuromuskular primer kadang-kadang memerlukan beberapa minggu/bulan untuk dapat berfungsi
kembali. Streching dapat terjadi seperti kehilangan tonus otot atau seperti exessive strain (wirst drop/foot
drop) dapat terjadi karena kerusakan jaringan/atropi otot. Pada atropi otot yang general → penurunan
kekuatan otot dan kekakuan pada persendian. Kekakuan sendi dan perlekatan sendi serta otot.

b) Sistem Skeletal
Kondisi skeletal sehari-hari akan dipertahankan antara aktivitas formasi tulang (Osteoblastic activity) dan
resporsi tulang (osteoclastic actinity). Bila stressing pada tulang berkurang, aktivitas osteobalas menurun,
akan dilanjutkan dengan destruksi tulang, calsium tulang akan berkurang, sedangkan serum nirogen dan
phospor meningkat → deminralisasi tulang (osteopenia) → fraktur patologis dan peningkatan kalsium
darah. Atrofi dan kelemahan otot rangka.
Pada anak yang tidak dapat bergerak, seperti anak dengan penurunan kesadaran, pergerakan menjadi
terbatas → kontrkator persendian.
Kontraktor paling sering di hip, lutut, bahu, paintar, kaki.

c) Sistem Kardiovaskular
Ada tiga efek yang dapat terjadi pada sistem kardio vaskuler:
- Hypotensi ortostatik
- Peningkatan kerja jantung
- Trombus formation
- Gangguan distribusi volume darah

d) Sistem Respiratory
Basal metabolisme rate menurun karena adanya penurunan kebutuhan energi dalam sel → kebutuhan sel
akan oksigen menurun → produksi CO2, berkurang → penurunan kebutuhan O2 dan CO2 menyebabkan
respirasi menjadi lambat dan dalam.
Expansi dada terbatas karena adanya distensi abdomen akibat akumulasi feses, gas dan cairan atau
karena penggunaan alat yang membatasi gerak seperti body cast, brace, tight bindes.

e) Sistem Gastro intestinal


Immobilisasi yang lama dapat menyebabkan balance nitrogen yang negatif yang disebabkan oleh
peningkatan aktivitas katabolisme → penurunan kontribusi energi → ingesti nutrisi menurun → nafsu
makan menurun.
Penurunan aktivitas → efek gravitational pada pergerakan feses → fases menjadi keras → sulit untuk
dikeluarkan → konstipasi.

f) Sistem Renal
Struktur dalam sistem perkemihan dirancang untuk posisi tegak lurus sehingga bila terjadi perubahan
posisi kontraksi peristaltik ureter akan memberikan tahanan terhadap kandung kemih → urine menjadi
statis → merangsang pembentukan batu → batu dalam saluran kemih.
Batu dalm saluran kemih → urine statis → media untuk pertumbuhan mikro organisme → infeksi saluran
kemih.

g) Sistem Integumentary
Akibat immobilisasi dapat menyebabkan aliran darah menurun terutama pada daerah yang tertekan
(sacrum, occiput, trokanter dan ankle) → distribusi O2 dan nutrisi menurun → ischemia jaringan →
nekritic jaringan → ulcer (decubitus).

h) Sistem Neurosensory
Menurut hasil penelitian efek immobilisasi terhadap sistem neurosensory tidak begitu terlihat.
Dua hal yang dapat terjadi : loss of innervation dan sensory and perceptual deprivation.
(Wong, 2012).

2.1.7 Efek terhadap Keluarga


a) Penurunan status finansial (sumber keuangan keluarga berkurang).
b) Fokus keluarga terhadap anak sakit, sehingga sibling merasa disia-siakan.
c) Coping individu dan keluarga tidak efektif sehingga tidak dapat menanggulangi krisis keluarga yang
terjadi.
d) Orang tua selalu merasa bersalah atas sakit anaknya.
2.1.8 Efek Psikologis Imobilisasi
Aktivitas fisik merupakan bagian integral dari kehidupan sehari-hari dan penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan fisik. Aktivitas ini membantu pasien mengatasi bermacam-macam perasaan dan impuls
serta memberikan mekanisme yang memungkinkan mereka mengendalikan ketegangan dari dalam.
Pasien berespons terhadapa ansietas dengan meningkatkan aktivitas. Apabila kekuatan ini tidak ada,
mereka akan kehilangan masukan yang penting dan tempat untuk mengekspresikan perasaan fantasinya.
Keadaan seperti ini sering kali menimbulkan perasaan terisolasi dan bosan.
Reaksi pasien terhadap imobilisasi :
a) Tingkat kecemasan lebih tinggi
b) Depresi
c) Merasa terisolasi
d) Protes aktif, marah dan agresif. Atau bahkan menjadi pendiam, pasif dan submisif
e) Monotomy dapat mengakibatkan :
- Respons intelektual dan psikomotor menjadi lamabn
- Keterampilan komunikasi menurun
- Fantastis meningkat
- Halusinasi
- Disorentasi
- Ketergantungan
f) Perilaku yang tidak biasa (mencari perhatian orang lain dengan kembali ke perilaku perkembangan awal
: ingin disuapi, mengompol, dan komunikasi seperti bayi.
Pada anak sebaiknya dibiarkan melampiaskan rasa amarah, tetapi tidak boleh melewati batas keamanan
dari harga diri mereka dan tidak merusak integritas orang lain. Contohnya, memberikan benda untuk
diserang, bukan orang atau barang-barang berharga, adalah tindakan yang cukup aman dan terapeutik.
Apabila anak tidak dapat mengekspresikan rasa marah, agresi sering kali ditampilkan tidak tepat melalui
perilaku regresif dan menangis berlebihan atau temperamentum.
(Wong, 2012)

2.1.9 Jenis Mobilisasi


a) Mobilisasi Penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas
sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari. Mobilisasi penuh ini
merupakan fungsi saraf motorik volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh
seseorang.
b) Mobilisasi Sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerakdengan batasan jelan dan
tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada
tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cidera atau patah tulang dengan kemasan traksi. Pasien
paraplegi mengalami mobilisasi sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan kontrol motorik dan
sensorik. Mobilisasi sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
Mobilisasi Sebagian Temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan
yang bersifat sementara. Dapat disebabkan oleh trauma revelsibe pada sistem muskoluskeletal, contohnya
adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
Mobilisasi Sebagian Permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan
batasanyang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf irevelsibe, contohnya
terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cidera tulang belakang, poliomyelitis karena
terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik.

2.1.10 Hambatan Mobilitas


a. Hambatan Mobilitas: di Tempat Tidur
· Definisi : keterbatasan kebebasan bergerak di atas tempat tidur dari satu posisi ke posisi yang lain.
· Batasan karakteristik :
- Bergerak dari telentang ke duduk selonjor atau dari duduk selonjor ke telentang.
- Bergerak dari telentang ke tengkurap atau tengkurap ke telentang.
- Bergerak dari telentang ke duduk atau duduk ke telentang.
- Berbalik dari sisi ke sisi.
- “Bergerak cepat” atau reposisi diri di tempat tidur.
b. Hambatan Mobilitas: Fisik
· Definisi : suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu
ektremitas atau lebih.
· Batasan karakteristik :
Objektif
- Penurunan waktu reaksi.
- Kesulitan bergerak.
- Perubahan cara berjalan (misalnya, penurunan aktivitas dan kecepatan berjalan, kesulitan untuk
memulai berjalan, langkah kecil, berjalan dengan menyeret kaki, pada saat berjalan badan mengayun ke
samping).
- Tremor yang diindikasi oleh pergerakan.
- Melambatnya pergerakan.
- Pergerakan kakai tak terkoordinasi.
- Keterbatasan ROM (rentang gerak).
c. Hambatan Mobilitas: Berkursi Roda
· Definisi : keterbatasan pengoperasian kursi roda secara mandiri pada lingkungan tertentu.
· Batasan karakteristik :
- Hambatan kemampuan untuk mengoperasikan kursi roda manual atau listrik pada tanjakan atau
turunan.
- Hambatan kemampuan untuk menjalankan kursi roda manual atau listrik pada permukaan rata atau
yang tidak rata.
- Hambatan kemampuan untuk mengoperasikan kursi roda trotoar (pinggir jalan).
d. Hambatan Kemampuan Berpindah
· Definisi : keterbatasan pergerakan mandiri di antara dua permukaan yang dekat.
· Batasan Karakteristik :
- Hambatan dari tempat tidur ke kursi dan kursi ke tempat tidur.
- Hambatan dari kursi ke mobil atau mobil ke kursi.
- Hambatan dari kursi ke lantai atau lantai ke kursi.
- Hambatan dari berdiri ke lantai atau lantai ke berdiri.
e. Hambatan Berjalan
· Definisi : keterbatasan pergerakan mandiri dalam lingkungan dengan berjalan kaki.
· Batasan Karakteristik :
- Hambatan menaiki tangga.
- Hambatan mennetukan arah.
- Hambatan berjalan pada area yang menurun atau menanjak.
- Hambatan berjalan permukaan yang tidak rata.
Tingkat mobilitas untuk diagnosis hambatan mobilitas di atas adalah :
Tingkat 0 Mandiri penuh
Tingkat 1 Membutuhkan penggunaan peralatan/ alat bantu
Tingkat 2 Membutuhkan pertolongan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan
atau pengajaran
Tingkat 3 Membutuhkan bantuan dari orang lain da peralatan/ alat bantu
Tingkat 4 Ketergantungan : tidak dapat beraktivitas
(Judith, NIC/NOC,2007)
2.1.11 Komplikasi
Imobilisasi dapat menimbulkan berbagai masalah sebagai berikut:
Infeksi saluran kemih, atrofi otot karena disused/ disuse sindrome, konstipasi, infeksi paru, gangguan
aliran darah, dan dekubitus.

2.1.12 Penatalaksanaan
a) Lakukan perubahan posisi (ROM), yang sering membantu untuk mencegah edema dependen dan
merangsang sirkulasi, fungsi pernapasan, motilitas gastrointestinal dan sensasi neurologi.
b) Tingkatkan metabolisme dengan aktivitas dalam batas kemampuan pasien.
c) Diet TKTP, rangsang nafsu makan dengan makanan kecil yang disukai pasien dan hidrasi yang adekuat.
d) Perhatikan kebutuhan eliminasi dan toileting membantu mengurangi rasa malu dan membantu
BAK/BAB.
e) Konsultasikan dengan ahli terapi fisik jika pasien yang tidak mampu/ takut bergerak yang membutuhkan
latihan dan gerakan pasif.
f) Jika memungkinkan bawa pasien untuk berjalan-jalan keluar ruangan dengan kursi roda. Untuk
meningkatkan stimulus lingkungan dan memberikan kontak sosial dengan orang lain.
g) Atur jadwal kunjungan orang terdekat untuk memberikan dukungan.
(Wong, 2012).

2.1.13 Pemeriksaan Penunjang


a) Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan hubungan tulang.
b) CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat
memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk
mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
c) MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus, noninvasive, yang menggunakan
medan magnet, gelombang radio, dan computer untuk memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau
penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang.
d) Pemeriksaan Laboratorium: Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin dan
SGOT ↑ pada kerusakan otot.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
1.Biodata
Cantumkan biodata klien secara lengkap yang mencakup
Nama :
Umur : dapat terjadi pada semua orang di semua umur; sering terjadi pada anak-anak dan lansia.
Jenis kelamin : dapat terjadi pada pria dan wanita.
Pekerjaan : beresiko tinggi pada pekerjaan yang over mobilisasi dan mengangkat beban berat.
2.Keluhan utama
Biasanya klien datang ke tempat pelayanan kesehatan dengan keluhan adanya sedikit/ terjadi keterbatasan
gerak.
3. Riwayat penyakit sekarang
Apakah pasien terjadi cedera, fraktur, dislokasi dan dilakukan pemasangan restrain, bed rest atau
penggunaan alat restraining mekanik(pemasangan traksi, gips, bidai).
4. Riwayat psikososial
Keterbatsan gerak yang dialami pasien yang berlebihan dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman pada
saat beraktivitas atau bekerja. Rasa gelisah juga dapat mengganggu.
5. Kebiasaan sehari-hari
Klien tidak bisa menjalankan aktivitas sehari-hari dengan penuh.
6. Pola Kehidupan
a) Aktifitas/istirahat : kelemahan, ketrbatsan gerak.
Tingkat aktifitas sehari-hari
1. Aktifitas apa saja yang sering klien kerjakan sehari-hari
2. Apakah klien dapat memenuhi aktifitas sehari-sehari secara bebas seperti (makan, minum,
berpakaian, mandi, eliminasi, ambulasi,menggunakan kursi roda, pindah dari kasur ke kursi, keluar
masuk kamar mandi dan keluar masuk kendaraan, berkomunikasi)
3. Kaji ketidakmampuan klien dalam mengerjakan aktifitas sehari-hari:
a. Apakah klien ketergantungan secara parsial ataukah secaratotal
b. Apakah kebuthan sehari-hari dipenuhi oleh keluarga, teman,atau perawat atau langsung
menggunakan peralatan yang dikhusukan untuk memenuhi kebutuhan klien
Toleransi aktifitas
1. Kaji berapa banyak dan berapa tipe aktifitas yang membuat klien merasa capek
2. Apakah klien pernah merasakan pusing-pusing, napas tersengal-sengal, tanda-tanda peningkatan
frekuensi pernapasan, atau permasalahanlain ketika melaksanakan aktifitas ringan ataupun berat.
Latihan (exercise)
1. Latihan apa saja yang klien sering lakukan untuk menjaga fitalitas tubuh?
2. Berapa lama dan berapa klien melaksanakan latihan tersebut
3. Kaji apakah klien yakin dengan latihan tersebut dapat menambahkesehatan klien? Dan suruh klien
menjelaskan.
b) Sirkulasi : edema atau kematian sel perifer.
: perubahan pola BAK/BAB (tidak bisa secara mandiri)
d) Makanan/cairan : Peningkatan berat, mual,muntah anoreksi.
e) Pernapasan : Peningkatan frekuensi dan kedalaman pernapasan.
f) Nyeri/Kenyamanan :nyeri pada area yang fiksasi.

7. Pemeriksaan fisik.
1. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor tulang.
Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi
abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah
tulang.
2. Mengkaji tulang belakang
a. Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
b. Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
c. Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang berlebihan)
3. Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan, adanya
kekakuan sendi
4. Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran masing-masing otot. Lingkar
ekstremitas untuk mementau adanya edema atau
atropfi, nyeri otot.
5. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu ekstremitas lebih pendek dari
yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang berhubungan dengan caraberjalan abnormal (misalnya cara
berjalan spastic hemiparesis – stroke, cara berjalan selangkah-selangkah – penyakit lower motor neuron,
cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).
6. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingin dari lainnya dan adanya
edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian
kapiler.
7. Mengkaji fungsional klien

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN.


No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Keperawtan (NOC) Rencana Tindakan
(NANDA) (NIC)
1. Gangguan Mobilisasi Fisik Setelah dilakukan asuhan Latihan Kekuatan
keperawatan selama ...x 24 - Ajarkan dan berikan dorongan
jam klien menunjukkan: pada klien untuk melakukan
Joint Movement : Active program latihan secara rutin
Increase Mobility Level Latihan untuk ambulasi
Self care : ADLs - Ajarkan teknik Ambulasi &
Ambulasi: berjalan: mampu perpindahan yang aman kepada
berjalan dari satu tempat ke klien dan keluarga.
tempat lain. - Sediakan alat bantu untuk klien
Ambulasi: kursi roda: seperti kruk, kursi roda, dan
mampu berjalan dari satu walker
tempat ke tempat lain dengan - Beri penguatan positif untuk
menggunakan kursi roda. berlatih mandiri dalam batasan
Pelaksanaan berpindah yang aman.
(transfer performance): Latihan mobilisasi dengan kursi
mampu mengubah letak roda
tubuh. - Ajarkan pada klien &
keluarga tentang cara pemakaian
kursi roda & cara berpindah dari
kursi roda ke tempat tidur atau
sebaliknya.
- Dorong klien melakukan latihan
untuk memperkuat anggota tubuh
- Ajarkan pada klien/ keluarga
tentang cara penggunaan kursi
roda
Latihan Keseimbangan
- Ajarkan pada klien &
keluarga untuk dapat mengatur
posisi secara mandiri dan menjaga
keseimbangan selama latihan
ataupun dalam aktivitas sehari
hari.
Perbaikan Posisi Tubuh yang
Benar
- Ajarkan pada klien/ keluargauntuk
mem perhatikan postur tubuh yg
benar untuk menghindari
kelelahan, keram & cedera.
- Kolaborasi ke ahli terapi fisik
untuk program latihan.

2. Risiko Cedera Setelah dilakukan asuhan - Identifikasi faktor yang


keperawatan selama ...x 24 memengaruhi kebutuhan
jam klien menunjukkan: keamanan, misalnya defisik
· Dapat mempersiapkan sensori & motorik.
lingkungan yang aman - Persiapkan lingkungan yang
(misalnya penempatkan memungkin risiko jatuh (lantai
pegangan tangan di kamr licin, karpet sobek).
mandi). - Berikan materi pendidikan yang
· Mengidentifikasi risiko berhubungan dengan strategi dan
yang meningkatkan tindakan untuk mencegah cedera.
kerentanan terhadap cedera. - Bantu pasien dengan ambulasi,
· Menghindari cedera fisik. sesuai kebutuhan.
- Sediakan alat bantu berjalan
(tongkat dan walker).
3. Self Care Defisit Setelah dilakukan asuhan Kaji kemampuan untuk
keperawatan selama ...x 24 berjalan dan menggunakan alat
jam klien menunjukkan: bantu secara mandiri dan aman.
Klien mampu untuk Ajarkan pasien dan keluarga
melakukan aktivitas tentang teknik pemindaan dan
perawtan fisik dan pribadi ambulasi.berikan informasi
paling dasar. perawtan diri kepada keluarga/
Klien menunjukkan orang tua yang penting tentang
perawtan diri tanpa adanya lingkungan rumah yang aman
bantuan atau ketergantungan untuk pasien.
alat bantu. Kolaborasikan dengan terapi
Klien mampu fisik dan okupasi sebagai sumber
membersihkan diri secara dalam perencanaan aktivitas
mandiri. perawtan pasien serta
mendapatkan peralatan yang
diperlukan.
Anjurkan pasien untuk
menggunakan pakaian yang
mudah dibuka.
4. Risiko Disuse Sindrom Setelah dilakukan asuhan- Pantau asupan nutrisi untuk
keperawatan selama ...x 24 memastikan sumber energi.
jam klien menunjukkan: - Tentukan apa dan berapa
Peningkatan daya tahan banyak aktivitas yang dibutuhkan
tingkat energi mampu untuk untuk membentuk ketahanan.
beraktivitas. - Ajarkan pengaturan aktivitas
Peningkatan mobilitas: dan teknik pengelolaan waktu
kemampuan untuk bergerak untuk mencegah kelelahan.
sesuai dengan tujuan yang Konsultasikan dengan tenaga
diinginkan. fisioterapi tentang cara-cara
Tingkkat kesadaran meningkatkan mobilitas.
individu, berorientasi dan
perhatian terhadap
lingkungan.
Menunjukkan tingkat nyeri.

3.4. IMPLEMENTASI
Implementasi dapat dilakukan sesuai dengan intervensi yang sudah dipaparkan sebelumnya.
3.5 EVALUASI
Hasil yang diharapkan saat evaluasi adalah:
1. Mobilisasi pada pasien dapat kembali normal.
2. Pasien idak mengalami cedera saat melakukan mobilisasi awal.
3. Pasien dapat menunjukkan/ melakukan perawatan secara aktual dan mandiri.
4. Tidak terjadi sindrom disuses pada pasien.
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Immobilisasi atau tirah baring adalah keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak secara
aktif atau bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas ). Misalnya mengalami trauma
tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya. Imobilisasi secara
fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan
komplikasi pergerakan.

Jenis Imobilisasi
1. Imobilisasi fisik
2. Imobilisasi intelektual
3. Imobilisasi emosional
4. Imobilisasi social

Penyebab Immobilisasi
1. Gangguan sendi dan tulang.
2. Penyakit Saraf
3. Penyakit Jantung atau Pernafasan
4. Gangguan Penglihatan.
5. Masa Penyembuhan

4.2. Saran
Berdasarkan hasil pembahasan materi di atas diharapkan dapat menjadi bahan masukan yang
bermanfaat bagi mahasiswa untuk dapat diaplikasikan dalam tindakan pelayanan keperawatan dan juga
karena keterbatasan referensi yang mendukung, untuk itu diharapkan kritik dan saran guna untuk
kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E.Rencana Asuhan Keperawatan.2000.Jakarta : EGC.


Dorland.1998.Kamus Saku Kedokteran. Jakarta : EGC.
Editor : Kneale, Julia dan Peter Davis.2011.Keperawatan Ortopedik & Trauma Edisi 2. Jakarta : EGC.
Lukman dan Nurna Ningsih.2012. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal.
Jakarta : Salemba Medika.
Potter dan Perry.2006.Fundamental Keperawatan Edisi 4 Volume 2.Jakarta : EGC.
Price, Slyvia A. Dan Lorraine M. Wilson.2006.Patofisiologi Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC.
Tucker, Susan Martin, dkk.2008.Standart Perawatan Pasien Edisi 7 Volume 2. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Volume 3.Jakarta :
EGC.
Suratun, dkk.2008.Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : EGC.
Wilkinson, Judith M.2007.Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 7. Jakarta : EGC.
.2005.Nursing Diagnose Handbook. Prentice Hall : Person.

.: Artikel Terkait :.
P o s t e d b y A b e l S a s a qi a t 11 : 2 2 P M
0 comments:
Post a Comment

http://sayaitudian.blogspot.com/2011/05/immobilisasi.html
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Immobiliasasi
Immobilisasi atau tirah baring adalah keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak secara
aktif atau bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas ). Misalnya mengalami trauma
tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya. Imobilisasi secara
fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan
komplikasi pergerakan.
2.2 Jenis Imobilisasi
1. Imobilisasi fisik
Merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan
komplikasi pergerakan, seperti pada pasien dengan hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan
tekanan di daerah paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan.
2. Imobilisasi intelektual
Merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang
mengalami kerusakan otak akibat suatu penyakit.
3. Imobilisasi emosional
Keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-
tiba dalam menyesuaikan diri. Sebagai contoh, keadaan stres berat dapat disebabkan karena bedah
amputasi ketika seseorang mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang
paling dicintai.
4. Imobilisasi sosial
Keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan
penyakitnya sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam keadaan sosial.
2.3 Penyebab Immobilisasi
Berbagai kondisi dapat menyebabkan terjadinya immobilisasi, yaitu sebagai contoh :
1. Gangguan sendi dan tulang
Penyakit reumatik seperti pengapuran tulang atau patah tulangakan menghambat pergerakan.
2. Penyakit Saraf
Adanya stroke, penyakit parkinson dan gangguan saraf tepi juga menimbulkan gangguan pergerakan dan
mengakibatkan imobilisasi.

3. Penyakit Jantung atau Pernafasan


Penyakit jantung atau pernafasan akan menimbulkan kelelahan dan sesak nafas ketika beraktivitas.
Akibatnya pasien dengan gangguan pada organ- organ tersebut akan mengurangi mobilitasnya.
4. Gangguan Penglihatan
Rasa percaya diri untuk bergerak akan terganggu bila ada gangguan penglihatan karena ada kekhawatiran
terpeleset, terbentur atau tersandung.
5. Masa Penyembuhan
Pasien yang masih lemah setelah menjalani operasi atau penyakit berat tertentu memerlukan bantuan
untuk berjalan atau banyak istirahat.

Tirah baring atau immobilisasi berkepanjangan dapat membawa akibat- akibat yang merugikan
bagi fisik maupun psikologis. Konsep immobilisasi merupakan hal yang relatif, dalam arti tidak saja
kehilangan pergerakan total tetapi juga terjadi

2.4 Dampak Immobilisasi Bagi Fisik

Dampak dari immobilisasi dalam tubuh dapat mempengaruhi sistem tubuh, seperti perubahan
pada metabolisme tubuh, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan dalam kebutuhan nutrisi,
gangguan fungsi gastrointestinal, perubahan sistem pernafasan, perubahan krdiovaskular, perubahan
sistem muskuloskeletal, perubahan kulit, perubahan eliminasi
( buang air besar dan kecil ), vertigo (pusing tujuh keliling), dan perubahan perilaku.

a. Perubahan Metabolisme
Perubahan metabolisme immobiliasasi dapat mengakibatkan proses anabolisme menurun dan katabolisme
meningkat. Keadaan ini dapat beresiko meningkatkan gangguan metabolisme. Proses imobilitas dapat
juga menyebabkan penurunan ekskresi urine dan peningkatan nitrogen. Hal tersebut dapat ditemukan
pada pasien yang mengalami imobilitas pada hari kelima dan keenam. Beberapa dampak perubahan
metabolisme, diantaranya adalah pengurangan jumlah metabolisme, atropi kelenjar dan katabolisme
protein, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, demineralisasi tulang, gangguan dalam mengubah zat
gizi, dan gangguan gastrointestinal.
b. Ketidakseimbangan Cairan Dan Elektrolit
Dampak dari immobilisasi akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan konsentrasi protein
serum berkurang sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh.
c. Gangguan pengubahan zat gizi
Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya pemasukan protein dan kalori dapat
mengakibatkan pengubahan zat-zat makanan pada tingkat sel menurun, dimana sel tidak lagi menerima
glukosa, asam amino, lemak dan oksigen dalam jumlah yang cukup untuk melaksanakan aktivitas
metabolisme.
d. Gangguan Fungsi Gastrointestinal
Immobilisasi dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna, sehingga penurunan jumlah masukan yang
cukup dapat menyebabkan keluhan, seperti perut kembung, mual, dan nyeri lambung yang dapat
menyebabkan gangguan proses eliminasi.
e. Perubahan Sistem Pernafasan
Akibat immobilisasi, kadar heamoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan terjadinya lemah otot
yang dapat menyebabkan proses metabolisme terganggu. Terjadinya penurunan kadar haemoglobin dapat
menyebabkan penurunan aliran oksigen dari alveoli ke jaringan, sehingga mengakibatkan anemia.
Penurunan ekspansi paru dapat terjadi karena tekanan yang meningkat oleh permukaan paru.
f. Perubahan Kardiovaskuler.
Perubahan sistem kardiovaskuler akibat immobilisasi antara lain dapat berupa hipotensi ortostatik,
meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya pembentukan trombus.terjadinya hipotensi ortostatik dapat
disebabkan oleh menurunnya kemampuan saraf otonom. Pada posisi yang tetap dan lama, refleks
neurovaskular akan menurun dan menyebabkan vasokonstriksi, kemudian darah terkumpul pasa vena
bagian bawah sehingga aliran darah ke sistem sirkulasi pusat terhambat. Meningkatnya kerja jantung
dapat disebabkan karena imobilitas deangan posisi horizontal. Dalam keadaan normal, darah yang
tekumpul pada ekstremitas bawah bergerak dan meningkatkan aliran vena kembali ke jantung dan
akhirnya jantung akan meningkatkan kerjanya. Terjadinya trombus juga disebabkan oleh meningkatnya
vena statis yang merupakan hasil penurunan kontraksi muscular sehingga meningkatkan arus balik vena.
g. Perubahan Sistem Muskuloskeletal.
1) Gangguan Muskular : Menurunnya massa otot sebagai dampak immobilisasi dapat menyebabkan
turunnya kekuatan otot secara langsung. Menurunnya fungsi kapasitas otot ditandai dengan menurunnya
stabilitas. Kondisi berkurangnya massa otot dapat menyebabkan otropi pada otot. Sebagai contoh, otot
betis seseorang yang telah dirawat lebih dari enam minggu ukurannya akan lebih kecil selain menunjukan
tanda lemah atau lesu.
2) Gangguan Skeletal : Akan mudah terjadi kontraktur sendi dan osteoporosis. Kontraktur merupakan
kondisi abnormal dengan kriteria adanya fleksi dan fiskasi yang disebabkan otropi dan memendeknya
otot. Terjadinya kontraktur dapat menyebabkan sendi dalam kedudukan yang tidak berfungsi.
Osteoporosis terjadi karena reabsorbsi tulang semakin besar, sehingga yang menyebabkan jumlah kalsium
ke dalam darah menurun dan jumlah kalsium yang dikeluarkan melalui urine semakin besar.
h. Perubahan Eliminasi
Kurangnya asupan dan penurunan curah jantung sehingga aliran darah renal dan urine berkurang.
i. Terjadi Vertigo
Karena seseorang terlalu lama berbaring, sehingga aliran darah ke otak berkurang dan menyebabkan
pusing tujuh keliling, serta mempengaruhi nervus vestibularis.

j. Perubahan Sistem Integumen


Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan elastisitas kulit karena menurunnya sirkulasi
darah akibat imobilitas dan terjadinya iskemia serta nekrosis jaringan superficial dengan adanya luka
dekubitus sebagai akibat tekanan kulit yang kuat dan sirkulasi yang menurun ke jaringan.
k. Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku sebagai akibat imobolitas, antara lain timbulnya rasa bermusuhan, bingung, cemas,
emosional tinggi, depresi, perubahan siklus tidur, dan menurunnya koping mekanisme. Terjadinya
perubahan perilaku tersebut merupakan dampak imobilitas karena selama proses imobilitas seseorang
akan mengalami perubahan peran, konsep diri, kecemasan, dan lain-lain.

2.5 Dampak Imobilisasi Bagi Psikologis


Berbagai masalah baik fisik maupun psikologis dapat terjadi akibat keadaan immobilisasi.
Masalah psikologis yang dapat terjadi antara lain: pasien mengalami penurunan motivasi belajar, yang
mana mereka sering tidak memahami pendidikan kesehatan yang diberikan maupun sulit menerima
anjuran- anjuran.
Beberapa pasien mengalami kemunduran dalam memecahkan masalah yang dihadapi dan sering
kali mengekspresikan emosi dalam berbagai cara misalnya menarik diri, apatis atau agresif. Pada keadaan
lebih lanjut pasien mengalami perubahan konsep diri serta memberikan reaksi emosi yang sering tidak
sesuai dengan situasi.
Terjadinya perubahan prilaku tersebut merupakan dampak immobilisasi karena selama preses
immobilisasi seseorang akan mengalami perubahan peran, konsep diri, kecemasan, dan lain- lain.

2.6 Upaya Pencegahan Akibat Immobilisasi


Beberapa upaya dapat dilakukan pengasuh pasien untuk mencegah timbulnya penyakit akibat
immobilisasi. Bila memungkinkan berkonsultasilah selalu dengan dokter atau perawat.
Hal hal yang dapat dilakukan oleh pengasuh, sebagai berikut :
a. Infeksi saluran kemih
Pada keadaan tersebut pasien harus dimotivasi untuk minum cukup banyak cairan.
b. Sembelit
Mengkonsumsi makanan tinggi serat seperti sayur dan buah, serta minum cukup dapat membantu
mencegah atau paling tidak mengurangi kemungkinan timbulnya masalah sembelit akibat immobilisasi.
c. Infeksi Paru
Perubahan posisi dan tepuk-tepuk dada atau punggung secara teratur dapat membantu memindahkan
sputum tersebut sehingga mudah dikeluarkan.
d. Masalah Sirkulasi atau Aliran Darah
Diperlukan fisioterapi dan mungkin kaos kaki khusus.
e. Luka Tekan
Untuk mencegah terjadinya luka tekan ini pasien yang mengalami immobilisasi harus diubah- ubah
posisinya ( miring kanan-kiri ) sekitar setiap dua jam.

http://dianhusadashindy.blogspot.com/p/konsep-dasar-imobilisasi-dan-resikonya.html
Konsep Dasar Imobilisasi dan Resikonya pada Klien
a. Pengertian Imobilisasi
Imobilisasi merupakan gangguan imobilisasi fisik . (NANDA)
Sebagai suatu keadaan ketika individu mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerak fisik (Kim
et al, 1995)

Perubahan dalam tingkat mobilisasi fisik dapat mengakibatkan instruksi pembatasan gerak dalam bentuk
tirah baring, pembatasan gerak fisik selama penggunaan alat bantu eksternal ( mis: gips atau traksi
rangka) pembatasan gerakan volunter atau kehilangan fungsi motorik.
Menurut Mubarak (2008) secara umum ada beberapa macam keadaan imobilitas antara lain :
a. Imobilitas fisik : kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan fisik yang disebabkan oleh faktor
lingkungan maupun kondisi orang tersebut.
b. Imobilitas intelektual : kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan untuk dapat berfungsi
sebagaimana mestinya, misalnya pada kasus kerusakan otak
c. Imobilitas emosional : kondisi ini bisa terjadi akibat proses pembedahan atau kehilangan seseorang
yang dicintai
d. Imobilitas sosial : kondisi ini bisa menyebabkan perubahan interaksi sosial yang sering terjadi akibat
penyakit.(Mubarak, 2008).
b. Resiko imobilisasi pada klien :
- Pengaruh Fisiologis
- Pengaruh Psikososial

1. Pengaruh Fisiologis :
Apabila ada perubahan mobilisasi maka setiap sistem tubuh beresiko mengalami gangguan. Tingkat
keparahan tergantung pada umur klien, dan kondisi kesehatan secara keseluruhan, serta tingkat
imobilisasi yang dialami. Mis : imobilisasi lansia dengan penyakit kronik lebih cepat dari pada orang usia
muda. Beberapa perubahan yang diakibatkan antara lain:

1. Perubahan metabolik :
Imobilisasi mengganggu fungsi metabolik normal antara lain laju metabolik (metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein), ketidak seimbangan cairan dan elektrolit dan gangguan pencernaan.

Keberadaan proses infeksius pada klien dengan imobilisasi mengalami peningkatan BMR diakibatkan
karena demam atau penyembuhan luka. Demam dan penyembuhan luka menyebabkan peningkatan
kebutuhan oksigen.

2. Perubahan sistem respiratory :


Klien pasca operasi dan imobilisasi berisiko tinggi mengalami komplikasi paru-paru. Komplikasi paru
yang paling umum adalah atelektasis dan pneumonia hipstatik.

3. Perubahan sistem kardiovaskuler :


Sistem kardiovaskuler juga dipengaruhi oleh imobilisasi ada tiga perubahan utama yaitu :
1) Hipotensi ortostatik
Penurunan tekanan darah sistolik 25mmHg dan distolik 10 mmHg ketika klien bangun dari posisi
berbaring atau duduk keposisi berdiri. Pada klien imobilisasi terjadi penurunan sirkulasi volume cairan,
pengumpulan darah, pada ekstremitas bawah dan penurunan respons otonom. Faktor-faktor tersebut
menyebabkan penurunan aliran balik vena, diikuti oleh penurunan curah jantung yang terlihat pada
penurunan tekanan darah.

2) Meningkatkan beban kerja jantung


Peningkatan beban kerja jantung maka konsumsi oksigen juga bertambah. Oleh karena itu jantung bekerja
lebih keras dan kurang efisien selama masa istirahat yang lama. Jika imobilisasi meningkat maka curah
jantung menurun, penurunan efisiensi jantung yang lebih lanjut dan peningkatan beban kerja.

3) Pemebentukan trombus
Klien juga beresiko terjadi pembentukan trombus . trobus adalah akumolasi trombosit, fibrin, faktor-
faktor pembekuan darah dan elemen sel-sel darah yang menempel pada dinding bagaian anterior vena
atau arteri kadang-kadang menutup lumen pembuluh darah. Ada tiga faktor pembentukan trombosit :
• Hilangnya integritas dinding pembuluh darah
(mis :atherosklerosis)
• Kelainan aliran darah (mis : aliran darah vena yang lambat akibat tirah baringdan imobilisasi)
• Perubahan unsur-unsur darah ( mis: perubahan dalam faktor pembekuan darah atau peningkatan aktifitas
trombosit)

2. Pengaruh psikososial
Imobilisasi menyebabkan respons emosional, intelektual, sensori dan sosiokultural. Perubahan status
emosional biasa terjadi bertahap. Bagaimana juga lansia lebih rentan terhadap perubahan-perubahan
tersebut, sehingga perawat harus mengobservasi lebih dini. Perubahan emosional paling umum adalah
depresi, petubahan perilaku, perubahan siklus tidur bangun dan ganguan dan koping.

F. ASUHAN KEPERAWATAN MOBILISASI

Pengkajian mobilisasi
o Kaji rentang gerak klien
o Kaji gaya berjalan klien
o Kaji kondisi klien preaktifitas meliputi :

Status CV dan pernapasan


Gangguan fisik contoh : penyakit, pembedahan, Hb, Ht, kesimbangan cairan dan elektrolit
TTV
Kenyamanan misalkan nyrei
Usia, BB daan jenis kelamin
Terakhir makan /minum obat status emosional dan motivasi
Tingkat aktifitas sebelum sakit
Kaji toleransi pasien terhadap aktifitas, meliputi :
Kecepatan dan kekuatan nadi
Tekanan darah

Diagnosa Yang Mungkin Muncul


o Intoleransi aktifitas b.d kesejajaran tubuh yang buruk, penurunan imobilisasi
o Resiko cidera b.d ketidaktepatan mekanika tubuh, ketidaktepatan posisi
o Hambatan mobilitas fisik b.d pergerakan rentang gerak, tirah baring
o Gangguan integritas kulit berhubungan dengan keterbatasan mobilisasi, tekanan permukaan kulit
Perencanaan dan Intervensi Untuk Mobilitas
o Membantu pasien berjalan
o Berikan latihan fleksi dan ekstensi tulang panggul, ekstensi lutut fleksi dan ekstensi pergelangan kaki,
pengencangan otot perut, pantat dan paha
o Identifikasi latihan dan aktifitas yang tepat untuk klien
o Lakukan program latihan yang terencana bersama klien
o Kaji sistem muskuloskeletal
Inspeksi : eritema, atrofi otot, kontarktur sendi ; palpasi peningkatan diameter betis/paha, kontraktur
sendi
o Kaji sistem integumen
Inspeksi adanya kerusakan integritas kulit dan higienisnya
o Kaji sistem eliminasi
Inspeksi saluran urin : warna, jumlah dan penurunan frekuensi BAK ; inspeksi frekuensi dan kontraksi
feses, palpasi : distensi kandung kemih

Evaluasi klien dengan gangguan mobilitas


Posisi tubuh tegap waktu sewaktu berjalan
Dapat berjalan tanpa bantuan dari tempat ke ruang perawat 3 kali sehari
Tidaka mengalami kontraktur
Tidak terjadi atrofi otot
Tidak ada rasa nyeri ataupun kaku pada persediaan
Melakukan latihan rentang gerkan tanpa bantuan 2 kali sehari

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur yang bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan kesehatan,
memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi. Mobilisasi
menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan menstimulasi kembali fungsi
gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan kaki dan tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya
dalam waktu 12 jam.

Imobilisasi merupakan gangguan imobilisasi fisik . (NANDA)


Sebagai suatu keadaan ketika individu mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerak fisik (Kim
et al, 1995)
Faktor yang mempengaruhi mobilisasi :
a) Gaya Hidup
b) Proses penyakit dan injuri
c) Kebudayaan
d) Tingkat energy
e) Usia dan status perkembangan

Anda mungkin juga menyukai