Anda di halaman 1dari 10

TUGAS KEPERAWATAN GERONTIK II

IMOBILISASI

DISUSUN OLEH:
RR. DYAH RETNO SAFITRI 2720140000
BELLA NABILLA HADA 2720130023

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH
JAKARTA
2017
LATAR BELAKANG
Keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia berdampak
terhadap terjadinya penurunan angka kelahiran, angka kesakitan, dan angka
kematian serta peningkatan Usia Harapan Hidup (UHH).Menurut WHO 1st
World Congress in Men’s Healthpopulasimanuladi Indonesia sebesar 29 juta
jiwa dan menurut BPS Pusat populasi lansia akan terus meningkat pada tahun
2050 sebesar 11,34 %. Meningkatnya jumlah lansia dapat menimbulkan
masalah baru akibat dari proses menua seperti masalah kesehatan, gangguan
fungsional yang dapat mengakibatkan terjadinya disabilitas. Dilaporkan bahwa
disabilitas ringan yang diukur berdasarkan kemampuan melakukan aktivitas
hidup sehari-hari atau Activity of Daily Living (ADL)dialami sekitar 51%
lanjut usia. Hasil penelitian dari beberapa universitas yang dikoordinasi oleh
Center for Ageing Studies Universitas Indonesia (CASUI), menunjukkan
munculnya sindrom geriatri dalam bentuk gangguan-gangguan imobilisasi
21,3%.
Kondisi tersebut berpengaruh pada keleluasaan gerak dan penurunan
aktivitas pada lansia. Imobilisasi yang berkepanjangan dan berkurangnya
pemakaian sendi akan semakin mengganggu kesehatan lansia yang akan
menimbulkan berbagai macam masalah baru.
Studi-studitentanginsidensi diagnosis keperawatan yang
digunakanuntuklansiamengungkapkanbahwahambatanmobilitasfisikadalah
diagnosis pertamaataukedua yang paling seringmuncul.
Awitanimobilitasterjadisecarabertahapdarimobilitaspenuhsampaiketergantung
anfisik total atauketidakaktifan, berkembangsecaraperlahandantanpadisadari.
Oleh karena itu immobilisasi harus ditangani dengan baikkarena
kemampuan mobilitas yang baik pada lansia memiliki peran penting
terhadapkesejahteraan lansia. Untuk mencapai kesejahteraan lansiadilakukan
upaya peningkatan kualitas kesehatan untukterwujudnya lanjut usia yang
sehat, mandiri, aktif dan tetap produktif dan berperan aktif dalam
pembangunan, selama mungkin.
DEFINISI
Mobilisasi atau kemampuan seseorang untuk bergerak bebas merupakan
salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi. Mobilitas adalah
pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian bagi seseorang
(Ansari, 2011).
Dapat juga diartikan sebagai suatu keadaan tidak bergerak / tirah baring yang
terus – menerus selama 5 hari atau lebih akibat perubahan fungsi fisiologis
(Bimoariotejo, 2009)
Tujuan dari mobilisasi itu sendiri adalah
1. Memenuhi kebutuhan dasar manusia
2. Mencegah terjadinya trauma
3. Mempertahankan tingkat kesehatan, interaksi sosial dan peran.
4. Mencegah hilangnya fungsi tubuh
Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) menurut North American
Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu kedaaan dimana
individu yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan
fisiksebagai “hambatan mobilitas fisik” dan didefinisikan sebagai
“keterbatasan gerakan fisik pada tubuh, satu ektremitas atau lebih, yang
independen atau terarah”.Faktor yang berhubungan dengan imobilitas meliputi
: keengganan untuk bergerak, penurunan kekuatan, kontrol, dan/ massa otot,
serta faktor yang berhubungan dengan pembatasan gerak yang diharuskan,
termasuk karena protokol mekanis dan medis (NANDA, 2011, hlm.117).
Imobilisasi memiliki batasan karakteristik yang meliputi :
1. Ketidakmampuan untuk bergerak dengan tujuan di dalam
lingkungan, termasuk mobilitas di tempat tidur, berpindah dan ambulasi.
2. Keengganan untuk melakukan pergerakan.
3. Keterbatasan rentang gerak.
4. Penurunan kekuatan, pengendalian, atau massa otot.
5. Mengalami pembatasan pergerakan (protokol-protokol mekanis
dan medis)
6. Gangguan koordinasi
Imobilitas juga merupakan faktor pencetus munculnya luka dekubitus
baik di rumah sakit maupun di komunitas. Imobilitas juga dapat memengaruhi
beberapa organ tubuh.
Jenis Imobilitas :
1. Imobilisasi fisik,
Merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik bertujuan mencegah
komplikasi pergerakan.
2. Imobilisasi intelektual,
Merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya
pikir.
3. Imobilitas emosional,
Merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara
emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam
menyesuaikan diri.
4. Imobilitas sosial,
Merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan dalam
melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya, sehingga dapat
mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.

PENYEBAB
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan
otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis merupakan
penyebab utama kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi kognitif berat
seperti pada demensia dan gangguan fungsi mental seperti pada depresi juga
menyebabkan imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang berlebihan dapat
menyebabkan lansia terus menerus berbaring di tempat tidur baik di rumah
maupun dirumah sakit. ( Setiati dan Roosheroe, 2007 )
Penyebab umum immobilisasi antara lain kerusakan postur, gangguan
perkembangan otot, kerusakan sistem saraf pusat, trauma sistem
mukuloskeletal dan neuromuscular, kaku otot, penyakit neurologis (parkinson,
stroke), obat‐obatan antipsikotik seperti haloperidol juga dapat menyebabkan
kekakuan. Rasa nyeri, baik dari tulang (osteoporosis, osteomalasia, Paget’s
disease, metastase kanker tulang, trauma), sendi (osteoartritis, artritis
reumatoid, gout), otot (polimalgia, pseudoclaudication) Kardiovaskular (
Gagal jantung, Jantung Koroner), Obstruksi paru berat atau masalah pada
kaki (bunion, kalkus)juga dapat menyebabkan immobilisasi.

TANDA DAN GEJALA


Ada beberapa tanda dan gejala pada immobilisasi antara lain adalah :
1. Respon fisiologik dari perubahan mobilisasi, adalah perubahan
pada:
a. Penurunan konsumsi oksigen maksimum : intoleransi
ortostatik.
b. Penurunan fungsi ventrikel kiri : peningkatan denyut
jantung, sinkop.
c. Penurunan volume sekuncup : penurunan kapasitas
kebugaran.
d. Gangguan fungsi usus : konstipasi.
e. Gangguan miksi :penurunan evakuasi kandung kemih,
meningkatkan risiko ISK dan batu ginjal
f. Gangguan tidur : Bermimpi pada siang hari, halusinasi.

2. Efek Immobilisasi pada berbagai sistem organ


a. Muskuloskeletal : Osteoporosis, penurunan massa tulang,
volume sendi dan otot, dll.
b. Kardiopulmonal dan pembuluh darah : Peningkatan ND
istirahat, penurunan perfusi miokard, ateletaksis paru, dll.
c. Integumen : peningkatan resiko ulkus dekubitusdan laserasi
kulit.
d. Metabolik dan endokrin : hiperkalsiurea, natriuresis,
resistensi insulin, penurunan absorbsi dan metabolisme
vitamin/mineral.

IMPLIKASI / DAMPAK IMMOBILISASI


Dampak Imobilisasi secaara Fisik Dan Psikologis antara lain :
1. Dampak psikologis :
a. Penurunan motivasi.
b. Kemunduran kemampuan dalam memecahkan masalah.
c. Perubahan konsep diri.
d. Ketidaksesuaian antara emosi dan situasi.
e. Perasaan tidak berharga dan tidak berdaya.
f. Kesepian yang diekspresikan dengan perilaku menarik diri
dan apatis.
2. Dampak Fisik
a. Perubahan Metabolik
- Penurunan laju metabolisme
Laju metabolisme basal (jumlah energy minimal untuk
mempertahankan proses metabolism), mobilitas usus serta
sekresi kelenjar digestif menurun.
- Balans nitrogen negative
Ketidakseimbangan proses anabolisme dan katabolisme
protein, katabolisme melebihi anabolisme sehingga jumlah
nitrogen yang diekskresikan meningkat.
- Anoreksia
Penurunan nafsu makan akibat penurunan laju metabolisme
dan peningkatan katabolisme.
b. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
Akibat imobilitas persediaan protein menurun dan
konsenstrasi protein serum berkurang sehingga mengganggu
kebutuhan cairan tubuh. Berkurangnya perpindahan cairan dari
intravaskular ke interstitial terjadi ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit dan dapat menyebabkan edema.
c. Gangguan Pengubahan Zat Gizi
Terjadinya gangguan zat gizi disebabkan oleh menurunnya
pemasukan protein dan kalori dapat mengakibatkan pengubahan
zat-zat makanan pada tingkat sel menurun, dan tidak bisa
melaksanakan aktivitas metabolisme.
d. Gangguan Fungsi Gastrointestinal
Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi
gastrointestinal, karena imobilitas dapat menurunkan hasil
makanan yang dicerna dan dapat menyebabkan gangguan proses
eliminasi.
e. Perubahan Sistem Pernapasan
- Penurunan gerak penapasan
Disebabkan karena pembatasan gerak, hilangnya koordinasi
otot.
- Penumpukan sekret
Pada kondisi imobilisasi, sekret berkumpul pada jalan napas
akibat gravitasi sehingga mengganggu proses difusi oksigen
dan karbondioksida di alveoli. Selain itu upaya batuk untuk
mengeluarkan sekret juga terhambat karena melemahnya
tonus otot-otot pernapasan.
- Atelektasis
Tirah baring, perubahan aliran darah regional dapat
menurunkan produksi surfaktan, ditambah dengan sumbatan
sekret pada jalan napas, dapat mengakibatkan atelektasis.
f. Perubahan Kardiovaskular
Perubahan sistem kardiovaskular akibat imobilitas, yaitu berupa
hipotensi ortostatik, meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya
pembentukan trombus.
g. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
- Gangguan Muskular: menurunnya massa otot sebagai
dampak imobilitas, turunnya kekuatan otot secara langsung.
- Gangguan Skeletal: adanya imobilitas juga dapat
menyebabkan gangguan skeletal, misalnya akan mudah
terjadi kontraktur sendi dan osteoporosis.
h. Perubahan Sistem Integumen, perubahan sistem integumen
yang terjadi berupa penurunan elastisitas kulit karena menurunnya
sirkulasi darah akibat imobilitas, kerusakan integritas kulit hingga
timbulnya dekubitus.
i. Perubahan Eliminasi, perubahan dalam eliminasi misalnya
dalam penurunan jumlah urine,statis urine yang dapat
menimbulkan batu ginjal dan ISK.

INTERVENSI
Non Farmakologi
1) Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien
Mengatasi masalah kebutuhan mobilitas untuk meningkatkan kekuatan,
ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi.
2) Ambulasi dini
Meningkatkan kekuatan, ketahanan otot dan fungsi kardiovaskular Dilakukan
dengan cara melatih posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur,
bergerak ke kursi roda, dan lain-lain.
3) Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri untuk melatih kekuatan,
ketahanan, kemampuan sendi serta meningkatkan fungsi kardiovaskular..
4) Latihan ROM Pasif dan Aktif
Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan tindakan pelatihan untuk
mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan otot.
a) ROM Aktif yaitugerakan yang dilakukanolehseseorang (pasien)
denganmenggunakanenergisendirisesuaidenganrentanggeraksendi
normal (klienaktif).
b) ROM Pasif yaitu perawat melakukan gerakan persendian klien
sesuai dengan rentang gerak yang normal (klien pasif). Indikasi latihan
pasif adalah pasien semikoma dan tidak sadar, pasien dengan
keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau semua
latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah baring total atau
pasien dengan paralisis ekstermitas total (suratun, dkk, 2008)
5) Latihan Napas Dalam dan Batuk Efektif
Dilakukan untuk meningkatkan fungsi respirasi.
6) Melakukan komunikasi terapeutik
Cara ini dilakukan untuk memperbaiki gangguan psikologis yaitu dengan cara
berbagi perasaan dengan pasien, membantu pasien untuk mengekspresikan
kecemasannya, memberikan dukungan moril, dan lain-lain.

Farmakologis
Tatalaksana farmakologis yang diberikan berupa pencegahan terjadinya
trombosis dengan pemberian antikoagulan yaitu Low dose heparin (LDH) dan
low molecular weightheparin (LMWH) merupakan profilaksis yang aman dan
efektif untuk pasien geriatri dengan
imobilisasi namun harus mempertimbangkan fungsi hati, ginjal dan interaksi
dengan obat.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f00/files/P
MK-No.-25-Tahun-2016-ttg-Rencana-Aksi-Nasional-Kesehatan-Lanjut-Usia-
Tahun-2016-2019_867.pdf
http://nunkiartura.blogspot.co.id/2013/12/imobilitas-pada-lansia.html
Govinda A. Setiati S. Imobilisasi pada Usia Lanjut. Dalam: Alwi I, Setiati S,
Simadibrata M, Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: PIP. 2009.
Setiati S. Pedoman pengelolaan imobilisasi pada pasien geriatri. Dalam:
Soejono CH, Setiati S, Wiwie M, Silaswati S. Editor. Pedoman pengelolaan
kesehatan pasien geriatri untuk dokter dan perawat. Jakarta: Pusat Informasi
dan Penerbitan Penyakit Dalam – FKUI; 2000.p. 115‐22.
Alimul Aziz, 2008. Kebutuhan Dasar Manusia, Edisi 2. Jakarta; Salemba
Medika.
Perry & Potter.2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses
dan Praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba
Medika.
Tarwoto & Wartonah, 2003. Kebutuhan dasar manusia & proses
keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku saku diagnosa keperawatan dengan
intervensi NIC dan kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC.
Kushariyadi. 2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika
Maryam, R. Siti, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya.
Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai