Anda di halaman 1dari 53

Oleh:

Deby Ardianti
186090500011002
2
B.3.1 Pendahuluan

B.3.2 Atribut dan Penggunaan Konsep


Autokorelasi Spasial
B.3.3 Representasi Autokorelasi
Spasial
B.3.4 Pengukuran dan Pengujian
Autokorelasi Spasial

B.3.5 Masalah dalam menangani


autokorelasi spasial
B.3.6 Software Autokorelasi Spasial
B.3.1 PENDAHULUAN
Definisi 4

Hubert et al. (1981) mengatakan:

Diberikan satu set S yang mengandung n unit geografis, autokorelasi spasial


mengacu pada hubungan antara beberapa variabel yang diamati di setiap n
daerah dan ukuran kedekatan geografis didefinisikan untuk semua n(n-1)
pasangan yang dipilih dari S.
1885-1949 Ravenstein ; von Thünen ; Zipf

Autokorelasi Spasial Prinsip Kedekatan

efek kuat yang dimiliki daerah berdekatan satu sama lain


versus relatif lemahnya pengaruh daerah yang lebih jauh

Michael F 1950-1960

autokorelasi spasial disebut 'ketergantungan spasial,'


'asosiasi spasial,' 'interaksi spasial,' 'saling
ketergantungan spasial,' dan istilah lainnya

1970 Tobler
segala sesuatu saling berhubungan satu dengan yang
lainnya, tetapi sesuatu yang dekat lebih mempunyai
pengaruh daripada sesuatu yang jauh

Cliff dan Ord 1973

Monografi Autokorelasi dan Moran’s I


B.3.2
ATRIBUT DAN PENGGUNAAN KONSEP AUTOKORELASI
SPASIAL
7

Pengujian kesalahan spesifikasi pada Cara untuk mengidentifikasi peran dari jarak decay
atau interaksi spasial pada model autoregressive
model
Pengukuran kekuatan pengaruh spasial spasial.
Cara untuk memahami pengaruh bahwa geometri
pada setiap variabel unit spasial memiliki variabel
Pengujian asumsi stasioneritas spasial
dan heterogenitas spasial Pengujian hipotesis tentang hubungan
spasial.
Cara untuk mengidentifikasi cluster Cara mempertimbangkan pentingnya efek temporal
spasial
8

Fokus pada efek unit spasial tunggal Cara untuk mengidentifikasi outlier, baik
pada unit lain dan sebaliknya spasial dan non-spasial

Bantuan dalam merancang ruang


sampel yang tepat
B.3.3
REPRESENTASI AUTOKORELASI SPASIAL
1
0

dimana
𝛤 = ukuran autokorelasi spasial untuk n pengamatan geografis
𝑊 = sebuah matriks dari nilai-nilai yang mewakili hubungan spasial dari masing-masing lokasi ke-i untuk semua ke-j.
𝑌 = sebuah matriks hubungan realisasi non-spasial dari variabel 𝑌 di lokasi ke−𝑖 dengan semua realisasi lainnya di semua lokasi 𝑗 lainnya

Ketika 𝑊, matriks pembobot spasial, dan 𝑌, matriks variabel


yang memiliki struktur serupa [misalnya, keduanya memiliki
nilai yang tinggi dalam sel-sel (𝑖, 𝑗) yang sama pada masing
masing matriks dan nilai-nilai rendah yang sama dalam sel-sel
(𝑖, 𝑗)] dapat dikatakan bahwa terdapat autokorelasi spasial
tingkat tinggi
1
1
Matriks W berisi anggota matriks dalam bentuk:
−𝛼
𝑊𝑖𝑗 = 𝑑𝑖𝑗 dengan α ≥ 1

matriks 𝑊 akan menunjukkan bahwa daerah-daerah terdekat berbobot lebih tinggi


dibandingkan lokasi yang jauh dari satu sama lain

𝑊 terdiri dari suatu persinggungan yang berdekatan dan nol untuk yang lainnya.

Hubungan matriks 𝑊 merupakan standarisasi baris, yaitu, setiap jumlah baris dalam
matriks dibuat sama, nilai dari individu 𝑊𝑖𝑗 terwakili secara proporsional
1
2

Spatially Contignous Bandwidth sebagai jarak


1 4 tetangga terdekat ke-n
Neighbors

fungsi penurunan
2 5 Peringkat jarak
jarak

Panjang perbatasan bersama Semua centroid dalam


3 6
dibagi dengan perimeter jarak d
1
3

7 n Nearest Neighbors 10 Penurunan autokorelasi spasial

Bandwidth Distance
8
Decay

9 Gaussian Distance Decline

The Power of PowerPoint - thepopp.com


Matriks non-spasial, 𝑌, realisasi dari variabel yang berhubungan antara satu sama lain

𝑌 merupakan interaksi dari elemen 𝑦𝑖𝑗

𝑌 berinteraksi dengan proses penjumlahan (𝑦𝑖𝑗 +𝑦𝑖𝑗 ), perkalian(𝑦𝑖𝑗 𝑦𝑖𝑗 ), selisih


𝑦𝑖𝑗
(𝑦𝑖𝑗 −𝑦𝑖𝑗 ), atau pembagian ( ൗ𝑦𝑖𝑗 ), Jenis perkalian matriks yang digunakan adalah
kovarians matriks (𝑦𝑖 − 𝑦)(𝑦
ത 𝑖 − 𝑦).

B.3.4
PENGUKURAN DAN PENGUJIAN AUTOKORELASI SPASIAL
1
6
Global
Lokal
Global yang menyiratkan bahwa semua elemen dalam
matriks 𝑊 dan 𝑌 diambil bersama-sama untuk
Pengukuran lokal terfokus, yaitu, mereka biasanya
menentukan nilai autokorelasi spasial, yaitu, semua
menilai autokorelasi spasial terkait dengan satu unit
asosiasi unit spasial satu dengan yang lain yang masuk
spasial tertentu. Dengan demikian, hanya satu baris dari
dalam setiap perhitungan autokorelasi spasial. Hal ini
𝑊 dan baris yang cocok dari matriks 𝑌 merefleksikan
menyebabkan satu nilai untuk autokorelasi spasial untuk
ukuran autokorelasi spasial meskipun interaksi semua
setiap satu matriks 𝑊 dan 𝑌 secara bersama-sama.
elemen dapat digunakan sebagai skalar.
Gamma 𝛤 .
ukuran autokorelasi spasial dan uji yang terstruktur. Sebuah
uji pada signifikansi statistik dari 𝛤 dibuat praktis dengan mengacak nilai-
nilai 𝑌 dalam sejumlah simulasi. pengamatan 𝛤 kemudian dapat
dibandingkan dengan nilai yang diciptakan oleh hasil simulasi.
Signifikansi statistik menunjukkan bahwa terdapat autokorelasi spasial.

Join-count
untuk mengidentifikasi klasifikasi nominal lengkap dari unit spasial, seperti untuk jenis
penggunaan lahan – perumahan (A), industri (B), komersial (C) - apakah terdapat jumlah yang signifikan secara
statistik dari keterkaitan spasial dari kejadian AA, AB, AC, BB, BC, dan / atau CC. Dalam sistem unit spasial,
jumlah yang diharapkan dari AA, misalnya adalah fungsi dari jenis uji yang dipilih untuk mengidentifikasi
signifikansi statistik. Disini kita menggunakan uji sampel bebas (Cliff dan Ord 1981).

nilai harapan dari gabungan jenis yang sama adalah:


1
𝐸 𝐽 = 2 σ𝑛𝑖=1 σ𝑛𝑗=1 𝑊𝑖𝑗 𝑝𝑟2

nilai harapan dari jenis yang berbeda adalah


𝑛 𝑛

𝐸 𝐽 = ෍ ෍ 𝑊𝑖𝑗 𝑝𝑟 𝑝𝑠
𝑖=1 𝑗=1

Nilai 𝑝 biasanya diestimasi dari data (𝑛𝑟 / 𝑛). matriks 𝑊 terdiri dari satu dan nol mewakili unit spasial gabungan
(satu) dan unit spasial non gabungan (nol). Ada serangkaian matriks 𝑌, satu untuk setiap uji, di mana masing-
masing terdiri dari satu dan nol yang mewakili jenis tertentu dari unit spasial terkait (misalnya, AB adalah satu
dan selain AB adalah nol) dan diringkas sebagai probabilitas terjadinya A dan B 𝑝𝑟 dan 𝑝𝑠 .
Moran’s I
Nilai koefisien korelasi ditentukan oleh persamaan berikut:
𝑛 σ𝑛𝑖=1 σ𝑛𝑗=1 𝑊𝑖𝑗 (𝑦𝑖 − 𝑦)(𝑦
ത 𝑗 − 𝑦)

𝐼= 𝑛 𝑖≠𝑗
σ𝑖=1 σ𝑛𝑗=1 𝑊𝑖𝑗 σ𝑛𝑖=1 𝑦𝑖 − 𝑦ത 2

• Moran’s I, tidak hanya dapat menunjukkan keberadaan autokorelasi


spasial (positif atau negatif) tetapi juga tingkat autokorelasi spasial jika
variabel tambahan adalah batas kesalahan dalam model regresi
• Nilai koefisien autokorelasi Moran berkisar dari -1 yang menunjukkan
autokorelasi spasial negatif, +1 yang menunjukkan autokorelasi spasial
positif dan jika nilai autokorelasi moran adalah 0 maka mengindikasikan
tidak adanya autokorelasi spasial
Hipotesis
𝐻0 : 𝐼 = 𝐼0 (tidak ada korelasi spasial)
𝐻1 : 𝐼 ≠ 𝐼0 ( ada korelasi spasial)

𝐼0 = 𝐸 𝐼 = −1 /(𝑛 − 1)
Geary’s c

Nilai koefisien korelasi ditentukan oleh persamaan berikut:


2
(𝑛 − 1) σ𝑛𝑖=1 σ𝑛𝑗=1 𝑊𝑖𝑗 𝑦𝑖 − 𝑦𝑗
𝑐=
2𝑊 σ𝑛𝑗=1 𝑦𝑖 − 𝑦ത 2

• Nilai koefisien autokorelasi Geary’s c jika nilainya antara 0 & 1 menunjukkan


autokorelasi spasial positif, antara 1 dan 2 menunjukkan autokorelasi spasial negatif dan
tidak adanya autokorelasi spasial ditunjukkan dengan nilai harapan dari 𝐶 (𝐸 𝐶 )
berkisar 1

Hipotesis

𝐻0 : 𝐶 = 1 (tidak ada korelasi spasial)

𝐻1 : 𝐶 ≠ 1 (ada korelasi spasial)

Semivariogram
 semivariogram adalah perbedaan distribusi di antara unit spasial yang berhubungan dan
karena itu berhubungan dengan Geary’s c.

 Sebuah semivariogram memiliki bentuk khas distribusi eksponensial positif, di mana


jarak yang dekat menampilkan perbedaan-perbedaan kecil dan variasi yang rendah, dan
jarak yang jauh tidak terpengaruh oleh efek jarak jauh sedemikian rupa sehingga ketika
semua perbedaan disatukan akan diperoleh nilai varians global.

Semivariogram memiliki bentuk:


𝑛 𝑛
1 2
𝛾 𝑎𝑑 = ෍ ෍ 𝑊𝑖𝑗 𝑦𝑖 − 𝑦𝑗
2
𝑖=1 𝑗=1
Fungsi Ripley’s K

 fungsi K hanya menekankan lokasi dan bukan atribut lainnya dari suatu variabel acak.
Jadi di sini kita hanya dibatasi untuk menunjukkan pola berdasarkan jumlah pasangan
titik yang ditemukan dari serangkaian jarak dari masing-masing titik ke-𝑖.

 tujuannya adalah untuk menghitung semua pasangan titik pada setiap jarak.

 Jika terdapat pasang titik yang lebih banyak dari peluang acak spasial (spatial
berdistribusi Poisson) yang dimilikinya, maka terdapat pengelompokan yang signifikan
secara statistik; lebih sedikit pasangan titik menandakan bahwa dispersi titik signifikan
secara statistik, kebalikan dari clustering

 Hipotesis nol diperoleh ketika terdapat pasangan titik yang banyak sebagai salah satu
kemungkinan menemukan sebaran titik yang dibuat dengan proses acak.

Statistik tersebut diperkirakan dengan cara berikut:

𝑅 𝑛 𝑛 𝑊𝑖𝑗
෡ 𝑑 =
𝐾 σ σ 𝑖≠𝑗
𝑛2 𝑖=1 𝑗=1 𝑒𝑖𝑗
Koefisien Autokorelasi Spasial

 Dalam model regresi , setiap efek spasial yang signifikan secara statistik harus
diperhitungkan dalam model.

 Efek spasial dapat didiagnosis melalui uji Moran’s I pada residual atau variabel yang
akan dimasukkan dalam model.

 dependensi spasial dapat dimasukkan dengan menciptakan model-model autoregressive


spasial dari satu jenis atau yang lain. Dua model autoregressive yang populer adalah

1. the mixed regressive spatial autoregressive model, sering disebut model spasial lag
𝑦 = 𝜌𝑊𝑦 + 𝑋𝛽 + 𝜀

2. the linear regression with a spatial autoregressive error (regresi linear dengan error
spasial autoregressive) atau model autoregressive simultan (SAR), sering disebut
model kesalahan spasial.
𝑦 = 𝑋𝛽 + 𝐼 − 𝜆𝑊 −1 𝜇

 koefisien autokorelasi spasial, nilai-nilai positif atau negatif yang tinggi merupakan efek
spasial yang kuat dan nilai-nilai yang rendah sebaliknya. Ketika 𝜌 dan 𝜆 adalah nol, tidak
ada efek spasial.
Dasar untuk pengukuran dan uji lokal dari autokorelasi spasial berasal dari
statistik cross-product. Kali ini bentuk strukturalnya adalah
𝑛

Γ𝑖 = ෍ 𝑊𝑖𝑗 𝑌𝑖𝑗 𝑖 ≠ 𝑗
𝑗=1

Statistik lokal Getis dan Ord


Statistik ini tambahan karena fokusnya adalah pada jumlah nilai j di sekitar 𝑖. Fakta bahwa ada dua
statistik yaitu 𝐺𝑖 dan 𝐺𝑖∗ yang memungkinkan peneliti untuk memilih hipotesis berdasarkan
kedekatan (𝐺𝑖 )atau pengelompokan 𝐺𝑖∗ . 𝐺𝑖∗ ditulis sebagai:

σ𝑛 ∗
𝑗=1 𝑊𝑖𝑗 𝑑 𝑦𝑖𝑗 −𝑊𝑖 𝑦ത
𝐺𝑖∗ 𝑑 = ∗ 1/2 untuk semua 𝑗
𝑠 𝑛𝑆1𝑖 −𝑊𝑖∗ /(𝑛−1)

Dimana

𝑊𝑖∗ = 𝑊𝑖 + 𝑊𝑖𝑖 dan 𝑆1𝑖



= σ𝑛𝑗=1 𝑊𝑖𝑗2 untuk semua 𝑗

Dimana 𝑦ത dan 𝑠 adalah rata-rata dan standar deviasi.


Local indicators of spatial association- LISA
 fungsinya adalah untuk menguraikan statistik global seperti Moran’s I dan Geary’s c
kedalam komponen lokal untuk tujuan mengidentifikasi pengamatan dan outlier yang
berpengaruh.
Statistik Lokal Moran Ii didefinisikan sebagai:
𝑦𝑖 −𝑦ത
𝐼𝑖 = 1 𝑛 σ𝑛𝑗=1 𝑊𝑖𝑗 𝑦𝑖 − 𝑦𝑗 𝑖 ≠ 𝑗 , untuk 𝑗 dalam 𝑑 dari 𝑖
σ 𝑦 −𝑦ത 2
𝑛 𝑖=1 𝑖

dan faktor proporsionalitas adalah:


1 2
𝛾 = σ𝑛𝑖=1 σ𝑛𝑖=1 𝑊𝑖𝑗 σ𝑛𝑖=1 𝑦𝑖 − 𝑦𝑗
𝑛

nilai yang harapan adalah:


1
𝐸 𝐼𝑖 = − σ𝑛𝑗=1 𝑊𝑖𝑗
𝑛−1

Teknik kedua, strategi pengacakan bersyarat, lebih disukai untuk LISA pada kemungkinan
adanya autokorelasi global yang akan mempengaruhi interpretasi dari 𝐼𝑖 (Anselin 1995). Untuk
Geary’s c, versi lokalnya adalah:
1 𝑛 𝑛 2
𝑐𝑖 = 1 𝑛 2
σ𝑖=1 𝑊𝑖𝑗 σ𝑖=1 𝑦𝑖 − 𝑦𝑗
σ 𝑦𝑖 −𝑦ത
𝑛 𝑖=1

faktor proporsionalitasnya adalah


2𝑛
𝛾= σ𝑛𝑖=1 σ𝑛𝑖=1 𝑊𝑖𝑗
(𝑛−1)

Statistik LISA sangat berguna untuk mengidentifikasi cluster spasial. Nilai-nilai autokorelasi
spasial tinggi menunjukkan nilai cluster tinggi atau rendah.
Geographically weighted regression
 parameter regresi tidak konstan pada ruang yang ditandai dengan model regresi biasa dan
bahwa variasi dapat dimodelkan secara eksplisit.

 Bentuk GWR dapat ditulis sebagai:

𝑌 = 𝛽⨂𝑋 𝐼+ 𝜀

 Hasil dari GWR adalah peta yang disebut ' parameter ruang '.

 Daerah dengan nilai parameter tinggi menunjukkan hubungan korelasi sangat kuat antara
variabel regressor dan respon, tetapi parameternya tidak langsung menunjukkan
autokorelasi spasial

 nilai-nilai beta adalah fungsi dari skema pembobotan spasial, sejauh 𝑊 menangkap efek
autokorelasi spasial di masing-masing variabel, wajar untuk dikatakan bahwa nilai-nilai beta
yang besar merefleksikan pola autokorelasi spasial dalam sistem.
Uji O
 Ord dan Getis (2001) memberikan uji, yang disebut O, yang mencakup informasi terpisah
tentang pengamatan dalam 𝑑 pada 𝑖 (daerah teratur atau tidak teratur) yang mewakili
pengamatan yang dihipotesiskan, dan pengamatan langsung di luar pengamatan
Statistiknya adalah:
𝑂𝑖 𝑑 = 𝑌ത𝑑 − 𝑌ത0
di mana
𝑌ത𝑑 = rata-rata dari observasi n(d) dalam d
𝑌ത0 = rata-rata dari pengamatan m = M - n(d)

 M menjadi satu set dipartisi secara regional dari observasi yang menampilkan 'homogenitas
relatif. M harus jauh lebih besar dari n(d) [setidaknya 10 kali lipat] tapi jauh lebih kecil dari
semua n pengamatan di daerah penelitian. M dapat dipilih untuk memasukkan semua
pengamatan dari i [(kecuali n(d)] hingga rentang (dalam arti geostatistik) berasal dari semua
pengamatan.
B.3.5
Masalah dalam menangani autokorelasi spasial
2
7
autokorelasi spasial dapat didefinisikan secara tepat, tapi
tidak selalu jelas apakah dengan berbagai pengukuran Dalam statistik lokal, biasanya ada uji-uji pada
dan pengujian yang baru saja dijelaskan bisa autokorelasi spasial untuk setiap lokasi data. Hal ini
menemukan autokorelasi spasial dalam data menghasilkan sejumlah besar uji yang sebenarnya
georeferensi. Baik atau buruknya kinerja autokorelasi saling bergantung satu sama lain. Banyak dari
spasial tergantung dari cara dimana 𝑊 dan 𝑌 ditentukan.
pengamatan digunakan untuk menemukan ukuran
lokal autokorelasi spasial akan digunakan lagi untuk
uji difokuskan pada pengamatan tetangga.

B.3.5
Apa penyebab autokorelasi spasial yang ada dalam
satu set data tertentu? Apakah dengan cara menarik
batas-batas unit spasial (geometri dan / atau skala Upaya untuk mengatasi masalah diatas
unit spasial yang diteliti) atau fungsi dari sifat variabel yaitu dilakukan uji dependen (Getis dan
yang diteliti? Ketika autokorelasi spasial terdapat
Ord 2000; Castro dan Singer 2006;
dalam sebuah variabel, itu karena geometri dari unit
spasial atau sesuatu yang lain ?. Benjamini dan Hochberg 1995).
2
8
Banyak pengujian memerlukan asumsi
stasioneritas. GWR, ketika mencoba untuk
mengatasi masalah ini, terbentur pada masalah
Misalnya,
ukuran sampel (membutuhkan kecil untuk
perkiraan Yi) dan untuk masalah uji overlapping. Apakah jarak d mencakup jumlah pengamatan
yang sesuai yang memungkinkan untuk tingkat
kepercayaan yang dapat diterima dalam hasil?

B.3.5
Bagaimana d dipilih? Perhatian khusus harus diberikan
kepada pengaruh berbagai d pada hasil. Sebuah teknik
yang menjanjikan analisis, spasial filtering, mungkin
Apa hubungan autokorelasi global terhadap
sangat berguna dalam menjawab banyak pertanyaan-
autokorelasi lokal ?Bagaimana efek dari batas-
pertanyaan ini (Getis 1990, 1995; Griffith 1996, 2003;
batas pada tingkat kepercayaan? Ukuran sampel
Griffith 2002).
dan dengan demikian jumlah derajat kebebasan
dipengaruhi oleh tingkat spasial daerah studi.
B.3.6
Software Autokorelasi Spasial
3
0

Le Sage’s Spatial Econometrics Toolbox

ClusterSeer
2
SANET

Geoda
STARS (Space-Time Analysis of
Paket R Regional Systems)

SAS
Studi Kasus
AUTOKORELASI SPASIAL UNTUK IDENTIFIKASI
POLA HUBUNGAN KEMISKINAN DI JAWA TIMUR
(Rokhana Dwi Bekti)
Studi Kasus yang digunakan sebagai contoh adalah 3
studi kasus tentang identifikasi pola hubungan 2
kemiskinan Jawa Timur tahun 2006 dan 2007, yang
metode analisis melalui tahapan
diambil dari penelitian Rokhana Dwi Bekti yang
eksplorasi data melalui peta tematik
berjudul “Autokorelasi Spasial untuk identifikasi Pola
dilanjutkan dengan analisis
Hubungan Kemiskinan di Jawa Timur”. Data yang
autokorelasi spasial, yaitu Moran’s I
digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah
dan LISA. Pembobot yang digunakan
penduduk miskin Jawa Timur 2006-2007 yang adalah kode biner dan persinggungan
diperoleh dari data Badan Pusat Statistika (BPS). sisi (Rook Contiguity).
Analisis Deskriptif 3
3
Jumlah penduduk miskin di Jawa Timur tahun 2006 dan 2007 adalah 21,09 persen (7.678,1 juta jiwa) dan 9,71 persen
(7.155,3 juta jiwa). Pada tahun 2006, Kabupaten Sampang memiliki persentase tertinggi, yaitu 41,03 persen. Selanjutnya
Kabupaten Sumenep (34,86 persen) dan Pamekasan (34,14 persen). Dapat diketahui bahwa kabupaten-kabupaten
tersebut saling berdekatan dan berlokasi di Pulau Madura. Seperti halnya di beberapa kabupaten lainnya seperti
Kabupaten Bojonegoro, Lamongan, Gresik, Jombang, Nganjuk, Madiun, dan Ngawi yang memiliki persentase antara
20,01-30,00 persen. Kabupaten-kabupaten tersebut berlokasi di Jawa Timur bagian utara. Kemudian Kabupaten Kediri,
Malang, Blitar, dan Tulungagung yang berlokasi di Jawa timur bagian selatang, memiliki persentase 10,01-20,00 persen.

Pola Persebaran Presentase Penduduk Miskin Jawa Timur Tahun 2006 Pola Persebaran Presentase Penduduk Miskin Jawa Timur Tahun 2007
(Sumber: Diolah dari BPS) (Sumber: Diolah dari BPS)
Nilai Moran’s I 3
4

Autokorelasi spasial ini menunjukkan bahwa ada keterkaitan atau hubungan nilai
persentase penduduk miskin antar kabupaten/kota di Jawa Timur. Seperti pada
identifikasi sebelumnya, ada pengelompokan pada beberapa lokasi. Angka Moran’s I
pada tahun 2006 dan 2007 adalah 0,5116 dan 0.5434 yang lebih besar dari Io = -0,027.
Hal ini menunjukkan ada autokorelasi positif atau pola yang mengelompok dan memiliki
kesamaan karakteristik pada lokasi yang berdekatan.
Scatter Plot 3
5

Kabupaten/Kota yang berada masing-masing kuadran tahun 2006 di antaranya:

Kuadran 1: Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep, Tuban, Bojonegoro, Lamongan, Ngawi, Pacitan, Trenggalek, Jombang, dan Nganjuk. Kabupaten ini memiliki nilai persentase
penduduk miskin tinggi dan berdekatan dengan kabupaten lain yang memiliki nilai persentase penduduk miskin tinggi pula.

Kuadran 2: Ponorogo, Tulungagung, Jember, Banyuwangi, Situbondo, Kota Probolinggo, Kota Pasuruan, dan Kota Madiun. Kabupaten/Kota ini memiliki nilai persentase penduduk miskin
rendah akan berdekatan dengan kabupaten/kota lain yang memiliki nilai persentase penduduk miskin tinggi.

Kuadran 3: Blitar, Kediri, Malang, Sidoarjo, Mojokerto, Magetan, Kota Kediri, Kota Malang, Kota Mojokerto, Kota Madiun, Kota Surabaya, dan Kota Blitar. Kabupaten ini memiliki nilai
persentase penduduk miskin rendah berdekatan dengan kabupaten lain yang memiliki nilai persentase penduduk miskin rendah pula.

Kuadran 4: Bondowoso, Probolinggo, Pasuruan, Madiun, dan Gresik. Kabupaten ini memiliki nilai persentase penduduk miskin tinggi akan berdekatan dengan kabupaten lain yang memiliki
nilai persentase penduduk miskin rendah.
Nilai Local Indicator of Spatial Autocorrelation (LISA) 3
6
Untuk mengetahui signifikansi autokorelasi spasial secara lokal
Pola signifikansi pengujian LISA persentase penduduk miskin Jawa Timur 3
7

tahun 2006

tahun 2007
Kesimpulan 3
8
 Terdapat autokorelasi spasial pada persentase jumlah penduduk miskin di Jawa Timur,
baik tahun 2006 maupun 2007.
 Angka Moran’s I pada tahun 2006 dan 2007 adalah 0,5116 dan 0.5434 yang
menunjukkan ada autokorelasi positif atau pola yang mengelompok dan memiliki
kesamaan karakteristik pada lokasi yang berdekatan.
 Melalui LISA, didapat kesimpulan bahwa ada pengelompokan kabupaten/kota yang
signifikan.
Studi Kasus 2
AUTOKORELASI SPASIAL UNTUK IDENTIFIKASI POLA HUBUNGAN
JUMLAH PENGGANGGURAN TERBUKADI PROVINSI BALI
4
0
Studi Kasus yang digunakan sebagai contoh adalah studi
kasus tentang identifikasi pola hubungan jumlah
pengangguran terbuka di Bali tahun 2018. Data yang
digunakan adalah data jumlah pengangguran terbuka di
Provinsi Bali tahun 2018 yang diperoleh dari data Badan
Pusat Statistika (BPS).

Analisis menggunakan software


GEODA
Peta Provinsi Bali
4
1

3
2
5 6
9
4

1 7

8
Pembobot yang digunakan Queen 4
Contiguity
2

1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 0 1 1 1 0 0 0 1 1
2 1 0 1 1 0 1 1 0 0
3 1 1 0 0 1 1 0 0 1
4 1 1 0 0 0 0 1 1 0
5 0 0 1 0 0 0 0 0 1
6 0 1 1 0 0 0 1 0 0
7 0 1 0 1 0 1 0 0 0
8 1 0 0 1 0 0 0 0 0
9 1 0 1 0 1 0 0 0 0

Tampilan Dalam GEODA


Scatter Plot Moran’s I
4
Nilai Moran’s I =-0,159312
3

Kuadran II Kuadran 1
LH HH

Kuadran III Kuadran IV


LL HL
Tampilan Peta Berdasarkan Scatter Plot 4
4

Keterangan :
Kuadran II (Kuning) : Badung dan Jembrana
Kuadran III (Biru) : Bangli, Karangasem, Klungkung
Kuadran IV (Merah): Tabanan, Gianyar, Buleleng, Kota Denpasar
LISA 4
5

Buleleng

Badung
4
6

Perhitungan Nilai Moran’s I

𝑛 𝑛
𝑛 σ σ
𝑖=1 𝑗=1𝑊𝑖𝑗 (𝑦𝑖 − 𝑦)(𝑦
ത 𝑗 − 𝑦ത൯
𝐼= 𝑛 𝑖≠𝑗
σ𝑖=1 σ𝑛𝑗=1 𝑊𝑖𝑗 σ𝑛𝑖=1 𝑦𝑖 − 𝑦ത 2
Langkah 1, Standarisasi matriks pembobot 4
7
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1/5 1/5 1/5 0 0 0 1/5 1/5

2 1 0 1 1 0 1 1 0 0 2 1/5 0 1/5 1/5 0 1/5 1/5 0 0

3 1 1 0 0 1 1 0 0 1 3 1/5 1/5 0 0 1/5 1/5 0 0 1/5

4 1 1 0 0 0 0 1 1 0 4 1/4 1/4 0 0 0 0 1/4 1/4 0

5 0 0 1 0 0 0 0 0 1 5 0 0 1/2 0 0 0 0 0 1/2

6 0 1 1 0 0 0 1 0 0 6 0 1/3 1/3 0 0 0 1/3 0 0

7 0 1 0 1 0 1 0 0 0 7 0 1/3 0 1/3 0 1/3 0 0 0

8 1 0 0 1 0 0 0 0 0 8 1/2 0 0 1/2 0 0 0 0 0

9 1 0 1 0 1 0 0 0 0 9 1/3 0 1/3 0 1/3 0 0 0 0

𝑛
9 9
෍ 𝑊𝑖 = 1
෍ ෍ 𝑊𝑖𝑗 = 32 𝑖=1
𝑖=1 𝑗=1
Langkah 2, 𝑛 σ𝑛𝑖=1 σ𝑛𝑗=1 𝑊𝑖𝑗 (𝑦𝑖 − 𝑦)(𝑦
ത 𝑗 − 𝑦)
ത 4
𝐼= 𝑛 𝑖≠𝑗
σ𝑖=1 σ𝑛𝑗=1 𝑊𝑖𝑗 σ𝑛𝑖=1 𝑦𝑖 − 𝑦ഥ 2 8

No Kabupaten Y ത
(𝑌𝑖 − 𝑌) 𝑌𝑖 − 𝑌ത 2

1 Badung 1590 -2241,67 5025069,444

2 Bangli 1175 -2656,67 7057877,778

3 Buleleng 6945 3113,333 9692844,444

4 Gianyar 4978 1146,333 1314080,111


𝑌ത =3831,666667
5 Jembrana 2247 -1584,67 2511168,444

6 Karangasem 2534 -1297,67 1683938,778


σ9𝑖=1 𝑌𝑖 − 𝑌ത 2
=65501728

7 Klungkung 1517 -2314,67 5357681,778

8 Kota Denpasar 9563 5731,333 32848181,78

9 Tabanan 3936 104,3333 10885,44444


Langkah 3, 𝑛 σ𝑛𝑖=1 σ𝑛𝑗=1 𝑊𝑖𝑗 (𝑦𝑖 − 𝑦)(𝑦
ത 𝑗 − 𝑦)
ത 4
𝐼= 𝑛 𝑖≠𝑗
σ𝑖=1 σ𝑛𝑗=1 𝑊𝑖𝑗 σ𝑛𝑖=1 𝑦𝑖 − 𝑦ഥ 2 9

I,j 1 2 3 4 5 6 7 8 9 I,j 1 2 3 4 5 6 7 8 9

−1,3𝑥107
1 0 𝑦1 , 𝑦2 𝑦1 , 𝑦3 𝑦1 , 𝑦4 0 0 0 𝑦1 , 𝑦8 𝑦1 , 𝑦9 1 0 5955361 -6979056 -2569697 0 0 0 -233881

2 𝑦2 , 𝑦1 0 𝑦2 , 𝑦3 𝑦2 , 𝑦4 0 𝑦2 , 𝑦6 𝑦2 , 𝑦7 0 0 2 5955361 0 -8271089 -3045426 0 3447468 6149298 0 0

3 𝑦3 , 𝑦1 𝑦3 , 𝑦2 0 0 𝑦3 , 𝑦5 𝑦3 , 𝑦6 0 0 𝑦3 , 𝑦9 3 -6979056 -8271089 0 0 -4933596 -4040069 0 0 324824,4

4 𝑦4 , 𝑦1 𝑦4 , 𝑦2 0 0 0 0 𝑦4 , 𝑦7 𝑦4 , 𝑦8 0 4 -2569697 -3045426 0 0 0 0 -2653380 6570018 0

5 0 0 𝑦5 , 𝑦3 0 0 0 0 0 𝑦5 , 𝑦9 5 0 0 -4933596 0 0 0 0 0 -165334

6 0 𝑦6 , 𝑦2 𝑦6 , 𝑦3 0 0 0 𝑦6 , 𝑦7 0 0 6 0 3447468 -4040069 0 0 0 3003666 0 0

7 0 𝑦7 , 𝑦2 0 𝑦7 , 𝑦4 0 𝑦7 , 𝑦5 0 0 0 7 0 6149298 0 -2653380 0 3667975 0 0 0

8 𝑦8 , 𝑦1 0 0 𝑦8 , 𝑦4 0 0 0 0 0 8 −1,3𝑥107 0 0 6570018 0 0 0 0 0

9 𝑦9 , 𝑦1 0 𝑦9 , 𝑦3 0 𝑦9 , 𝑦5 0 0 0 0 9 -233881 0 324824,4 0 -165334 0 0 0 0


Langkah 4, 𝑛 σ𝑛𝑖=1 σ𝑛𝑗=1 𝑊𝑖𝑗 (𝑦𝑖 − 𝑦)(𝑦
ത 𝑗 − 𝑦)
ത 5
𝐼= 𝑛 𝑖≠𝑗
σ𝑖=1 σ𝑛𝑗=1 𝑊𝑖𝑗 σ𝑛𝑖=1 𝑦𝑖 − 𝑦ഥ 2 0
I,j 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 0 1191072,222 -1395811,111 -513939,4444 0 0 0 -2569547,778 -46776,11111

2 1191072,222 0 -1654217,778 -609085,1111 0 689493,5556 1229859,556 0 0

3 -1395811,111 -1654217,778 0 0 -986719,1111 -808013,7778 0 0 64964,88889

4 -642424,3056 -761356,3889 0 0 0 0 -663344,8889 1642504,611 0

5 0 0 -2466797,778 0 0 0 0 0 -82666,77778

1137664,367
6 0 -1333222,733 0 0 0 991209,7067 0 0

7 0 2029268,267 0 -875615,2533 0 1210431,787 0 0 0

8 -6423869,444 0 0 3285009,222 0 0 0 0 0

9 -77180,58333 0 107192,0667 0 -54560,07333 0 0 0 0

𝑛 𝑛

෍ ෍ 𝑊𝑖𝑗 𝑦𝑖 − 𝑦ത 𝑦𝑗 − 𝑦ത = − 10245434,87
𝑖=1 𝑗=1
Langkah 5, 5
1

𝑛 𝑛
𝑛 σ σ
𝑖=1 𝑗=1 𝑊𝑖𝑗 𝑦𝑖 − 𝑦 ത 𝑦𝑗 − 𝑦ത
𝐼= 𝑛
σ𝑖=1 σ𝑛𝑗=1 𝑊𝑖𝑗 σ𝑛𝑖=1 𝑦𝑖 − 𝑦ത 2
9 −10245434,87
= = −0,1564
9 65501728

1 1
𝐼0 = − = − = −0,125
𝑛−1 8
Kesimpulan 5
2
 Terdapat autokorelasi spasial pada IPM di Provinsi Bali Tahun 2018
 Angka Moran’s I pada tahun 2018 adalah -0,159312 yang menunjukkan ada autokorelasi
negatif atau pola yang mengelompok dan memiliki nilai yang berbeda dan cenderung
menyebar pada lokasi yang berdekatan.
Analisis Spasial

Anda mungkin juga menyukai