Anda di halaman 1dari 6

M.

GUSTI
AKMAL
(36)

BERAKHIRNYA KEMAHARAJAAN
BELANDA
BERAKHIRNYA
KEMAHARAJAAN
BELANDA
7 Desember 1941
Angkatan udara Jepang dipimpin Laksamana Nagano melancarkan
serangan mendadak ke pangkalan angkatan laut Amerika Serikat di
Pearl Harbour, Hawaii. Serangan itu melumpuhkan kekuatan
angkatan laut Amerika Serikat di Timur Jauh. Kemudian Amerika
Serikat menyatakan perang terhadap Jepang. Belanda pun sebagai
salah satu sekutu Amerika Serikat menyatakan perang terhadap
Jepang, pernyataan perang itu disampaikan Gubernur Jendral
Hindia-Belanda Jendral Tjarda van Stankenborgh Stachouwer
melalui radio pada tanggal 18 Desember 1941 pukul 06.30. Jepang
merespon pernyataan perang itu dengan menyatakan perang
terhadap pemerintah Hindia-Belanda tanggal 1 Januari 1942.
Setelah armada sekutu dihancurkan dalam pertempuran di Laut
Jawa, maka dengan mudah pasukan Jepang mendarat di beberapa
tempat di pantai utara Pulau Jawa. Pemerintah kolonial Hindia-
Belanda memusatkan pertahanannya di sekitar pegunungan
Bandung. Saat itu kekuatan militer Hindia-Belanda di
Jawa berjumlah empat divisi (kurang lebih 40.000 prajurit)
termasuk pasukan Inggris, Amerika Serikat, dan Australia. Pasukan
itu di bawah komando pasukan sekutu yang markas besarnya di
Lembang, panglimanya Letnan Jendral H. Ter Poorten dari tentara
Hindia-Belanda (KNIL). Selanjutnya kedudukan pemerintah
kolonial Hindia-Belanda dipindahkan dari Batavia (Jakarta) ke kota
Bandung.
Berdasarkan catatan yang didapat dari Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara, pada tanggal 28
Februari 1942 malam pasukan Jepang dipimpin Kolonel Shoji beserta divisi udara ke - 3
pimpinan Letnan Jendral Sugawara Michio berhasil mendarat di pantai Eretan Wetan
Indramayu (Pantai Utara Jawa Barat). Detasemen Shoji berkekuatan sekitar 3.000-5.000
prajurit yang khusus ditugaskan untuk merebut kota Bandung, terdiri dari dua batalyon infantri
masing-masing dipimpin Mayor Wakamatsu dan Mayor Egashira, dilengkapi sepeda-sepeda
dan kereta-kereta tempur (panser) ini menyerbu pelabuhan udara Kalijati terlebih dulu. Satu
batalyon bergerak ke arah selatan melalui Anjatan, satu batalyon ke arah barat melalui
Pamanukan, dan sebagian pasukan melalui sungai Cipunagara. Batalyon Wakamatsu merebut
lapangan terbang Kalijati tanpa perlawanan berarti dari angkatan udara Inggris yang berjaga di
sana.Gerakan bala tentara pimpinan Shoji sangat cepat, tiba-tiba dalam waktu relatif singkat
mereka bermunculan di setiap sudut, terutama di sekitar pelabuhan udara Kalijati. Kehadiran
mereka membuat rakyat Subang dan sekitarnya sangat terkejut. Jum'at 1 Maret 1942, terjadi
pertempuran. Meski telah berusaha mempertahankan pelabuhan udara Kalijati, tentara
Belanda kelabakan, karena musuh datang tiba-tiba dan serentak. Serangan Jepang makin
hebat setelah didukung bantuan kekuatan angkatan udaranya, membom kawasan itu.
Setelah melalui pertempuran sengit beberapa hari, dalam waktu relatif singkat pelabuhan
udara Kalijati dikuasai tentara Jepang. Ini merupakan pukulan berat bagi Belanda, mereka
berusaha merebutnya kembali dengan mengerahkan pasukan melalui Purwakarta dan Subang,
namun sia-sia, pertempuran meminta banyak korban dari kedua kubu. Setelah menguasai
pelabuhan udara Kalijati dan kota Subang, Shoji menempatkan markasnya di pusat
perkebunan Pamanukan, Ciasem. Dari sana mereka mulai bergerak menuju Bandung. Pada
tanggal 5 Maret 1942, seluruh detasemen tentara Jepang yang ada di Kalijati disiapkan untuk
menggempur pertahanan Belanda di Ciater dan selanjutnya menyerbu Bandung. Akibat
serbuan itu, tentara Belanda mundur dari Ciater ke Lembang yang dijadikan benteng terakhir
pertahanan tentara Belanda.Meriam-meriam yang digunakan tentara Belanda untuk
menghadang pasukan Jepang di sepanjang jalan raya Subang-Bandung tidak efektif. Di luar
dugaan, tentara Jepang datang lewat perkebunan teh dan menyerang lebih dulu. Kemudian
menghujani Ciater dengan bom sebagai pembuka jalan. Situasi itu membuat pasukan Belanda
kocar-kacir, dan Jepang berhasil menghancurkan kubu pertahanan Belanda di Ciater sekaligus
menguasainya.
Pada tanggal 6 Maret 1942, panglima angkatan darat Belanda Letnan Jendral Ter Poorten Di awal perundingan, Jendral Ter Poorten selaku panglima angkatan darat
memerintahkan komandan pertahanan Bandung Mayor Jendral J. J. Pesman agar tidak Belanda hanya bersedia menyampaikan kapitulasi Bandung. Namun Jendral
mengadakan pertempuran di Bandung dan menyarankan untuk berunding mengenai penyerahan Imamura yang mewakili Jepang dengan tegas menolak usulan itu, karena
pasukan yang berada di garis utara-selatan yang melalui Purwakarta dan Sumedang. Menurut menginginkan kapitulasi untuk seluruh wilayah Hindia-Belanda.
Jendral Ter Poorten, Bandung saat itu padat oleh penduduk sipil, wanita, dan anak-anak, dan Ketika itu Imamura mengatakan bahwa bila Belanda tidak mau menyerah tanpa
apabila terjadi pertempuran maka banyak dari mereka yang akan jadi korban. syarat dalam perundingan, pertemuan itu tidak ada gunanya. Dia
Melihat perkembangan kondisi di lapangan, Jendral Ter Poorten yang memimpin angkatan perang mempersilakan Ter Poorten kembali ke Bandung sambil memberi kesempatan
Hindia-Belanda dihadapkan pada situasi gawat. Akhirnya tanggal 7 Maret 1942 sore hari, terakhir hanya 10 menit. Jika masih tidak sepakat juga, Imamura dengan tegas
Lembang pun jatuh ke tangan tentara Jepang. Di Bandung, Ter Poorten dan Gubernur Tjarda menyatakan jalan satu-satunya meneruskan pertempuran sekaligus
sepakat mengutus Mayor Jendral Pesman, menghubungi komandan tentara Jepang untuk mengancam, Bandung akan dihujani bom dengan pesawat-pesawat terbang
berunding. Namun utusan Belanda itu ditolak Panglima Imamura, dia hanya mau bicara dengan yang telah disiapkan di pelabuhan udara Kalijati-Subang.
panglima tentara atau gubernur jendral saja. Kolonel Shoji meminta perundingan dilakukan di
Gedung Isola (sekarang Gedung Rektorat Universitas Pendidikan Indonesia Bandung).
Sementara, Jendral Imamura yang telah dihubungi Kolonel
Shoji segera memerintahkan kepada bawahannya itu agar
mengontak Gubernur Jendral Tjarda van Stankenborgh
Stachouwer untuk berunding di Subang pada tanggal 8
Maret 1942 pagi. Tetapi, Letnan Jendral Ter Poorten
meminta Gubernur Jendral agar menolak usulan
itu.Jendral Imamura mengeluarkan peringatan bahwa
"bila pada tanggal 8 Maret 1942 pukul 10.00 pagi para
pembesar Belanda belum juga berangkat ke Kalijati maka
Bandung akan dibom sampai hancur." Sebagai bukti
bahwa ancaman itu bukan sekadar gertakan, di atas kota
Bandung tampak pesawat-pesawat pembom Jepang
dalam jumlah besar siap melaksanakan tugasnya.
Melihat kenyataan itu, Letnan Jendral Ter Poorten dan
Gubernur Jendral Tjarda beserta para pembesar tentara
Belanda lainnya berangkat ke Kalijati sesuai dengan
tanggal dan waktu yang telah ditentukan. Perundingan
Jepang - Belanda yang rencananya dilangsungkan di Jalan
Cagak - Subang akhirnya dilaksanakan di rumah dinas
seorang perwira staf sekolah penerbang Hindia - Belanda
di pelabuhan udara Kalijati.
Rentang waktu 10 menit itulah yang sangat menentukan antara panglima
Imamura dan panglima Ter Poorten terjadi tanya jawab cukup singkat. Dua
kalimat singkat terakhir antara keduanya menjadi catatan sejarah. Imamura:
"Apakah tuan bersedia menyerah tanpa syarat?"Ter Poorten : "Saya menerima
untuk seluruh wilayah Hindia-Beanda." Jawaban akhir Letnan Jendral Ter
Poorten mengahiri kekuasaan Belanda di Indonesia. Dalam waktu singkat,
secara resmi Belanda menyerah tanpa syarat dan menandatangani naskah
penyerahan kekuasaan Hindia-Belanda kepada Jepang.Malam harinya, NIROM
(Nederlandsch Indische Radio Omroep Maatschappij/Maskapai Radio Siaran
Hindia Belanda) mengakhiri siarannya pada tanggal 8 Maret 1942, "Wij sluit en
nu. Vaarwel, tot betere tijden. Leve de Konigin! (Kami akhiri sekarang. Selamat
berpisah, sampai waktu yang lebih baik. Hidup Sang Ratu!)".

Esok harinya, tanggal 9 Maret 1942 pukul 08.00 dalam radio Bandung, terdengar perintah
Jendral Ter Poorten kepada seluruh pasukannya untuk menghentikan segala peperangan dan
melakukan kapitulasi tanpa syarat. Pemerintah dan tentara kolonial Hindia-Belanda takluk
kepada Jepang di pelabuhan udara Kalijati Subang (sekarang Lanud Suryadarma). Rupanya
"waktu yag lebih baik" dalam siaran terakhir NIROM itu tidak pernah ada karena sejak 8
Maret 1942 Indonesia diduduki pemerintahan militer Jepang. Pada tanggal 12 Maret
1942 seluruh komandan satuan tentara Inggris dan Australia secara resmi menandatangani
Hein Ter Poorten penyerahan pasukan kepada Jepang, di hadapan Letnan Jendral Maruyama di Bandung.
Berakhirlah kekuasaan Hindia-Belanda di Indonesia. Setelah itu pemerintah militer Jepang
menduduki Indonesia. Hingga akhirnya bangsa Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus
1945.

Anda mungkin juga menyukai