Anda di halaman 1dari 33

SEJARAH PENGATURAN

PEMERINTAHAN DESA

KRISHNO HADI
DOSEN ILMU PEMERINTAHAN
FISIP-UMM
SEJARAH PENGATURAN DESA

• Secara Historis sejak keberadaan desa,


pengaturan desa dapat ditinjau dari beberapa
tahapan berikut:

1) Masa Penjajahan Belanda;


2) Masa Pendudukan Jepang;
3) Masa Kemerdekaan
MASA PENJAJAHAN BELANDA
 Ketika belanda menapakkan kakinya di tanah air kita, tidak langsung
mengatur tata pemerintahan, nbaru setelah 200 tahun berlangsungnya
penjajahan, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan pengaturan mengenai
Tata Pemerintahan Daerah (1854) dengan mengeluarkan Regerings
Reglement (RR-1854);
 Dalam UU tersebut memuat aturan Pokok mengenai Desa yang tertuang
dalam pasal 71, bahwa:
1) Desa, kecuali dengan persetujuan penguasa yang ditunjuk dengan
peraturan umum, memiliki Kepala Desa dan Pemerintah Desa,
Gubernur jendral menjaga hak-hak tersebut;
2) Kepala Desa diserahi pengaturan dan pengurusan rumah tangga
dengan memperhatikan peraturan wilayah atau pemerintah dari
kesatuan masyarakat yang ditunjuk dengan peraturan umum;
LANJUTAN
 Jika apa yang ditentukan dalam ayat (1) dan (2) dari pasal ini tidak sesuai
dengan lembaga-lembaga masyarakat atau dengan hak yang telah diperoleh,
maka pelaksanaan tidak dilakukan.
 Dengan ordonansi, desa-desa yang sebagian atau seluruhnya terletak didalam
batas satu kota, dimana telah terbentuk dewan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) pasal 68 b, maka wilayah yang berada di dalam batas tersebut
dihapuskan, atgau jika perlu dicabut dari berlakunya apa yang ditetapkan
dalam ayat kedua dari pasal ini.
 Ordonansi mengenai penghapusan desa seluruh atau sebagiannya, mengatur
seperlunya akibat-akibat dari penghapusan itu.
PASAL 71 – RR-1854

• Desa disebut dengan Inlands Gemeente;


• Dari pasal tersebut bisa disimpulkan bahwa;
1) Bahwa Desa berhak memilih sendiri Kepala
Desanya;
2) Desa berhak mengatur dan mengurus urusan
rumah tangganya sendiri;
3) Desa yang terletak di Kota Praja (Kota,
Kotamadya) akan dihapuskan.
PELAKSANAAN PASAL 71 – RR-1854

• Pada tahun 1906 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan


Ordonantie yang diberi nama Inlandse Gemeente Ordonantie
(IGO), (Stbl. No. 83 Tahun 1906);
• UU ini bukan mengatur adanya desa, melainkan pengaturan tata
pemerintahan desa, yang terbatas hanya bagi desa-desa di
Jawa dan Madura.
• Dalam perjalanannya IGO mengalami banyak perubahan
sebagaimana dituangkan dalam : STbl. 1910 No. 591, Stbl.
1913 No. 235, Stbl. 1919 No. 217.
• Sedangkan RR sendiri diganti dengan Indische Staatsregeling
atau disingkat IS pada tahun 1924 (Stbl. 1925 No. 415).
PASAL 71 RR DIUBAH MENJADI PASAL 128 IS
• Inti perubahan:
1. Desa dapat memilih sendiri Kadesnya;
2. Dalam hal-hal tertentu dan keadaan-keadaan desa tertentu, maka
Kepala Desanya dapat diangkat oleh pejabat yang diberi kewenangan
untuk itu;
3. Dalam batas-batas tidak bertentangan dengan pengaturan Gubernur
Jenderal, maka desa memiliki otonomi;
4. Kewenangan desa itu meliputi:
1) Memungut pajak dibawah pengawasan tertentu;
2) Dapat menetapkan hukum dalam batas-batas tertentu terhadap
penyelenggaraan atas aturan yang dibuat oleh desa
3) Desa-desa di Wilayah Kota Praja. dihapuskan
KONSEKUENSI PERUBAHAN
• Menurut Kleintjes dalam menanggapi perubahan peraturan
tersebut:
• Desa dibiarkan mempunyai wewenang untuk mengurus
urusan rumah tangga menurut kehendaknya, di bidang
Kepolisian maupun pengaturan desa. Tetapi dalam
penyelenggaraan pemerintahan desa tidaklah bebas
sepenuhnya. Desa diberi otonomi dengan memperhatikan
peraturan yang dibuat oleh Gubernur Jenderal, Kepala
Wilayah atau Pemerintah dari kesatuan masyarakat yang
berdiri sendiri, yang ditunjuk dengan ordonantie.
PENGATURAN DESA DI LUAR JAWA DAN MADURA

• Diatur melalui IGOB (Inlandse Gemeente Ordonantie


Buitengewesten) Tahun 1938. Stbl. 1938 No. 490.
• Pada tahun-tahun terakhir pendudukan Belanda, Pemerintah
Belanda mengeluarkan “Desa Ordonantie”, Stbl. 1941 No. 536.
• Ordonatie mempersatukan IGO No, 83/1906 dan Ordonantie
Pemilihan Kepala Desa No. 212/1907, dan terdapat beberpa
penyempurnaan,
• Namun tidak dapat dilaksanakan menyusul terjadinya PD II,
yang membawa akibat gulung tikarnya penjajah Belanda dari
tanah air
PERANGKAT DESA [1/3]
• Nama atau istilah dari pamong desa pada saat itu berbeda-beda untuk setiap
daerah, yang secara umum dapat digambarkan sebagai berikut.
• Wakil kepala desa disebut kamituwo, kajian congkok, keputungan, bundel
(untuk Jawa Tengah dan Jawa Timur), kamituwo, ngabehi (untuk Jawa
Barat).
• Kepala padukuhan (kampung, dukuh meji, lembur), yang menjadi wakil
kepala desa dalam pedukuhan dinamakan kepala dukuh, baku dukuh,
bekel dukuh, kamituwa dukuh (Jawa Tengah dan Jawa Timur), punduh,
kokolot, bekel (Jawa Barat).
• Pengurus Pengairan disebut: kepala banyu, penghulu banyu, tukang
banyu, ulu-ulu, tumawa, kepala bendungan, kepala sambong penanjung
(Jawa Tengah dan Jawa Timur), nglambang, raksabumi, mayor (Cirebon).
Jogotirto.
PERANGKAT DESA [2/3]
• Pesuruh desa, disebut kebayan, gebayan, atau bayan (Jawa Tengah dan
Jawa Timur) kuwu (Banyuwangi), panglaku (Jawa Barat).
• Pengurus hutan, disebut: tukang alas, jaga alas, kapetengan alas, Jogowono
(Jawa Tengah dan Jawa Timur), jurutala (Cirebon).
• Pemburu binatang (hama) disebut kepala Burilut (Jawa Tengah).
• Pengawas hewan ternak disebut kepala kandang, canguk, kepolo angon kebo
(Jawa Tengah dan Jawa Timur).
• Pengurus jalan desa disebut ngucap gawe (Priangan Jawa Barat).
• Pengurus pajak dinamakan tukang tarik pajak, tukang uang, tukang cengkal
(Jawa Tengah dan Jawa Timur), panuju, kepala uang (Cirebon).
PERANGKAT DESA [3/3]
• Pengurus Agama disebut modin, kaum kain, kajim (Jawa Tengah
dan Jawa Timur), lebe, amil (Jawa Barat).
• Pengurus kepolisian disebut kapetengan, petengan, jagabaya,
jagawesti, tamping (Jawa Tengah dan Jawa Timur) peucalang,
jagakarsa, galandang (Jawa Barat).
• Juru tulis desa disebut juru tulis, carik, sarekat (Jawa Tengah
dan Jawa Timur), penulis, juru tulis desa (Jawa Barat).
• Guru desa, pengurus bank desa, pengurus lumbung desa
PENGATURAN DESA PADA ZAMAN PENDUDUKAN
JEPANG
PENDAHULUAN
• Dalam waktu singkat ± 4 tahun, Jepang tidak banyak melakukan
pengaturan mengenai Desa, dan hanya mengeluarkan UU No, 1
Tahun 1942, yang dalam pasal 3 disebutkan bahwa: semua
badan-badan pemerintahan dan kekuasaannya, hukum dan
undang-undang dari pemerintah yang terdahulu; tatap diakui sah
untuk sementara waktu, asal saja tidak bertentangan dengan
aturan pemerintahan militer.
• Dengan demikian, pemerintah Jepang masih tetap mengakui segala lembaga
(termasuk Desa) dan aturan pemerintah terdahulu sepanjang tidak
bertentangan dengan pemerintahan militer Jepang
LANJUTAN
• Pada masa pemerintahan Jepang, wilayah Indonesia dibagi ke
dalam tiga bagian, yaitu sebagai berikut.
1) Jawa dan Madura di bawah kekuasaan pemerintahan
balatentara Jepang yang berkedudukan di Jakarta.
2) Sumatera berada di bawah kekuasaan pemerintahan
balatentara Jepang yang berkedudukan di Bukit Tinggi.
3) Kepulauan-kepulauan lainnya berada di bawah
pemerintahan Angkatan Laut Jepang yang berkedudukan di
Ujung Pandang (Makasar).
SEDIKIT PERUBAHAN
• Meskipun IGO 1906 tetap berlaku, namun Pemerintah Jepang
mengadakan sedikit perubahan dengan adanya Osamu Seirei
No, 7 Tahun 1944.
• Isi Osamu Seirei:
• Mengatur Pemilihan, Pemberhentian Kepala Desa;
• Ordonantie 212/1907 masa jabatan Kades tidak
ditentukan, namun dalam OS masa jabatan Kadesa
ditetapkan yakni selama 4 Tahun. (Ini banyak ditentang oleh
Kades dan akhirnya tidak dapat dilaksanakan.
PEMBAGIAN DAERAH
• Sejak 8 Agustus 1942, seluruh Jawa dan Madura kecuali Surakarta dan
Yogyakarta secara administratif terbagi ke dalam:
1) Syu (yang dapat disamakan dengan Karisidenan). Syu terbagi dalam
Ken dan Si.
2) Ken dan Si (masing-masing dapat disamakan dengan kabupaten dan
kotamadya).
3) Gun (dapat disamakan dengan kawedanaan). Gun terbagi atas Son.
4) Son (dapat disamakan dengan kecamatan). Son terbagi atas Ku.
5) Ku (dapat disamakan dengan desa).
NAMA KEPALA DAERAH
• Di dalam Si (kota) tersebut, sebutan kepala daerahnya juga
diganti dengan bahasa Jepang berikut ini.
1. Kepala Daerah Syu disebut Syuco.
2. Kepala Daerah Ken disebut Kenco.
3. Kepala Daerah Si disebut Sico.
4. Kepala Daerah Gun disebut Gunco.
5. Kepala Daerah Son disebut Sonco.
6. Kepala Daerah Ku disebut Kuco.
DESA DI MASA KEMERDEKAAN
PEMERINTAH YANG BARU LAHIR MENCOBA UNTUK MENGATUR
PEMERINTAH YANG SUDAH RATUSAN TAHUN HIDUP DI TANAH AIR
NUSANTARA
PENDAHULUAN
• Sejak kemerdekaan RI Tahun 1945, telah dikeluarkan
beberpa peraturan mengenai Pemerintah Daerah dan
termasuk didalamnya Peraturan mengenai desa, yaitu:
• UU No. 1 Tahun 1945 tentang Pemerintahan Daerah
• UU No. 14 Tahun 1946 Tentang Desa
• UU No. 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah
• UU No. 1 Tahun 1957 tentang Pemerintahan Daerah
• UU No. 19 Tahun 1965 tentang Desa Praja
• UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah
• UU No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa
PENGATURAN DESA
• UU yang dibuat sejak tahun 1945 s/d tahun 1965, tidak
ada yang bisa dilaksanakan;
• Khusus UU No. 22 Tahun 1948, meletakkan Desa
sebagai Daerah Tingkat III
• UU No. 19 Tahun 1965, bahkan mempertegas akan
dibentuknya Desa Praja sebagai daerah Tingkat III
• Oleh karena itu praktis pemerintah desa sampai dengan
diterbitkannya UU No. 5 Tahun 1979, diatur atau
pengaturannya tetap merujuk pada IGO dan IGOB.
DAMPAK PENOLAKAN DESA THD
PENGATURAN JEPANG [1/3]
• Dengan adanya pengaturan mengenai masa jabatan
Kades oleh Jepang melalui OS No. 7 Tahun 1944,
maka pemerintah Indonesia megeluarkan UU No. 14
Tahun 1946.
• UU tersebut merupakan perubahan atas Pasal 1 ayat
(2) OS – 1944:
• Yang berhak menjadi Kepala Desa ialah semua warga
negara penduduk Desa, laki-laki dan perempuan yang
berumur 18 Tahun atau sudah kawin.
DAMPAK PENOLAKAN DESA THD
PENGATURAN JEPANG [2/3]
• Kemudian disusul dengan PP No. 1 tahun 1948, yang
menyatakan bahwa: Pasal 6 OS No. 7 Tahun 1944, ditunda
berlakunya untuk waktu yang tidak ditentukan;
• Sehingga dengan demikian persoalan jabatan Kepala Desa
kembali seperti sebelumnya yakni tidak dibatasi.
• Pengaturan Desa melalui IGO/IGOB tetap berlaku sampai
dengan terbitnya UU No. 19 Tahun 1965 mengenai Desa
Praja.
• Sesuai dengan judulnya, maka UU ini tidka mengatur desa
secara keseluruhan, melainkan hanya sebagai persiapan untuk
merubah desa menjadi daerah tingkat III
DAMPAK PENOLAKAN DESA THD
PENGATURAN JEPANG [3/3]
• UU pemerintah daerah saat itu yakni UU no 18
tahun1965 mengatur pemda menjadi tiga tingkatan
(Provinsi sebagai Daerah Tingkat I,
Kabupaten/Kotamadya, sebagai daerah Tingkat II, dan
Desa Praja, sebagai daerah tingkat III) namun
pemerintah melalui Inmendagri no 29 tahun 1966,
tanggal 15 oktober 1966, menegaskan bahwa realisasi
desa praja masih ditangguhkan sampai ada ketentuan
lebih lanjut.
• Dengan demikian seluruh peraturan yang berkaitan
dengan UU no 19 tahun 1965 ditunda realisasinya.
UNDANG-UNDANG DESA [1/2]
• Pengaturan desa baru diadakan kembali 14 tahun
kemudian tepatnya UU no 5 tahun 1979 tentang
pemerintahan desa, pada masa orde baru.
• Dari apa yang telah disampaikan dapatlah disimpulkan
bahwa:
1. Mengingat keberadaan desa yang sudah ada jauh sebelum
masa penjajahan hindia belanda dan jepang maka
kedatangan kedua penjajah tersebut tidak terlalu banyak
mengatur tentang pemerintah desa
UNDANG-UNDANG DESA [2/2]
2. Dalam batas batas tertentu desa diberi hak otonomi yaitu
hak untuk mengatur dan mengurus urusan rumah
tangganya sendiri.
3. Pemerintah RI sendiri sampai dengan tahun 1979
(sebelum dikeluarkannya UU no 5 tahun 1979 tentang
pemerintah desa) masih mengakui dan memberlakukan
IGO-IGOB/1906.
4. Oleh karena itu maka pengakuan mengenai adanya
otonomi asli tetap diakui sampai sekarang (UU no 6 tahun
2014 tentang desa)
PENGATURAN DESA BERDASARKAN UU NO.
5 TAHUN 1979
• Prinsip Pengaturannya adalah, Keseragaman, Partisipasi,
Pemberdayaan, dan Demokratisasi.
• Prinsip utamanya adalah keseragaman  Struktur organisasi,
nomenklatur (penamaan desa) sama seluruh Indonesia;
• Otonomi desa diakui namun sangat terbatas, hanya pada
penyelenggaraan adat istiadat.
• Pemerintah Pusat tidak hanya mengatur aspek pemerintahan,
tetapi juga aspek kemasyarakatan, melalui Program
Pembangunan Masyarakat Desa (PMD=Modernisasi Desa).
• Penguatan administrasi ketimbang Politik, dibuktikan dengan
Kepala Desa (Eksekutif) sekaligus menjadi Ketua Umum
Lembaga Musyarah Desa/LMD (Legislatif)
PERBANDINGAN DESA DAN KELURAHAN
UU NO 5 TAHUN 1979 UU NO 22 TAHUN 1999
DESA KELURAHAN DESA KELURAHAN
Merupakan unit Merupakan unit Merupakan unit Bukan unit
pemerintahan terendah pemerintahan terendah pemerintahan otonom pemerintahan melainkan
langsung dibawah langsung dibawah yang berdiri sendiri sebagai wilayah kerja
camat dalam sistem camat dalam sistem (bukan dibawah camat) perangkat daerah
pemerintahan RI. pemerintahan RI.

Sebagai suatu kesatuan Hanya sebagai suatu Sebagai suatu kesatuan Sebagai wilayah kerja
masyarakat termasuk kesatuan masyarakat masyarakat termasuk kecamatan sehingga
didalamnya kesatuan saja dan tidak berhak didalamnya kesatuan aparat/ perangkat
masyarakat hukum yang menyelanggarakan masyarakat hukum yang kelurahan merupakan
berhak urusan rumah berhak perangkat kecamatan.
menyelenggarakan tangganya sendiri. menyelenggarakan
urusan rumah urusan rumah
tangganya sendiri. tangganya sendiri
(diakuinya kembali hak
otonomi asli desa).
DESA KELURAHAN DESA KELURAHAN
Kepala desa sebagai Lurah hanya sebagai Kepala desa sebagai Lurah hanya sebagai
pemimpin sosial dan pemimpin secara pemimpin sosial dan pemimpin secara
administratif . administratif. administratif . administratif.
Hak menyelenggarakan Tidak memiliki hak Hak menyelenggarakan Tidak memiliki hak
urusan rumah menyelenggarakan urusan rumah menyelenggarakan
tangganya sendiri tidak urusan rumah tangganya sendiri urusan rumah
sama pengertiannya tangganya sendiri. didsarkan atas prakarsa tangganya sendiri.
dengan hak otonomi masyarakat setempat
sebagaimana UU no 5 serta diakuinya kembali
tahun 1974 tentang otonomi asli desa.
pemerintahan di daerah.
Desa memiliki hak Seluruh aset kelurahan Desa memiliki hak Seluruh aset kelurahan
didalam kepemilikan, pengelolaannya didalam kepemilikan, pengelolaannya
pengelolaan, dan diserahkan kepada pengelolaan, dan diserahkan kepada
pemanfaatan berbagai pemda tingkat II pemanfaatan berbagai pemda (kabupaten/
aset yang dimilikinya (kabupaten/ kota madya aset yang dimilikinya kota).
dalam rangka dati II). dalam rangka
penyelenggaraan penyelenggaraan
otonomi desa. otonomi desa.
DESA KELURAHAN DESA KELURAHAN
Struktur organisasi, Struktur organisasi, Struktur organisasi, Struktur organisasi,
nomenklatur, dan nomenklatur, dan nomenklatur, dan nomenklatur, dan
pengaturannya sama pengaturannya sama pengaturannya pengaturannya
diseluruh indonesia diseluruh indonesia berbeda beda diserahkan kepada
(hanya mengenal pola (hanya mengenal pola diseluruh indonesia, pemerintah kabupaten/
minimal dan pola minimal dan pola sesuai dengan adat kota.
maksimal). maksimal). istiadat dan tradisi
yang berkembang
dalam masyarakat
setempat.

Kepala desa dipilih Lurah diangkat oleh Kepala desa dipilih Lurah diangkat oleh
langsung oleh bupati/ walikota atas langsung oleh bupati/ walikota atas
masyarakat. usul camat dan masyarakat. usul camat dan
berstatus PNS. berstatus PNS.
DESA KELURAHAN DESA KELURAHAN
Seluruh perangkat desa Perangkat kelurahan Seluruh perangkat desa Perangkat kelurahan
mendapat tunjangan digaji oleh pemerintah. mendapatkan gaji/ digaji oleh pemerintah.
dari pemerintah desa tunjangan dalam
disesuaikan dengan bentuk uang atau yang
kondisi keuangan desa. lainnya sesuai dengan
Beberapa desa miskin tradisi dan adat istiadat
menerima tunjangan masyarakat desa, dan
kurang penghasilan disesuaikan dengan
dari pemerintah kondisi keuangan desa.
kabupaten/ kota.
Penyelenggaraan Penyelenggaraan Penyelenggaraan Penyelenggaraan
pemerintahan desa pemerintahan desa pemerintahan desa pemerintahan
adalah sepanjang yang menggunakan prinsip didasarkan pada prinsip didasarkan pada prinsip
diberikan oleh dekonsentrasi. otonomi dan tugas dekonsentrasi
pemerintah diatasnya pembantuan. (limpahan sebagian
(supra desa). kewenangan
Otonomi desa hanya pemerintahan dari
terbatas pada Kab./Kota).
pembinaan masyarakat
dan adat istiadat.
PENGATURAN DESA BERDASARKAN UU
NO. 22 TAHUN 1999
• Prinsip pengaturan desa adalah, keragaman, partisipasi, demokratisasi,
pemberdayaan, dan otonomi desa;
• Prinsip Utama Pengaturan desa adalah KERAGAMAN
• Pengakuan adanya otonomi desa;
• Desa bukan bawahan camat, melainkan unit pemerintahan mandiri;
• Secara teritori desa berkuasa atas wilayahnya  jika misalnya ada investor,
pemda atau pihak ketiga yang ingin membangun Pabrik, Jasa, maupun yang
lainnya di wilayah desa, maka harus melibatkan desa dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pemanfaatan pembangunan tersebut.
• Sangat Politis  BPD (Badan Perwakilan Desa/Legislatif desa) terpisah dari
Eksekutif, bahkan BPD dapat mengusulkan pemberhentian Kepala Desa, jika
Pertanggungjawaban KADES ditolak untuk kedua kalinya;
• ANGGOTA BPD dan Kepala Desa, sama-sama dipilih secara langsung oleh
Masyarakat Desa
SEKIAN DAN TERIMA KASIH
J

GOTONG ROYONG
CERMIN KEHIDUPAN
MASYARAKAT DESA

Anda mungkin juga menyukai