Anda di halaman 1dari 39

HAK INGKAR NOTARIS SEBAGAI WUJUD

PERLINDUNGAN HUKUM

Oleh:
Dr. NGADINO, S.H,Sp.N, M.H.
Dasar Filosofi Hak Ingkar Notaris

• Dasar filosofi hak ingkar bagi jabatan-jabatan kepercayaan terletak pada


kepentingan masyarakat, agar apabila seseorang yang berada dalam keadaan
kesulitan, dapat menghubungi seseorang kepercayaan untuk mendapatkan bantuan
yang dibutuhkannya di bidang yuridis, medis atau kerohanian dengan keyakinan
bahwa akan mendapat nasehat-nasehat, tanpa yang demikian itu akan merugikan
baginya. Hal tersebut sesuai dengan penjelaan Pasal 16 Undang-undang Nomor 2
Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris yang menyatakan bahwa kewajiban untuk
merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan akta dan surat-surat
lainnya adalah untuk melindungi kepentingan semua pihak yang terkait dengan
akta tersebut.
Dasar Filosofi Hak Ingkar Notaris

• Dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat umum, tidak jarang Notaris


berurusan dengan proses hukum baik ditahap penyelidikan, penyidikan
maupun persidangan. Pada proses hukum ini Notaris harus memberikan
keterangan dan kesaksian menyangkut isi akta yang dibuatnya. Dilihat
sekilas, hal ini akan bertentangan dengan sumpah jabatan Notaris, dimana
Notaris wajib merahasiakan isi akta yang dibuatnya. Hak ingkar atau hak
untuk dibebaskan menjadi saksi, ada pada beberapa jabatan yang oleh
undang-undang berikan.
Dasar Filosofi Hak Ingkar Notaris

• Sumpah jabatan Notaris dalam Pasal 4 dan kewajiban Notaris dalam Pasal 16
ayat (1) huruf (f) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
mewajibkan Notaris untuk tidak bicara, sekalipun di muka pengadilan,
artinya tidak dibolehkan untuk memberikan kesaksian mengenai apa yang
dimuat dalam akta. Notaris tidak hanya berhak untuk bicara, akan tetapi
mempunyai kewajiban untuk tidak bicara. Kewajiban ini mengesampingkan
kewajiban umum untuk memberikan kesaksian yang dimaksud dalam Pasal
1909 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Dasar Filosofi Hak Ingkar Notaris

• Seorang Notaris wajib untuk merahasiakan, tidak hanya terhadap hal-hal yang
dicantumkan dalm aktanya (isi akta), akan tetapi juga untuk semua yang
diberitahukan atau disampaikan kepadanya selaku Notaris ataupun yang
diketahuinya karena jabatannya, sekalipun itu tidak dicantumkan dalam akta.
Dengan berdasarkan pada Hak Ingkar, Notaris juga dapat mempergunakan
haknya untuk mengundurkan diri sebagai saksi dengan jalan menuntut
penggunaan Hak Ingkar.
Hak Ingkar Notaris merupakan
Hak dan Kewajiban
Hak Ingkar Notaris yang diberikan oleh undang-undang tidak hanya merupakan
hak, akan tetapi merupakan suatu kewajiban, sehingga Notaris wajib untuk tidak
bicara, sekalipun di muka pengadilan. Meskipun Notaris oleh para kliennya
diberi izin untuk bicara, masih tetap dapat mempergunakan Hak Ingkarnya, oleh
karena kewajiban untuk merahasiakan bukan diletakkan keadaannya oleh para
klien akan tetapi oleh Undang-Undang.
RUANG LINGKUP HAK INGKAR NOTARIS
● Perihal yang Wajib Dirahasiakan Notaris
Berdasarkan bunyi sumpah jabatan Notaris, maka yang wajib dirahasiakan
adalah terbatas pada isi akta-akta (Peraturan Jabatan Notaris) yang selanjutnya
perluas menjadi isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan
jabatan (Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris). Sebelum
berlaku Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, pada
masa berlakunya Peraturan Jabatan Notaris, yang wajib dirahasiakan hanya
meliputi isi akta saja. Sekarang hal tersebut telah disempurnakan oleh Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang juga memasukkan keterangan yang
diperoleh dalam pelaksanaan jabatan selain isi akta sebagai hal-hal yang wajib
dirahasiakan oleh Notaris
• Notaris mempunyai kewajiban untuk membuat alat bukti berupa akta
autentik yang mana akta autentik ini adalah berisikan keinginan para
pihak yang menghadap dihadapan notaris. Notaris hanya mengkonstatir
maksud / kehendak para pihak mengenai suatu perbuatan hukum dan
notaris menuangkannya dalam bentuk tertulis.
• Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa jabatan notaris itu sendiri
adalah merupakan jabatan kepercayaan. Dan untuk melindungi
kepercayaan dan kepentingan masyarakat maka notaris mempunyai
kewajiban untuk merahasiakan segala perbuatan hukum yang dituangkan
dalam isi akta dan segala keterangan yang diberikan kepada notaris dalam
pembuatan akta tersebut .
• Sebelum melaksanakan tugas dan jabatannya seorang notaris sebagai pejabat umum
wajib untuk mengangkat sumpah/janji seperti yang tertuang dalam Pasal 4 ayat (2)
UU Perbahan atas UUJN yang berbunyi :
“Saya bersumpah/ berjanji: bahwa saya akan patuh dan setia kepada Negara Republik
Indonesia, Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, Undang-Undang tentang Jabatan Notaris serta peraturan perundang-undangan
lainnya. Bahwa saya akan menjalankan jabatan saya dengan amanah, jujur, saksama,
mandiri, dan tidak berpihak. Bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan
akan menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan,
martabat , dan tanggung jawab saya sebagai Notaris. Bahwa saya akan merahasiakan isi
akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya. Bahwa saya untuk
dapat diangkat dalam jabatan ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan
nama atau dalih apa pun, tidak pernah dan tidak akan memberikan atau menjanjikan
sesuatu kepada siapa pun.”
• Ketentuan mengenai kewajiban merahasiakan juga diatur dalam Pasal 16 Ayat (1) huruf f yang mengatur
bahwa, “Merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang
diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang
menentukan lain. ”
• Peraturan Perundang-undangan lainnya yang juga mengatur mengenai kewajiban merahasiakan dapat dil
ihat dalam ketentuan:
• Pasal 170 ayat (1) KUHAP berbunyi: Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau
jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk
memberikan keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka.
• Pasal 1909 KUHPerdata dan Pasal 146 HIR ayat (3) berbunyi: siapa saja yang karena
kedudukannya, pekerjaannya atau jabatannya diwajibkan undang-undang untuk merahasiakan
sesuatu, namun hanya mengenai hal-hal yang dipercayakan kepadanya karena kedudukan,
pekerjaan dan jabatannya itu.
• Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, diubah dengan Undang-Undang No 9 Tahun 2004, diubah
kembali dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 dalam Pasal 89 ayat (1) huruf b berbunyi
: setiap orang yang karena martabat, pekerjaan atau jabatannya diwajibkan merahasiakan segala
sesuatu yang berhubungan dengan martabat atau jabatannya itu.
• Berangkat dari ketentuan perundang-undangan tersebut diatas dapat
diartikan juga bahwa adanya suatu pengakuan terhadap jabatan notaris
bahwa sesungguhnya notaris mempunyai kewajiban untuk tidak
berbicara atau lebih tepatnya tidak memberikan informasi mengenai
keterangan yang diperolehnya karena jabatannya kecuali kepada
pihak–pihak tertentu yang diperkenankan atau diperintahkan oleh
undang-undang.
• Perlindungan hukum merupakan bagian dari bekerjanya fungsi hukum
untuk mewujudkan adanya keadilan, kemanfaatan dan juga suatu kepastian
hukum. Perlindungan itu sendiri adalah perlindungan yang diberikan kepada
subyek hukum sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku, baik itu
bersifat preventif mengandung arti pencengahan agar tidak terjadi sengketa
dengan jalan melakukan pengawasan. Untuk menghindari terjadinya suatu
permasalahan hukum dikemudian hari maka pelaksanaan tugas jabatan
Notaris haruslah berpedoman pada standar profesi. Jadi disini harus
dibedakan antara standar profesi yang menjadi pedoman utnuk pelaksanaan
tugas jabatannya dengan standart prilaku. Standar profesi harus sesuai
dengan nila i-nilai yang berlaku di dalam suatu profesi yang akan menjadi
patokan atau dasar menjalankan profesi tersebut .
• Ruang lingkup tugas Majelis Pengawas Notaris secara umum memeriksa
adanya pelanggaran kode etik ataupun pelanggaran pelaksanaan jabatan
notaris (Pasal 70 huruf a, Pasal 73 ayat (1) huruf a dan b, Pasa l 77 huruf a
dan b UUJN). Adapun yang menjadi tugas Majelis Pengawas adalah
memeriksa:
1. Adanya dugaan pelanggaran kode etik;
2. Adanya dugaan pelanggaran pelaksanaan tugas jabatan notaris;
3. Perilaku notaris yang di luar menjalankan tugas jabatannya sebagai notaris
yang dapat mengganggu atau mempengaruhi pelaksanaan tugas jabatan
notaris.
• Pengawasan terhadap notaris dilakukan oleh mentri berdasarkan Pasal 67 ayat
(1) UUJN-P. Dan dalam Pasal 67 ayat (3) ditentukan bahwa majelis pengawas
terdiri dari 9 (Sembilan) orang, terdiri dari unsur :
a. Pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang
b. Organisasi notaris sebanyak 3 (tiga) orang
c. Ahli/akademik sebanyak 3 (tiga) orang.
• Permasalahan yang mendasar selama ini adalah bahwasanya anggota MKN
mempunyai persepsi yang berbeda mengenai akta autentik, karena seperti
yang telah diuraikan diatas keanggotaan dari MPD ini bukan saja dari
kalangan notaris saja. Dalam ketentuan Pasal 66A UUJN-P, MKN bertugas
untuk melakukan pembinaan terhadap notaris
• Jika dikaitkan dengan Pasal 66 ayat (1) untuk kepentingan proses peradilan,
penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan MKN berwenang:
a. Mengambil fotokopi minuta akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada
minuta akta atau protokol notaris dalam penyimpanan notaris; dan
b. Memanggil notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta
atau protokol notaris yang berada dalam penyimpanan notaris.
• Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 2016 tentang Majelis Kehormatan Notaris yang
tertuang dalam Pasal 18 ayat (2) mengenai tugas dari Majelis Kehormatan
Notaris, yang menyatakan :
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Majelis Kehormatan Notaris Wilayah mempunyai fungsi melakukan
pembinaan dalam rangka :
a. Menjaga martabat dan kehormatan Notaris dalam menjalankan profesi
jabatannya; dan
b. Memberikan perlindungan kepada Notaris terkait dengan kewajiban Notaris
untuk merahasiakan isi Akta.
• MKN akan selalu melakukan pembinaan terhadap notaris agar nantinya tidak
tersandung masalah tindak pidana dalam menjalankan tugas jabatannya, dan
juga memberikan pembekalan dan pengetahuan tentang kenotariatan, akta
autentik serta keterkaitan antara akta autentik dengan para pihak serta
kerahasian dari sebuah akta dapat terjaga.
• Berdasarkan ketentuan Pasal 322 KUHP yaitu :
1. Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya
karena jabatan pencahariannya, baik yang sekarang, maupun yang dahulu,
diancam dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau denda paling
banyak enam ratus rupiah.
2. Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu
hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu.
• Dari uraian pasal diatas maka terhadap orang-orang yang melakukan
pelanggaran membocorkan rahasia sedangkan karena jabatannya wajib
merahasiakan maka terhadap orang tersebut dapat dijatuhi sanksi. Dampak
atau akibat hukum terhadap jabatan Notaris berkenaan dengan dibacakannya
amar putusan MK pada tanggal 28 Mei 2013 maka fungsi tugas dan jabatan
seorang notaris berada dalam posisi dilematis hal ini dikarenakan putusan
MK tersebut adalah bersifat final dan mengikat.
• Notaris wajib merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh
dalam pembuatan akta notaris, kecuali diperintahkan oleh Undang-
undang bahwa notaris tidak wajib merahasiakan dan memberikan
keterangan yang diperlukan berkaitan dengan akta tersebut, dengan
demikian batansannya hanya Undang-undang saja yang dapat
memerintahkan notaris untuk membuka rahasia isi akta dan
keterangan/pernyataan yang diketahui notaris yang berkaitan
dengan pembuatan akta yang dimaksud.
• Substansi sumpah/janji jabatan notaris ataupun Pasal 16 ayat (1)
huruf f UUJN untuk merahasiakan segala sesuatu yang berkaitan
dengan akta yang dibuat atau di hadapan notaris dan berkaitan
dengan pelaksanaan tugas jabatan notaris.
a. Mengambil fotokopi minuta akta/surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta
atau protokol notaris dalam penyimpanan notaris.
b. Memanggil notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta
atau protokol notaris yang berada dalam penyimpanan notaris.
• Kewajiban Ingkar dapat dilakukan dengan batasan sepanjang notaris yang
diperiksa oleh instansi mana saja yang berupaya meminta pernyataan atau
keterangan dari notaris yang berkaitan dengan akta yang telah atau dibuat oleh
atau di hadapan notaris yang bersangkutan.
• Pasal 1909 ayat (3) KUHPerdata menyebutkan:
“Semua orang yang cakap untuk menjadi saksi, wajib memberikan kesaksian di muka
Hakim. Namun dapatlah meminta dibebaskan dari kewajiban memberikan kesaksian; Ayat
(3) siapa saja yang karena kedudukannya, pekerjaannya atau jabatannya diwajibkan
undang-undang untuk merahasiakan sesuatu, namun hanya mengenai hal-hal yang
dipercayakan kepadanya karena kedudukan, pekerjaan dan jabatannya itu.”
• Pasal 146 ayat (1) angka 3 HIR menyebutkan: (1) “Boleh mengundurkan
dirinya untuk memberikan kesaksian, sekalian orang yang karena
martabatnya, pekerjaan atau jabatan yang sah diwajibkan menyimpan
rahasia, akan tetapi hanya semata-mata mengenai pengetahuan yang
diserahkan kepadanya karena martabat, pekerjaan atau jabatannya itu.” (2)
Kesungguhan kewajiban menyimpan rahasia yang dikatakan itu, terserah
dalam pertimbangan Pengadilan Negeri.”
• Keharusan untuk merahasiakan sesuatu yang berkaitan dengan jabatan
diatur pula dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yakni
Pasal 170 ayat (1) yang menyatakan bahwa, mereka yang karena
pekerjaan, harkat, martabat, atau juga jabatannya diwajibkan untuk
menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari penggunaan hak untuk
memberikan keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan
kepadanya
• Notaris sebagai jabatan kepercayaan wajib untuk menyimpan rahasia
mengenai akta yang dibuatnya dan keterangan/pernyataan para pihak yang
diperoleh dalam pembuatan akta, kecuali Undang-undang yang
memerintahkannya untuk membuka rahasia dan memberikan
keterangan/pernyataan tersebut kepada pihak yang memintanya.
• Tindakan seperti ini merupakan suatu kewajiban notaris berdasarkan
ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 16 ayat (1) huruf f UUJN-P. Jika ternyata
notaris sebagai saksi atau tersangka, tergugat ataupun dalam pemeriksaan oleh
Majelis Kehormatan Notaris (MKN) Notaris membuka rahasia dan
memberikan keterangan/pernyataan yang seharusnya wajib dirahasiakan,
sedangkan Undang-undang tidak memerintahkannya, maka atas pengaduan
pihak yang merasa dirugikan kepada pihak yang berwajib dapat diambil
tindakan atas notaris tersebut,
tindakan notaris seperti ini dapat dikenakan sanksi pidana yang terdapat pada
Pasal 322 ayat (1) dan ayat (2) KUHP yang berbunyi:
“Ayat (1) Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib
disimpannya karena jabatan atau pencahariannya, baik yang sekarang
maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama
Sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Sembilan ribu rupiah.”
“Ayat (2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu
hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu.”

• Dengan demikian, bagian dari sumpah/janji jabatan notaris yang berisi bahwa
notaris akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam
pelaksanaan jabatan notaris dan dikaitkan dengan ketentuan Pasal 16 ayat (1)
huruf f UUJN-P karena ditempatkan sebagai kewajiban ingkar notaris dapat
disebut sebagai suatu kewajiban ingkar (Verschoningsplicht) notaris
• Oleh karena itu, agar notaris dapat memberikan pelayanan jasa secara
maksimal serta menghasilkan produk akta yang benar-benar terjaga
otentisitasnya sehingga memiliki nilai dan bobot yang handal, serta tidak
menimbulkan kerugian bagi diri notaris dan masyarakat yang
membutuhkan jasanya, maka notaris harus mengindahkan yang menjadi
tugas dan kewajiban yang diamanatkan baik oleh UUJN, Kode Etik
Notaris maupun perundangundangan yang terkait, serta menghindari
larangan-larangan yang telah ditentukan. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa terdapat hubungan yang saling melengkapi antara UUJN
dan Kode Etik dalam mengatur ketentuan tentang kewajiban dan larangan
serta pengecualian dalam jabatan Notaris.
Peran Majelis Kehormatan Notaris Dalam Memberikan Perlindungan
KepadaNotaris Terkait Kewajiban Merahasiakan Isi Akta
Majelis Kehormatan Notaris Pasca UUJN

• Sejak kehadiran institusi notaris di Indonesia pengawasan terhadap notaris selalu dilakukan
oleh lembaga peradilan dan pemerintah, bahwa tujuan dari pengawasan agar para notaris
ketika menjalankan tugas jabatannya memenuhi semua persyaratan yang berkaitan dengan
pelaksanaan jabatan notaris, demi pengamanan dari kepentingan masyarakat, karena notaris
diangkat oleh pemerintah, dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM, bukan untuk
kepentingan diri notaris sendiri, tetapi untuk kepentingan masyarakat yang dilayaninya.
• Tujuan lain dari pengawasan terhadap notaris, bahwa notaris dihadirkan untuk melayani
kepentingan masyarakat yang membutuhkan alat bukti berupa akta autentik sesuai
permintaan yang bersangkutan kepada notaris, dalam hal ini pengawasan terhadap notaris
dilakukan oleh Majelis Pengawasa Notaris, sedangkan pembinaan terhadap Notaris dalam
hal ini dilakukan oleh Majelis Kehormatan Notaris.
Pasca putusan MK Nomor 49/PUU-X/2012
• Setelah MK membatalkan frasa “sakti” tersebut, notaris masih tetap memiliki
kewajiban ingkar berkaitan dengan rahasia yang wajib dijaga. Berdasarkan
Pasal 16 ayat (1) huruf e UUJN menyatakan bahwa, notaris berkewajiban
merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala
keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji
jabatan, kecuali Undang-undang menentuan lain.
• Tanpa persetujuan Majelis Pengawas Daerah (MPD) atau MPD sudah tidak
mempunyai kewenangan apapun yang berkaitan dengan Pasal 66 ayat (1)
UUJN. Sehingga jika Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim akan
melaksanakan ketentuan yang tersebut dalam Pasal 66 UUJN terhadap
Notaris, maka Notaris harus berhadapan langsung dengan Penyidik, Penuntut
Umum dan Hakim.
• Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut tidak dapat digunakan lagi setelah
lahirnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 yang merupakan perubahan
atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, karena
diantara pasal 66 dan 67 UUJN-P terdapat tambahan, yaitu Pasal 66A yang
mengatur Mengenai persetujuan dari Majelis Kehormatan Notaris dalam
kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim.
• Berdasarkan Pasal 66A ayat (3) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 yang
merupakan perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris, maka kemudian Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia (selanjutnya disebut Permenkumham) Nomor 7
Tahun 2016 Tentang Majelis Kehormatan Notaris.
• Permenkumham tersebut mulai berlaku tanggal diundangkan, yaitu tanggal 5
Pebruari 2016. Dengan demikian sejak tanggal 5 Pebruari 2016, menurut Habib
Adjie, jika Penyidik akan memanggil Notaris, maka wajib terlebih dahulu meminta
izin dari MKN (Majelis Kehormatan Wilayah) yang ada di wilayah / propinsi yang
bersangkutan. Bahwa ketentuan Permenkumham Nomor 7 Tahun 2016 Tentang
Majelis Kehormatan Notaris tersebut sifat imperative, artinya harus/wajib
dilaksanakan oleh Penyidik, karena jika hal tersebut tidak dilakukan atau diabaikan
oleh Penyidik, maka penyidikan bisa dikategorikan dari sisi hukum telah cacat
formalitas.
• Pengertian Majelis Kehormatan Notaris berdasarkan pasal 1 angka 1 Permenkumham
Nomor 7 tahun 2016 Tentang Majelis Kehormatan Notaris, adalah suatu badan yang
mempunyai kewenangan untuk melakukan pembinaan Notaris dan kewajiban
memberikan persetujuan atau penolakan untuk kepentingan penyidikan dan proses
peradilan, atas pengambilan fotokopi minuta akta dan pemanggilan Notaris untuk
hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta atau protokol notaris yang
berada dalam penyimpanan Notaris.
• Ketentuan Pasal 66A UUJN menunjuk pada wewenang Majelis Kehormatan Notaris
yaitu melakukan pembinaan, perihal wewenang Majelis Kehormatan Notaris
melakukan pembinaan diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 A ayat (3) UUJN-P, diatur dalam
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Tugas pembinaan yang
dilakukan oleh Majelis Kohormatan Notaris tidak lepas dari pada penegakan Etika
Notaris, meliputi norma agama, norma hukum, norma kesusilaan, dan norma
kesopanan. Norma agama, norma kesusilaan, dan norma kesopanan berhubungan
dengan etika.
• Tugas dan fungsi Majelis Kehormatan Notaris, berdasarkaan ketentuan Pasal 17
Permenkumham Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Majelis Kehormatan Notaris, yang
menyatakan:
1) Majelis Kehormatan Notaris Pusat mempunyai tugas melaksanakan pembinaan
terhadap Majelis Kehormatan Wilayah yang berkaitan dengan tugasnya.
2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Majelis Kehormatan
Notaris Pusat mempunyai fungsi melakukan pengawasan terhadap Majelis Kehormatan
Notaris Wilayah.
• Majelis Kehormatan Notaris Wilayah dibentuk untuk menjalankan fungsi melakukan
pembinaan dalam rangka menjaga martabat dan kehormatan Notaris dalam menjalankan
profesi jabatannya dan memberikan perlindungan kepada Notaris terkait dengan kewajiban
Notaris untuk merahasiakan isi Akta. Untuk itu Majelis Kehormatan Notaris Wilayah
memiliki wewenang, sesuai yang terdapat pada Pasal 18:
(1) Majelis Kehormatan Notaris Wilayah mempunyai tugas:
a) melakukan pemeriksaan terhadap permohonan yang diajukan oleh penyidik, penuntut
umum, dan hakim; dan
b) memberikan persetujuan atau penolakan terhadap permintaan persetujuan pemanggilan
Notaris untuk hadir dalam penyidikan, penuntutan, dan proses peradilan.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Majelis Kehormatan
Notaris Wilayah mempunyai fungsi melakukan pembinaan dalam rangka:
a) menjaga martabat dan kehormatan Notaris dalam menjalankan profesi jabatannya;
b) dan memberikan perlindungan kepada Notaris terkait dengan kewajiban Notaris untuk
merahasiakan isi Akta.
Kewenangan Majelis Kehormatan Notaris Wilayah berdasarkan
Keputusan Rapat Majelis Kehormatan Notaris Wilayah meliputi:
a. pemeriksaan terhadap Notaris yang dimintakan persetujuan kepada
Majelis Kehormatan Notaris Wilayah oleh penyidik, penuntut umum,
atau hakim;
b. pemberian persetujuan atau penolakan terhadap permintaan
persetujuan pengambilan fotokopi minuta akta dan/atau surat-surat
yang dilekatkan pada minuta akta atau protocol Notaris dalam
penyimpanan Notaris; dan
c. pemberian persetujuan atau penolakan terhadap permintaan
persetujuan pemanggilan Notaris untuk hadir dalam penyidikan,
penuntutan, dan proses peradilan yang berkaitan dengan akta atau
protocol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.
• Dalam melakukan pembinaan, Majelis Kehormatan Notaris harus berdasarkan
ketentuan yang diatur oleh Undang-Undang Jabatan Notaris dan Peraturan Menteri
Hukum daan Hak Asasi Manusia Nomor 7 Tahun 2006 Tentang Majelis Kehormatan
Notaris, sebagai acuan untuk mengambil keputusan, hal ini perlu dipahami karena
anggota Majelis Kehormatan Notaris tidak semua dari Notaris, sehingga tindakan
atau keputusan dari Majelis Kehormatan Notaris, harus mencerminkan suatu tindakan
Majelis Kehormatan Notaris sebagai suatu Badan, bukan tindakan anggota Majelis
Kehormatan yang dianggap sebagai tindakan Majelis Kehormatan.
• Bahwa kesimpulannya mengenai pebedaan Majelis Kehormatan Notaris dengan
Majelis Pengawas Notaris, Pengawasan notaris dengan membentuk Majelis
Pengawas Notaris dan Pembinaan dengan membentuk Majelis Kehormatan Notaris
semuanya ada pada kewenangan Menteri Hukum dan HAM RI. Pemerintah atau
Menteri adalah Eksekutif yang berarti Tata Usaha Negara, karena Menteri sebagai
Pejabat Tata Usaha Negara maka delegansnya yaitu MPN dan MKN juga sebagai
Pejabat Tata Usaha Negara, sebagai Pejabat Tata Usaha Negara maka produknya
termasuk pada Keputusan Tata Usaha Negara. Jika Keputusan Tata Usaha Negara jadi
sengketa, maka akan termasuk Sengketa Tata Usaha Negara yang dapat digugat ke
Pengadilan Tata Usaha Negara.
• Notaris dalam pelaksanaan tugas jabatannya haruslah selalu memperhatikan UUJN.
Sebagai pejabat pembuat akta autentik yang telah disumpah berdasarkan ketentuan
Pasal 4 UUJN, yang mana salah satu sumpahnya adalah bahwa saya akan
merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam tugas pelaksanaan
jabatan saya. Dan dalam Pasal 16 (1) huruf e yang berbunyi “merahasiakan segala
sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna
pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang
menentukan lain.
• Selain itu juga dalam Pasal 170 KUHAP yang berbunyi :
1. Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan
menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberikan
keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka
2. Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut.
• Putusan MK tersebut menyebabkan kebingungan dikalangan notaris. Tetapi ada
upaya hukum lain yang dapat ditempuh yaitu penggunaan hak ingkar dan rahasia
jabatan berupaya untuk melindungi kepentingan para pihak yang berkepentingan
agar terciptanya keadilan dan kepastian hukum. Hal ini dapat diartikan bahwa hak
ingkar bukan saja merupakan suatu hak tetapi lebih kepada suatu kewajiban yang
harus dilakukan untuk melindungi baik itu profesi notaris sendiri dan lebih
mengkhusus lagi untuk melindungi para pihak dalam akta.
• Berdasarkan ketentuan dalam KUHPerdata, KUHAP, KUHP, dan UUJN maka
Hak ingkar sebagai wujud dari pelaksanaan rahasia jabatan notaris, dengan
dikeluarkannya Putusan Mahkamah konstitusi yang menghapus frasa dengan
persetujuan Majelis Pengawas Daerah tidak serta merta dapat diartikan sebagai
meniadakan atau menghapus hak ingkar notaris. Hak ingkar tetap melekat pada
jabatan notaris.
• Sumpah jabatan notaris dalam Pasal 4 dan kewajiban Notaris dalam Pasal 16
ayat (1) huruf (e) Undang-Undang Jabatan Notaris mewajibkan Notaris
untuk tidak berbicara, sekalipun dimuka pengadilan, artinya seorang Notaris
tidak diperbolehkan untuk memberikan kesaksian mengenai apa yang
dimuat dalam akta.
• Berkaitan dengan hak yang melekat pada notaris yaitu hak ingkar maka
dalam suatu proses pemeriksaan baik itu ditingkat penyelidikan, penyidikan,
maupun pada saat proses persidangan, sikap dari notaris adalah pasif, dalam
arti memberikan keterangan dalam sebatas hal-hal yang menyangkut
pelaksanaan jabatan saja. Keharusan untuk menjaga rahasia itu wajib
dilakukan bukan saja menjaga kerahasian dari isi akta tetapi juga
merahasiakan segala keterangan yang diperolehnya.
Prosedur Pemanggilan Notaris Sebagai Saksi Oleh Penyidik Berkaitan Dengan
Akta Yang Dibuat Dan Cara Mempertahankan Hak Ingkar Notaris.

Dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris Pasal 66


UUJN mengenai pengambilan minuta akta dan pemanggilan Notaris yang
menyatakan:
1. Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim
dengan persetujuan majelis kehormatan Notaris berwenang:
a. Mengambil fotokopi minuta akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada
minuta akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan
b. Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan
akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan
Notaris.
2. Pengambilan fotokopi minuta akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, dibuat berita acara penyerahan.
• Hak Ingkar selain untuk melindungi Notaris juga melindungi kepentingan
klien. Karena Notaris tidak boleh memberitahukan isi akta. Contoh: misalnya
ditanya oleh wartawan, maka seorang Notaris tersebut tidak diperkenankan
memberikan keterangan apapun mengenai akta ataupun keterangan yang
diperoleh dala pembuatan akta. Namun, ketika dimuka pengadilan, wajib
untuk membuka isi akta yang kita buat. Berbeda ketika Notaris dihadapan
penyidik, Notaris dapat memilih apakah bersedia memberikan keterangan atau
tidak dan disinilah hak ingkar digunakan.
PELANGGARAN RAHASIA JABATAN NOTARIS
● Ancaman Pidana
Apabila Notaris membuka rahasia jabatan yang diamanatkan padanya, maka
kepadanya diancam dengan pidana berdasarkan Pasal 322 ayat (1) Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana.

●Ancaman Perdata
Apabila akibat dibukanya rahasia seseorang oleh Notaris atau karyawan
Notaris sehingga menjadi diketahui umum dan mengakibatkan kerugian
bagi yang bersangkutan maka Notaris bersangkutan dapat digugat
secara perdata berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata.
● Sanksi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris
Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuat dan segala keterangan
yang diperoleh guna pembuatan akta merupakan salah satu kewajiban Notaris.
Pelanggaran terhadap kewajiban merahasiakan dapat mengakibatkan Notaris
dikenakan sanksi dalam Pasal 85 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

● Izin Menggunakan Hak Ingkar Notaris


Setelah Notaris mengajukan permohonan untuk menggunakan hak ingkarnya
di hadapan majelis hakim yang akan memeriksa perkara baik secara lisan atau
tertulis, maka Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, hakim
yang akan menimbang sah tidaknya alasan permintaan tersebut.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai