Anda di halaman 1dari 135

Pertumbuhan

Dan
perkembangan
Hukum Islam
Pertama
Periode Rosulullah Saw
Periode ini sangat singkat, hanya sekitar
22 tahun beberapa bulan.
Namun periode ini berpengaruh sangat
besar terhadap Pembinaan Hukum Islam
selanjutnya.
Karena sumber utama dari Tasyri’ Islami
itu sendiri sudah sempurna pada periode ini.
Secara umum periode ini di bagi
menjadi dua masa / fase:
1. Masa Rosul masih berada di Makkah, yaitu
kurang lebih sekitar 13 tahun.
2. Masa setelah hijrahnya Rosul dari Makkah
menuju madinah, kurang lebih 10 tahun.
Fase Makkah
Selama 13 tahun masa kenabian Muhammad
Saw di Mekkah sedikit demi sedikit turun hukum.
Periode ini lebih terfokus pada:
a. Proses penanaman (ghars) tata nilai tauhid, seperti: Iman
kepada Allah, Rasulnya, hari kiamat, dan
b. Perintah untuk berakhlak mulia seperti keadilan,
kebersamaan, menepati janji dan
c. Perintah untuk menjauhi kerusakan akhlak seperti zina,
pembunuhan dan penipuan.
Fase Madinah
Yakni selama kira-kira 10 tahun
berjalan dari waktu hijrah beliau
sampai wafatnya.
Pada fase ini Islam :
• Terbina menjadi umat,
• Membentuk pemerintahan, dan
• Dakwah telah berjalan lancar.
Pengendali Kekuasaan Hukum
Pada
Periode Rosululloh
Pada masa Rasulullah, pengendali kekuasaan
Hukum adalah Rasulullah sendiri.
Tidak seorangpun umat Islam selain Rasulullah
sendiri yang mensyariatkan hukum pada suatu
kejadian, baik untuk dirinnya maupun untuk orang
lain.
Segala sesuatu yang berkaitan dengan hukum
Islam langsung ditanyakan dan diberi kata putus
oleh Rasulullah.
Rasulullah memberi fatwa, menyelesaikan
persengketaan, menjawab pertanyaan-pertanyaan
berdasarkan beberapa ayat Al-Qur’an yang di
wahyukan oleh Allah kepada beliau.
Tidak jarang pula dengan cara ijtihad
Rasulullah yang bersandar kepada ilham dari Allah,
atau berdasar kepada petunjuk akalnya.
Hukum-hukum yang dikeluarkan oleh
Rasulullah kemudian menjadi tasyri’ bagi umat
Islam dan merupakan undang-undang yang
wajib diikuti, baik hal itu :
• Bersumber dari Allah maupun
• Ijtihad Rasulullah sendiri.
Meskipun demikian tetap saja ada
beberapa sahabat yang melakukan
ijtihad sendiri untuk memutuskan
persengketaan pada sebagian
peristiwa hukum, misalnya:
1. Ali ibn Abi Thalib telah diutus oleh Rasulullah
ke Yaman sebagai qadhi.
Rasulullah bersabda kepadanya:
“Sesungguhnya Allah akan menunjuki hatimu dan
meneguhkan lisanmu.
Jika di hadapanmu duduk dua orang yang bersengketa,
janganlah engkau memberi keputusan hukum hingga engkau
mendengar keterangan dari pihak kedua sebagimana engkau
telah mendengar keterangan dari pihak pertama, karena hal
itu lebih memelihara jelasnya keputusanmu.”
‫ى‪-‬‬ ‫ُّ‬ ‫ب‬
‫ِ‬ ‫ه‬ ‫ن‬ ‫ال‬ ‫ى‬ ‫ن‬
‫ِ‬ ‫َ‬ ‫ث‬‫َ‬ ‫ع‬ ‫َ‬ ‫ب‬ ‫‪:‬‬ ‫ل‬‫َ‬ ‫ا‬ ‫َ‬ ‫ق‬ ‫ُ‬ ‫ه‬ ‫ْ‬
‫ن‬ ‫ع‬
‫َ‬ ‫ُ‬ ‫ه‬
‫َّللا‬ ‫ى‬
‫َ‬ ‫ض‬ ‫ِ‬ ‫ر‬‫َ‬ ‫ى‬
‫ٍّ‬ ‫ل‬
‫ِ‬ ‫ع‬
‫َ‬ ‫ن‬‫ْ‬ ‫ع‬‫َ‬
‫ت يَا‬ ‫اضيًا يَ ْعنِى ِإلَى ْاليَ َم ِن فَقُ ْل ُ‬ ‫صلى هللا عليه وسلم‪ -‬قَ ِ‬
‫َان‬
‫ٍّ‬ ‫ن‬ ‫س‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫أ‬ ‫ى‬ ‫و‬ ‫َ‬
‫َ ٍّ ِ‬‫ذ‬ ‫ام‬ ‫و‬ ‫ْ‬
‫ق‬ ‫َ‬ ‫أ‬ ‫ى‬ ‫َ‬ ‫ل‬ ‫َاب َوت َ ْبعَث ِ‬
‫إ‬ ‫ى‬ ‫ن‬
‫ِ‬ ‫ُ‬ ‫َّللاِ ِإنِى ش ٌّ‬ ‫سو َل ه‬ ‫َر ُ‬
‫ان‬
‫َ ِ‬ ‫م‬ ‫ص‬
‫ْ‬ ‫خ‬‫َ‬ ‫ْ‬
‫ال‬ ‫اك‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ت‬ ‫َ‬ ‫أ‬ ‫ا‬ ‫َ‬ ‫ذ‬ ‫إ‬
‫ِ‬ ‫«‬ ‫‪:‬‬ ‫ل‬ ‫َ‬ ‫ا‬ ‫َ‬ ‫ق‬ ‫م‬
‫تثه‬ ‫ُ‬ ‫ع َوا ٍّ‬ ‫عا ِلى ِبدَ َ‬ ‫قَا َل فَدَ َ‬
‫ضيَ هن َحتهى ت َ ْس َم َع ِم َن اآلخ َِر‬ ‫ِ‬ ‫ق‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫ت‬ ‫َ‬ ‫ال‬ ‫َ‬ ‫ف‬ ‫ا‬ ‫ت ِم ْن أ َ ِ َ‬
‫م‬ ‫ه‬ ‫د‬‫ِ‬ ‫ح‬ ‫َ‬ ‫س ِم ْع َ‬ ‫فَ َ‬
‫ى بَ ْعدَ ذَ ِل َك‬ ‫ه‬ ‫َ‬ ‫ل‬‫ع‬‫َ‬ ‫ف‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫ل‬ ‫َ‬ ‫ت‬ ‫اخ‬‫ْ‬ ‫ا‬ ‫م‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ف‬ ‫‪:‬‬ ‫ل‬
‫َ‬ ‫ا‬ ‫َ‬ ‫ق‬ ‫‪.‬‬ ‫»‬ ‫ك‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫ل‬ ‫ت‬ ‫ُ‬ ‫َ‬ ‫ب‬‫ْ‬ ‫ث‬‫َ‬ ‫أ‬ ‫ُ‬ ‫ه‬ ‫ه‬ ‫ن‬ ‫فِ‬
‫إ‬ ‫َ‬
‫ضا ُء‪.‬‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ق‬ ‫ْ‬
‫ال‬
2. Suatu ketika, ada dua orang sahabat sedang
dalam perjalanan.
Kemudian datang waktu shalat sedangkan
keduanya tidak mendapatkan air.
Yang seorang berijtihad dengan berwudlu dan
mengulangi shalatnya, sedangkan temannya berijtihad
bahwa shalat yang dilakukan itu sudah mencukupi dan
tidak perlu mengulang shalat lagi.
‫ى قَا َل خ ََر َج َر ُجالَ ِن ِفى‬ ‫ر‬
‫ِ ِ‬ ‫ْ‬
‫د‬ ‫خ‬ ‫ُ‬ ‫ْ‬
‫ال‬ ‫د‬ ‫ٍّ‬ ‫ي‬ ‫ع‬‫ِ‬ ‫ع ْن أ ِ َ‬
‫س‬ ‫ى‬ ‫ب‬‫َ‬ ‫َ‬
‫ص ِعيدًا‬ ‫ْس َمعَ ُه َما َما ٌء فَتَيَ هم َما َ‬ ‫ي‬ ‫َ‬
‫صال َ َ‬ ‫ل‬‫و‬ ‫ُ‬ ‫ة‬ ‫َ‬ ‫ت ال ه‬ ‫ض َر ِ‬ ‫سفَ ٍّر فَ َح َ‬ ‫َ‬
‫عادَ أ َ َحدُ ُه َما‬
‫ت فَأ ََ‬ ‫صلهيَا ث ُ هم َو َجدَا ْال َما َء فِى ْال َو ْق ِ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ف‬ ‫ا‬‫ً‬ ‫ب‬ ‫ي‬
‫ِ‬ ‫َ‬
‫ط‬
‫سو َل ه‬
‫َّللاِ ‪-‬‬ ‫ر‬ ‫ا‬‫ي‬
‫ُ ه َ َ ُ‬‫َ‬ ‫ت‬‫َ‬ ‫أ‬ ‫م‬‫ُ‬ ‫ث‬ ‫َر‬‫خ‬ ‫اآل‬ ‫د‬‫ِ‬ ‫ع‬ ‫ُ‬ ‫ي‬
‫َ َ ْ ِ‬ ‫م‬ ‫َ‬ ‫ل‬‫و‬ ‫ء‬ ‫و‬ ‫ض‬
‫ُ‬ ‫و‬ ‫ْ‬
‫صالَة َ َو ُ‬
‫ال‬ ‫ال ه‬
‫صلى هللا عليه وسلم‪ -‬فَذَ َك َرا ذَ ِل َك لَهُ فَقَا َل ِلله ِذى لَ ْم يُ ِع ْد‬
‫ضأ َ‬‫صالَت ُ َك »‪َ .‬وقَا َل ِلله ِذى ت َ َو ه‬ ‫َ‬ ‫ك‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫ت‬ ‫َ‬ ‫أ‬ ‫زَ‬ ‫ج‬
‫ْ‬ ‫َ‬ ‫أ‬‫و‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ة‬ ‫ه‬ ‫ن‬ ‫س‬
‫ُّ‬ ‫ال‬ ‫ْت‬
‫َ‬ ‫ب‬ ‫ص‬
‫«أ َ‬ ‫َ‬
‫عادَ « لَ َك األ َ ْج ُر َم هرتَي ِْن »‪.‬‬ ‫َوأ ََ‬
3. Suatu ketika Rasulullah bersabda kepada
‘Amr ibn Ash:
“Putuskanlah perkara ini.”
‘Amr menjawab:
“Apakah saya boleh berijtihad, sedangkan Rosul
ada di depanku?”
Rasul menjawab :
“Ya, jika betul maka engkau mendapat dua pahala,
dan jika keliru maka engkau mendapat satu pahala.”
‫عن عبد هللا بن عمرو أن رجلين اختصما‬
‫إلى النبي صلى هللا عليه وسلم فقال لعمرو ‪:‬‬
‫اقض بينهما فقال أقضي بينهما وأنت‬
‫حاضر يا رسول هللا قال نعم على إنك إن أصبت‬
‫فلك عشر أجور وإن اجتهدت فأخطأت فلك أجر‬
‫رواه الحاكم‬
‫اص رضي هللا عنه‬ ‫ْ‬
‫ع ْم ِرو ب ِْن العَ ِ‬ ‫ع ْن َ‬ ‫َ‬
‫سو َل َّللاِ صلى هللا عليه وسلم‬ ‫ه‬ ‫َ‬ ‫س ِم َع َر ُ‬ ‫أنه َ‬ ‫ُ‬ ‫ه‬ ‫َ‬
‫يَقُو ُل‪:‬‬
‫اب‪,‬‬ ‫ص‬ ‫َ‬ ‫أ‬ ‫م‬‫ُ‬
‫ِإذَا َح َك َم ا َ َ ِ ُ ْ َ َ ه َ َ‬
‫ث‬ ‫‪,‬‬ ‫د‬ ‫ه‬ ‫َ‬ ‫ت‬ ‫اج‬‫َ‬ ‫ف‬ ‫‪,‬‬ ‫م‬ ‫ك‬ ‫ا‬ ‫ح‬‫ل‬‫ْ‬
‫طأ َ‪,‬‬
‫اجت َ َهدَ‪ ,‬ث ُ هم أ َ ْخ َ‬‫ان‪َ .‬و ِإذَا َح َك َم‪ ,‬فَ ْ‬‫ِ‬ ‫ر‬‫َ‬ ‫ج‬
‫ْ‬ ‫َ‬ ‫أ‬ ‫ُ‬ ‫ه‬ ‫َ‬ ‫ل‬ ‫َ‬ ‫ف‬
‫ََ َ‬
Contoh kasus diatas mempunyai
pesan bahwa seseorang (sahabat)
selain Rasulullah boleh melakukan
ijtihad hanya dalam situasi yang
sangat khusus dan mendesak saja.
Keputusan para sahabat dalam kasus
diatas hanya bersifat penerapan hukum,
bukan berupa tasyri’.
Dan bukan pula undang-undang yang
ditetapkan untuk umat Islam, kecuali dengan
ketetapan dari Rasulullah.
Sumber-Sumber Hukum
pada
Periode Rosul
Perundang-undangan di masa
Rasulullah bersumber dari dua hal,
yaitu :
• Wahyu Allah dan
• ijtihad Rasulullah sendiri.
Apabila muncul permasalahan yang menghendaki
peraturan seperti perselisihan, peristiwa hukum,
pertanyaan, atau permintaan fatwa, maka Allah
mewahyukan kepada Rasul-Nya satu atau beberapa ayat
yang memuat hukum yang dikehendaki.
Kemudian Rasulullah menyampaikan wahyu yang
lantas menjadi undang-undang yang wajib diikuti itu
kepada umat Islam.
Namun apabila timbul sesuatu hal
yang memerlukan peraturan, sedang Allah
tidak mewahyukan kepada Rasulullah ayat
yang menjelaskan hukum dimaksud, maka
Rasulullah berijtihad untuk mengetahui
hukumnya.
Hasil ijtihadlah yang dipergunakan untuk
memberi keputusan, atau memberi fatwa
hukum, atau menjawab pertanyaan-pertanyaan,
atau menjawab permintaan fatwa hukum.
Sehingga ijtihad Rasulullah menjadi
peraturan yang wajib diikuti, di samping
undang-undang Allah.
Jika kita meneliti ayat-ayat hukum yang
termuat dalam Al-Qur’an dan riwayat para ahli tafsir
tentang sebab turunnya masing-masing ayat, maka
nampak jelas bahwa tiap-tiap hukum Al-Qur’an itu
disyariatkan untuk sesuatu kejadian yang
memerlukan ketetapan hukum.
Sebagai contohnya:
1. Firman Allah Swt
a. Qs. al-Baqarah ayat 217

ْ‫ش ْه ِر ْال َح َر ِام قِتَا ٍّل فِي ِه قُل‬


‫ع ِن ال ه‬ ُ َ
َ ‫يَ ْسألون ََك‬
)٢١٧(.... ‫ير‬ ٌ ‫ِقتَا ٌل ِفي ِه َك ِب‬
Artinya:
“Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan
Haram. Katakanlah: Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar…..”
b. Qs. al-Baqarah ayat 219

ْ‫ع ِن ْالخ َْم ِر َو ْال َم ْي ِس ِر قُل‬


َ َ ‫يَ ْسأ‬
‫َك‬ ‫ن‬‫و‬ ُ ‫ل‬َ
ْ
‫اس َو ِإث ُم ُه َما‬ ‫ه‬
ِ ‫ير َو َمنَا ِف ُع ِللن‬ َ ْ
ٌ ‫ِفي ِه َما ِإث ٌم ك ِب‬
ْ
)٢١٩(..... ‫أكبَ ُر ِمن نف ِع ِه َما‬َ ْ ْ َ
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah:
"Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi
manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya“….
2. Untuk mengatasi persengketaan yang sering terjadi
dalam masalah harta warisan, maka disyariatkanlah
hukum warisan.
3. Untuk mengatasi kebingungan yang menimpa sebagian
suami ketika disyariatkan hukuman qadzaf (menuduh
berzina), maka disyariatkanlah hukum mula’anah
antara suami dan istri.
4. Begitu pula hal-hal lainnya tentang sebab-sebab
turunnya ayat Al-Qur’an.
Jadi bisa disimpulkan bahwa
sumber tasyri’ pada periode
Rasululloh ini adalah:
1. Al-Qur’an
2. Al-Hadits
Apa Pengaruh Yang Diwariskan
Periode Ini Untuk Periode
Selanjutnya
1. Sumber Tasyri’ pertama, yaitu Al-Qur’an, yang
terdapat ayat-ayat ahkam didalamnya.
2. Sumber Tasyri yang kedua, yaitu ijtihad Rosul yang
dari beliau lahirlah hadits-hadits ahkam.
Kedua sumber tersebut merupakan sumber utama
dalam Tasyri’ Islami, yang semua mujtahid di setiap
generasi menjadikannya marja’ ( Rujukan pertama dan
utama )
Apabila dalam suatu permasalahan tidak
ada dalil yang qoth’i ( baik dari Al-Qur’an atau
Al-Hadits ) yang menghukuminya, maka itu
merupakan lahan untuk berijtihad.
Namun dalam berijtihad, mereka tetap
berkaca pada prinsip-prinsip umum dari kedua
sumber utama tersebut dan tidak boleh
menyelisihinya.
Kedua
Periode Shohabat ra
Periode ini di mulai sejak wafatnya
Rosulullah Saw sampai akhir abad pertama
hijriyah.
Di sebut periode Shohabat karena pada periode ini,
pemegang kekuasaan tasyri’ secara umum ada di tangan
para shohabat Rosul.
Termasuk Shohabat Anas bin Malik yang wafat pada
tahun 93 H.
Periode ini di kenal sebagai
Periode:
1. “‫ى‬
ُّ ِ‫ع‬
ِ ‫ي‬
ْ ‫ر‬ ْ
‫ش‬ ‫ه‬ ‫ت‬‫ال‬ ‫ْر‬
ُ ‫ي‬‫س‬ِ ْ
‫ف‬ ‫ه‬ ‫“الت‬, dan
2. “‫اط‬ ْ
ِ َ‫اإل ْس ِتنب‬
ِ ‫ب‬
ِ ‫ا‬ ‫ْو‬
َ ‫ب‬ َ ‫أ‬ ‫ح‬
ُ ْ ‫ت‬َ ‫”ف‬.
Setelah Nabi Muhammad wafat, Abu Bakar
terpilih sebagai pengganti beliau memimpin umat
Islam.
Ia kemudian digantikan Umar bin Khattab, lalu
diganti oleh Usman bin Affan, dan pengganti
selanjutnya adalah Ali bin Abi Thalib.
Keempatnya dikenal dengan nama Al-Khulafa’
Ar-Rasyidun.
Pengendali
Kekuasaan Tasyri’
Periode Rosul telah meninggalkan
untuk kaum muslimin undang-
undang yang terbentuk dari nash-
nash hukum dalam Al-Quran dan As-
Sunnah.
Namun, persoalannya :
1. Terdapat orang muslim yang awam,
yang hanya dapat memahami nash-
nash hukum dengan perantaraan
orang yang faham dengan nash-nash
hukum.
2.Bahwa materi undang-undang
belum tersebar secara merata
di kalangan kaum muslim
3. Bahwa materi undang-undang hanya
mensyariatkan hukum-hukum bagi
kejadian-kejadian yang terjadi ketika
disyariatkannya hukum-hukum tersebut,
namun tidak mensyariatkan hukum-hukum
bagi peristiwa yang kemungkinan terjadi di
masa mendatang.
Dengan adanya sebab-sebab
tersebut, maka para ulama di
kalangan sahabat mempunyai
kewajiban :
1. Memberikan penjelasan kepada
kaum muslimin mengenai hal-hal
yang memerlukan penjelasan dan
penafsiran ayat-ayat hukum dalam
Al Quran dan Sunnah
2. Menyebarluaskan di kalangan
kaum muslimin apa yang
mereka hafal dari ayat-ayat
dalam Al-Qur’an dan Hadits
Rosul
3. Memberi fatwa hukum kepada
orang-orang dalam peristiwa-
peristiwa hukum yang belum ada
ketentuan hukumnya dalam Al-
Qur’an dan As-Sunnah.
Kelebihan Para Ulama
di Kalangan Shohabat
dalam Memahami Syari’at
1. Mereka sangat dekat dan bertemu langsung dengan
Rosul, sehingga memudahkan mereka untuk
mengetahui Asbab An-Nuzul ayat dan Asbab Al-
Wurud hadits.
Mereka juga mengetahui penafsiran Rosul
tentang beberapa ayat, yang memudahkan mereka
untuk melakukan qiyas nash-nash yang ada
kemiripan, lalu menetapkan hukumnya.
2. Mereka memiliki tingkat pemahaman
yang tinggi terhadap bahasa Arab yang
merupakan bahasa Al-Qur’an, sehingga
mudah untuk memahami ma’na Al-
Qur’an, sebab turunnya dengan bahasa
arab.
3. Mereka banyak yang menghafal Al-
Qur’an dan As-Sunnah, menjadi
generasi pertama yang mempelajari
Ilmu Syari’at.
Sumber-sumber
Tasyri’
Sumber hukum pada periode ini
ada 3, yaitu :
1. Al-Qur’an,
2. As-Sunnah, dan
3. Ijtihad Sahabat.
a. Ijma’
b. Ra’yu
Al-Qur’an
Pada periode sahabat, khususnya saat
pemerintahan Abu Bakar, Al-Quran mulai
dibukukan.
Hal ini dikarenakan banyak sahabat
penghafal Al Quran gugur dalam
peperangan.
As-Sunnah
Pada periode ini As-Sunnah
belum dibukukan, karena
dikhawatirkan akan bercampur
dengan Al Quran.
Al-Ijma’
Ijma’ adalah :
Kesepakatan para mujtahid dari
Ummat Nabi Muhammad setelah
wafatnya beliau dalam satu zaman
( generasi ) tentang suatu masalah hukum
syar’i.
Para Ulama berdalil atas keabsahan ijma’ sebagai sumber
hukum, antara lain dengan firman Allah Swt ( An-Nisa’ : 115):

ُ‫سو َل ِم ْن بَ ْع ِد َما تَبَيه َن لَه‬ ُ ‫الر‬


‫ق ه‬ ِ ‫ق‬
ِ ‫َا‬
‫ش‬ ُ ‫ي‬ ْ
‫ن‬ ‫َو َم‬
ُ
‫ين ن َو ِل ِه َما‬ ْ ْ
َ ِ‫س ِبي ِل ال ُمؤ ِمن‬
َ ‫غي َْر‬ ‫ه‬
َ ‫ال ُهدَى َويَت ِب ْع‬ ْ
)١١٥( ‫يرا‬ ‫ص‬ ‫م‬ ْ
‫ت‬ ‫ء‬‫ا‬ ‫س‬ ‫و‬ ‫م‬‫ه‬
ً ِ َ َ َ َ َ َ َ ِ ِ ْ َ ‫ت َ َول‬
‫ن‬‫ه‬ ‫ج‬ ‫ه‬ ‫ل‬ ‫ص‬ ُ ‫ن‬‫و‬ ‫ى‬‫ه‬
Dan Barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan
mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap
kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan
Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.
Mereka juga berdalil dengan sabda Nabi
Muhammad Saw:

‫علَى‬ ‫ي‬ ‫ت‬ ‫ـ‬‫م‬ُ


َ ِ ‫ِ ُ ه‬ ‫أ‬ ‫ع‬‫م‬َ ‫ت‬ ‫ـ‬‫ج‬ْ َ ‫ت‬ َ ‫” ال‬
“ ‫ضـالَلَ ٍّة‬َ
Ummatku tidak akan bersepakat terhadap
kesesatan ( Kesalahan )
Pada masa shohabat, ijma’ lebih mudah
terjadi di bandingkan dengan zaman selain
mereka, karena mayoritas mujtahid
berada di kota Madinah yang merupakan
kiblat kaum muslimin dan tempat tinggal
kholifah.
Umar pernah meminta para shohabat untuk
tidak meninggalkan kota Madinah, sehingga
mudah bagi mereka untuk berijma’ dalam
memberikan fatwa.
Seperti ijma’ untuk mengangkat Abu Bakar
sebagai kholifah pertama dan ijma’ mereka
untuk mengumpulkan Al-Qur’an.
Ar-Ra’yu
Dalam menghadapi perkembangan kehidupan,
dengan berbagai persoalan yang memerlukan
penetapan hukum, namun tidak terdapat dalam Al
Quran dan Sunnah, para sahabat melakukan ijtihad.
Ada beberapa sahabat yang menentukan
langkah-langkah dalam berijtihad seperti Abu Bakar
dan Umar.
Pada periode ini ijtihad sahabat belum
dibukukan.
Yang di maksud Ar-Ra’yu adalah:
Mencurahkan segala upaya dalam rangka
mencari hukum dan mengeluarkannya dari
dalil yang sudah terperinci, baik dalil yang
berupa nash Al-Qur’an, As-Sunnah, qiyas, urf
atau berupa kedharuratan.
Para shohabat awalnya memang kurang
terbiasa dengan penggunaan ra’yu. Mereka
ragu dengan penggunaan ra’yu sebagai cara
beristinbat.
Namun keraguan itu sedikit demi sedikit
hilang, ketika mereka bermusyawarah untuk
mengumpulkan Al-Qur’an.
Bahkan Umarpun pernah ragu,
ketika mengambil pendapat dari Ali
Bin Abi Thalib tentang meng-qishash
banyak orang karena membunuh satu
orang.
Namun ketika Ali berkata kepadanya:
“ Bagaimana pendapatmu bila satu kaum bersama-
sama mencuri seekor unta, salah seorang mengambil satu
potongan dan yang lain mengambil satu potongan, apakah
kamu akan memotong tangan mereka? “
Umar menjawab:
“ Tentu “.
Ali berkata:
“ Demikian juga dengan mereka “.
Ketiga
Periode Tabi’in
Definisi Tabi’in
Tabi’in adalah :
“ Setiap muslim yang tidak sempat melihat Nabi
Muhammad Saw, namun mereka sempat melihat
dan bertemu shohabat, baik mereka meriwayatkan
atau tidak darinya.“
Al-Qur’an telah memberikan
isyarat tentang adanya “Generasi
Tabi’in” dengan firman-Nya di dalam
surah At-Taubah: 100
‫اج ِري َْن‬ ‫ه‬
ِ َ ُ ‫م‬ ْ
‫ال‬ ‫ن‬
َ ‫م‬
ِ ‫ون‬َ ُ ‫ل‬ ‫األو‬
‫ه‬ ‫ون‬َ ُ ‫سا ِبق‬‫َوال ه‬
‫ي ُه‬
‫َّللا‬ َ ‫ض‬ِ ‫ر‬َ ‫ان‬
ٍّ ‫س‬
َ ‫ح‬ْ ِ ‫إ‬ ‫ب‬
ِ ‫م‬
ْ ُ
‫ه‬ ‫و‬ ُ ‫ع‬ َ ‫ب‬‫ه‬ ‫ت‬ ‫ا‬ ‫ْن‬
َ ‫ي‬‫ذ‬ِ ‫ه‬ ‫ال‬ ‫و‬
َ ‫صار‬ِ ‫ن‬ْ ‫األ‬ ‫و‬ َ
‫ت ت َ ْج ِري‬ ٍّ ‫عده لَ ُه ْم َجنا‬ ََ ‫ع ْنهُ َوأ‬ َ ‫ضوا‬ ُ ‫ع ْن ُه ْم َو َر‬ َ
ُ‫ين ِفي َها أَبَدًا ذَ ِل َك ْالفَ ْوز‬ َ ‫هار خَا ِل ِد‬ ُ ‫ت َ ْحتَها األ ْن‬
)١٠٠( ‫العَ ِظ ْي ُم‬ ْ
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan
muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha
kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka
Mazhab – Mazhab Fiqh
Dasar Pemikiran
Dan
Perkembangannya
Dari sisi periodisasi sejarah, bahwa
munculnya madzhab-madzhab fiqh pada periode
ini merupakan puncak Dari perjalanan sejarah
tasyri’.
Bahwa munculnya madzhab-madzhab fiqih
itu lahir dari perkembangan sejarah sendiri,
bukan karena pengaruh hukum romawi
sebagaimana yang dituduhkan oleh para
orientalis.
Fenomena perkembangan tasyri’ pada
periode ini, seperti :
1. Tumbuh suburnya kajian-kajian ilmiah,
2. Merebaknya Kebebasan berpendapat,
3. Banyaknya fatwa-fatwa dan
4. Banyaknya Kodifikasi ilmu,
Bahwa tasyri’ memiliki keterkaitan sejarah yang
panjang dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan
lainnya.
Di samping adanya pengaruh
turun temurun dari ulama-ulama yang
hidup sebelumnya tentang timbulnya
madzhab tasyri’, ada beberapa faktor
yang mendorong, diantaranya:
1. Karena semakin meluasnya
wilayah kekuasaan Islam sehingga
hukum Islampun menghadapi
berbagai macam masyarakat yang
berbeda-beda tradisinya.
2. Munculnya ulama-ulama besar pendiri
madzhab-madzhab fiqih .
Mereka berusaha menyebarluaskan
pemahamannya dengan mendirikan pusat-pusat
studi tentang fiqh, yang diberi nama Al-Madzhab
atau Al-Madrasah, kemudian usaha tersebut
dilanjutkankan oleh murid-muridnya.
3. Permasalahan politik
Perbedaan pendapat di kalangan muslim
awal tentang masalah politik seperti
pengangkatan kholifah-kholifah dari suku apa,
ikut memberikan saham bagi munculnya berbagai
madzhab hukum islam.
Pengertian dan Sejarah
Madzhab
Dalam Fiqh Islam
1. Pengertian
Madzhab:
a. Bahasa:
ً ‫ب – َم ْذ َهبا‬ ْ
ُ ‫ب – يَذ َه‬
َ ‫ذ‬
‫ه‬
َ َ
Pendapat , Haluan / aliran, sistem
pemikiran, sesuatu yang diikuti
b. Istilah:
Paham / aliran pikiran yang merupakan
hasil ijtihad seorang mujtahid tentang hukum
dalam Islam yang digali dari ayat-ayat al-qur'an
atau hadits yang dapat diijtihadkan.
Ahmad Jazuli:
Aliran dalam fiqh yang disebabkan oleh terjadinya
perbedaan penggunaan metode sehingga berakibat pada
perbedaan pendapat dan membentuk kelompok pendukung
sebagai penerus Imamnya dan terus berkembang menjadi
madzhab tertentu.
Perbandingan madzhab merupakan terjemahan dari

" ‫ " مقارنة المذاهب‬atau " ‫" فقه مقارن‬


1.
Madzhab Hanafi
Madzhab ini didirikan oleh Abu Hanifah yang
nama lengkapnya An-Nu’man ibn Tsabit ibn Zuthi
(80-150 H).
Beliau lahir di Kufah, Irak. Beliau lahir pada
zaman dinasti Umayyah tepatnya pada zaman
kekuasaan Abdul malik ibn Marwan. Dan wafat di
kota Baghdad, Ibu Kota Irak sekarang ini.
Pada awalnya Abu hanifah adalah seorang pedagang,
atas anjuran al-Syabi ia kemudian menjadi pengembang
ilmu. Abu Hanifah belajar fiqih kepada ulama Irak ( Ahlu
Ra’yi).
Imam Abu Hanifah mengajak kepada kebebasan
berfikir dalam memecahkan masalah-masalah baru yang
belum terdapat dalam al-Qur’an dan As-Sunnah.
Ia banyak mengandalkan Qiyas (analogi) dalam
menentukan hukum.
Di bawah ini akan dipaparkan
beberapa contoh ijtihad Abu Hanifah,
diantaranya :
1. Bahwa perempuan boleh jadi hakim di
pengadilan yang tugas khususnya menangani
perkara perdata, bukan perkara pidana.
Alasannya karena perempuan tidak boleh
menjadi saksi pidana. Dengan demikian, metode
ijtihad yang digunakan adalah qiyas dengan
menjadikan kesaksian sebagai Al-Ashl dan
menjadikan hakim perempuan sebagai far’.
2. Abu hanifah dan ulama kufah
berpendapat bahwa sholat gerhana
dilakukan dua rakaat sebagaimana
sholat ’id tidak dilakukan dua kali
ruku’ dalam satu rakaat.
Imam Abu Hanifah dikenal sebagai ulama yang
luas ilmunya dan sempat pula menambah
pengalaman dalam masalah politik, karena di masa
hidupnya ia mengalami situasi perpindahan
kekuasaan dari khlifah Bani Umayyah kepada
khalifah Bani Abbasiyah, yang tentunya mengalami
perubahan situasi yang sangat berbeda antarta
kedua masa tersebut.
Madzhab hanafi berkembang karena kegigihan
murid-muridnya menyebarkan ke masyarakat luas,
namun kadang-kadang ada pendapat murid yang
bertentangan dengan pendapat gurunya, maka
itulah salah satu ciri khas fiqih Hanafiyah yang
terkadang memuat bantahan gurunya terhadap
ulama fiqih yang hidup di masanya.
Ulama Hanafiyah menyusun kitab-kitab
fiqih, diantaranya :

1.Jami’ al-Fushuli,
2.Dlarar al-Hukkam,
3.Kitab al-Fiqh
4.Qawaid al-Fiqh, dan lain-lain.
Dasar-dasar Madzhab Hanafi
adalah :
1. Al-Qur’an Al-Karim
2. Sunnah Rosul ( Al-Hadits )
3. Ijma’
4. Fatwa ( Atsar ) sahabat
5. Qiyas
6. Istihsan
7. Adat dan ‘Urf masyarakat
2.
Madzhab Maliki
Madzhab ini dibangun oleh
Seorang Ulama Tabi’in, Malik bin Anas.
Ia dilahirkan di Madinah pada
tahun 93 H, dan wafat di kota yang
sama pada tahun 179 H.
Dasar madzhab Maliki
dalam menentukan hukum
adalah :
1. Al-Qur’an
2. As-Sunnah
3. Amalan Ahlu Al-Madinah
4. Fatwa-Fatwa Shohabat
5. Al-Ijma’
6. Al-Qiyas
7. Al-Istihsan
8. Al-Istishhab
9. Al-Maslahah Al-Mursalah
10. Al-’Urf
11. Adz-Dzari’ah
3.
Madzhab Syafi’i
Madzhab ini didirikan oleh Imam Muhammad
bin Idris Asy-Syafi’i.
Imam Asy-Syafi’i lahir Di Palestina ( Gaza )
pada tahun 150 H, dan wafat di Mesir pada tahun
204 H.
Madzhab fiqh Asy-Syafi’i ( dinilai oleh banyak
peneliti / pengkaji ) merupakan perpaduan antara
madzhab Hanafi dan madzhab Maliki.
Madzhab ini terdiri dari dua
pendapat, yaitu :
1. Qoul Qodim ( pendapat lama) di Irak
dan
2. Qoul Jadid ( pendapat baru ) di Mesir.
Cara
Imam Asy-Syafi’i
berijtihad
Dalam kontek fiqihnya, Asy-Syafi’i
mengemukakan pemikiran bahwa hukum Islam
bersumber pada al-Qur’an dan al-Sunnah serta
Ijma’ dan apabila ketiganya belum
memaparkan ketentuan hukum yang jelas,
beliau mempelajari perkataan-perkataan
sahabat dan baru yang terakhir melakukan
qiyas dan istishab.
Dasar Imam Asy- Syafi’i
dalam menentukan hukum
adalah :
Jadi secara umum, dasar-dasar
mazhabnya dalam mengistinbatkan hukum
adalah:
1. Al-Qur’an
2. As-Sunnah
3. Al-Ijma’
4. Qoul shohabi
5. Al-Qiyas
6. Istishhab
7. Al-Maslahah al-Mursalah
4.
Madzhab Hambali
Pendiri Mazhab Hambali ialah:

Al-Imam Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal


bin Hilal As-Syaibani.
Beliau lahir di Bagdad pada tahun 164 H.
dan wafat tahun 241 H.
Ahmad bin Hanbal adalah seorang Imam yang
banyak berkunjung ke berbagai negara untuk
mencari ilmu pengetahuan, antara lain: Suriah,
Maroko, Aljazair, Persia, Hijaz, Yaman, Kufah dan
Basroh dll
Dan beliau dapat menghimpun sejumlah
40.000 hadis dalam kitab Musnadnya.
Adapun dasar-dasar mazhabnya
dalam mengistinbatkan hukum
adalah:
1. Al-Qur-an
2. Al-Hadits.
3. Al-Ijma’ .
4. Qoul Sahabi.
5. Hadits Mursal atau Hadits Doif ( ringan ).
6. Qiyas.
Dasar-dasar fatwa Ahmad bin Hanbal ini terdapat
di dalam kitab madzhabnya: “aI-I’laamul
Muwaaqi’in.”
Beberapa Madzhab Fiqh
Yang Tidak Berkembang
1. Madzhab Al-Auza’i
2. Madzhab Dawud Adh-Dhohiri
3. Madzhab Ath-Thobari
4. Madzhab Ats-Tsauri
5. Madzhab Al-Laitsi
6. dll
Periode
Setelah
Imam Madzhab
Atau yang juga biasa
di sebut dengan:
Periode
Athba’ Fuqaha’
dan
Ulama Murajjihin
Melalui para muridnya, para Imam
Madzhab telah berhasil menyusun
hasil ijtihadnya dalam bentuk kitab
fiqh yang jadi pedoman beramal bagi
pengikutnya.
Singkatnya:
1.Dampak Positif

Kitab-kitab madzhab bermanfaat


sebagai pedoman yang memudahkan
pengikutnya dalam menerapkan hukum.
2. Dampak negatif

Para pengikiut madzhab merasa puas,


sehingga tidak merasa perlu atau tidak
terdorong untuk berijtihad.
Hal ini menyebabkan lemahnya daya
ijtihad.
Sehingga apabila datang permasalahan,
mereka cukup mengikuti apa yang telah
ditetapkan oleh Imam Madzhabnya, kadang-
kadang tanpa mempertanyakan:
• Relevansi dan ketepatan
• Dalil yang digunakannya
• Apakah dapat diterapkan di tempat dan masa kemudian
yang sudah sangat jauh berubah ?
Maka masa tersebut di dalam
sejarah Tasyri’, di kenal sebagai
Masa Taqlid, yang berlangsung
sangat lama.
Yang dilakukan para Ulama pada masa itu,
dalam bentuk penulisan fiqh sebagai berikut:
1.) Matan.
Mengumpulkan masalah-masalah pokok dengan uraian singkat
2). Syarh.
Mengomentari / menjelaskan kitabmatan
3). Hasyiyah.
Yang merupakan komentar dari syarkh.
4). Khulashah
Kitab yang sudah disyarakh dan di beri hasyiyah, dibuat
ringkasannya.
Kondisi pada masa pudarnya kegiatan
ijtihad dan berkembangnya taqlid itu
diperparah dengan keadaan negara-negara
yang penduduk mayoritasnya muslim, yang
hampir semuanya jatuh di bawah penjajahan
kolonial Barat.
Secara berangsur-angsur hukum barat
diberlakukan oleh penguasa kolonial di
negara jajahannya.
Hukum fiqh yang pada awalnya masih
diterapkan sebagai hukum positif di samping
huku barat, kemudian terdesak oleh hukum
barat yang mendominasi hukum negara
mayoritas muslim.
Di beberapa negara muslim, fiqh yang dulunya
melingkupi seluruh bidang hukum, akhirnya yang
tersisa sebagai hukum positif hanyalah fiqh:

ُ
) ‫صيهة‬
ِ ْ
‫خ‬ ‫ه‬
‫ش‬ ‫ال‬ ُ
‫ل‬ َ
‫( األ ْح َوا‬
Yang melingkupi pernikahan, kewarisan, di
samping soal ibadah Khusus.
Periode
Kebangkitan Kembali
Daya Ijtihad
Boleh jadi karena di dorong oleh rasa bersalah atau
berdosa berkepanjangan karena dalam kegiatan sehari-
hari melaksanakan hukum yang bukan hukum Islam yang
di ancam Alloh Swt di dalam Al-Qur’an, surah Al-Maidah:
44, 45 dan 47.
Dalam perkembangannya semakin nyata kesadaran
dari sebagian Umat Islam untuk mengembalikan kejayaan
Hukum Islam dengan melaksanakannya kembali dalam
setiap aspek kehidupan manusia.
َ
‫َو َم ْن لَ ْم يَ ْح ُك ْم ِب َما أنزَ َل‬
ْ
ْ َ ُ
َ ‫َّللاُ فَأول ِئ َك ُه ُم ال َكا ِف ُر‬
‫ون‬ ‫ه‬
)٤٤(
…. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa
yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang
َ
‫َو َم ْن لَ ْم يَ ْح ُك ْم ِب َما أنزَ َل‬
ْ
‫ه‬ َ ُ
‫َّللاُ فَأول ِئ َك ُه ُم الظا ِل ُمو َن‬‫ه‬
)٤٥(
…. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut
َ
‫َو َم ْن لَ ْم يَ ْح ُك ْم ِب َما أنزَ َل‬
ْ
‫ون‬
َ ِ ُ ‫ق‬ ‫س‬‫ا‬َ ‫ف‬ ْ
‫ال‬ ‫م‬
ُ ُ
‫ه‬ ‫ك‬َ ‫ئ‬
ِ َ ‫ل‬‫و‬ُ ‫أ‬َ ‫ف‬ ُ ‫ه‬
‫َّللا‬
)٤٧(
…. Barangsiapa tidak memutuskan perkara
menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka
Wassalaam …….

Anda mungkin juga menyukai