Anda di halaman 1dari 91

PATOFISIOLOGI

RESPIRASI
D-IV FISIOTERAPI
POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III
2019

KIRIYADI, SST.Ft
RESPIRASI / PERNAPASAN ADALAH :

Usaha tubuh untuk memenuhi kebutuhan O2 untuk


proses metabolisme dan mengeluarkan CO2
sebagai hasil metabolisme dengan perantara organ
paru dan saluran napas bersama kardiovaskuler
sehingga dihasilkan darah yang kaya oksigen
3 TAHAP RESPIRASI

1. Ventilasi : peristiwa masuk dan keluarnya udara ke dalam paru

1. Difusi : perpindahan O2 darah alveoli ke dalam darah dan CO2


dari darah ke alveoli

1. Perfusi : distribusi darah ke dalam paru


Zona konduksi / ruang rugi anatomis :
• Trakea ~ bronkiolus terminalis
• Bagian saluran napas tempat aliran udara dari luar ke dalam
paru

Zona respirasi :
• Bronkiolus respiratori ~ alveolus
• Berfungsi untuk proses pertukaran gas (difusi)
GANGGUAN PADA FAAL PARU

A. Gangguan ventilasi

B. Gangguan difusi

C. Gangguan perfusi
A. GANGGUAN VENTILASI

1. RESTRIKSI

1. OBSTRUKSI
1. RESTRIKSI

gangguan pengembangan paru oleh sebab apapun.


• Semua volume statis paru mengecil : KV, KPT, VR, VCE, KRF
• VEP1 / KVP masih diatas 75%
• Gambaran flow volum loop = N (ukuran lebih kecil)
KELAINAN RESTRIKSI

• Parameter = KV
• KV 80 - 120% nilai prediksi = N
• KV < 80% nilai prediksi = restriksi
• KV > 120% = hiperinflasi
2. OBSTRUKSI

gangguan saluran napas baik struktural / fungsional yang


menimbulkan perlambatan arus respirasi .
• Beberapa volume meningkat yaitu VR & KPT
• KV dapat turun atau normal
• VEP1 / KVP < 75%
• Flow volum loop pada ekspirasi akan melandai / cekung
KELAINAN OBSTRUKSI

• Intra luminer : ~ tumor paru ~ sumbatan oleh


sekret ~ benda asing
• Ekstra luminer : ~ tumor yang menekan bronkus ~
jaringan peyanggah kurang (emfisema)
• Penebalan mukosa (hiperplasia & hipertrofi) :
bronkitis kronik
KELAINAN PARENKIM PARU
• Tumor paru
• Pneumonia
• Abses paru
• Edema paru
• Atelektasis
• Fibrosis paru :
✔ TB
✔ Penyakit paru fibrosis
✔ Pneumokoniosis : asbestosis, silikosis
✔ Penyakit kolagen : RA, LE, sarkoidosis
✔ Penyakit interstisial paru
KELAINAN PLEURA

• Efusi pleura
• Pneumotoraks
• Pleuritis sicca / schwarte
• Tumor pleura
KELAINAN DINDING DADA /MUSKULOSKELETAL

• Patah iga
• Obesitas
• Pektus ekskavatus
• Skoliosis
• Khiposis
• Gibbus
B. KELAINAN DIFUSI

Untuk berdifusi O2 harus melewati :


• Dinding alveolus
• Jaringan interstisial
• Endotel kapiler
• Plasma
• Dinding eritrosit Kelainan pada salah satu atau lebih sekat
pemisah
• proses difusi terhambat
• Dinding alveoli :
✔ pneumonia
✔ edema paru
✔ atelektasis
✔ fibrosis
• Jaringan interstisial : pneumonia, edema paru
• Endotel kapiler : arteritis nodosa
• Dinding eritrosit : sikel sel anemia
• Lain-lain : ~ Hb kurang ~ Volume paru berkurang (atelektasis,
tumor paru) ~ Aliran darah turun (dekompensasi kordis, emboli
paru)
C. KELAINAN PERFUSI

Aliran darah di paru terganggu bila ada :


• Sumbatan pada pembuluh darah misal : emboli
paru
• Perlambatan aliran darah misal : dekompensasi
kordis
EMFISEMA PARU
DEFINISI EMFISEMA PARU

• Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah


penyempitan (obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di
paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan
yang luas.
EPIDEMIOLOGI EMFISEMA PARU

• Menurut CDC, emfisema menyebabkan 64,3 kematian per 100.000


populasi pada orang dewasa berusia diatas 25 tahun. Rasio ini
berbeda pada setiap lokasi di Amerika, dengan persentase angka
kematian terendah terdapat di Hawai (27,1 kematian per 100.000
populasi) dan persentase tertinggi di Oklahoma (93,6 kematian per
100.000 populasi).
• Emfisema terdapat pada 65% laki-laki dan 15% Wanita
ETIOLOGI EMFISEMA PARU

Didapat:
• Bronkhitis Kronis yang berkaitan dengan merokok
• Mengisap asap rokok/debu
• Pengaruh usia

• Genetik :
• Defesiensi alfa 1 antitripsin adalah satu kelainan yang diturunkan
secara autosom resesif.
PATOFISIOLOGI

• emfisema merupakan kelainan dimana terjadi kerusakan


pada dinding alveolus yang akan menyebabkan over distensi
permanen ruang udara. Perjalanan udara akan terganggu akibat
dari perubahan ini. Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema
merupakan akibat dari adanya destruksi dinding (septum)
diantara alveoli, Jalan napas kolaps sebagian, dan kehilangan
elastisitas untuk mengerut atau recoil. Pada saaat alveoli dan
septum kolaps, udara akan tertahan diantara ruang alveolus
(disebut Blebs) dan diantara parenkim paru-paru (disebut bullae)
• Proses ini akan menyebabkan meningkatkan ventilatori pada ‘dead
space’ atau area yang tidak mengalami pertukaran gas atau darah.
• Kerja napas meningkat dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi
jaringan paru-paru untuk melakukan pertukaran O2 dan CO2.
• Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru-
paru,selanjutnya terjadi penurunan perfusi O2 dan penurunan
ventilasi. Emfisema masih dianggap normal jika sesuai dengan
usia, tetapi jika hal ini timbul pada pasien yang berusia muda
biasanya berhubungan dengan bronkhitis kronis dan merokok.
GEJALA

• Pada awal gejalanya serupa dengan bronkhitis Kronis


• Napas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit
(Wheezing)
• Dada berbentuk seperti tong (Barrel Chest/Emfisematis),
otot leher tampak menonjol, penderita sampai membungkuk
(Kifosis)
• Bibir tampak kebiruan
• Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun
• Batuk menahun.
• Mudah lelah (Low Endurance)
KOMPLIKASI

• Sering mengalami infeksi ulang pada saluran pernapasan


• Daya tahan tubuh kurang sempurna
• Proses peradangan yang kronis di saluran napas
• Tingkat kerusakan paru makin parah.
PENCEGAHAN

• Berhenti merokok
• Patuhi perturan keamanan di tempat kerja seperti memakai
masker.
Penyakit Paru Obstruksi
Kronik (PPOK)
DEFINISI PPOK

• Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang


dapat dicegah dan diobati, dengan ciri adanya hambatan aliran
udara yang menetap (persisten) yang biasanya progresif dan
disertai peningkatan respon inflamasi yang kronik pada paru dan
saluran pernapasan terhadap gas atau partikel yang berbahaya
(noxious). Eksaserbasi dan komorbid mengakibatkan keseluruhan
keparahan pada penderita. Definisi yang baru ini tidak lagi
menyebut hambatan aliran udara yang reversibel sebagian. (GOLD,
2017; PDPI, 2010)
EPIDEMIOLOGI

Di Indonesia, PPOK merupakan masalah kesehatan umum dan


menyerang sekitar 10% penduduk usia 40 tahun ke atas. Jumlah
kasus PPOK memiliki kecenderungan untuk meningkat. Berdasarkan
pada Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986, PPOK menduduki
peringkat ke-5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10
penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan
angka kematian karena asma, bronkitis kronik dan emfisema
menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di
Indonesia.
ETIOLOGI

• faktor lingkungan dan gaya hidup.


• Merokok
• asap rokok
• Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan,
• Polusi di luar ruangan (gas buang kendaraan bermotor dan debu
jalanan,
• Jenis kelamin maupun usia.
PATOFISIOLOGI

• Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama pada


PPOK yang diakibatkan oleh adanya perubahan yang khas pada
saluran nafas bagian proksimal, perifer, parenkim dan
vaskularisasi paru yang dikarenakan adanya suatu inflamasi yang
kronik dan perubahan struktural pada paru. Terjadinya
peningkatan penebalan pada saluran nafas kecil dengan
peningkatan formasi folikel limfoid dan deposisi kolagen dalam
dinding luar saluran nafas mengakibatkan restriksi pembukaan
jalan nafas. Lumen saluran nafas kecil berkurang akibat
penebalan mukosa yang mengandung eksudat inflamasi, yang
meningkat sesuai berat sakit.
Dalam menilai gambaran klinis pada PPOK harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

• a. Onset (awal terjadinya penyakit) biasanya pada usia


pertengahan,
• b. Perkembangan gejala bersifat progresif lambat
• C. Riwayat pajanan, seperti merokok, polusi udara (di dalam
ruangan, luar ruangan,
• dan tempat kerja)
• d. Sesak pada saat melakukan aktivitas
• e. Hambatan aliran udara umumnya ireversibel (tidak bisa kembali
normal).
DIAGNOSIS DAN KLASIFIKASI (DERAJAT)
PPOK

• Dalam mendiagnosis PPOK dimulai dari anamnesis, pemeriksaan


fisik, dan pemeriksaan penunjang (foto toraks, spirometri dan
lain-lain). Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
foto toraks dapat menentukan PPOK Klinis. Apabila dilanjutkan
dengan pemeriksaan spirometri akan dapat menentukan diagnosis
PPOK sesuai derajat (PPOK ringan, PPOK sedang, dan PPOK berat)
DIAGNOSIS PPOK KLINIS DITEGAKKAN
APABILA:
• 1) Anamnesis:
• a) Ada faktor risiko
• ~ Usia (pertengahan) ~ Riwayat pajanan
• -Asap rokok -Polusi udara -Polusi tempat kerja
• b) Gejala:
• Gejala PPOK terutama berkaitan dengan respirasi. Keluhan respirasi ini harus diperiksa
dengan teliti karena seringkali dianggap sebagai gejala yang biasa terjadi pada proses
penuaan.
• Batuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan yang tidak hilang dengan
pengobatan yang diberikan
• Berdahak kronik
• Kadang kadang pasien menyatakan hanya berdahak terus menerus tanpa disertai batuk
• Sesak nafas, terutama pada saat melakukan aktivitas
• Berdahak kronik
• Kadang kadang pasien menyatakan hanya berdahak terus menerus
tanpa
• disertai batuk ~ Sesak nafas, terutama pada saat melakukan
aktivitas
• Seringkali pasien sudah mengalami adaptasi dengan sesak nafas
yang bersifat progressif lambat sehingga sesak ini tidak
dikeluhkan. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, gunakan
ukuran sesak napas sesuai skala
SKALA PENILAIAN SESAK
OBJEKTIF

Inspeksi –
• Bentuk dada: barrel chest (dada seperti tong)
• Terdapat cara bernapas purse lips breathing (seperti orang meniup)
• Terlihat penggunaan dan hipertrofi (pembesaran) otot bantu nafas - Pelebaran sela iga

Perkusi
• - Hipersonor
Auskultasi
• Fremitus melemah,
• Suara nafas vesikuler melemah atau normal
• ekspirasi memanjang
• Mengi (biasanya timbul pada eksaserbasi) –
• Ronki

Klasifikasi PPOK berdasarkan Global Initiative for Chronic Lung Disease

Derajat Karakteristik

0 : Beresiko Spirometri normal


Gejala kronik (batuk, produksi sputum)

1 : Ringan FEV1/FVC <70%


FEV1 ≥ 80%
Dengan atau tanpa gejala kronik (batuk, produksi sputum)

2 : Sedang FEV1/ FVC < 70%


FEV1 ≥30%-80%
(IIa) FEV1 ≥50%-80%
(Iib) FEV1 ≥ 30%-50%
Dengan atau tanpa gejala kronik (batuk, produksi sputum, sesak)

3 : Berat FEV1/FVC <70%


FEV1 <30% atau FEV1 <50% ditambah gejala gagal napas atau gejala gagal
jantung kanan10
PEMERIKSAAN PENYAKIT PPOK

• Pemeriksaan Fungsi Paru (Spirometri)


• Foto toraks
• Kadar Hb
• Analisis gas darah
• Apusan sampel dahak, kultur, dan tes sensitivitas antibiotic
• EKG
• Ekokardiografi
PEMERIKSAAN PENUNJANG:

• Radiologi (foto toraks)


• Spirometri
• Laboratorium darah rutin (timbulnya polisitemia menunjukkan
telah terjadi hipoksia kronik)
• Analisa gas darah
• Mikrobiologi sputum (diperlukan untuk pemilihan antibiotik bila
terjadi eksaserbasi)
CATATAN

• Dinyatakan PPOK (secara klinis) apabila sekurang-kurangnya pada anamnesis


ditemukan adanya riwayat pajanan faktor risiko disertai batuk kronik dan
berdahak dengan sesak nafas terutama pada saat melakukan aktivitas pada
seseorang yang berusia pertengahan atau yang lebih tua.
• Untuk penegakkan diagnosis PPOK perlu disingkirkan kemungkinan adanya asma
bronkial bronkial, gagal jantung kongestif, TB Paru, dan sindrome obtruktif
pasca TB Paru. Penegakkan diagnosis PPOK secara klinis dilakasanakan di
puskesmas atau rumah sakit tanpa fasilitas spirometri. Sedangkan penegakkan
diagnosis dan penentuan klasifikasi (derajat) PPOK sesuai dengan ketentuan
Perkumpulan Dokter Paru Indonesia (PDPI)/Gold tahun 2005, dilaksanakan di
rumah sakit/fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki spirometri.
DIAGNOSA BANDING
ASMA BRONCHIALE
DEFINISI ASMA

• Asma adalah gangguan inflamasi kronik


saluran napas yang melibatkan banyak sel
dan elemennya. Inflamasi kronik
menyebabkan peningkatan hiperesponsif
jalan napas yang menimbulkan gejala
episodik berulang berupa mengi, sesak
napas, dada terasa berat dan batuk-batuk
terutama malam dan atau dini hari.
Episodik tersebut berhubungan dengan
obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi
dan seringkali bersifat reversibel dengan
atau tanpa pengobatan.
EPIDEMIOLOGI ASMA

• Mengacu pada data dari WHO, saat ini ada sekitar 300 juta orang yang
menderita asma di seluruh dunia. Terdapat sekitar 250.000 kematian yang
disebabkan oleh serangan asma setiap tahunnya

• Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, melaporkan prevalensi asma di


Indonesia adalah 4,5% dari populasi, dengan jumlah kumulatif kasus asma
sekitar 11.179.032. Asma berpengaruh pada disabilitas dan kematian dini
terutama pada anak usia 10-14 tahun dan orang tua usia 75-79 tahun.

• Saat ini, asma termasuk dalam 14 besar penyakit yang menyebabkan


disabilitas di seluruh dunia
FAKTOR RESIKO ASMA
PATOFISIOLOGI ASMA
Asma merupakan inflamasi kronik
saluran napas. Berbagai sel inflamasi
berperan terutama sel mast, eosinofil,
sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan
sel epitel. Faktor lingkungan dan
berbagai faktor lain berperan sebagai
penyebab atau pencetus inflamasi
saluran napas pada penderita asma.
Inflamasi terdapat pada berbagai
derajat asma baik pada asma
intermiten maupun asma persisten.
Inflamasi dapat ditemukan pada
berbagai bentuk asma seperti asma
alergik, asma nonalergik, asma kerja
dan asma yang dicetuskan aspirin.
LANJUTAN PATOFISIOLOGI ASMA
Inflamasi Akut
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor
antara lain alergen, virus, iritan yang dapat menginduksi
respons inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma tipe cepat
mengakibatkan kontraksi otot polos bronkus dan pada sejumlah
kasus diikuti reaksi asma tipe lambat.

Inflamasi Kronik
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel
tersebut ialah limfosit T, eosinofil, makrofag , sel mast, sel
epitel, fibroblast dan otot polos bronkus.

Airway Remodelling
Proses inflamasi kronik pada asma akan meimbulkan kerusakan
jaringan yang secara fisiologis akan diikuti oleh proses
penyembuhan (healing process) yang menghasilkan perbaikan
(repair) dan pergantian selsel mati/rusak dengan sel-sel yang
baru.
PENEGAKAN DIAGNOSA

• Studi epidemiologi menunjukkan asma underdiagnosed di seluruh dunia,


disebabkan berbagai hal antara lain gambaran klinis yang tidak khas dan
gejala yang bersifat episodik sehingga penderita tidak merasa perlu ke
dokter.

• Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa
batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang
berkaitan dengan cuaca.

• Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan


pemeriksaan jasmani (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi, dan
pemeriksaan penunjang) dan pengukuran faal paru terutama reversibiliti
kelainan faal paru,
TANDA DAN GEJALA

• Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa


pengobatan
• Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan
berdahak
• Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari Diawali oleh
faktor pencetus yang bersifat individu
• Respons terhadap pemberian bronkodilator
DIAGNOSA BANDING

Dewasa Anak
• Penyakit Paru Obstruksi Kronik • Benda asing di saluran napas
• Bronkitis kronik • Laringotrakeomalasia
• Gagal Jantung Kongestif • Pembesaran kelenjar limfe
• Batuk kronik akibat lain-lain • Tumor
• Stenosis trakea
• Disfungsi larings
• Bronkiolitis
• Obstruksi mekanis (misal tumor)
• Emboli Paru
TUJUAN PENATALAKSANAAN ASMA

• 1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma


• 2. Mencegah eksaserbasi akut
• 3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal
mungkin
• 4. Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise
• 5. Menghindari efek samping obat
• 6. Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation)
ireversibel
• 7. Mencegah kematian karena asma
ASMA DIKATAKAN TERKONTROL BILA :

• 1. Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam


2. Tidak ada keterbatasan aktiviti termasuk exercise
• 3. Kebutuhan bronkodilator (agonis 2 kerja singkat) minimal
(idealnya tidak diperlukan)
• 4. Variasi harian APE kurang dari 20%
• 5. Nilai APE normal atau mendekati normal
• 6. Efek samping obat minimal (tidak ada)
• 7. Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat
BRONKITIS KRONIS
DEFINISI BRONKITIS KRONIS

Bronkitis kronis adalah suatu penyakit yang ditandaidengan batuk


dan berlebihan sekresi lendir di pohon tracheobronchial.Perubahan
bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan
dalamdinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis dan
otot-otot polos bronkus. Hal ini dapat memblok aliran udara ke
paru-paru dan dapat merusaknya.
EPIDEMIOLOGI

• Hasil penelitian mengenai penyakit bronkitis di India, datayang


diperoleh untuk usia penderita ( ≥ 60 tahun) sekitar 7,5%,untuk
yang berusia (≥ 30-40 tahun) sekitar 5,7% dan untuk yang berusia
(≥ 15-20 tahun) sekitar 3,6%. Selain itu penderita bronkitisini juga
cenderung kasusnya lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan pada
perempuan, hal ini dipicu dengan keaktivitasan merokok yang
lebih cenderung banyak dilakukan oleh kaum laki-laki.
ETIOLOGI

1. spesifik
a. Asma
b. Infeksi kronik saluran napas bagian atas (misalnya sinobronchitis).
c. Infeksi, misalnya bertambahnya kontak dengan virus, infeksi mycoplasma,
chlamydia, pertusis, tuberkulosis, fungi/jamur.
d. penyakit paru yang telah ada misalnya bronchiectasis.
e. Sindrom aspirasi
f. Penekanan pada saluran napas,dll

2. Non spesifik
a. Asap rokok
b. Polusi udara (Muttaqin, 2008)
PATOFISIOLOGI

Patologi dari bronkitis adalah hipertrofi dan hiperplasia kelenjar


mukus bronkus, dimana dapat menyebabkan penyempitan pada
saluran bronkus, sehingga diameter bronkus ini menebal lebih dari
30-40% dari normal. Terdapat juga peradangan difus, penambahan sel
mononuklear di submukosa trakeo bronkial, metaplasia epitel bronkus
dan silia berkurang. Hal ini menyebabkan terjadinya penyempitan
jalan napas sehingga menyebabkan obstruksi jalan napas
dan menimbulkan sesak (Phee, 2003).
KLASIFIKASI BRONKITIS KRONIS

• Bronkitis kronis ringan ( simple chronic bronchitis), ditandai


dengan batuk berdahak dan keluhan lain yang ringan.

• Bronkitis kronis mukopurulen ( chronic mucupurulent bronchitis),


ditandaidengan batuk berdahak kental, purulen
(berwarna kekuningan).

• Bronkitis kronis dengan penyempitan saluran napas ( chronic


bronchitiswith obstruction ), ditandai dengan batuk berdahak yang
disertai dengansesak napas berat dan suara mengi.
MANIFESTASI KLINIS

• sering batuk
• produksi sputum berlebihan
• dahak mungkin jelas, kekuningan, atau kehijauan (tergantung pada infeksi
bakteri,dan kadang-kadang bercampur dengan darah jika pembuluh darah kecil yang
pecah)
• sesak napas, merupakan gejala umum lain dari bronkitiskronis dan secara bertahap
meningkat dengan tingkat keparahan penyakit.

Seseorang didiagnosis bronkitis kronik ketika mengalami batuk berdahak selama


palingsedikit tiga bulan selama dua tahun berturut-
turut. Pada bronkitis kronik mungkin saja seorang penderita mengalami bronkitis akut
diantara episode kroniknya, dan batuk mungkin saa hilang namun akan muncul kembali
CARA MENGATASI

• Berolahraga secara teratur


• Menghentikan kebiasaan merokok
• Menjaga kelembapan ruangan
• Mengupayakan waktu yang cukup untuk istirahat
• Menjaga berat badan tetap ideal
BRONKIEKTASIS
DEFINISI BRONKIEKTASIS

• Bronkiektasis adalah kelainan kronik yang ditandai dengan dilatasi bronkus secara
permanen, disertai proses inflamasi pada dinding bronkus dan parenkim paru
sekitarnya. Manifestasi klinis primer bronkiektasis adalah terjadinya infeksi yang
berulang, kronis, atau refrakter, dengan gejala sisa yang terjadi adalah batuk
darah, obstruksi saluran napas kronis, dan gangguan bernapas secara progresif

• Bronkiektasis adalah kondisi ketika saluran bronkus yang terdapat di dalam paru-
paru mengalami kerusakan, penebalan, atau pelebaran secara permanen, dan
dapat terjadi pada lebih dari satu cabang bronkus. Kerusakan tersebut
menyebabkan bakteri dan cairan mukus lebih mudah terkumpul di dalam bronkus
yang dapat memicu penyumbatan saluran udara dan infeksi berulang. Penderita
bronkiektasis akan lebih mudah terkena infeksi bakteri yang dapat memperparah
kerusakan bronkus. (PDPI 2018)
ETIOLOGI

• Penyakit jaringan ikat


• Aspergilosis bronkopulmoner alergika (ABPA)
• Cystis fibrosis
• Penyakit paru-paru obstruktif kronis (PPOK)
• Infeksi paru-paru sewaktu kecil
• Imunodefisiensi – Genetik dan Non Genetik (Defesiensi alfa 1
antitripsin, HIV, TB)
• Aspirasi
• Kelainan silia.
PATOFISIOLOGI

• Bronkiektasis adalah dilatasi abnormal bronkus proksimal dan


menengah (>2mm) yang disebabkan oleh melemahnya atau
perusakan komponen otot dan elastis dinding bronkus. Daerah
yang terkena bisa menunjukkan berbagai perubahan, termasuk
peradangan transmural, edema, jaringan parut, dan ulserasi, di
antara temuan lainnya. Parenkim paru distal juga mungkin
rusak sekunder terhadap infeksi mikroba persisten dan
pneumonia postobstructive sering. Bronkiektasis dapat bawaan
tetapi paling sering diperoleh (Emmons,dkk. 2008).
MANIFESTASI KLINIS

Gejala utama yang dapat diamati dari penderita bronkiektasis adalah batuk berdahak yang
tidak mereda meskipun diobati. Dahak yang dihasilkan dari batuk akibat bronkiektasis dapat
berwarna bening, kuning pucat, atau kuning kehijauan. Gejala lainnya adalah:
• Mengi.
• Sesak napas.
• Nyeri sendi.
• Perubahan bentuk ujung-ujung jari yang dinamakan clubbing finger,di mana kuku menebal
dan bentuk ujung jari menjadi bulat.
• Batuk mengeluarkan darah atau dahak dari batuk bercampur dengan darah.
• Mengalami infeksi saluran pernapasan berulang.
• Kehilangan berat badan.
• Lelah.
Jika penderita bronkiektasis mengalami infeksi sekunder akibat kerusakan
bronkus, gejala munculnya infeksi antara lain:
• Tidak enak badan.
• Nyeri menusuk di dada yang semakin terasa ketika bernapas.
• Batuk yang semakin memburuk dengan dahak yang mengental, berubah warna
menjadi lebih kehijauan, dan meneluarkan bau tidak sedap.
• Merasa sangat lelah.
• Sesak napas yang semakin memburuk.
• Batuk mengeluarkan darah.
Jika gejala-gejala berikut sudah muncul, berarti infeksi paru-paru yang dipicu
bronkiektasis sudah memburuk dan perlu dirawat di rumah sakit. Gejala-gejala
infeksi paru-paru yang perlu diperhatikan adalah:

• Sianosis, yaitu kulit dan bibir dan bibir tampak kebiruan.


• Bingung dan gangguan mental.
• Napas lebih cepat, lebih dari 25 kali per menit.
• Nyeri dada parah yang menyebabkan sulit bernapas dan sulit batuk untuk
mengeluarkan dahak.
• Demam dengan suhu di atas 38°C.
PENGOBATAN BRONKIEKTASIS

• Meringankan gejala bronkiektasis


• Pemberian antibiotik
• Obat Antiinflamasi
• Bronkodilator / Pengencer Dahak
• Latihan teknik siklus aktif bernapas (active cycle of breathing
technique/ACBT)
• Pembedahan
KOMPLIKASI BRONKIEKTASISI

• Komplikasi akibat bronkiektasisi yang paling berbahaya adalah batuk mengeluarkan darah
yang sangat hebat (hemoptisis). Kondisi ini terjadi akibat salah satu bagian pembuluh
darah yang menyediakan darah bagi paru-paru terbuka dan mengalami perdarahan.
Gejala hemoptisis antara lain adalah:
• Batuk berdarah lebih dari 100 ml selama 24 jam.
• Sulit bernapas yang disebabkan oleh darah menghalangi aliran udara di paru-paru.
• Kepala berkunang-kunang.
• Pusing.
• Kedinginan dan kulit terasa basah dan dingin akibat kehilangan darah dalam jumlah
banyak.
• Hemoptisis masif yang terjadi pada penderita bronkiektasis merupakan keadaan darurat
medis yang harus segera ditangani. Untuk mengatasi hemoptisis, dokter akan melakukan
embolisasi arteri bronki (BAE) dengan cara menyumbat sumber perdarahan di paru-paru
yang dipandu dengan pemindaian sinar-X.
PENCEGAHAN BRONKIEKTASIS

• Beberapa kasus bronkiektasis terjadi akibat infeksi saluran


pernapasan. Untuk mencegah infeksi yang dapat memicu
bronkiektasis, dapat dilakukan langkah-langkah berikut:
• Menghindari dan menghentikan kebiasaan merokok.
• Menghindari udara berpolusi, asap memasak, dan senyawa kimia
berbahaya.
• Menerima vaksinasi influenza, batuk rejan, dan cacar, terutama
pada saat masih anak-anak.
• Melakukan diagnosis bronkiektasis sejak tahap dini, sehingga dapat
mencegah perkembangan kondisi ini menjadi lebih parah
CYSTIC FIBROSIS
DEFINISI CYSTIC FIBROSIS

• Cystic fibrosis atau fibrosis kistik adalah penyakit genetika yang


menyebabkan lendir-lendir di dalam tubuh menjadi kental dan
lengket, sehingga menyumbatberbagai saluran, terutama saluran
pernapasan dan pencernaan.

• Pasien dengan Cystic Fibrosis memiliki harapan hidup rata-rata


sekarang lebih tua dari 40 tahun
EPIDEMIOLOGI

Cystic fibrosis adalah kelainan genetik resesif autosomal yang


membatasi kehidupan yang umum, dengan prevalensi tertinggi di
Eropa, Amerika Utara, dan Australia.
ETIOLOGI

• Fibrosis kistik merupakan penyakit keturunan atau kelainan yang


didapat seseorang dari kedua orang tuanya akibat adanya mutasi
pada gen. Setengah dari anak-anak yang memiliki orang tua
dengan kelainan genetik ini merupakan pembawa sifat (carrier),
yang mungkin dapat menurunkan kelainan ini pada keturunannya.
Sedangkan seperempatnya menjadi penderita fibrosis kistik.
• Kelainan genetik tersebut mengubah protein yang mengatur
keluar-masuknya garam pada sel, sehingga membentuk lendir yang
lengket dalam berbagai saluran tubuh.
PATOFISIOLOGI

Penyakit ini disebabkan oleh mutasi gen yang mengkode saluran


transmembran penghantar klorida yang disebut cystic fibrosis transmembrane
conductance regulator (CFTR), yang mengatur transportasi anion dan pembersihan
mukosiliar di saluran udara. Kegagalan fungsional CFTR menghasilkan retensi
lendir dan infeksi kronis dan selanjutnya pada peradangan jalan napas lokal yang
berbahaya bagi paru-paru. Disfungsi CFTR terutama mempengaruhi sel epitel,
meskipun ada bukti peran dalam sel imun. Cystic fibrosis mempengaruhi beberapa
sistem tubuh, dan morbiditas dan mortalitas sebagian besar disebabkan oleh
bronkiektasis, obstruksi saluran udara kecil, dan gangguan pernapasan progresif.
Komorbiditas penting yang disebabkan oleh disfungsi sel epitel terjadi pada
pankreas (malabsorpsi), hati (biliary cirrhosis), kelenjar keringat (syok panas), dan
vas deferens (infertilitas).
MANIFESTASI KLINIS

• Batuk berkepanjangan
• Napas pendek.
• Diare.
• Muntah
• Sesak napas atau sulit bernapas
• Mengi (bengek).
• Saluran udara melebar akibat peradangan (bronkiektasis).
DIAGNOSIS

• Sebagian besar negara di mana fibrosis kistik biasa memiliki


program skrining neonatal dan diagnosis dibuat dalam 6 minggu
pertama kehidupan.
• Individu yang lahir sebelum program skrining neonatal dapat
datang kemudian, terutama jika mereka memiliki mutasi fungsi
residual.
• Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, temuan klinis,
pengukuran keringat klorida, dan hasil pengujian genetik.
PENANGANAN CYSTIC FIBROSIS

Selain dengan pemberian obat, gejala-gejala fibrosis kistis juga dapat


diatasi dengan fisioterapi, meliputi:
• Terapi untuk mengeluarkan lendir kental dari dalam tubuh melalui penepukan
pada dada atau punggung, teknik pernapasan, atau alat khusus.
• Terapi oksigen murni untuk mengatasi penurunan kadar oksigen dalam darah
dan mencegah hipertensi paru.
• Latihan fisik dan olahraga untuk meningkatkan kebugaran.
• Modified postural drainage, agar lendir mudah dikeluarkan dari paru paru
dengan melakukan perubahan posisi tubuh.
PROSEDUR OPERASI

Penanganan fibrosis kistik dengan prosedur operasi disarankan oleh


dokter apabila gejala yang diderita makin parah dan tidak bisa lagi ditangani
dengan obat-obatan atau metode lainnya. Pada kasus fibrosis kistik parah
dengan paru-paru yang tidak lagi dapat berfungsi, operasi transplantasi paru-
paru mungkin merupakan satu-satunya cara yang paling efektif untuk
memperpanjang usia penderita, meski operasi ini sendiri tergolong
sangat berisiko. Tindakan operasi juga dibutuhkan apabila fibrosis kistik
menyebabkan penyumbatan pada usus besar, untuk menghilangkan sumbatan
tersebut.
KOMPLIKASI CYSTIC FIBROSIS

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat penyakit fibrosis kistik adalah:
• Infeksi kronis, seperti bronkitis, pneumonia, dan sinusitis.
• Pneumotoraks, yaitu penimbunan udara pada rongga pleura (rongga yang
memisahkan paru-paru dan dinding dada).
• Bronkiektasis, yaitu kerusakan pada saluran pernapasan yang mengakibatkan
penderita lebih sulit lagi untuk mengeluarkan dahak.
• Eksaserbasi akut, yaitu memburuknya gejala secara tiba-tiba, yang ditandai
dengan napas pendek atau batuk selama beberapa hari atau beberapa
minggu, dan membutuhkan perawatan di rumah sakit.
• Hemoptisis atau batuk darah, akibat penipisan dinding saluran pernapasan.
• Gagal napas akibat kondisi paru-paru yang memburuk.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai