pathophysiology, toxicological
pathology and mechanisms of toxicity
Chapter 18
Kelompok 2
Oleh
• Syahrul Fath Thoriq 09023005
• Dian Nugraheni 09023007
• Muhammad Luthfi A 09023008
• Sukma Furiani K 09023009
• Intan Meilasani 09023011
• Ayu Rachmawati 09023012
• Myske Prawestri 09023015
• Ajeng Dian Pertiwi 09023016
• Endah Setyawati 09023017
Struktur dan Fungsi Saluran Pernapasan
ALVEOLUS
• Alveolus dilapisi dengan pneumocytes tipe I
dan tipe II.
• Tipe I pneumocytes diratakan sel yang berada
dalam kontak yang dekat dengan sel endotel
yang mendasari kapiler di dinding alveolar.
• Pertukaran gas berlangsung melalui sel-sel.
• Tipe II pneumocytes menghasilkan surfaktan
paru dan bertindak sebagai sel batang dari
jenis I pneumocytes berkembang.
Proses pertukaran gas
• Pertukaran gas
antara udara dan
darah terjadi di
alveoli melalui
proses difusi.
Penyerapan gas dan uap
• Penyerapan gas dan uap dengan kelarutan air
yang tinggi (λ >10)
gas akan diserap ke dalam lendir dan jaringan.
efek racun terjadi pada lapisan dangkal dari
saluran pernafasan bagian atas.
Penyerapan gas dan uap
• Penyerapan gas dan uap dengan kelarutan air
yang rendah (λ < 0,1)
gas yang < reaktif, akan mudah melintasi epitel
alveolar dan mudah mencapai keseimbangan
dengan darah dan jaringan tubuh lainnya.
efek toksik dapat mencapai dinding saluran
pernafasan dan sistemik
Penyerapan gas dan uap
• Penyerapan gas dan uap dengan kelarutan air
yang sedang (0,1 > λ < 10)
contoh : anestesi yang diberikan dengan rute
inhalasi.
jika nilai λ mendekati 10 maka anestesi
tersebut bekerja secara perlahan.
jika λ mendekati 0,1 maka anestesi tersebut
bekerja lebih cepat.
AEROSOL
• Transpor partikel aerosol dalam sistem
pernafasan berlangsung secara konveksi.
• Deposisi partikel berdasarkan kekuatan aliran
dan ukuran partikel.
• Mekanisme deposisi terdiri dari impaksi,
sedimentasi, difusi dan intersepsi.
Deposisi partikel-partikel aerosol dalam
sistem pernafasan
Pengukuran fungsi paru-paru
Teknik pengukuran
• Kecepatan aliran udara: mengukur perbedaan
tekanan atas resistensi
• Pengukuran volume : mengukur volume akibat
perubahan tekanan
• Plethysmography
• Spirometri untuk mengukur MEV1
• Compliance and airway resistance
Patologis sistem pernafasan
• Reaksi yang terjadi akibat xenobiotik antara
lain degenerasi, proliferasi, dan peradangan
• Sifat dan lokasi reaksi terhadap substansi
tergantung sifat kimianya, seperti kelarutan
dalam air, ukuran partikel dan sensitivitas
epitel di lokasi pengendapan.
Gejala klinis keracunan pada saluran
pernafasan
• REKOMENDASI WHO
WHO merekomendasi pada konsentrasi 350 ug m-3 untuk sulfur
dioksida dan konsentrasi asam sulfat dari 10ug m-3 maksimal
pemaparan 1 jam . Untuk kombinasi sulfur dioksida dan particels
debu, WHO mrekomendasikan pada konsentrasi 125 ug m-3 SO2 dan
120 ug m-3 particels pemaparan maksimal 24 jam.
Formaldehid
• Formaldehid (H2CO) merupakan aldehid yg paling
umum dan sederhana. Pada temperatur ruangan
ia merupakan gas yang tidak berwarna dan
berbau tajam. Menurut laporan Amerika pada
tahun 1980 formaldehid dapat menyebabkan
kanker nasal pada tikus.
• Formaldehid umumnya digunakan sebagai
disinfektan dan pengawet. Dalam udara biasanya
bersumber dari gas buang mobil dan ditemukan
dalam konsentrasi tinggi pada asap rokok.
• Formaldehid adalah mutagen yang dapat bereaksi dengan DNA atau
Protein, dimana menyebabkan crossling ireversible, karena itu
dianggap sebagai zat genotic. Pada tikus, dapat menginduksi kanker
nasal setelah diberi paparan lama pada konsentrasi tinggi (sekitar
15 ppm). Dimana sangat sitotoksik dan menyebabkan kerusakan
parah pada mukosa hidung, diikuti oleh hiperplasia regeneratif dan
metaplasia dari epitheleum hidung.
• Hanya pada paparan 1 ppm atau kurang risiko terkena kanker baru
dapat diabaikan. Pernyataan ini bersumber dari hasil studi tentang
formaldehid pada tikus, dimana mukosa hidung dari beberapa
hewan telah rusak parah akibat elektrokoagulasi. Hal ini
menunjukkan formaldehid adalah salah satu dari beberapa
genotoksik. Tetapi perlu dilakukan penelitian lebih luas untuk
membuktikan formaldehyd ini dapat menyebabkan kanker pada
manusia.
Debu kayu
• Studi klinis menunjukkan kejadian metaplasia dari epitel hidung
secara signifikan terjadi sangat tinggi pada pekerja furnitur
dibandingkan orang lain. Metaplasia dari epitel hidung merupakan
tahap prekursor kanker. Hingga kini, tidak jelas seberapa jauh iritasi
mekanik atau kimia yang berperan dalam penginduksi kanker
hidung. Namun, penelitian menggunakan hamster telah
menunjukkan bahwa paparan debu kayu tidak menyebabkan
metaplasia dan dyspasia dari epitel hidung. Oleh karena itu
tampaknya wajar diasumsikan bahwa hal ini merupakan kombinasi
dari mekanik/kimia iritasi (dimana menyebabkan kerusakan jaringan
diikuti dengan hiperplasia regeneratif) dan adanya zat genotoksik di
serbuk kayu yang dapat meningkatkan kanker hidung.
• Untuk menghindari hal tersebut para pekerja hendaknya
menggunakan pelindung hidung (ex : masker). Selain itu paparan
debu kayu juga dapat menyebabkan dyspnea akut, rinitis kronik dan
bronkitis, fibrosis paru, dan gejala dari asma dan rhinitis alergi.
Paraquat
• Beberapa kasus keracunan paraquat telah terjadi, hal ini terutama disebabkan
oleh penggunaan paraquat yang tidak benar. Di paru-paru, paraquat diserap
secara khusus oleh sel tipe 1 dan tipe 2 pneomocytes, dan kemudian menjadi
suatu metabolit aktif yang pada akhirnya menghasilkan radikal superoksida.
Dalam kasus keracunan, pengurangan co-faktor (ex: NADPH) untuk
metabolisme radikal bebas juga memiliki peran terhadap kasus ini. Pada dosis
yang relatif rendah, kerusakan dpat terjadi pada bagian khusus pada paru-
paru dan ginjal. Pada dosis yang lebih tinggi organ lain juga dapat
terpengaruh. Jika tingkat paparan masih di bawah dosis minimum, dapat
termetabolisme di dalam tubuh sehingga tidak berbahaya.
• Keracunan terdiri dari fase akut dan fase regenerative. Fase akut dimulai
dengan kerusakan tipe 1 dan tipe 2 pneumocytes, diikuti oleh deskuamasi.
Hasilnya adalah edema, alveolitis dan eksudasi dari granulosit. Fase
regeneratif ditandai dengan proliferasi fibroblast, yang menyebabkan fibrosis
paru-paru dan dalam banyak kasus menyebabkan kematian. Keracunan
paraquat menunjukkan kesamaan dengan keracunan dengan oksigen.
Oksigen
• Paparan oksigen dalam jumlah yang berlebihan mengarah pada
pembentukan radikal bebas intraseluler seperti OH dan spesies
oksigen reaktif lainnya seperti H2O2. Hal ini dapat merusak sel dan
menyebabkan kematian sel, diikuti oleh infiltrasi granulosit dan
makrofag. Sebagai akibatnya, radikal bahkan lebih banyak
terbentuk. Keracunan oksigen diperkuat oleh:
1. Radiasi.
2. Obat-obatan tertentu.
3. Penghambatan superoksida dismutase dan enzim pelindung
lainnya seperti katalase dan glutation peroksidase.
4. Penipisan pemulung radikal bebas, seperti vitamin C dan E.
5. Penipisan co-faktor untuk enzim metabolisme radikal bebas
seperti glutation dan NADPH.