TRAUMA INHALASI
A. Pengertian
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan oleh
energi panas atau bahan kimia atau benda-benda fisik yang menghasilkan efek
memanaskan atau mendinginkan. Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan
oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan
jaringan yang lebih dalam.
Luka bakar merupakan luka yang unik diantara bentuk-bentuk luka lainnya
karena luka tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati (eskar) yang tetap berada
pada tempatnya untuk jangka waktu yang lama. (Smeltzer, 2001 : 1911). Luka adalah
rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang berasal
dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu. (Lazarus, 1994 dalam
Potter & Perry, 2006;1853). Trauma inhalasi merupakan faktor yang secara nyata
memiliki kolerasi dengan angka kematian. Pada kebakaran dalam ruangan tertutup
atau bilamana luka bakar mengenai daerah muka / wajah dapat menimbulkan
kerusakan mukosa jalan napas akibat gas, asap atau uap panas yang terhisap. Cedera
inhalasi disebabkan oleh jenis bahan kimia terbakar (tracheobronchitis) dari saluran
pernapasan. Bila cedera ini terjadi pada pasien dengan luka bakar kulit yang parah
kematian sangat tinggi antara 48% sampai 86%. Edema yang terjadi dapat
menyebabkan gangguan berupa hambatan jalan napas.
Keracunan asap yang disebabkan oleh termodegradasi material alamiah dan
materi yang diproduksi. Termodegradasi menyebabkan terbentuknya gas toksik
seperti hidrogen sianida, nitrogen oksida, hidrogen klorida, akreolin dan partikel
partikel tersuspensi. Efek akut dari bahan kimia ini menimbulkan iritasi dan
bronkokonstriksi pada saluran napas. Obstruksi jalan napas akan menjadi lebih hebat
akibat adanya tracheal bronchitis dan edema
B. Etiologi
Kebanyakan trauma inhalasi terjadi akibat kerusakan langsung pada
permukaan epitel yang dapat menyebabkan konjungtivitis, rhinitis, faringitis,
laryngitis, trakeitis, bronchitis dan alveolitis. Absorbsi sistemik dari toksin juga terjadi.
Susah untuk membedakan apakah insufisiensi pernafasan disebabkan oleh trauma
langsung pada paru atau akibat pengaruh metabolik, hemodinamik dan komplikasi
lanjut dari suatu infeksi permukaan luka bakar.
Trauma inhalasi disebabkan oleh berbagai inhalan. Inhalan dibedakan atas 4
macam yaitu:
1. Gas iritan : bekerja dengan melapisi mukosa saluran nafas dan menyebabkan
reaksi inflamasi. Amonia, klorin, kloramin lebih larut air sehingga dapat
menyebabkan luka bakar pada saluran nafas atas dan menyebabkan iritasi pada
mata, hidung, dan mulut. Gas iritan lain yaitu sulfur dioksida, nitrogen dioksida,
yang kurang larut air sehingga menyebabkan trauma paru dan distress pernafasan.
2. Gas asfiksian : karbon dioksida, gas dari bahan bakar (metana, etena, propane,
asetilana), gas-gas ini mengikat udara dan oksigen sehingga menyebabkan
asfiksia.
3. Gas yang bersifat toksik sistemik : CO yang merupakan komponen terbesar dari
asap, hidrogen sianida merupakan komponen asap yang berasal dari api, hidrogen
sulfide. Gas-gas ini berhubungan dengan pengangkutan oksigen untuk produksi
energi bagi sel. Sedangkan toksin sistemik seperti hidrokarbon halogen dan
aromatik menyebabkan kerusakan lanjut dari hepar, ginjal, otak, paru-paru, dan
organ lain.
4. Gas yang menyebabkan alergi, dimana jika asap terhirup, partikel dan aerosol
menyebabkan bronkospasme dan edema yang menyerupai asma.
C. Manifestasi Klinis
Oleh karena onset terjadinya tidak segera dan sering tidak ditangani sesegera
mungkin, maka perlu diketahui tanda- tanda yang dapat mengarahkan kita untuk
bertindak dan harus mencurigai bahwa seseorang telah mengalami trauma inhalasi
antala lain:
Luka bakar pada wajah
Alis mata dan bulu hidung hangus
Adanya timbunan karbon dan tanda-tanda inflamasi akut di dalam orofaring
Sputum yg mengandung arang atau karbon
Wheezing, sesak dan suara serak
Adanya riwayat terkurun dalam kepungan api
Trauma saluran nafas atas dapat menyebabkan ancaman hidup melalui obstruksi
jalan nafas sesaat setelah trauma. Jika proses ini ditangani secara benar, edema
saluran nafas dapat hilang tanpa sekuele beberapa hari.
2. Trauma pada saluran nafas bawah dan parenkim paru (trauma subglotis)
Trauma ini dapat menyebabkan lebih banyak perubahan signifikan dalam fungsi
paru dan mungkin akan susah ditangani. Trauma subglotis merupakan trauma
kimia yang disebabkan akibat inhalasi hasil-hasil pembakaran yang bersifat
toksik pada luka bakar. Asap memiliki kapasitas membawa panas yang rendah,
sehingga jarang didapatkan trauma termal langsung pada jalan nafas bagian
bawah dan parenkim paru, trauma ini terjadi bila seseorang terpapar uap yang
sangat panas.
3. Toksisitas sistemik akibat inhalasi gas toksik seperti karbon monoksida (CO) dan
sianida.
Inhalasi dari gas toksik merupakan penyebab utama kematian cepat akibat api,
meskipun biasanya trauma supraglotis, subglotis dan toksisitas sistemik terjadi
bersamaan. Intoksikasi CO terjadi jika afinitas CO terhadap hemoglobin lebih
besar dari afinitas oksigen terhadap hemoglobin, sehingga ikatan CO dan
hemoglobin membentuk suatu karboksihemoglobin dan menyebabkan hipoksia.
b ) Fase Lanjut
Terjadi setelah penutupan luka sampai terjadi maturasi. Masalah yang timbul adalah
jaringan parut, kontraktur dan deformitas akibat kerapuhan jaringan atau organ
struktural.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Pulse oximetry
Digunakan untuk mengukur saturasi hemoglobin yang meningkat palsu akibat
ikatan CO terhadap hemoglobin sehingga kadar karboksihemoglobin
seringkali diartikan sebagai oksihemaglon
Elektrolit
Untuk memonitor abnormalitas elektrolit sebagai hasil dari resusitasi cairan
dalam jumlah besar
Darah lengkap
Hemokonsentrasi akibat kehilangan cairan biasanya terjadi sesaat setelah
trauma. Hematokrit yang menurun secara progresif akibat pemulihan volume
intravaskular.
Anemia
berat
biasanya
terjadi
akibat
hipoksia
atau
2. Breathing
Jika didapatkan tanda-tanda insufisiensi pernapasan, susah bernapas, stridor,
batuk, retraksi suara nafas bilateral atau tanda-tanda keracunan CO maka dibutuhkan
oksigen 100% atau oksigen tekanan tinggi yang akan menurunkan waktu paruh dari
CO dalam darah.1,2,3
3. Circulation
Pengukuran tekanan darah dan nadi untuk mengetahui stabilitas hemodinamik.
Untuk mencegah syok hipovolemik diperlukan resusitasi cairan intravena. Pada
pasien dengan trauma inhalasi biasanya dalam 24 jam pertama digunakan cairan
kristaloid 40-75% lebih banyak dibandingkan pasien yang hanya luka bakar saja.1,3
4. Neurologik
Pasien yang berespon/sadar membantu untuk mengetahui kemampuan mereka
untuk melindungi jalan nafas dan merupakan indikator yang baik untuk mengukur
kesuksesan resusitasi. Pasien dengan kelainan neurologik seringkali memerlukan
analgetik poten.2
5. Luka bakar
Periksa seluruh tubuh untuk mengetahui adanya trauma lain dan luka bakar.
Cuci NaCl kulit yang tidak terbakar untuk menghindari sisa zat toksik yang
bermakna.2
6. Medikasi1,2
Amyl dan Sodium Nitrit untuk mengobati keracunan sianida tetapi harus
berhati-hati jika ditemukan pula tanda-tanda keracunan CO karena obat ini
dapat menyebabkan methahemoglobinemia. Oksigen dan Sodium tiosulfat
juga dapat sebagai antidotum sianida, antidotum yang lain adalah
hidroksikobalamin dan EDTA.
Bronkodilator untuk pasien-pasien dengan bronkokonstriksi. Pada kasus-kasus
Diagnosa Keperawatan
nafas NOC :
Respiratory status : Ventilation
tidak efektif b/d obstruksi Respiratory status : Airway
patency
tracheobronchiale,
Aspiration Control
trauma inhalasi.
Bersihan
jalan
Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan
batuk
efektif dan suara nafas yang
bersih, tidak ada sianosis dan
dyspneu
(mampu
mengeluarkan sputum, mampu
bernafas dengan mudah, tidak
ada pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas yang
paten (klien tidak merasa
tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam
rentang
normal, tidak ada suara nafas
abnormal)
Mampu
mengidentifikasikan
dan mencegah factor yang
dapat menghambat jalan nafas
Intervensi Keperawatan
NIC :
Airway suction
Pastikan kebutuhan oral /
tracheal suctioning
Auskultasi suara nafas sebelum
dan sesudah suctioning.
Informasikan pada klien dan
keluarga tentang suctioning
Minta klien nafas dalam sebelum
suction dilakukan.
Berikan
O2
dengan
menggunakan
nasal
untuk
memfasilitasi
suksion
nasotrakeal
Gunakan alat yang steril sitiap
melakukan tindakan
Anjurkan pasien untuk istirahat
dan napas dalam setelah kateter
dikeluarkan dari nasotrakeal
Monitor status oksigen pasien
Ajarkan keluarga bagaimana
cara melakukan suksion
Hentikan suksion dan berikan
oksigen
apabila
pasien
menunjukkan
bradikardi,
peningkatan saturasi O2, dll.
Airway Management
Buka jalan nafas, guanakan teknik
chin lift atau jaw thrust bila perlu
Posisikan
pasien
untuk
memaksimalkan ventilasi
Identifikasi
pasien
perlunya
pemasangan alat jalan nafas
buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk
atau suction
Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berikan bronkodilator bila perlu
Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
Atur
intake
untuk
cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
Gangguan
spontan
b/d
otot pernafasan
ventilasi NOC :
Respiratory status : Ventilation
keletihan Respiratory status : Airway
patency
Aspiration Control
Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan
batuk
efektif dan suara nafas yang
bersih, tidak ada sianosis dan
dyspneu
(mampu
mengeluarkan sputum, mampu
bernafas dengan mudah, tidak
ada pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas yang
paten (klien tidak merasa
tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam
rentang
normal, tidak ada suara nafas
abnormal)
Mampu
mengidentifikasikan
dan mencegah factor yang
dapat menghambat jalan nafas
Airway Management
Buka jalan nafas, guanakan teknik
chin lift atau jaw thrust bila perlu
Posisikan
pasien
untuk
memaksimalkan ventilasi
Identifikasi
pasien
perlunya
pemasangan alat jalan nafas
buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk
atau suction
Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berikan bronkodilator bila perlu
Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
Atur
intake
untuk
cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
NIC :
Gangguan pertukaran gas NOC :
Respiratory Status : Gas
b/d
ventilasi-perfusi,
exchange
Airway Management
Respiratory Status : ventilation
edema paru
Respiratory Monitoring
NIC :
Pain Management
Lakukan pengkajian nyeri secara
Pain control,
Comfort level
Kriteria Hasil :
Mampu mengontrol nyeri (tahu
penyebab
nyeri,
mampu
menggunakan
tehnik
nonfarmakologi
untuk
mengurangi nyeri, mencari
bantuan)
Melaporkan
bahwa
nyeri
berkurang
dengan
menggunakan
manajemen
nyeri
Mampu
mengenali
nyeri
(skala, intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang normal
Analgesic Administration
Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas,
dan
derajat
nyeri
sebelum pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang jenis
obat, dosis, dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang diperlukan
atau kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih dari satu
Tentukan
pilihan
analgesik
tergantung tipe dan beratnya nyeri
Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
Resiko Infeksi
NOC :
NIC :
Infection Control (Kontrol infeksi)
Immune Status
Knowledge : Infection control
Bersihkan lingkungan setelah
Risk control
dipakai pasien lain
Kriteria Hasil :
Pertahankan teknik isolasi
Klien bebas dari tanda dan Batasi pengunjung bila perlu
gejala infeksi
Instruksikan pada pengunjung
Mendeskripsikan
proses
untuk mencuci tangan saat
penularan penyakit, factor yang
berkunjung
dan
setelah
mempengaruhi penularan serta
berkunjung meninggalkan pasien
penatalaksanaannya,
Gunakan sabun antimikrobia
Menunjukkan
kemampuan
untuk cuci tangan
untuk mencegah timbulnya
Cuci tangan setiap sebelum dan
infeksi
sesudah tindakan kperawtan
Jumlah leukosit dalam batas
Gunakan
baju, sarung tangan
normal
sebagai alat pelindung
Menunjukkan perilaku hidup
Pertahankan
lingkungan aseptik
sehat
selama pemasangan alat
Ganti letak IV perifer dan line
central dan dressing sesuai
dengan petunjuk umum
Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung
kencing
Tingktkan intake nutrisi
Berikan terapi antibiotik bila perlu
Infection
Protection
(proteksi
terhadap infeksi)
Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
Monitor hitung granulosit, WBC
Monitor kerentanan terhadap
infeksi
Batasi pengunjung
Saring pengunjung terhadap
penyakit menular
Partahankan teknik aspesis pada
pasien yang beresiko
Pertahankan teknik isolasi k/p
Inspeksi
Daftar Pustaka
Argenta, L.C., Inhalation Injury, Basic Science for Surgeon : A Review, Saunders, North
Carolina, 2004
Craig Feied, Inhalation Injury, available at www.NCEMI.com, 2006
Guyton, AC., Pernafasan, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9, EGC, 2000
Luhulima, J. W., Thorax, Anatomi Program Pendidikan Dokter, Jilid 4, Bagian Anatomi
FKUH, Makassar, 2001
Snell, RS., Cavitas Thoracis, Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, Bagian 1, Edisi
3, EGC, 1997
Putz, R., Alat Pernafasan, Atlas Anatomi Manusia Sobotta, Jilid 1, Edisi 21, EGC, 2006
Holleran, RS., Burn Trauma, Air and Surface Patient Transport Principles and Practice, Third
edition, Mosby, Ohio, 2003
Lynge, DC., Traumatic Injury, Surgical Problems and Procedurs in Primary Care, McGraw
Hill, Washington, 2001
Way, LW., Burn and Other Thermal Injuries, Current Surgical Diagnosis and Treatment, 11th
Edition, McGraw Hill, Boston, 2003
Robert H. Demling., Pulmonary Problems in The Burn Patient, available at
www.burnsurgery.org, 2000
Awori N., Luka Bakar, Bedah Primer Trauma, EGC, Jakarta, 2000
Beasly R.Thorne H. Grabb & Smiths Plastic Surgery Six Edition. Associate Professor of
Plastic Surgery.NYU Medical Center. New York. 2007. 139-141