Pertemuan ke VI
L. Sulistiyono 1
1. Pendahuluan
L. Sulistiyono 2
2. Rentang, Rentang Antar Kuartil dan
Simpangan Kuartil
Ukuran variasi yang paling mudah ditentukan adalah
rentang
70,00 – 79,99 16
Dengan rumus diatas nilai K1 dan K3 dapat dihitung
80,00 – 89,99 14 hasilnya sbb: K1 = Rp. 68,25 dan K3 = Rp. 90,75
Jumlah 65
RS
x i x
n
xi Xi - x Ix - x I Data disamping jika dihitung rata-ratanya =
9. Jumlah harga mutlaknya yaitu jmlh
8 -1 1 bilangan-bilangan dalam kolom akhir
adalah 6 , maka :
7 -2 2
10 1 1
6
RS 1,5
11 2 2 4
L. Sulistiyono 5
4. Simpangan Baku / deviasi standar
Simpangan ini yang paling banyak digunakan
s 2
x i x
2
n -1
Rumus tersebut dapat dihitung sbb:
30
s 2
7,5 sehingga s 7,5 2,74
4
L. Sulistiyono 7
Bentuk lain untuk rumus varians sampel sbb :
n x i2 ( x i ) 2
s2
n(n - 1)
L. Sulistiyono 8
Juga dapat digunakan rumus yang lebih baik :
n f i x i2 ( f i x i ) 2
s2
n(n - 1)
Dengan xi = tanda kelas, fi = frekwensi yang sesuai dengan tanda kelas xi dan n = fi
2
80 x 483310 - (6130)
s2 172,1
80 x 79
s 172,1 13,12
L. Sulistiyono 10
5. Koefisien korelasi
Koefisien Korelasi disingkat “KV” dinyatakan dalam persen .
Contoh lain : Lampu elektron rata-rata dapat dipakai selama 3.500 jam dengan
simpangan baku 1.050 jam. Lampu model lain rata-rata 10.000 jam dengan simpangan
baku 2.000 jam. Berapa koefisien korelasinya ?
1.050
KV (lampu pertama) x 100% 30%
3.500
2.000
KV (lampu kedua) x 100% 20%
10.000
Pertemuan ke VII
L. Sulistiyono 12
1. Pendahuluan
Ada 2 fase dalam statistika ; statistika deskriptif dan statistika
induktif.
Fase pertama harus dilakukan untuk masuk fase kedua, karena
fase kedua dipergunakan untuk menyimpulkan karakteristik
populasi, yang umumnya dilakukan berdasarkan data sampel
yang diambil dari populasi.
Populasi : totalitas semua nilai yang mungkin, baik hasil
menghitung maupun pengukuran, baik kuantitatif maupun
kualitatif, dari karakteristik tertentu mengenai sekumpulan obyek
yang lengkap dan jelas.
Untuk mendapttkan kesimpulan yg dapat
dipertanggungjawabkan haruslah ditempuh secara benar,
termasuk dalam pengambilan sampel.
L. Sulistiyono 13
2. Alasan sampling
1. Ukuran populasi : karena populasi bersifat tak terhingga dan terhingga,
waluapun terhinggapun secara sensus juga sulit dilaksanakan
2. Masalah biaya : dapat menekan pengeluaran biaya
3. Menghemat waktu : sensus jelas lebih banyak membutuhkan waktu
dibanding sampling
4. Percobaan yang sifatnya merusak : jika penelitian terhadap obyek
sifatnya merusak, maka metode sampling lebih tepat digunakan. Mis:
keadaan darah pasien, uji kemanjuran obat yang baru dihasilkan.
5. Masalah ketelitian ; karena kesimpulannya harus benar, teliti dan
dapat dipertanggungjawabkan
6. Faktor ekonomis : apakah kegunaan dari hasil penelitian sepadan
dengan biaya waktu dan tenaga yang dikeluarkan ?
L. Sulistiyono 14
3. Rancangan sampling
a. Rumuskan persoalan yang ingin diketahui
b. Tentukan dengan jelas batas populasi mengenai persoalan yang ingin
diketahui
c. Definisikan dgn jelas dan tepat segala unit dan istilah yang diperlukan
d. Tentukan unit sampling yang diperlukan. Misalnya : unit samplingnya
keluarga atau perorangan
e. Tentukan dan rumuskan cara-cara pengukuran dan penilaian yang akan
dilakukan
f. Kumpulkan jika ada, keterangan tentang hal yang ingin diteliti yang
pernah dilakukan di masa lampau
g. Tentukan ukuran sampel, yakni berapa unit sampling yang harus diambil
dari populasi
h. Tentukan cara sampling yang mana yang akan ditempuh agar sampel
yang diperoleh representatif
i. Tentukan cara pengumpulan data yang mana yang akan dilakukan,
apakah wawancara, isian langsung, dengan daftar isian, meneliti
langsung atau mengumpulkan dari sumber yang sudah ada.
j. Tentukan metode analisis mana yang akan digunakan
k. Sediakan biaya dan minta bantuan ahli baik berbentuk pembantu tetap
ataupun hanya sebagai konsultan
L. Sulistiyono 15
4. Beberapa cara sampling
1. Anggota yang telah diambil untuk dijadikan sampel disimpan kembali
disatukan dengan anggota lainnya. Contoh : Untuk populasi berukuran N
= 4 dgn anggotanya : A, B, C, D dan sampel yang diambil berukuran n =
2, termasuk sampel beranggotakan sama, didapat :
Sampel 1 : AA Sampel 9 : CA
Sampel 2 : AB Sampel 10 : CB
Sampel 3 : AC Sampel 11 : CC
Sampel 4 : AD Sampel 12 : CD
Sampel 5 : BA Sampel 13 : DA
Sampel 6 : BB Sampel 14 : DB
Sampel 7 : BC Sampel 15 : DC
Sampel 8 : BD Sampel 16 : DD
L. Sulistiyono 16
Sangat Jarang digunakan krn dapat dianggap populasi takterhingga
2. Anggota yang telah terambil untuk dijadikan anggota
sampel tak disimpan kembali kedalam anggota populasi
Sampel 1 : AB Sampel 6 : BD
Sampel 2 : AC Sampel 7 : BE
Sampel 3 : AD Sampel 8 : CD
Sampel 4 : AE Sampel 9 : CE
Sampel 5 : BC Sampel 10 : DE
L. Sulistiyono 17
Ada beberapa cara sampling yang mungkin dapat digunakan untuk
keadaan tertentu agar diperoleh sampel yang representatif.
Contoh :
Mengumpulkan pendapat orang atau opini masyarakat dari sembarang orang
untuk keperluan ramalan pemilu mendatang.
c. Sampling peluang
Sampel peluang adalah sebuah sampel yang anggota anggotanya diambil dari populasi
berdasarkan peluang yang diketahui. Sampling peluang ini didasarkan pada setiap anggota
populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel dengan
syarat populasinya homogen, maka yang cocok untuk dipakai adalah metode sampling
acak. Kelebihan metode ini adalah data yang didapatkan adalah data obyektif untuk menilai
presisi hasilnya dan sangat memungkinkan untuk menilai atau menghitung besarnya variasi
sampling atau kekeliruan sampling.
Kekeliruan sampling adalah perbedaan antara statistik sampel dengan parameter populasi
yang diambil secara acak.
Contoh : a. pengambilan sampel secara acak dari obat yang diambil dari sebuah proses
produksi obat-obatan secara sembarang.
b. Mengambil sampel terhadap 30 pasienL. Sulistiyono
untuk mendapatkan data mengenai kategori
19
pelayanan di suatu rumah sakit khusus di kelas 3 (populasi homogen)
5. Beberapa macam sampling untuk
mendapatkan sampel representatif
Cara pengambilan sampel secara acak sangat baik untuk populais
yang homogen.
Populasi homogen adalah populasi yang anggotanya berada dibawah
penyebab yang sama.
Jika populasinya heterogen maka pengambilan sampel yang cocok
adalah sampling berstrata/petala, sampling proporsional, sampling
klaster, dan sampling area.
Sampling strata/petala biasanya diperbaiki dengan sampling acak
proporsional. Misalnya :
L. Sulistiyono 20
3.758
Strata SMA diambil x 169 pelajar 58 pljr
8.057
3.826
SMEA diambil x 169 pljr 80 pljr
8.057
1.473
STM diambil x 169 pljr 31 plr
8.057
L. Sulistiyono 21
Sampling klaster adalah pengambilan sampel dari populasi berdasarakan
pengelompokan atau klaster. Pengambilan klaster-klasterpun dilakukan
secara acak.
Contoh : Untuk mengetahui tingkat kesehatan ibu hamil disuatu propinsi maka
sampling klaster dapat dilakukan. Mula-mula langkah yang dilakukan adalah :
Menentukan secara acak kabupaten disebut kabupaten sampel
Kabupaten terpilih selanjunya ditentukan secara acak kecamatan, dan
seterusnya demikian sampai dengan tingkat Rukun tetangga. Setelah semua
digabungkan menjadi anggota sampel klaster.
Selain sampling yang diuaraikan dia atas masih ada lagi yang lainnya :
a) Sampling sistemati
b) Sampling ganda
c) Sampling multiple
d) Sampling sekuensial
L. Sulistiyono 22
a) Sampling sistematik : pengambilan anggota sampel diambil dari
populasi pada jarak interval waktu, ruang atau urutan yang dilakukan
secara seragam (uniform). Jika populasi berukuran N dan sampel
beranggotakan n, maka jarak interval besarnya (N/n). Contoh : Jika
populasi 100 sedangkan anggota sampel 10, maka interval pengambilan
contoh 100/10 = 10. tetapi pengambilan contoh pertama dilakukan secara
acak!. Misalnya; Penelitian tentang kemampuan mhs tentang ilmu
kebidanan sampel diambil menurut nomor urut atau urutan abjad
b) Sampling ganda : pengambilan sampel dilakukan dua kali, jika
pengambilan sampel yang pertama tidak memenuhi kriteria yang
ditentukan. Misalnya : jika ada partai kiriman barang bisa cepat diterima
apabila sampel pertama menyatakan cukup baik, jika tidak diambilah
sampel kedua. Kesimpulan kemudian dibuat berdasarkan sampel
gabungan.
c) Sampling multipel : apabila pengambilan dilakukan lebih dari dua kali
hingga analisis memenuhi kriteria, Misalnya : sama dengan contoh
pengiriman barang diatas.
d) Sampling sekuensial : sebenarnya juga sampling multipel, Perbedaannya
pada dalam sampling sekuensial tiap anggota sampel diambil satu demi
satu dan pada tiap kali selesai mengambil anggota, dianalisis dilakukan lalu
L. Sulistiyono 23
berdasarkan ini kesimpulan diadakan : apakah sampling berhenti ataukan
dilanjutkan. Setelah didapat data analisis digabung dan diambil kesimpulan.
Pengujian Hipotesis
1. Pendahuluan
Hipotesis adalah asumsi atau dugaan mengenai suatu hal yang dibuat
untuk menjelaskan hal itu yang sering dituntut untuk melakukan
pengecekan kebenarannya.
Jika asumsi atau dugaan itu dikhususkan mengenai populasi, umumnya
mengenai nilai-nilai parameter populasi, maka hipotesis itu disebut
hipotesis statistik.
Contoh hipotesis :
a. Peluang lahirnya bayi berjenis kelamin laki-laki sebesar 0,5
b. 30% masyarakat Indonesia memiliki golongan dara A
c. Rata-rata pendapatan keluarga disuatu daerah Rp. 500.000,00 per
bulan
(Setiap hipotesis bisa benar atau tidak benar dan karenanya perlu
diadakan penelitian sebelum hipotesis itu diterima atau ditolak)
Langkah atau prosedur untuk menentukan apakah menerima atau menolak
hipotesis dinamakan Pengujian hipotesis
L. Sulistiyono 24
2. Dua macam Kekeliruan
Jika hasil penelitian memiliki peluang jauh berbeda dari hasil yang
diharapkan yang telah tertera pada hipotesis maka hipoteis ditolak
dan sebaliknya hipotesis diterima
L. Sulistiyono 25
Dalam melakukan pengujian hipotesis, ada dua macam kekeliruan
yang dapat terjadi, dikenak dengan :
A. Kekeliruan tipe I ( ): ialah menolak hipotesis yang seharusnya
diterima
B. Kekeliruan tipe 2 () : ilaha menerima hipotesis yang seharusnya
ditolak
Atau
Dikatakan bahwa hipotesis telah ditolak pada taraf nyata 0,05 yang
artinya kita mungkin salah dengan pluang 0,05
L. Sulistiyono 27
3. Langkah-langkah pengujian hipotesis
Ho : = o
H1 : > o
Ho : = o
H1 : < o
L. Sulistiyono 28
Langkah berikutnya, kita pilih bentuk statistik (Uji) mana yang harus
digunakan, apakah z, t, X2, F atau lainnya
Harga statistik yang dipilih, besarnya dihitung dari data sampel yang
dianalisis, kemudian berdasarkan taraf nyata () atau disebut ukuran
daerah kritis. Dalam penentuan daerah kritis adalah sebagai berikut :
1. Jika tandingan H1 mempunyai perumusan tidak sama, maka dalam
distribusi statistik yang digunakan, normal untuk angka z, studen untuk
t dan seterusnya, didapat dua derah ritis masing-masing pd ujung
distribusi.
D2
d1
L. Sulistiyono 29
2. Untuk tandingan H1 yang mempunyai perumusan lebih besar, maka
dlm distribusi yang digunakan didapat sebuah daerah kritis yang
letaknya di ujung sebelah kanan.
Daerah Penolakan Ho
(daerah Kritis)
Luas =
Daerah Penerimaan
Ho
Harga d, didapat dari daftar distribusi yang bersangkutan dengan peluang yang
ditentukan oleh , menjadi batas antara daerah kritis dan penerimaan Ho.
Kriteria yang dipakai adalah tolak Ho jika statistik yang dihitung berdasarkan
sampel tidak kurang dari d. Dalam hal lainnya kita terima Ho. Pengujian ini
dinamakan uji satu pihak, tepatnya disebelah kanan.
L. Sulistiyono 30
3. Jika tandingan H1 mengandung pernyataan lebih kecil, maka
daerah kritis ada di ujung kiri dari distrubusi yang digunakan. Luas
daerah ini = yang menjadi batas daerah penerimaan Ho adalah
bilangan d yang terdapat dari daftar distribusi yang bersangkutan.
Peluang untuk mendapatkan d ditentukan oleh taraf nyata
Daerah Penolakan Ho
(Daerah kritis)