Anda di halaman 1dari 8

KELOMPOK III

 Nabilah Kienantonate Nurfaizi Wikatmoko


Nabilah Rizky Pratiwi Octhami Hesti
Najwa Wikaya Okeu nugraha
Ninfio Ninajeng Okeu Nugraha
Noviyanti Farida Paisal Zulman
SEJARAH KEMUHAMMADIYAHAN
Pada Masa :
1. K.H Ahmad Badawi
2. K.H Faqih Usman
3. K.H A.R Fachruddin
K.H Ahmad Badawi (1962-1968)
• Lahir di Kauman Yogyakarta, pada tanggal 5 Februari 1902
sebagai putra ke-4. Ayahnya, K.H. Muham­mad Fakih (salah satu
Pengurus Muhammadiyah pada tahun 1912 sebagai Komisaris),
sedangkan ibunya bernama Nyai Hj. Sitti Habibah (adik kandung
K.H. Ahmad Dahlan)
• Sejak masih belajar mengaji di pondok-pondok pesantren, dia
sering membuat kelompok belajar/organisasi yang mendukung
kelancaran proses mengajinya.
• Usia kanak-kanaknya dilalui dengan belajar mengaji pada ayahnya
sendiri. Pada tahun 1908-1913 menjadi santri di Pondok Pesantren
Lerab Karanganyar, untuk belajar tentang nahwu dan sharaf.
Pada tahun 1913-1915 ia belajar kepada K.H. Dimyati di Pondok
Pesantren Termas, Pacitan. Di pesantren ini, ia dikenal sebagai
santri yang pintar berbahasa Arab (nahwu dan sharaf) yang telah
didapat di Pondok Lerab.
• Semenjak itu, keberadaan Badawi tidak diragukan lagi. Di
Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ahmad Badawi selalu terpilih dan
ditetapkan menjadi Wakil Ketua. Pada waktu Muktamar
Muhammadiyah ke-35 di Jakarta, Badawi terpilih menjadi Ketua
Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 1962-1965, dan pada
Muktamar Muhammadiyah ke-36 di Bandung terpilih lagi menjadi
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 1965-1968.

• Kebijakan Muhammadiyah seperti itu akhirnya membawa


kedekatan Badawi dengan Presiden Soekarno. Semenjak 1963,
Badawi diangkat menjadi Penasehat Pribadi Presiden di bidang
agama. Perlu diperhatikan bahwa kedekatan Badawi dengan
Soekarno bukan untuk mencari muka Muhammadiyah di mata
Presiden. KHA. Badawi sangat bijak dan pintar dalam melobi
Presiden dengan nuansa agamis.
K.H Faqih Usman (1968-1968)

• Kyai Haji Faqih Usman dilahirkan di Gresik, Jawa Timur tanggal 2


Maret 1904. Ia berasal dari keluarga santri sederhana
dan taat beribadah. Keterlibatannya dalam Muhammadiyah dimulai
pada tahun 1925, ketika ia diangkat sebagai Ketua Group
Muhammadiyah Gresik, yang dalam perkembangan selanjutnya
menjadi salah satu Cabang Muhammadiyah di Wilayah Jawa Timur.
Selanjutnya, karena kepiawaiannya sebagai ulama-cendekiawan, ia
diangkat sebagai Ketua Majelis Tarjih Muhammadiyah Jawa Timur
periode 1932-1936 yang berkedudukan di Surabaya.
• Faqih Usman banyak terlibat aktif di berbagai gerakan Islam yang
sangat membantu pengem­bangan Muhammadiyah. Dia pernah
memimpin majalah Bintang Islam sebagai media cetak
Muhammadiyah Jawa Timur. Kegiatannya dalam Muhammadiyah
memperluas jaringan pergaulan­nya, sehingga iapun terlibat aktif di
berbagai organisasi masyarakat, seperti Majelis Islam A'la Indonesia
(MIAI) pada tahun 1937.

• Pada tahun 1940-1942, dia menjadi anggota Dewan Kota Surabaya.


Pada tahun 1945 dia menjadi anggota Komite Nasional Indonesia
Pusat dan Ketua Komite Nasional Surabaya. Pada tahun 1959, dia
menerbitkan majalah Panji Masyarakat (Panjimas) bersama-sama
dengan Buya Hamka, Joesoef Abdullah Poear, dan Joesoef Ahmad.
Majalah ini memiliki ikatan yang erat dengan Muhammadiyah. Dia
juga ikut andil dalam Partai Masyumi sejak didirikannya pada tanggal
7 Nopember 1945 dalam Muktamar Ummat Islam di Yogyakarta. Dia
duduk sebagai salah seorang Pengurus Besar Masyumi, dan pada
tahun 1952 duduk sebagai Ketua II sampai dengan tahun 1960, yaitu
pada saat Masyumi dibubarkan
K.H A.R Fachruddin (1968-1990)

• Pak AR demikian nama panggilan akrab Kiai Haji Abdur Rozak


Fachruddin, adalah pemegang rekor paling lama memimpin
Muhammadiyah, yaitu selama 22 tahun (1968-1990).  Pak AR lahir 14
Februari 1916 di Cilangkap, Purwanggan, Pakualaman, Yogyakarta.

• Keterlibatan A.R. Fachruddin di pusat Muham­madiyah mengantarkan


beliau menjadi Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota
Yogyakarta, kemudian menjadi Ketua Pimpinan Wilayah
Muhammadiyah DIY, selanjutnya menjadi anggota Dzawil Qurba
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, sampai akhirnya dipercaya
memimpin Muham­madiyah selama kira-kira 22 tahun (1968-1990).
Pada Muktamar Muhammadiyah ke-38 di Ujungpandang, Fachruddin
terpilih sebagai ketua. Hampir seperempat abad ia menjadi pucuk pimpinan
Muhammadiyah, sebelum digantikan oleh almarhum KH Azhar Basyir.

Semasa hidupnya Pak AR memberi contoh hidup welas asih dalam ber-
Muhammadiyah. Sikap hidup beliau yang teduh, sejuk, ramah, menyapa
siapa saja, sering humor, dan bersahaja, adalah pantulan dari mutiara
terpendam dalam nuraninya.

AR tidak bersedia dipilih kembali menjadi Ketua Pimpinan Pusat Muham­


madiyah pada Muktamar Muhammadiyah ke-42 tahun 1990 di Yogyakarta,
walaupun masih banyak Muktamirin yang mengharapkannya. Ia berharap
ada alih generasi yang sehat dalam Muhammadiyah. Setalah tidak menjabat
sebagai Ketua PP Muhammadiyah, dan menjabat sebagai Penasehat PP
Muhammadiyah, Pak AR masih aktif melaksanakan kegiatan tabligh ke
berbagai tempat. Hingga akhirnya, penyakit vertigo memaksanya harus
beristirahat, sesekali di rumah sakit. Namun, dalam keadaan demikian,
sepertinya beliau tidak mau berhenti. Pak AR wafat pada 17 Maret 1995 di
Rumah Sakit Islam Jakarta pada usia 79 tahun.

Anda mungkin juga menyukai