Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH PERBANDINGAN KONSEP PEMIKIRAN

TOKOH PENDIDIKAN DI INDONESIA

DISUSUN OLEH :
NURHAENI
INTENSIF B
SEMESTER VII B

FAKULTAS TARBIYAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM INDONESIA
JAKARTA

KH. AHMAD SYAIKHU (1921)


Riwayat Hidup dan pendidikanya
Syaikhu adalah tokoh pendiri organisasi dakwah Ittihadul Muballigin. Tokoh politik dari kalangan
NU, mantan ketua DPRGR ( 1966- 1972 ) dan pendiri pesantren Al-Hamdiyah, Depok. Syaikhu,
lahir di Desa Ampel. Surabaya, 29 Juni 1921, lahir dari keluarga yang taat beragama. Saat usia
5 tahun ia belajar ngaji dan menghapal Al-Quran, kepada Kyai Mas Muhammad di Masjid
Ampel, Surabaya. Syaikhu adalah anak cerdas dan memiliki ingatan yang kuat, sehingga iya
cepat bias menghafal ayat-ayat Al-Quran.
Pendidikan dasarnya diawali di Sekolah Rakyat Mardi Utomo di daerahnya. Lalu pindah ke
Madrasah Taswirul Afkar, sebuah lembaga pendidikan Islam yang didirikan oleh tokoh-tokoh
NU, yaitu KH Wahab Hasbullah, KH.Mas Mansur dan KH Dachlan Achyat. Sambil bersekolah
Syaikhu nyambi untuk membantu biaya hidup keluarganya di perusahaan sepatu milik
pamanya, karena ayahnya telah meninggal saat ia berusia 2Tahun. Setelah itu ia pindah ke
Madrasah Nahdlatul Watan dan belajar bahasa arab dengan KH Abdulah Ubeid, sampai tamat
tahun 1937. Saat sekolah di madrasah NW tersebut, iapun bekerja dibengkel Marina milik
angkatan laut sambil mengajarkan agama kepada kawan sekerjanya.
Pada sekitar tahun 1940, ia menekuni profesi sebagai guru madrasah sambil membuka usaha
took sepatu serta membina pemuda di daerahnya melalui kursus bahasa Arab dan Inggris.
Syaikhui juga menguasai bahasa Perancis dengan baik. Kedua bahasa terkahir itu dipelajarinya
sendiri secara autodidak.
Perjuangan dan perjalanan karir Ahmad Syaikhu
Akhir Januari 1945, Syaikhu menikah dengan solchah dan kemudian dikaruniai 4 putra dan 4
putri. Saat terjadi pertempuran 10 november 1945, Surabaya, Syaikhu ikut berjuang, yaitu
bergabung dengan barisan pemuda Surabaya, berperang melawan pasukan sekutu. Demikian
pula ketika agresi militer Belanda 1947. Ia sempat mengungsi ke Sidoardjo dan kemudian
mengungsi ke Bangil, Pasuruan. Disini ia bertemu dengan Farhan Ali dan membentuk
Persatuan Gabungan Perjuangan Surabaya (PGPS) yang bertujuan untuk membentuk kaderkader terlatih guna menggempur Belanda di Surabaya.
Pada tahun 1948, Syaikhu dan keluarganya kembali ke Surabaya, setelah kota pahlawan itu
mulai aman. Bakat kepemimpinan dan politiknya mulai ia salurkan dengan mulai aktif di NU
sebagai ketua ranting Karang Menjangan. Sambil menjadi guru di Madrasah setempat. Setelah
dua tahun menjadi Ranting di NU, karena menonjol kepemimpinannya, maka iapun kemudian
dipercaya untuk menjabat sebagai ketua Dewan pimpinan Umum Tanfidziyah NU Jawa Timur.
Pada tahun 1950, Jabatan itu kemudian menghantarkannya ke anggota DPRD Surabaya. Ia
juga merangkap jabatan menjadi wakil kepala kantor pengadilan Agama di Surabaya. Melalui
ketiga jabatannya itu, Syaikhu mulai dikenal luas dikalangan pemerintah daerah dan para ulama
lainya.

Pada hasil pemilu tahun 1955, Syaikhu menjadi anggota DPRD pusat (DPRGR) mewakili NU,
Jawa Timur. Sejak dijakarta inilah, ia mulai berkiprah menjadi tokoh politik Nasional. Nama KH.
Ahmad Syaikhu semakin popular ketika ia menjadi ketua PBNU, hasil muktamar NU ke 24
tahun 1956 di Medan.
Karir politiknya pun semakin meningkat di DPRGR, tahun 1958-1960. Ia menjadi ketua fraksi
NU di DPR. Saat meletusnya peristiwa GS30/PKI, Syaikhu. Sebagai ketua PBNU saat itu
mengambil sikap tegas yang mengecam PKI dan menuntu PKI dibubarkan. Sedangkan aktivitas
yang berskala Internasional yang dilakukanya, yaitu ketika ia ikut memprakarsai dilaksanakanya
Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 1965. Konprensi tersebut secara politik berhasil
meningkatkan reputasi Indonesia diantara Negara Negara yang baru merdeka di Asia Afrika.
Hasil lainnya, melalui konferensi Asia Afrika tersebut yang juga berfungsi sebagai forum
silahturahmi antar para pimpinan Islam dari kedua benua, akhirnya sebagai tindak lanjut dari
konprensi tersebut, para tokoh Islam sepakat untuk membentuk Organisasi Islam Asia Afrika
(OIAA) dam Ahmad Syaikhu terpilih sebagai kedua Dewan pusat OIAA itu.

Prof. Dr. H. Koesnadi Hardjasoemantri, SH


Beliau lahir di Manonjaya, Tasikmalaya, 9 Desember 1926 meninggal
di Depok, Sleman,7 Maret 2007 pada umur 80 tahun) adalah seorang guru besar
dalam hukum lingkungan Indonesia. Koesnadi dilahirkan sebagai anak pertama dari
lima bersaudara dari pasangan R. Gaos Hardjasoemantri, seorang pegawai tinggi di
Departemen Sosial, dengan R.H.E. Basriah.
Koesnadi memulai pendidikannya di HIS di Bandoeng. Setelah menyelesaikan
pendidikan SMA-nya, ia melanjutkan ke Fakultas Hukum Universitas Gadjah
Mada (UGM), dan lulus dengan gelar sarjana hukum pada 1964. Ia memperoleh
kesempatan untuk memperdalam ilmunya, dan lulus dengan gelar Master Hukum (ML)
(1969) dari Universitas Purdue di Indiana, Amerika Serikat, dan Doktor ilmu hukum di
Fakultas Hukum Universitas Leiden, Belanda (1981).
Pekerjaan
Aktivis mahasiswa ini adalah pelopor program pengerahan tenaga mahasiswa ke
daerah-daerah terpencil akhir tahun 1950-an, yang sekarang dikenal dengan Kuliah
Kerja Nyata.
Pada 1969-1974 ia menjabat sebagai Direktur Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, kemudian diangkat menjadi Atase Kebudayaan di
Kedutaan Besar Republik Indonesia di Den Haag, Belanda (1974-1980). Kembali ke

Indonesia ia diangkat menjadi Sekretaris Mentri Negara Kementerian Lingkungan Hidup


(1980-1986). Ia juga perintis yang memperkenalkan disiplin ilmu hukum lingkungan di
Indonesia. Koesnadi menjadi dosen di Fakultas Hukum UGM dan pernah pula diangkat
menjadi rektor UGM (1986-1990). Selain itu, ia juga menjadi Guru Besar di berbagai
universitas di Yogyakarta dan Jakarta, serta menjadi aktivis dan pendiri berbagai LSM
di bidang lingkungan hidup dan hukum dalam dan luar negeri.
Ketika Prof. Dr. Fuad Hassan menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,
Koesnadi diberi kepercayaan untuk menjadi rektor Universitas Gadjah Mada di
Yogyakarta untuk periode 1986-1990. Kedua tokoh ini aktif di dunia kepanduan dan
menjadi sesepuh Gerakan Pramuka.
Ketika banyak pimpinan perguruan tinggi mengalami desakan dari pemerintah Orde
Baru untuk menekan mahasiswa, Koesnadi malah terkesan banyak memberi angin bagi
semangat demokrasi di kampus UGM.
Koesnadi juga mantan Ketua Umum PP Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada
(KAGAMA) selama tiga periode. Pada masa kepemimpinannya KAGAMA
memantapkan diri sebagai organisasi alumni yang besar dan berpengaruh di Indonesia.
Aktivitas lainnya adalah dunia kepramukaan yang telah digelutinya selama puluhan
tahun.

SUMBER :
Drs. Shalahuddin Hamid, MA . INTIMEDIA , 100 Tokoh Islam Paling berpengaruh di Indonesia

Anda mungkin juga menyukai