Anda di halaman 1dari 10

HIPERSENSITIVITAS TIPE 1

KELOMPOK 1
Fiona Zulfasabella 17031048
Faliatasya Amanda Nurfitriyani 18031004
Mira Sayuni 18031009
Ade Tiya Dinata 18031012
Nur Annysa Amude 18031019
Sri Yuliana 18031025
Marziah Ustna 18031026
Novia Putri 18031031
Dewi Santri 18031043
Murthada Habibi 18031044
Melania Yantika Safitri 18031048
Definisi
Reaksi hipersensitivitas 1 merupakan respon jaringan yang
terjadi karena adanya ikatan silang antara alergen dan IgE.
Reaksi ini disebut juga sebagai reaksi cepat, reaksi alergi, atau
reaksi anafilaksi. Mekanisme umum dari reaksi ini adalah
alergen berkaitan silang dengan IgE. Reaksi hipersensitivitas
tipe I, atau tipe cepat ini ada yang membagi menjadi reaksi
anafilatik (tipe Ia) dan reaksi anafilaktoid (tipe Ib). Proses
aktivasi akan membebaskan berbagai mediator peradangan
yang menimbulkan gejala alergi gejala alergi pada penderita,
misalnya reaksi anafilatik terhadap penisilin atau gejala rinitis
alaergik akibat reaksi serbuk bunga.
ETIOLOGI
Terdapat beberapa golongan alergen yang dapat menimbulkan
reaksi anafilaksis, yaitu: makanan, obat-obatan, bisa atau
racun serangga dan alergen lain yang tidak bisa di golongkan.

MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis anafilaksis sangat bervariasi. Secara klinik
terdapat 3 tipe dari reaksi anafilaktik, yaitu reaksi cepat yang
terjadi beberapa menit sampai 1 jam setelah terpapar dengan
allergen; reaksi moderat terjadi antara 1 sampai 24 jam setelah
terpapar dengan allergen; serta reaksi lambat terjadi lebih dari
24 jam setelah terpapar dengan allergen.
KLASIFIKASI
a. Reaksi hipersensitivitas tipe 1 fase cepat
Reaksi hipersensitivitas tipe 1 fase cepat biasanya terjadi beberapa menit
setelah pajanan antigen yang sesuai. Reaksi ini dapat bertahan beberapa
jam walaupun tanpa kontak dengan alergen lagi.
b. Reaksi hipersensitivitas tipe 1 fase lambat
Mekanisme terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe 1 fase lambat ini
belum jelas benar diketahui. Ternyata sel mast masih merupakan sel
yang menentukan terjadinya reaksi ini seperti terbukti bahwa reaksi
alergi tipe lambat yang jarang terjadi tanpa di dahului reaksi alergifase
cepat
PATOFISIOLOGI
1. Fase Sensitisasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE
sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan sel mast dan basophil.
2. Fase Aktivasi, yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan
antigen yang spesifik dan sel mast melepas isinya yang menimbulkan reaksi.
3. Fase Efektor, yaitu waktu terjadi respons yang kompleks (anafilaksis)
sebagai efek mediator-mediator yang dilepas sel mast dengan aktivitas
farmakologik.

Reaksi tipe I dapat terjadi sebagai suatu gangguan sistemik atau reaksi local.
Sering kali hal ini ditentukan oleh rute pajanan antigen. Pemberian antigen
protein atau obat secara sistemik (parental) menimbulkan anafilaksis sistemik.
Dalam beberapa menit setelah pajanan, pada pejamu yang tersensitisasi akan
muncul rasa gatal, urtikaria, dan eritema kulit, diikuti oleh kesulitan bernafas
berat yang disebabkan oleh bronkokonstriksi paru dan diperkuat dengan
hipersekresi mucus.
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis anafilaksis sangat bervariasi. Secara klinik terdapat 3
tipe dari reaksi anafilaktik, yaitu reaksi cepat yang terjadi beberapa
menit sampai 1 jam setelah terpapar dengan allergen; reaksi moderat
terjadi antara 1 sampai 24 jam setelah terpapar dengan allergen; serta
reaksi lambat terjadi lebih dari 24 jam setelah terpapar dengan allergen.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Skin Prick Test merupakan tes untuk mengetahui adanya IgE spesifik
terhadap obat tertentu yang berguna hanya untuk beberapa obat dengan
berat molekul rendah (penisilin, muscle relaxan, barbiturat). Radio
Allergo Sorbent Assay (RAST), merupakan solid phase yang mengukur
circulating allergen specific IgE antibodies. Kegunaannya terbatas
sebagai tes diagnosis alergi obat, karena seperti tes kulit,
immunochemistry dari kebanyakan obat belum diketahui.
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa, tinggal dan jam MRS, no register, dan diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya terdapat kemerahan dan bengkak pada kulit dan terasa gatal.
3. Riwayat penyakit sekarang
Sesak napas, demam, bibirnya bengkak, timbul kemerahan pada kulit, mual
muntah, dan terasa gatal.
4. Riwayat penyakit dahulu
Mengkaji apakah sebelumnya pasien pernah mengalami nyeri perut, sesak
napas, demam, bibirnya bengkak, timbul kemerahan pada kulit, mual muntah,
dan terasa gatal dan pernah menjalani perawatan di RS atau pengobatan
tertentu.
Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji apakah dalam keluarga pasien ada/tidak yang mengalami
penyakit yang sama.
6. Riwayat psikososial
Mengkaji orang terdekat dengan pasien, interaksi dalam keluarga,
dampak penyakit pasien terhadap keluarga, masalah yang mempengaruhi
pasien, mekanisme koping terhadap stress, persepsi pasien terhadap
penyakitnya, tugas perkembangan menurut usia saat ini, dan sistem nilai
kepercayaan.
7. Pemeriksaan fisik

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan terpajan allergen.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamaasi dermal,
intradermal sekunder.
Dx Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)
Intervensi (NIC)
RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN
Indikator Awal Akhir

1. Ketidakefekti Respon     Manajemen Alergi


fan pola nafas Alergi:      Identifikasi alergi yang di ketahui
berhubungan Sistemik Cukup berat Ringan (4) (misalnya, obat obatan, makanan,
dengan  Rasa (2)   serangga, lingkungan) dan reaksi yang
terpajan gatal     tidak biasa.
allergen. seluruh Cukup berat Ringan (4)  Pakaikan gelang alergi pada pasien,
tubuh (2)   sebagaimana mestinya.
 Edema    
kulit    
yang Cukup berat Ringan (4)
disertai (2)  
gatal Cukup berat Ringan (4)
(hives) (2)
 Petekie
 
 Demam
1. Kerusakan integritas kulit Respon     Pemberian Obat: Kulit
berhubungan dengan Alergi: Lokal    Ikuti prinsip 5 benar pemberian
inflamasi dermal,  Rhinitis Sedang Ringan obat
intradermal sekunder.  Rasa (3) (4)  Catat riwayat medis pasien dan
gatal Sedang Ringan riwayat alergi
setempat (3) (4)  Sebarkan obat di atas kulit,
(lokal)     sesuai kebutuhan
 Ruam      Rotasikan lokasi pemberian
kulit Sedang Ringan untuk obat topical sistemik
setempat (3) (4)  Ajarkan dan monitor teknik
(lokal) pemberian mandiri, sesuai
kebutuhan.

Anda mungkin juga menyukai