Anda di halaman 1dari 27

HUBUNGAN STRUKTUR SIFAT

KIMIA FISIKA DAN AKTIFITAS


BIOLOGIS OBAT
A. Ionisasi dan aktivitas biologis
• Ionisasi sangat penting dalam hubungannya dengan proses
penembusan obat ke dalam membrane biologis dan interaksi
obat-reseptor. Untuk dapat menimbulkan aktivitas biologis,
pada umumnya obat dalam bentuk tidak terionisasi, tetapi
ada pula yang aktif adalah bentuk ionnya.
1. Obat yang Aktif dalam Bentuk Tidak Terionisasi
• Sebagian besar obat yang bersifat asam atau basa lemah,
bentuk tidak terionisasi dapat memberikan efek biologis. Hal
ini dimungkinkan bila kerja obat terjadi di membrane sel atau
di dalam sel.
• Contoh : Fenobarbital, (asam lemah) bentuk tidak terionisasi
dapat menembus sawar darah otak dan menimbulkan efek
penekan fungsi system saraf pusat dan pernapasan.
• Hubungan antara pKa dengan fraksi obat terionisasi dan yang
tidak terionisasi dari obat yang bersifat asam dan basa lemah,
dinyatakan melalui persamaan Henderson-Hasselbach
sebagai berikut :
• Untuk asam lemah: pKa = pH + log Cu/Ci
• Untuk basa lemah : pKa = pH + log Ci/Cu
Cu : Fraksi yang tak terionisasi
Ci : Fraksi yang terionisasi
• Perubahan pH dapat berpengaruh terhadap sifat kelarutan
dan koefisien partisi obat. Garam dari asam atau basa lemah,
bentuk tidak terionisasinya mudah diabsorpsi oleh saluran
cerna, dan aktivitas biologis sesuai dengan kadar obat bebas
yang terdapat dalam cairan tubuh.
• Obat yang bersifat  asam lemah, penigkatan pH, sifat ionisasi
>>, bentuk tak terionisasi <<, jumlah obat yang
menembus membrane biologis semakin kecil obat
untuk berinteraksi dengan reseptor semakin rendah dan
aktivitas biologisnya semakin <<.

• obat yang bersifat basa lemah, dengan meningkatnya pH,


sifat ionisasi bertambah kecil, bentuk tak terionisasinya
semakin besar, sehingga jumlah obat yang menembus
membrane biologis bertambah besar pula. Akibatnya,
kemungkinan obat untuk berinteraksi dengan reseptor
bertambah besar dan aktivitas biologisnya semakin
meningkat. 
• Asam aromatic lemah, seperti asam benzoate, asam salisilat dan
asam mandelat, aktivitas antibakterinya bertambah besar bila
dalam media asam. Pada pH=3, aktivitas antibakteri asam benzoate
100 kali lebih besar disbanding aktivitasnya pada suasana netral.
• Fenol, suatu asam lemah, memberikan gambaran hubungan
perubahan pH dengan aktivitas biologis yang berbeda. Pada pH
<4,5 aktivitas antibakterinya akan semakin meningkat, tetapi bila
pH >4,5 aktivitasnya akan menurun. Hal ini terjadi sampai pada
pH=10. Pada pH >10, aktivitasnya akan meningkat lagi karena fenol
teroksidasi menjadi bentuk kuinon, yang juga mempunyai aktivitas
antibakteri cukup besar.
• Sedikit perubahan struktur dapat menyebabkan perubahan yang
bermakna dari sifat ionisasi asam atau basa, dan hal ini akan
mempengaruhi aktivitas biologis obat.
 
Hubungan perubahan pH dengan aktivitas biologis asam dan basa
• Contoh : Golongan 5,5-disubstitusi dari turunan asam
barbiturate mempunyai nilai pKa 7-8,5 contoh : asam 5,5-
dietilbarbiturat (fenobarbital) mempunyai nilai pKa= 7,4 .
pada pH fisiologis, lebih dari 50% fenobarbital terdapat
dalam bentuk tidak terionisasi, sehingga dengan mudah
menembus jaringan lemak dan menunjukan aktivitas
sebagai penekan system saraf pusat.
• Sifat keasaman turunan barbiturate ditentukan oleh bentuk
tautomeri keto-enol dan laktim-laktam. Golongan 5-
substitusi barbiturat, bersifat lebih asam, contoh : asam 5-
etilbarbiturat, mempunyai nilai pKa = 4,4 , pada pH
fisiologis mudah terionisasi (99,9%), sehingga kurang efektif
dalam menembus sawar membrane lipofil system saraf
pusat, dan tidak dapat menimbulkan efek penekan system
saraf pusat. 
2. Obat yang aktif dalam bentuk ion
•             Beberapa senyawa obat menunjukkan aktivitas biologis yang
makin meningkat bila derajat ionisasinya meningkat. Seperti
diketahui dalam bentuk ion senyawa obat umumnya sulit
menembus membran biologis, sehingga diduga senyawa obat
dengan tipe ini memberikan efekbiologisnya diluar sel.
• Bell  dan Roblin (1942), memberikan postulat bahwa aktivitas
antibakteri sulfonamide mencapai maksimum bila mempunyai nilai
pKa 6-8. Pada pKa tersebut sulfonamide terionisasi kurang lebih
50%. Pada pKa 3-5, sulfonamide terionisasi sempurna, dan bentuk
ionisasi ini tidak dapat menembus membrane sehingga aktivitas
antibakterinya rendah. Bila kadar bentuk ion kurang lebih sama
dengan kadar bentuk molekul (pKa 6-8), aktivitas antibakterinya
akan maksimal. Pada pKa 9-11, penurunan pKa meningkatkan
jumlah sulfonamide yang terionisasi, jumlah senyawa yang
menembus membrane kecil, sehingga aktivitas antibakterinya
rendah.
Hubungan antara aktivitas antibakteri terhadap ensherichia coli (pada pH = 7)
dan nilai pKa dari turunan sulfonamida. 
• Menurut Cowles (1942) , sulfonamide menembus membrane
sel bakteri dalam bentuk tidak terionisasinya, dan sesudah
mencapai reseptor yang bekerja adalah bentuk ion. Contoh
obat yang aktif dalam bentuk ion antara lain adalah turunan
akridin dan turunan ammonium kuarterner.
2. Pembentukan kelat dan aktivitas biologis
•            Kelat adalah kombinasi senyawa yang mengandung
gugus elektron donor dengan ion logam, membentuk suatu
struktur cincin. Gugus-gugus kimia yang dapat membentuk
kelat antara lain adalah gugus amin primer, sekunder dan
tersier, oksim, imin, imin tersubstitusi, tioeter, keto, tioketo,
hidroksil, tioalkohol, karboksilat, fosfat dan sulfonat.
• Ligan adalah senyawa yang dapat membentuk struktur
cincin dengan ion logam karena mengandung atom yang
bersifat elektron donor, seperti N, S, dam O. atruktur cincin
yang umum terdapat dan cukup stabil adalah struktur cincin
dengan jumlah atom 5 dan 6. Dalam system biologis banyak
terdapat ligan-ligan yang dapat membentuk kelat dengan
ion logam
Contoh ligan dalam system biologis :
1. asam amino protein, seperti glisin, sistein, histidin, histamine
dan asam glutamate
2. vitamin, seperti riboflavin dan asam folat
3. basa purin, seperti hipoxantin dan guanosin
4. asam trikarboksilat, seperti asam laktat dan asam sitrat.

Logam yang berperan dalam system biologis adalah Fe, Mg, Cu,
Mn, Co dan Zn.
Contoh kelat dalam system biologis :
1. Kelat yang mengandung logam Fe
     Contoh :
     a. enzim forfirin, seperti katalase, peroksidase dan sitokrom
     b. enzim non forfirin, seperti akonitase, aldolase dan feritin
     c. molekul transfer oksigen, seperti hemoglobin dan mioglobin
2. Kelat yang mengandung logam Cu
Contoh : Enzim oksidase, seperti asam askorbat oksidase,
tirosinase, polifenol oksidase,     lakase dan sitokrom oksidase
3. Kelat yang mengandung Logam Mg
     Contoh : beberapa enzim proteolitik, fosfatase dan karboksilase
4. Kelat yang mengandung Logam Mn
     Contoh : oksaloasetat dekarboksilase, arginase dan prolidase
5. Kelat yang mengandung Logam Zn
     Contoh : insulin, karbonik anhidrase dan laktat dehidrogenase
6. Kelat yang mengandung Logam Co
     Contoh : vitamin B12 dan enzim karboksi peptidase
• Ligan mempunyai afinitas yang besar terhadap ion logam,
sehingga dapat menurunkan kadar ion logam yang toksis dalam
jaringan dengan membentuk kelat yang mudah larut dan
kemudian diekskresikan melalui ginjal. 
• Penggunaan ligan dalam bidang farmokologi antara lain:
a. membunuh mikroorganisme parasit,
b. untuk menghilangkan logam yang tidak diinginkan atau yang
membahayakan organism hidup
c. untuk studi fungsi logam dan metaloenzim pada media biologis.
• Contoh ligan :
1. Dimerkaprol ( British Anti-Lewisite = BAL )
            Dimerkaprol mengandung gugus sulfhidril (SH), yang
dapat berinteraksi dengan arsen organic (lewisite),
membentuk kelat yang mudah larut. Senyawa ini spesifik
untuk antidotum keracunan arsen organic, logam Sb, Au dan
Hg. 
H2C CH CH2OH
+ R As O
SH SH

H2C CH CH2OH
S S
+ H2O
As
R
• Beberapa kelat dapat digunakan untuk pengobatan penyakit
tertentu.
Contoh :
1. Sisplatin
           Sispatin, cis-dikloroetilendiaminplatimum (II), (komplek
turunan Pt ), digunakan sebagai obat antikanker. I Mekanisme
kerjanya dengan membentuk ligan reaktif, kemudian Pt
membentuk crosslink diantara atom N dari dua guanosin
DNA, sehingga terjadi hambatan sintesis DNA sel kanker.
• Sisplatin mempunyai kelarutan dalam air sangat kecil,
sehingga transportasi ke jaringan tumor relatif rendah, oleh
karena itu kemudian dikembangkan  turunanannya
karboplatin (cis -1,1-dikarboksisiklobutan-diaminplatinum)
yang menunjukan keefektifan sama dengan sisplatin, dengan
distribusi ke jaringan tumor yang lebih baik.
2. kompleks Tembaga
             Kompleks tembaga dengan BM rendah banyak
digunakan untuk pengobatan penyakit rematik artitis dan
antiradang. Contoh : Kupralen, alkuprin dan dikuprin. 
3 Potensial Redoks dan Aktifitas Biologis
•        Potensial redoks adalah ukuran kuantitatif kecenderungan
senyawa untuk memberi dan menerima elektron. Hubungan kadar
oksidator dan reduktor ditujukkan oleh persamaan Nernst sebgai
berikut :

Eh = Eo – 0,06/n x log (oksidator)/(reduktor)

Keterangan :
Eh = potensial redoks yang diukur
Eo = potensial redoks baku
n = jumlah elektron yang berpindah.
0,06 = tetapan termodinamika pemindahan 1 elektron (30 0c)
 
• Tiap reaksi pada pada organisme hidup terjadi pada potensial
redoks optimum, dengan kisaran yang bervariasi, sehingga
diperkirakan bahwa potensial redoks senyawa tertentu
berhubungan dengan aktivitas biologisnya.
•       Pengaruh potensial redoks tidak dapat diamati secara
langsung karena hanya berlaku untuk sistem keseimbangan
ion tunggal yang bersifat reversibel, sedang reaksi pada sel
hidup merupakan reaksi yang serentak, termasuk oksidasi ion
dan non ion, ada yang bersifat ireversibel.
• Hubungan potensial redoks dengan aktivitas biologis secara
umum hanya terjadi pada senywa dengan struktur dan sifat
yang hampir sama. Pada sistem interaksi obat secara redoks,
pengaruh sistem distrubusi dan faktor sterik sangat kecil.
Contoh:
• Turunan kuinon, menunjukkan aktivitas
antibakteri terhadap staphylococcus aureus pada
E0 antara (-) 0,10 sampai (+) 0,15 V, dan aktivitas
maksimum dicapai pada Eo =(+) 0,03 V.
• Ribovlafin, riboflavin adalah koenzim faktor
vitamin; aktivitas biologisnya berdasar pada
kemampuan untuk menerima elektron sehingga
tereduksi menjadi bentuk dihidronya. Reaksi ini
terjadi pada Eo = (-) 0,185 V.
O

H3C N
NH
Riboflavin
H3C N N O
H
CH2(CHOH)3 CH2OH
O H
O
H
H3C N
NH Dihidroriboflavin

H3C N N O
H
CH2(CHOH)3CH 2OH
D. Aktivitas permukaan dan aktivitas biologis
•        Surfaktan adalah suatu senyawa yang karena orientasinya
dan pengaturan molekul pada permukaaan larutan, dapat
menurunkan tegangan permukaan. Struktur surfaktan terdiri
dari dua bagian yang berbeda, yaitu bagian yang bersifat
hidrofilik atau polar dan bagian lipofilik atau non polar,
sehingga dikatakan surfaktan bersifat ampifilik.
•             Bila surfaktan dimasukkan ke air maka pada
permukaan akan teratur sedemikian rupa sehingga bagian
non polar, misal rantai hidrokarbon, berorientasi ke fasa uap,
sedang bagian polar, misal gugus-gugus COOH, OH, NH2 dan
NO2 berorientasi ke fasa air.
• Contoh :
• Asam oleat (C18H36COOH), bila dimasukan ke air dapat
membentuk lapisan monomolekul. Rantai ranti hidrokarbon
cenderung tegaklurus dalam permukaan, sedang gugus COOH
mengarah ke fase air. Bila kemugkinan ditambahkan minyak,
rantai hidrokarbon akan berorientasi ke fasa minyak sedang
gugus COOH tetap kontak dengan air.
•             Asam oleat cenderung membentuk perubahan dari
fasa non polar ke fasa polar secara perlahan-lahan sehingga
energi bebas pada permukaan menjadi lebih kecil. Aktivitas
permukaan surfaktan ditentukan oleh keseimbangan gugus
hidrofil dan lipofil
• Berdasarkan sifat gugus yang dikandungnya, surfaktan dibagi
menjadi empat kelopok :
1.      Surfaktan anionik
• Surfaktan anionik mengandung gugus hidrofil yang bermuatan
negatif, dan dapat berupa gugus karboksil, sulfat, sulfonat atau
fosfat.
• Contoh : sabun K, sabun Na, natrium stearat, natrium laurisulfat dan
natrium laurisulfoasetat.
2.      Surfaktan kationik
• Surfaktan kationik mengandung gugus hidrofil yang bermuatan
positif, dan dapat berupa gugus amonium kuarterner, biguanidin,
sulfonium, fosfonium dan iodonium.
• Contoh : turunan amonium kuarterner, seperti setilpiridinium
klorida, benzoonium klorida, benzalkonium klorida dan setavlon,
serta turunan biguanidin, seperti heksaklorofen.
• 3.      Surfaktan non ionik
• Surfaktan ini tidak terionisasi dan mengandung gugus-gugus
hidrofil dan lipofil yang lemah sehingga larut atau dapat
terdispersi dalam air, biasanya adalah gugus polioksietilen
eter dan poliester alkohol.
• contoh :     polisorbat 80, span 80 dan gliserilmonostearat,
• 4.      Surfaktan omfoterik
• Surfaktan amfoterik mengandung dua gugs hidrofil yang
bermuatan positif (kationik) dan negatif (anionik).
• Contoh : N-lauril-β-aminopropionat dan miranol.
• Surfaktan juga mempengaruhi absorpsi obat. Aktivitas
surfaktan terhadap absorpsi obat tergantung pada :
a.   Kadar surfaktan
b.   Struktur kimia surfaktan
c.   Efek surfaktan terhadap membran biologis
d.   Efek farmakologis surfaktan
e.    Adanya interaksi surfaktan dengan bahan-bahan
pembawa atau bahan obat.
• Contoh : Surfaktan polisorbat 80 terhadap absorbsi
sekoarbital Na: pada kadar rendah surfaktan meningkatkan
absorbsi sekobarbital. Pada kadar tinggi, surfaktan
menyebabkan partisi obat kedalam fasa air dan misel hingga
absorbsi obat menurun

Anda mungkin juga menyukai