Anda di halaman 1dari 83

Caudal epidural analgesia salah satu blok

regional yang populer sering diterapkan pada


anestesi pediatrik.

Tekniknya reliabel & aman sehingga dapat


dipakai dengan general anestesi untuk
analgesi intra, post operatif pada pasien yg
menjalani pembedahan abdomen &
ekstremitas bawah.

Mudah diterapkan pada anak yang lebih muda.


Dalens and Hasnaoui mencatat angka
kegagalan 1% pada anak < 7 th
dibandingkan dengan angka kegagalan
14,5% pada anak yang lebih tua.

Keuntungan utama adalah pendeknya durasi


aksi bahkan pada obat anestesi lokal aksi
panjang seperti bupivacain yang hanya
menyediakan analgesia selama 4-8 jam.
Penggunaan catheter caudal untuk pemberian
dosis berulang atau infus larutan anestesi
lokal tidaklah populer karena perhatian pada
infeksinya.

Anelgesi caudal yang diperpanjang dengan


menggunakan teknik injeksi tunggal di
fasilitasi dengan penambahan adjuvan yang
bervariasi.
Ringkasan ini menyimpulkanperlunya
pengetahuan yang berhubungan
dengan keuntungan potensial balans
dalam caudal dibanding kemungkinan
resikonya pada anak.
ANATOMY
Ruang epidural caudal adalah bagian paling
rendah dari sistem epidural dan masuk
melalui hiatus sakralis.

Sacrum adalah tulang triangular yang terdiri 5


vertebrae sacral yang menyatu(S1-S5).
Artikulasinya dengan vertebra lumbal ke 5 &
coccygeus.
Hiatus sacralis adalah defek di bagian bawah
dinding posterior sacrum yang dibentuk oleh
lamina S4 & S5.

Ada variasi yang perlu mendapat perhatian


pada anatomi jaringan yang berdekatan
dengan hiatus sacralis terutama pada tulang
sacrum.
Canalis sacralis adalah lanjutan dari
canalis spinalis lumbal yang berakhir di
hiatus sacralis. Volume canalis sacralis
variasinya sangat besar bahkan pada
orang dewasa.
Canalis sacralis mengandung :
1. Bagian terminal dural sac, yang berakhir di
antara S1 & S3
2. 5 saraf sacral & coccygeal membentuk
cauda equina. Sacral epidural veins
umumnya berakhir pada S4 tapi dapat
memanjang melewati canalis. Mereka
beresiko terkena penusukan kateter / jarum.
3. Filum terminal bagian akhir dari medula
spinalis yang tidak mengandung saraf.
Bagian ini masuk melalui hiatus sacralis &
berlanjut hingga coccyx bawah.
4. Lemak epidural
• Karakternya berubah dari loose texture
pada anak menjadi lebih fibrous close-
meshed texture pada dewasa.
• Perbedaan ini menyebabkan penjalaran
anestesi lokal caudal pada anak dapat
di prediksi & sulit diprediksi pada
dewasa.
Anatomical considerations
Adanya perbedaan signifikan dibanding
dewasa.

Pada neonatus dan infant, conus medullaris


berlokasi di columna spinalis bawah
(vertebra L3) dibanding dengan dewasa
yang berada pada vertebra L1-L2
Pada umur >1th conus medullaris mencapai
level L1 setara dengan orang dewasa.
Sacrum juga lebih pendek & mendatar
Saat kelahiran sacral plate yang dibentuk oleh
5 vertebra sacralis tidak berossifikasi dengan
komplet & berlanjut hingga menyatu pada
umur mendekati 8 th (hiatus sacralis)
Ruang epidural caudal dapat dicapai dengan
mudah pada infant & anak melalui hiatus
sacralis.

Pada anak hiatus sacralis berlokasi lebih


cephalad dibanding dewasa. Karenanya
perhatian yang lebih harus diberikan jika
melakukan blok caudalpada infant karena
dura letaknya lebih caudal sehingga ↑ resiko
dural puncture.
Lemak epidural pada anak kurang padat
dibandingkan orang dewasa.

Jaringan lunak dan lemak di daerah epidural


memfasilitasi tidak hanya penyebaran obat
anestesi lokal tapi juga memposisikan letak
kateter epidural di ruang epidural caudal
hingga level toraco lumbal.
Secara Klinis
• Pada neonatus linea intercristal memotong
L5 (pada dewasa dicorpus L4 atau space
antara L3-L4) dan medula spinalis berakhir
setinggi L3 pada 1 th pertama (L1 pd dws).

• Seperti pada umumnya ruang epidural


berukuran 1 mm/kg BB namun hal ini
bervariasi tiap individu.
TEKNIK
Teknik caudal single shot
1. ‘Kiddy caudal‘ efektif untuk pasien yang
menjalani pembedahan urologi, umum dan
orthopedi bagian bawah abdomen dan
anggota gerak bagian bawah.
2. Single shot caudal epidural mungkin nsaja
tidak cocok untuk setiap kasus mengingat
keterbatasan distribusi dermatom dan durasi
yang pendek.
3. Obat-obat anestesi lokal dan adjupan baru,
penggunaan kateter kontinyu dapat
mengalami keterbatasan tsb
Pemilihan jarum untuk analgesia caudal

• Jarum 22 bevel pendek (panjang >4 cm)


dengan stylet memungkinkan sensasi taktil
yg lebih baik ketika ligamentum
sacrococcygeal tertembus.

• Secara teoritis, penggunaan jarum berstilet


akan mengurangi resiko dermal plug
(sumbatan kulit) pada ruang caudal.
• Penggunaan angiocath no 20 gauge juga
disarankan, sebab masuknya kateter ini pada
ruang caudal menunjukkan posisi yang tepat.
• Angiokateter juga mempermudah deteksi
masuknya obat ke intravaskuler atau
intraosseus.
• Dengan angiokateter akan terhindar dari
sumbatan oleh jaringan, jarum mesti sudah
dipindahkan sebelum melakukan
penyuntikan
Figure 3. Patient Positioning. Shown is left lateral
position with hips maximally flexed
Figure 4. Landmarks for caudal anesthesia. Shown are
posterior superior iliac spines (two fingers) which form
equalateral triangle with sacral cornua (single finger)
Figure 5. Needle advancement in caudal block. Cannula is advanced
in a cephalad direction. Occasionally, a pop is felt as the
sacrococcygeal ligament is penetrated. At this point the cannula is
advanced a few cm off the needle
Figure 6. Cannula placement. Easy passage of
the cannula confirms correct placement
Figure 7. The cannula is stabilized with the left hand while the local anesthetic syringe
is connected and subsequently injected in divided doses. The EKG is monitored
during injection for an increase in heart reate of 10 beats/min or a 20% change in T
wave amplitude. The reliability of these signs without EKG strip monitoring remains
untested.  The area of skin immediately over the sacrum should be visible to observe
for inadvertent subcutaneous injection.
Figure 8. Bloody tap. In the infant shown, an epidural vein is inadvertently
cannulated as evidenced by the free flow of venous blood. The cannula is
consequently removed and the process repeated.  
Klinis

• Spina iliaca posterior superior dan hiatus


sacralis membentuk segitiga sama sisi

• Cornu sacralis membentuk tepi hiatus


(bergerak 0,5 – 1,0 cm)

• Dural sac terletak hingga S4 pada bayi < 1 th


( S2 pada dewasa)
Kompirmasi posisi jarum
• Adanya sensasi klasik “pop”, saat membran
sacrococcygeal tertembus biasanya
menunjukkan posisi jarum caudal yg benar.
• Tidak adanya bulging subcutan dan tidak
adanya tahanan saat injeksi obat lokal
anestesi adalah tanda lain posisi jarum yg
benar, gbr 7.
• Saat aspirasi, jarum tidak boleh didapatkan
darah atau LCS dan hasil negatif tes dose
epinefrin harus dilakukan untuk menghindari
masuknya / penyuntikan intratekal dan
intravaskuler.
• Cara lain untuk memastikan posisi jarum yg
benar adalah “test whoosh”, tes swoosh dan
penggunaan stimulasi saraf.
• Whoosh tes menggunakan udara 2,5 cc yg
diinjeksikan mll jarum caudal, namun hal ini
dapat menyebabkan sumbatan hingga
emboli udara vena bila jarum masuk
kepembuluh / vena epidural terutama pada
bayi kecil.
Caudal epidural kontinyu
• Teknik insersi jarum untuk analgesia caudal
kontinyu sama dengan pendekatan caudal
single shot.
• Kateter intravena (mis 18 G angiokateter
untuk 20 G kateter epidural atau 16 G
angiokateter untuk 19 G kateter epidural)
atau jarum crawford 18 G dimasukkan
melewati ligamen sacrococcygeal seperti
dijelaskan pada teknik single shot.
• Angiokateter dan jarum kemudian
dimasukkan tidak lebih dari 1 cm kedalam
canalis sacralis.
• Setelah jarum dilepas, sarung plastik
dimasukkan seluruhnya dengan gentle
kedalam ruang caudal.
• Ini memungkinkan kateter epidural masuk
dengan mudah melalui plastik.
• Panjang kateter epidural diukur pada
punggung anak mulai dari sacral sampai
ketinggian spinal atau perkiraan dermatom
yg diperlukan utk prosedur pembedahan.

• Kateter epidural dimasukkan dengan hati-hati


dari ruang caudal hingga ketinggian yg ingin
dicapai.
• Tahanan saat memasukkan kateter dapat
dihindari dengan fleksi atau ekstensi columna
vertebralis pasien, atau injeksi normal salin
secara simultan melalui kateter epidural.
Klinis
Kelebihan penggunaan kanula dari pada jarum
adalah :
• Keyakinan akan posisi yg berat bila kanula

bisa melalui jarum dengan mudah.


• Mengurangi resiko injeksi intra osseus.
• Mengurangi resiko injeksi intravaskuler.
• Mengurangi resiko tertusuknya dura.
• Tabel 1. Tes dose untuk epidural blok
- Rekomendasi
- Lakukanlah tes dose secara rutin, walau
diketahui bahwa tes dose dengan obat-obat
yg ada sensitivitasnya tidak 100 %.
- EKG dan tekanan darah harus dimonitor
secara kontinyu. Dengan larutan yg
mengandung epinefrin, jika tidak
didapatkan peningkatan denyut jantung,
meningkatnya tekanan darah harus
diwaspadai sebagai kemungkinan insersi
intravaskuler.
• Hindari melakukan tes dose saat anak masih
dalam anastesi yg dangkal atau bila ada
stimulasi (misalnya reposisi pasien dimeja
operasi, instrumentasi / pemasangan alat
airway atau incisi)
• Setelah tes dose pemberian full dose harus
dilakukan bertahap.
• Pada caudal single shot,hal ini cenderung
terjadi bila jarum masuk terlalu dalam pada
canal caudal atau bila menggunakan jarum
berujung tajam.
• Pada infus epidural kontinyu, resiko
intoksikasi obat anestesi lokal lebih besar
pada neonatus & bayi kecil.
• Kejang dilaporkan terjadi pada anak yg
mendapat infus kontinyu anestesi lokal.
• Hal ini dapat dihindari dengan menggunakan
pengenceran obat anestesi lokal (≤ 0,125 %
bupivacain) dan menggunakan dosis yg telah
direkomendasikan.
• Yang lebih penting, monitoring ketat selama
pemberian analgesia epidural harus
diutamakan.
Proximal
interphalangeal joint
Pharmakologi

1. Mekanisme kerja anestesi lokal


- Anestesi lokal mencegah meningkatnya
permeabilitas membran saraf terhadap
ion Natrium.

- Kebanyakan anestesi lokal berikatan


dengan saluran Na dalam status tidak
aktif, mencegah terjadinya aktifasi
saluran yg menyebabkan masuknya
sementara Na dlm jlh yg besar saat
terjadi depolarisasi membran.
2. Metabolisme
A. Ester
1. Anestesi lokal golongan ester utamanya
dimetabolisme oleh enzim pseudokolin-
esterase (plasma kolinesterase).Cairan
LCS kurang mengandung enzim esterase
sehingga berakhirnya kerja ester yg di
suntikkan intrathekal tergantung kepada
penyerapan kedalam aliran darah.
2. P-aminobenzoic acid mrp suatu metabolit
dr anestesi lokal ester yg berhubungan
dgn terjadinya reaksi alergi.
B. Amida.

1. Dimetabolisme oleh enzym-enzym milroso-


mal di hepar : ikatan amida dipecah mll
proses dealkilasi awal yg diikuti dgn
hidrolisis.
2. Metabolisme prilokain, yg mana akan
terakumulasi stl pemberian dosis besar (>10
mg/kg), mengubah hemoglobin menjadi
methemoglobin. Benzokain dpt juga
menyebabkan methemoglobinemia.
3. Faktor fisikokimia

1. Kelarutan lemak: meningkatnya kelarutan


lemak akan meningkatkan potensi.
2. Ikatan protein: semakin besar terikat
dgn protein maka semakin lama durasi
kerja.
3. pKa: menentukan waktu onset. pKa
adalah pH dimana 50 % anestesi lokal
dlm bentuk yg berubah dan 50 % dlm bentuk tdk
berubah. Anestesi lokal dgn pKa yg mendekati
pH fisiologis akan mempunyai konsentrasi non
ion yg lebih tinggi dan onset yg lebih cepat.
4. pH larutan obat : meningkatnya pH larutan
akan meningkatkan bentuk fraksi yang non
ionisasi , menghasilkan onset yang lebih
cepat. Kebanyakan larutan anestesi lokal yg
dipersiapkan scr komersial dlm bentuk garam
HCl yg larut dlm air (pH 6-7). Agen-agen dgn
penambahan epinefrin dibuat lebih asam (pH
4-5) karena epinefrin tidak stabil dlm
lingkungan alkali.
Pertimbangan-pertimbangan dalam memilih
anestesi lokal untuk anestesi dan analgesia
caudal.
• Konsentrasi anestesi lokal dan volume mrp
faktor penting dlm menentukan densitas dan
ketinggian blok.
• Pengetahuan tentang total dosis obat adalah
hal yang penting utk mencegah toksisitas
anestesi lokal, khususnya pasien-pasien
pediatrik.
Gambaran klinis
• Anestesi lokal dlm konsentrasi tinggi seperti
bupivacain 0,5 % atau ropivacain 0,5 %
jarang digunakan pada populasi pediatrik.
• Volume yg lebih besar dari anestesi lokal yg
lebih diencerkan, sering digunakan untuk
mencakup berbagai level dermatom.
Pemilihan larutan anestesi lokal epidural.
Gambaran klinis
• Pada populasi pediatrik, BB mempunyai
korelasi yg lebih baik dibandingkan usia
pasien dlm memperkirakan penyebaran
anestesi lokal caudal blok.
• Untuk penggunaan caudal, konsentrasi
optimum bupivacain adalah 0,125-0,175 %
• Dosis aman maksimal bupivacain adalah
2,5 - 4 mg/kg BB.
• Untuk infus epidural kontinyus, bupivacain 0,2
mg/kg BB/jam untuk neonatus dan 0,4 mg/kg
BB/jam untuk anak yg lebih tua sering
digunakan.
• Untuk caudal blok single-shot, bolus 1 mg /
kg BB ropivacain 0,2 % direkomendasikan.
• Infus kontinyus 0,2 mg/kg BB/jam ropivacain
0,1 % pada infan dan 0,4 mg/kg BB/jam pada
anak yang lebih tua selama 48 jam, telah
menunjukkan regimen yg efektif dan aman.
• Bupivacain dan ropivacain mrp anestesi lokal
yg paling sering digunakan untuk anestesi
neuroaxial pada anak-anak.
• Lidokain tidak sering digunakan karena
durasinya yg pendek dan terjadi blok motorik
yang berlebihan .
• BB biasanya mempunyai korelasi yg lebih
baik dibandingkan umur pasien dalam
memprediksi penyebaran anestesi lokal untuk
blok caudal.
• Dosis maksimal yang aman untuk bupivacain
adalah 2,5-4 mg/kg BB.
• Dosis yg lebih tinggi seperti 1,25 mg/kg BB
atau bahkan 1,5 mg/kg BB dapat diberikan
untuk menimbulkan blok yang lebih cephalat
tanpa resiko toksisitas anestesi lokal.
• Untuk penggunaan caudal, konsentrasi
optimum bupivacain adalah 0,125-0,175 %.
Dibandingkan dengan preparat 0,25 %,
konsentrasi ini menimbulkan durasi yg mirip
utk analgesia postoperatif (4-8 jam) tetapi
dengan blokade motorik yg lebih kecil.
• Beberapa klinisi lebih menyukai pemberian
dosis berdasarkan volume /BB.
• Dosis 1,0 ml/kg BB pada larutan yg
diencerkan
Spt sebagai 0,125 % bupivacain terhadap
volume maksimum 30 ml,dpt dipercaya
menimbulkan blok sensorik setinggi T10
tanpa melebihi level maksimum,
direkomendasikan dlm literatur.
• Untuk infus epidural kontinyus, panduan
dosis yg dapat diterima adalah bupivacain
0,2 mg/kg BB/jam untuk neonatus dan 0,4
mg/kg BB/jam untuk anak yg lebih tua.

• Toksisitas karena terjadi penumpukan


merupakan suatu pertimbangan yang bahkan
dapat terjadi ditingkat yg lebih rendah dari
infus larutan anestesi lokal.
• Agen anestesi lokal terbaru termasuk levo-
entiomer ropivacain dan levobupivacain.
• Ropivacain mempunyai index terapi yg lebih
tinggi dibandingkan anestesi lokal lama
seperti bupivacain.
• Pada konsentrasi rendah, ropivacain dapat
menimbulkan blok motorik yg lebih kecil dan
analgesia yg dapat dibandingkan saat
dibandingkan dgn bupivacain dengan
menurunkan insidensi toksisitas jantung dan
toksisitas sistem saraf pusat.
• Adanya kemungkinan properti vasokonstriksi,
ropivacain mempunyai penyerapan yang
lebih lambat dibandingkan dengan
bupivacain.
• Hal ini mempunyai implikasi klinis saat infus
anestesi lokal digunakan pada anak-anak
dgn kelainan hepar.
• Untuk caudal blok single-shot, bolus 1 ml/kg
BB Ropivacain 0,2 % direkopmendasikan.
• Infus ropivacain 0,1 % 0,2 mg/kg/jam pd bayi
dan 0,4 mg/kg/jam pd anak2 yg diberikan
tidak lebih dari 48 jam telah menunjukkan
hasil yg efektif & aman.
• Levobupivacain merupakan S (-) isomer dari
bupivacain lebih sedikit menyebabkan
depresi miokardial & aritmia yg fatal & juga
efek toksik minimal thdp SSP dibandingkan
bupivacain.
• Dosis bupivacain 0,25 % 0,8 ml/kg caudal
dpt sbg analgesia pada anak-anak yg
mengalami operasi saluran kencing & untuk
infus epidural kontinyu, dosis levobupivacain
sama dgn bupivacain campuran
Solusi adjuvan lokal anestesi :
• Adjuvan dpt digunakan utk memperpanjang
durasi blok,ttm utk single shot caudal
epidural blok.
• Single shot caudal blok biasanya digunakan
utk ambulatori surgeri.
• Masalah utama yg berhubungan dgn teknik
ini adalah durasi analgesia yg terbatas dan
blokade motorik yg tdk diinginkan.
• Penelitian terbaru dipokuskan utk mengatasi
masalah ini dengan penambahan bbrp
macam adjuvan.
Agent adjuvan utk anestesi lokal:
• Epinefrin
• Opioid
• Clonidin
• Ketamin
• Midazolam
• Neostigmin.
Secara klinis
• Diperlukan volume tertentu dari obat anestesi
lokal utk mencapai penyebaran obat sesuai
dermatom. Pada prakteknya dosis
bupivacain 0,25 % 1 mg/kg dgn epinefrin
akan mencapai post op anagesia selama 4
jam dgn insidensi blok motorik yg rendah.
• Obat2 tambahan yg tlh menunjukkan prolong
analgesia tanpa meningkatkan efek samping
antara lain:
• Klonidin 1-2 mcg/kg (efek post op analgesia
kurang lebih 8 jam)
• Ketamin (tanpa bahan pengawet) 0,5 mg/kg
(post op analgesia 12 jam)
• Obat2 ini menunjukkan prolong analgesik pd
operasi minor. Pada pengalaman klinis, stlh
blok lokal anastesi hilang, obat ini hanya
menghasilkan analgesi ringan.
Komplikasi yg berhubungan dgn analgesi caudal.
Trauma saraf
• Komplikasi mayor dari single shot maupun blok
epidural kontinyu jarang terjadi jika menerapkan
teknik
• Laporan kasus
- Tidak ada insidensi trauma saraf yg
permanen & disimpulkan bahwa insidensi
Komplikasi ini jarang (studi prospektip)
- Dilaporkan 3 bayi meninggal & 2 insidensi
paraplegi & quadriplegi (retrospektive report
1995)
- Terdapat 2 kasus transient paraesthesia.
• Fakta bahwa pasien-pasien yg tidak sadar
tidak dapat menyampaikan keluhan nyeri
atau parestesi (warning sign bahwa jarum
masuk ke spinal cord) saat ini mendapatkan
perhatian.
Epidural hematom
• Epidural hematom yg berhubungan dgn
epidural analgesia sangat jarang terjadi
• Hal ini mungkin disebabkan oleh jarangnya
pemberian anti koagulan selama
penatalaksanaan peri operatif pada pasien
pediatrik.
• Sebaliknya, epidural analgesia sebaiknya
dihindari pada pasien dengan kllinis
koagulopati atau trombositopenia yg
signifikan.
• Pedoman penggunaan anastesi epidural
pada pasien dewasa yg diberikan
antikoagulasi sebaiknya diterapkan juga
pada pasien pediatrik.
Infeksi
• Berhubungan dengan penggunaan caudal
kateter dalam jangka waktu lama.
• Meskipun menurut penelitian tidak ditemukan
bukti klinis tentang angka kejadian infeksi
karena caudal, dilaporkan terdapat tingginya
koloni bakteri.
• Stafilokokus epidermidis adalah
mikroorganisme predominan pada kulit &
kateter lumbal dan epidural caudal.
• Pada ujung kateter caudal juga didapatkan
bakteri gram negatif.
• Meskipun digunakan single shot caudal blok
secara luas, infeksi seperti osteomielitis
sacral bisa terjadi.
• Perforasi rektum dapat terjadi jika jarum
caudal diarahkan terlalu tajam.
• Untuk mengurangi resiko kontaminasi feces
& urin, teknik seperti kateter tunnelling atau
mengarahkan kateter kearah cephalat dapat
digunakan.
• Teknik aseptik yg ketat termasuk
penggunaan sistem infus tertutup harus
diterapkan dan harus hati2 untuk
menghindari trauma jaringan.
• Memperhatikan kasa penutup dan tempat
masuk kateter setiap hari.
Dural puncture dan post dural headache
• Menusukkan jarum terlalu dalam kekanalis sacralis.
• Terapi post dural puncture headache (PDPH)
antara lain:
- Hidrasi oral atau intravena
- Simple analgesia seperti acetaminopen
- NSAID dan anti emetik
- Bed rest, meskipun mengurangi beratnya
nyeri kepala tapi tdk mempunyai efek terhadap
insidensi atau durasi PDPH.
- Kafein tlh digunakan utk profilaksis dan terapi
PDPH.
- Penggunaan epidural blok patch (EPH) ± 0,3
ml/kg (pada anak-anak).
Efek hemodinamik dan anestesi total spinal.
• Jarang terjadi pada pediatrik
• Hipotensi yg terjadi membuat anestesiologis
harus secepatnya menyingkirkan total spinal
atau injeksi intravaskuler yg menyebabkan
toksisitas anestesi lokal.
• Penyebab lain yg harus dinilai antara lain :
status hidrasi, intravaskuler filling pressure,
inotropik state dan kedalaman anestesi.
• Toksisitas anestesi lokal
Toksisitas anestesi lokal sering terjadi akibat
injeksi intravaskuler kepembuluh darah
epidural. Komplikasi ini dapat dihindari
dengan aspirasi secara hati-hati dan
melakukan tes dose.
Efek sampng lain
Pada retrospektif review yg didasarkn pada
data prospektif dari 286 pasien pediatrik:
• Gatal2 (26,1 %)
• Mual dan muntah (16.9 %)
• Retensi urin (20,8 %)mrpk efek samping yg
sering terjadi slm anestesi epidural yg
menggunakan infus bupivacain dan fentanyl.
• Sedasi dan excessive blok terjadi pada
kurang dari 2 % pasien.
• Insidensi depresi respirasi 4,2 % tp
pemberian nalokson utk depresi respirasi yg
berat tdk diperlukan.
Efek samping analgesi epidural dan
penanganannya.
• A. Gatal2
- Singkirkan penyebab2 lainnya.
- Infus nalokson dosis rendah atau partial
agonist-antagonists (nalbuphine)
keduanya lebih efektif dan efek sedasi
lebih rendah dari pada antihistamin.
- Jika rasa gatal menetap setelah
pemberian atau nalbuphine,
pertimbangkan mengganti opioid dgn
klonidin pada infus epidural.
B. mual.
- singkirkan penyebab2 lainnya.
- 5-HT antagonist, seperti ondansetron,
dolasetron
- Infus nalokson atau nalbuphine dosis
rendah.
- mengganti opioid dgn klonidin pada infus
epidural.
C.Ileus dan bowel dysfungtion
- Singkirka penyebab lain
- Laxative jika tidak ada kontra indikasi
- mengganti opioid dgn klonidin pada infus
epidural.
- Infus nalokson atau nalbuphine dosis
rendah.
- Perifer atau enteral opioid antagonist
termasuk methylnaltrexone atau alvimopan.
D. Sedasi atau hipoventilasi.
- Tergantung dari beratnya, mengurangi
dosis opioid atau klonidin.
- Awaken, stimulasi, napas dalam.
- Jika kejadian memberat, pertimbangkan
nalokson atau bantuan ventilasi jika
diperlukan.
E. Retensi urin.
• Singkirkan penyebab lainnya.
• Hindari penggunaan antikolinergik atau
antihistamin jika ada alternatif lain.
• Infus nalokson atau nalbuphine dosis
rendah.
• Kateter urin.
• Selektif alpha -1a antagonist seperti flomax.
• Mengganti opioid dgn klonidin pada infus
epidural.

Anda mungkin juga menyukai