Anda di halaman 1dari 29

Mengambil yang Lebih Ringan Dari 2

Mudarat Untuk Mencapai Maslahat &


Menghindari Mafsadat
Baso Ratulangi
Robi Permana
Saptiyadi
Afka Qoriyanto
Rahmanda
Asril Suwandi
Rayzandy Gunawan
ramadahani
Redaksi yang Mirip dengan
Kaidah ini
‫الضـرر األشد يزال بالضرر األخف‬

Mudharat yang lebih berat, harus dihilangkan dengan melakukan


yang mudharat yang lebih ringan

َّ
‫أخفالضررين‬ ‫يختار‬

Yang harusnya dipilih adalah mudharat yang lebih ringan.


‫أهون الشرين‬
َ ‫يختار‬

Yang harusnya dipilih adalah keburukan


yang lebih ringan

‫إذا اجتمع الضرران أسقط األكبر لألصغر‬

Jika ada dua mudharat yang berkumpul,


maka yang lebih besar harus digugurkan,
untuk melakukan yang lebih kecil.
‫تحتمل أخف المفسدتين لدفع أعظمهما‬

Mafsadat yang lebih ringan harus dijalani


untuk menolak mafsadat yang lebih besar.

‫إذا تعار@ض مفسدتان رُوعي أعظ ُمهما ضر ًرا بارتكاب أخفهما‬

Apabila ada dua mafsadat bertentangan,


maka yang harus ditinggalkan adalah
mafsadat yang mudharatnya lebih besar,
dengan melakukan mudharat yang lebih
ringan.
‫ قدم األخف‬،‫ واضطر إلى فعل أحدها‬،‫إذا تزاحمت المفاسد‬
‫منها‬

Jika ada banyak mafsadat berkumpul,


dan terpaksa harus melakukan salah
satunya, maka yang didahulukan
sebagai pilihan adalah mafsadat yang
paling ringan.
Hikmah Kaidah
Kaidah ini adalah bukti nyata
kesempurnaan Islam dan betapa besar
rahmat yang dibawa oleh Islam. Dalam
masalah yang sulit seperti ini pun, Islam
masih memberikan solusi yang
memudahkan manusia, dan tentunya akan
tetap mendatangkan pahala bila niatnya
adalah untuk tunduk dan patuh kepada
syariat Allah yang menciptakan kita.
Dalil yang Menunjukkan Benarnya Kaidah
ini.
1. Firman Allah Ta’ala:
‫يل هَّللا ِ َو ُك ْف ٌر ِب ِه‬
ِ ِ‫ص@ ٌّد َع ْن@ َس@ب‬ َ ‫ك َع ِن@ال َّشه ِْر ْال َح َراِم@ قِتَا ٍل@ فِي ِه@ قُ ْل@ قِتَا ٌل@ فِي ِه@ َكبِي ٌر َو‬ َ َ‫يَ ْس@أَلُون‬
‫َو ْال َم ْس ِج ِد ْال َح َر ِام َوإِ ْخ َرا ُج أَ ْه ِل ِه ِم ْنهُ أَ ْكبَ ُر ِع ْن َد هَّللا ِ َو ْالفِ ْتنَةُ أَ ْكبَ ُر ِم َن ْالقَ ْت ِل‬
“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang
berperang pada bulan haram. Katakanlah: berperang
dalam bulan itu adalah dosa besar. Tetapi menghalangi
orang dari jalan Allah, ingkar kepada-Nya, (menghalangi
orang masuk) masjidil haram, dan mengusir penduduknya
darinya, itu lebih besar dosanya dalam pendangan Allah.
Dan tindakan² fitnah tersebut lebih parah daripada
pembunuhan”. [Al-Baqarah: 217].
Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa mafsadat
yang dilakukan oleh kaum musyrikin berupa:
tindakan kufur kepada Allah, menghalangi
manusia dari petunjuk Allah, mengusir kaum
muslimin dari tanah mekah, ini semua lebih berat
dari tindakan kaum muslimin memerangi
sebagian kaum musyrikin di bulan haram itu.
Sehingga tindakan memerangi orang-orang kafir
di bulan haram saat itu menjadi boleh, karena
mafsadatnya lebih ringan daripada mafsadat² yang
dilakukan kaum musyrikin terhadap kaum
muslimin dan kaum muslimin tidaklah melakukan
hal itu kecuali agar mafsadat yang lebih besar dari
kaum musyrikin tidak terjadi.
2. Firman Allah Ta’ala tentang kisah Nabi.
Khidir alaihissalam yang melubangi
kapal milik orang miskin dan membunuh
anak kecil . Kedua tindakan ini dilakukan
oleh beliau untuk menghindari mudharat
yang lebih besar, yaitu: diambilnya kapal
yang masih bagus oleh penguasa yang
zalim, dan kufurnya kedua orang tua anak
tersebut karena terfitnah oleh
anaknya. [Lihat QS Al-Kahfi, ayat: 71-74,
dan ayat 79-81, dan kitab Al-qawaid wal
ushul A-ljamiah: 150]
3. Firman Allah Ta’ala tentang larangan
mencela tuhannya kaum kafir, karena
itu menyebabkan mereka mencela
Allah Ta’ala [Al-An’am: 108]. Hal ini
disebabkan karena mafsadat dicelanya
Allah secara zalim itu jauh lebih besar
daripada mafsadat tidak dicelanya
tuhan-tuhan mereka yang batil itu.
4. Diantara dalil yang menjadi dasar kaidah di atas
adalah kisah perjanjian Hudaibiyah, dimana ada
beberapa sisi ketidak-adilan yang tampak jelas
dalam perjanjian itu. Akan tetapi hal itu tetap
diterima dan dipilih oleh Nabi kita shallallahu
alaihi wasallam, karena mafsadat tidak menerima
perjanjian itu lebih besar, yaitu dengan
terancamnya kaum muslimin yang masih berada
di mekah dari pembunuhan dan
penyiksaan. [Shahih Bukhari: 2731].
Dan terbukti setelah perjanjian itu, tidak hanya
kaum muslimin yang ada di makkah selamat, tapi
lebih dari itu perkembangan dakwah beliau
semakin cepat dan menguat dimana-mana.
5. Dalil lain yang menunjukkan benarnya
kaidah di atas adalah kisah seorang badui
yang kencing di masjid Nabi shallallahu
alaihi wasallam, kemudian ada sebagian
sahabat beliau yang ingin
menghentikannya. Maka beliau
mengatakan kepada para sahabatnya,
“Biarkan dia, dan jangan kalian memutus
(kencing)-nya!” Kemudian beliau meminta
seember air, lalu beliau menyiram (tempat
bekas kencing)-nya. [HR. Muslim 284]
Ini menunjukkan bahwa beliau lebih
memilih mudharat yang lebih ringan. Jika
orang badui itu dihardik dan dihentikan,
maka air kencingnya akan berhamburan di
masjid beliau, tentu ini mafsadat yang lebih
besar. Oleh karena itu, beliau meninggalkan
mafsadat tersebut dengan cara membiarkan
mafsadat yang lebih ringan, yaitu: kencing
di masjid beliau sampai selesai di satu
tempat saja.
Syarat Kaidah
Ketika dua mudharat tidak bisa
dihindari semuanya, tapi masih
bisa menghindari salah satunya
dan tahu mudharat yang lebih
ringan, maka itulah yang harusnya
dilakukan”.
Beberapa Bukti yang Menunjukkan Hal ini.
A. Kenyataan bahwa contoh yang diberikan oleh para ulama dalam
kaidahZ“mengambil mudharat yang lebih ringan”, tidak semuanya
sampai pada keadaan darurat. Sehingga bisa kita pahami, bahwa
kaidah itu tidak hanya berlaku pada keadaan darurat saja, tapi juga
bisa berlaku pada keadaan lain.

B. Kenyataan bahwa kaidah “mengambil mudaharat yang lebih ringan”


sering disandingkan dengan kaidah “apabila maslahat dan mafsadat
berkumpul, dan maslahatnya lebih besar, maka yang didahulukan
adalah maslahatnya”. Karena kaidah ini tidak hanya berlaku ketika
keadaan darurat, maka kaidah yang sering disandingkan dengannya
pun demikian, tidak hanya berlaku pada keadaan darurat saja. Di
antara contohnya adalah berdakwah lewat video, ada maslahatnya, ada
juga mafsadatnya. Akan tetapi kalau kita bandingkan, maka kita akan
dapati lebih banyak maslahatnya, sehingga tetap boleh dilakukan.
c. Kenyataan bahwa mudharat atau mafsadah itu
bisa terjadi meski keadaannya tidak darurat.
Apabila ada dua mudharat atau mafsadat yang
tidak bisa kita hindari semuanya, maka yang kita
lakukan adalah memilih mudharat atau mafsadat
yang lebih ringan.
Perlu diketahui, bahwa keadaan darurat adalah
“Sesuatu yang harus ada untuk terciptanya
maslahat agama dan dunia. Sehingga bila tidak
ada, maka maslahat dunia akan rusak, keadaan
kacau, dan terjadi kematian. Sedang di akhirat
mendatangkan kerugian nyata dengan tidak
mendapatkan surga dan kenikmatan”. [Al-
Muwafaqat: 2/8]
Atau lebih simpelnya keadaan darurat
adalah “Keadaan yang apabila seseorang
tidak melakukan larangan, dia akan mati
atau mendekati kematian”. [Al-Mantsur fil
Qawaid liz zarkasyi 2/319] atau
“Kebutuhan mendesak yang memaksa
seseorang melakukan sesuatu yang
diharamkan syariat”. [Haqiqatud
Dharuratisy Syar’iyyah, lil jizani, hal: 25]
Beberapa Contoh
 Bolehnya mendiamkan kemungkaran, apabila ditakutkan
timbul kemungkaran yang lebih besar dengan
mengingkarinya, karena mafsadat adanya kemungkaran
yang sedang terjadi = lebih ringan daripada mafsadat
kemungkaran yang dikhawatirkan. [Alqawaid Alkubra,
hal: 532]
 Apabila cincin berharga seseorang dimakan oleh ayam
ternak tetangganya, maka pemilik cincin itu berhak
memiliki ayam tersebut dengan membelinya, lalu
menyembelihnya untuk mendapatkan kembali
cincinnya, karena mafsadat matinya ayam ternak lebih
ringan, daripada mafsadat hilangnya cincin
berharga. [Alqawaid Alkubra, hal: 532]
Seandainya ada orang yang shalat, dia tidak mampu
menutup auratnya ketika berdiri. Tetapi bila dia duduk
auratnya bisa tAertutupi,  maka dia diperintahkan untuk
shalat duduk, karena mafsadat tidak berdiri lebih ringan
daripada mafsadat tidak menutup aurat dalam
shalat. [Alqawaid Alkubra, hal: 532]
Boleh bagi produsen atau pemerintah membatasi harga
jual suatu produk, padahal membatasi harga jual pada
asalnya dilarang dan itu bisa mendatangkan mudharat
kepada penjual. Tetapi hal itu menjadi boleh, karena
mudharat mahalnya harga yang harus dialami oleh
masyarakat umum = lebih besar dan lebih luas efeknya,
daripada mudharat yang harus dialami oleh penjual.
 Apabila ada orang terpaksa harus makan, dan di depannya hanya ada

dua bangkai, yang satu bangkai kambing, dan yang satu bangkai
anjing, maka yang harus dia pilih adalah bangkai kambing, karena
mudharatnya lebih ringan. [Alqawaid Wal Ushul Aljamiah: 86]
 Barangsiapa terpaksa harus menjimak salah satu dari dua isterinya,

tapi yang satunya sedang haid dan yang satunya lagi puasa wajib. Maka
yang harus dia pilih adalah isteri yang sedang puasa wajib, karena itu
yang mudharatnya lebih ringan, karena puasa wajib boleh dibatalkan
untuk kebutuhan orang lain yang mendesak, seperti: karena
menyusui, khawatir dengan kesehatan janin, menyelamatkan
seseorang dari kebakaran, dst. [Al-qawaid Wal Ushul Al-jamiah: 86]
 Boleh merusak rumah seseorang yang berada di samping rumah orang lain

yang sedang terbakar dengan pertimbangan agar kebakaran tidak menjalar ke


banyak rumah yang lainnya, karena rusaknya satu rumah adalah mudharat
yang lebih ringan, daripada terbakar dan rusaknya banyak rumah yang
lainnya. [Al-qawaid Wal Ushul Al-jamiah, ta’liq Syeikh Utsaimin: 151]
 Oleh untuk tidak taat kepada kedua orang tua ketika melarang anaknya

menunaikan ibadah haji wajib, meskipun itu menjadikan mereka marah,


karena mudharat tidak menunaikan kewajiban ibadah haji lebih besar
daripada mudharat tidak taat kepada kedua orang tua. Karena mudharat
bermaksiat kepada Allah lebih besar daripada mudharat bermaksiat kepada
kedua orang tua, maka ada sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam yang
artinya: “Tidak boleh taat kepada makhluk, dalam hal bermaksiat kepada sang
Khaliq” [Alqawaid Wal Ushul Aljamiah, ta’liq syeikh Utsaimin: 151]
 Apabila seorang yang sedang ihram terpaksa harus makan, dan di

depannya hanya ada dua pilihan, hewan buruan atau bangkai


kambing. Maka yang menjadi pilihan adalah hewan buruan, karena
memakan hewan buruan bagi dia, mudharatnya lebih ringan. Karena
haramnya bangkai itu berkaitan dengan dzatnya, sedangkan haramnya
hewan buruan itu bukan karena dzatnya, tapi karena keadaan dia yang
sedang ihram. [Alqawaid Wal Ushul Aljamiah, ta’liq syeikh
Utsaimin: 152]
 Boleh berdusta antara suami isteri untuk menjaga keharmonisan dan

rasa cinta antara keduanya. Karena mudharat dusta untuk menguatkan


tali pernikahan = lebih ringan daripada rusaknya tali suci
pernikahan. [Hadits At-Tirmidzi No. 1939, Hadist shahih]
Boleh membuka perut ibu hamil yang sudah meninggal,

bila diperkirakan janinnya bisa diselamatkan dengan cara


itu. Karena mudharat dilukainya tubuh mayit lebih ringan
daripada mudharat matinya janin yang ada di
rahimnya. [Al-wajiz fil qawaidil fiqhiyyah 261]
Seseorang yang dimintai keterangan tentang wanita yang

akan dipinang, dia boleh membuka aib wanita itu kepada


orang yang ingin meminangnya. Karena mudharat
membuka aibnya dalam kondisi seperti ini lebih ringan
daripada mudharat salah pilih istri yang akan dialami oleh
orang tersebut.
Boleh menyebut orang dengan aib yang ada pada jasadnya,

jika memang dengan itu kita mudah mengenalkannya


kepada orang lain, selama tidak ada niat merendahkan.
Padahal itu sebenarnya masuk dalam kategori ghibah, tapi
ini dibolehkan, karena memang mudharatnya lebih ringan
daripada mudharat sulitnya mengenalkan orang tersebut.

Makanya ada beberapa ulama yang masyhur dengan


sebutan yang menunjukkan aib pada tubuhnya, seperti: Al-
A’masy (yang matanya kabur), Al-A’raj (yang pincang), Al-
Ashamm (yang tuli), Al-A’ma (yang buta), Al-Ahwal (yang
juling), dst.
Orang yang memamerkan kemaksiatannya, boleh
disebarkan aibnya yang berhubungan dengan kemaksiatan
tersebut. Karena mudharat meng-ghibah dia dalam kondisi
seperti itu lebih ringan daripada mudharat tertipunya
masyarakat umum dengan keadaan dia.
Boleh memajang gambar hewan bernyawa seperti burung

tertentu atau foto figur tertentu, bila memang tanpa itu


keberlangsungan lembaga pendidikan akan terkendala.
Karena mudharat memajang gambar hewan bernyawa
lebih ringan daripada mudharat terkendalanya kehidupan
lembaga pendidikan.
 Boleh memberikan jalan kepada kelompok-kelompok tertentu untuk

mengadakan kajian di masjid fasum, bila tanpa itu kajian ahlussunnah

malah akan distop oleh mereka yang mayoritas. Karena mudharat

adanya kajian mereka lebih ringan, daripada mudharat distopnya

kajian ahlussunnah di masjid fasum tersebut.

 Boleh menggunakan keberadaan preman, untuk melindungi kegiatan²

dakwah, bila tanpa itu kegiatan dakwah tidak bisa berlangsung dengan

baik, aman, dan lancar .. karena mafsadat hidupnya preman tersebut

yang dibarengi dengan aman dan lancarnya kegiatan dakwah = lebih

ringan daripada terhentinya kegiatan dakwah di daerah tersebut.


 Boleh memandang wanita yang bukan mahram ketika ada niat kuat untuk

menikahinya (yakni: dalam syariat nazhar). Karena mudharat melihat wanita

yang bukan mahram dalam kondisi seperti itu lebih ringan, daripada mudharat

terganggunya akad nikah di kemudian hari apabila dia kurang puas dengan

keadaan lahir pasangannya karena tidak nazhar sebelum melakukan akad.

 Apabila dalam suatu keadaan, kita tidak bisa menghindar dari 2 pilihan buruk,

mengorbankan kalung emas 50 gram, atau mengorbankan uang di dompet 5

juta. Maka tentunya kita akan memilih mengorbankan uang 5 juta di dompet,

karena mudharatnya lebih ringan daripada mudharat kehilangan kalung emas

50 gram. [Qowaidul Ahkam 1/74]


Boleh ikut menyumbangkan suara di pemilu,

karena mudharat ikut memilih calon yang lebih


baik untuk Islam dan kaum muslimin = lebih
ringan daripada mudharat dikuasainya kaum
muslimin oleh mereka yang tidak perhatian
kepada Islam dan kaum muslimin atau bahkan
memusuhi Islam dan kaum muslimin.
sumber
https://muslim.or.id/45976-mengambil-yang-lebih-ri
ngan-mudharatnya.html

Anda mungkin juga menyukai