Fikih Mengubah Kemungkaran
Fikih Mengubah Kemungkaran
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
1
2.10.KETIDAKMAMPUAN MENGUBAH DENGAN LISAN ATAU TANGAN
2.11.KESIMPULAN
2
yang masih diperdebatkan. Dan tentu saja usaha serius ini tidak akan bisa dilakukan
kecuali oleh orang para ulama pilihan.
2.11.6.Imam Ibnu Taimiyyah berkata, ”Mengukur maslahat dan mafsadat itu harus
sesuai dengan neraca syariat. Apabila seseorang merasa mampu mengikuti nash, maka
ia tidak boleh berpaling darinya. Dan jika tidak, maka ia harus berijtihad dengan
pendapatnya untuk mengetahui apa-apa yang masih samar dan belum jelas. Jarang sekali
ada orang yang melenceng dari nash bila ia seorang yang ahli (ulama) dan mengetahui
dalil-dalil hukumnya.”
2.11.7.Berdasarkan hal ini maka apabila seseorang atau kelompok menggabungkan antara
kema’rufan dan kemungkaran, dimana mereka tidak membeda-bedakan antara keduanya,
akan tetapi melakukannya bersama-sama atau meninggalkannya sekaligus, maka tidak
boleh secara langsung melakukan amar makruf nahi mungkar pada mereka. Akan tetapi
dilihat dulu, jika kemakrufannya lebih banyak, maka harus melakukan amar
makruf sekalipun akan menyebabkan kemungkaran yang dibawahnya. Dan tidak perlu
melakukan nahi mungkar karena akan menyebabkan hilangnya kemakrufan yang
lebih besar darinya. Bahkan dalam kondisi demikian melakukan nahi mungkar akan
dapat menghalang-halangi dari jalan Allah dan itu juga merupakan langkah yang dapat
menghilangkan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya serta akan menghilangkan
dilakukannya kebaikan-kebaikan.
2.11.10.Di antara contoh tentang hal ini adalah pengakuan Nabi SAW terhadap Abdullah
bin Ubay dan orang-orang yang semisalnya dari kalangan dedengkot-dedengkot munafik
dan orang-orang fasik, disebabkan mereka itu memiliki banyak pendukung. Karena
menghilangkan kemungkarannya itu sejenis dengan hukumannya yaitu akan
menyebabkan hilangnya kemakrufan yang lebih banyak darinya, disebabkan
kemarahan kaumnya dan perlindungan mereka terhadapnya; dan disamping itu juga akan
menyebabkan orang-orang menjadi berpaling jika mereka mendengar bahwa Muhammad
membunuh sahabat-sahabatnya.
3
2.11.11.Kasus ini terjadi ketika Abdullah bin Ubay berkata berkenaan dengan para
pasukan ketika itu ada seorang laki-laki Muhajirin yang menampar seorang laki-laki
Anshor lalu antara mereka saling membela golongannya. Maka Abdullah bin Ubay
berkata: ”Mereka melakukannya?! Demi Allah sesungguhnya jika kita telah kembali ke
Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah
daripadanya.”
2.11.12.Ternyata berita ini sampai kepada Nabi SAW, maka Umar pun berdiri dan
berkata, ”Wahai Rasulullah, biarkan aku memenggal leher orang munafik ini”. Maka
sabda Nabi SAW, ”Biarkan saja ia, jangan sampai nanti orang-orang mengatakan bahwa
Muhammad membunuh sahabat-sahabatnya.” (Muttafaq Alaih).
2.11.14.Oleh karena itu, merubah kemungkaran yang akan berpengaruh pada individu
atau golongan tidak boleh dilakukan kecuali setelah mempelajari hal-hal yang
melingkupinya dan yang berkenaan dengannya, mempelajari keseimbangan antara
langkah ini dengan pengaruh-pengaruhnya. Hal ini memerlukan konsultasi dengan para
ulama dan ahli hikmah.
2.11.15.Banyak dokter yang berhenti mengobati suatu penyakit karena khawatir (bila
terus diobati) akan menyebabkan lahirnya penyakit baru atau efek yang lebih buruk,
hingga ketika waktunya telah tepat untuk mengobatinya maka ia pun baru
melakukannya karena efek negatifnya telah minim. Padahal kelalaian dokter dalam
masalah ini lebih sedikit bila dibandingkan kelalaian orang yang merubah kemungkaran.
2.11.16.Dan aku tidak menduga bahwa seseorang akan menuduh langkah yang dilakukan
sang dokter ini merupakan pengkhianatan atau kelancangan dalam menjalankan
kewajibannya; bahkan yang pantas dikatakan adalah sebagaimana yang dikatakan oleh
spesialis yang bijak: ”Lebih tepat dan lebih benar.”
2.11.17.Begitu pula tidaklah layak bila masyarakat umum menuduh para Ulama bersikap
pengecut ketika mereka berwasiat agar bersabar dalam menghadapi kemungkaran
sampai tiba saat dan moment yang tepat untuk melakukannya, yang akan
menghasilkan sesuatu yang lebih baik dan lebih besar. Inilah salah satu dari sisi-sisi
makna Al-Qur’an dalam firman Allah:”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan
hikmah.” (QS An Nahl 16:125), dan firman-Nya: ”Katakanlah: Inilah jalan (agama)ku,
Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah
yang nyata, Maha Suci Allah, dan Aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.”(QS
Yusuf 12: 108).
4
2.11.18.Sikap yang bijaksana dan hati-hati merupakan dua penopang utama bagi
kesuksesan dalam merubah kemungkaran, yang akan melahirkan ridha Allah Azza wa
Jalla dan mewujudkan tujuan dari pembebanan ini.