Anda di halaman 1dari 22

TUGAS TAFSIR AYAT AYAT PERADILAN

Tentang

RESUME MATERI 1-12

Oleh :

M. Iqbal Ashidqi : 2013010052

Dosen Pengampu:

DR. Hj Kholidah, M. Ag

PROGRAM STUDY HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARI’AH (B)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

IMAM BONJOL PADANG

TAHUN 1443 H/2022 M


1. Kewajiban Menegakkan Hukum Sesuai dengan Ketentuan Allah:

Q.S An-Nisa : 59

Isi Tafsiran Ayat:

1. Ketaatan mutlak kepada Allah dan Rasul-Nya

Poin pertama dari Surat An Nisa ayat 59 ini adalah ketaatan mutlak kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

‫سو َل‬ َّ ‫َللا َوأَطِ يعُوا‬


ُ ‫الر‬ َ َّ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا أَطِ يعُوا‬

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya)

Ayat ini memerintahkan orang-orang yang beriman untuk mentaati Allah dan Rasul-
Nya. Ketaatan di sini adalah ketaatan mutlak, tidak bisa tawar menawar. Ketaatan harga
mati. Taat tanpa tapi.

Orang yang taat kepada Rasulullah, pada hakikatnya ia taat kepada Allah. Karena tidak
ada satu pun perintah dari Rasulullah yang bertentangan dengan perintah Allah. Tidak
ada sabda beliau yang bertentangan dengan firman Allah karena sabda-sabdanya bukan
dari hawa nafsu melainkan dari wahyu.

Ibnu Katsir menjelaskan, taat kepada Allah adalah mengikuti ajaran Al Quran.
Sedangkan taat kepada Rasulullah adalah dengan mengamalkan sunnah-sunnahnya.

2. Taat kepada Ulil Amri

Poin kedua dari Surat An Nisa ayat 59 ini adalah ketaatan kepada ulil amri.

‫َوأُولِي أاْل َ أم ِر مِ أن ُك أم‬

dan ulil amri di antara kamu.

Ayat ini juga memerintahkan orang-orang yang beriman untuk taat kepada ulil amri.
Yang menarik, redaksi perintahnya tidak mengulang kata athii’uu (‫ )أطيعوا‬sebagaimana
perintah taat pada Rasulullah. Maknanya, ketaatan kepada ulil amri hanya ketika
perintahnya tidak bertentangan dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.

3. Kembali kepada Al Quran dan Hadits

Poin ketiga dari Surat An Nisa ayat 59 ini adalah menjadikan Al Quran dan Hadits
sebagai sumber hukum. Jika ada perselisihan, harus dikembalikan kepada keduanya.

‫اَلل َو أال َي أو ِم أاْلخِ ِر‬


ِ َّ ‫سو ِل ِإ أن ُك أنت ُ أم تُؤأ مِ نُونَ ِب‬
ُ ‫الر‬ ِ َّ ‫ش أيء فَ ُردُّوهُ ِإلَى‬
َّ ‫َللا َو‬ َ ‫فَإِ أن تَنَازَ أعت ُ أم فِي‬

Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia


kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian.

Perintah mengembalikan perselisihan kepada Al Quran dan hadits ini ditujukan kepada
orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir. “Hal ini menunjukkan bahwa siapa
yang tidak menyerahkan keputusan hukum kepada Kitabullah dan Sunnah rasul-Nya di
saat berselisih pendapat, ia bukan orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir,”
tegas Ibnu Katsir.

Q.S An-Nisa : 105-106

1 ). Tatkala seorang mukmin mentadabburi firman Allah :

ِ ‫} َو َل تَ ُك أن ل أِلخَائِنِينَ خ‬
{ ‫َصي ًما‬

"dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela)
orang-orang yang khianat"

kemudian ia memperhatikan kenyataan yang tengah berlalu; niscaya ia akan mengetahui


betapa banyaknya orang yang rela memasang badan untuk membela penyeru dan pelaku
kebathilan, entah mereka bermaksud menyombongkan diri, atau mungkin
mengharapkan kekayaan dan syuhroh.
2 ). Ibnu Taimiyah menceritakan tentang berkah dan kebaikan dari penerapan taujih
yang mulia ini, beliau berkata : Sesungguhnya tidaklah setiap terbetik dalam benakku
suatu masalah, kemudian aku beristighfar beribu kali kepada Allah, melainkan hati ini
menjadi lapang dan menghilanglah segala perkara yang mengahantuiku, dan aku pun
meraih apa yang aku pinta.

Ayat ini menunjukkan bahwa seorang hakim harus berilmu dan adil. Dalil berilmu
berdasarkan firman Allah, "dengan apa yang telah diajarkan Allah kepadamu" dan dalil
adil berdasarkan firman Allah, "dan janganlah kamu menjadi penentang (orang yang
tidak bersalah), karena (membela) orang yang khianat", yakni janganlah kamu membela
orang yang kamu ketahui khianatnya, orang yang mendakwakan sesuatu padahal bukan
miliknya, orang yang mengingkari hak yang ditanggungnya, baik kamu mengetahuinya
maupun berdasarkan perkiraanmu. Dalam ayat ini terdapat dalil haramnya membela
kebatilan dan menjadi pengacara untuk orang yang batil. Dalam ayat tersebut juga
terdapat dalil bolehnya menjadi pengacara bagi orang yang tidak diketahui berbuat
zalim.

2. Prinsip-Prinsip Pokok Dalam Penegakkan hukum/Pengambilan


Keputusan:

Q.S An-Nisa : 58

Isi Tafsiran Ayat:

Ayat ini turun ketika Ali radhiyallahu 'anhu hendak mengambil kunci Ka'bah secara
paksa dari Utsman bin Thalhah pelayan Ka'bah pada saat Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam datang ke Makkah untuk Fathu Makkah (menaklukkan Makkah). Namun
Utsman bin Thalhah menolaknya dan berkata, "Kalau seandainya aku mengetahui
Beliau adalah utusan Allah, tentu aku tidak menolaknya", maka Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam memerintahkan Ali mengembalikan dan bersabda, "Ambillah! untuk
selamanya karena sudah lama", maka Utsman pun heran, kemudian Ali membacakan
ayat ini kepadanya, maka Utsman bin Thalhah masuk Islam, dan ia memberikan kunci
kepada saudaranya Syaibah menjelang wafatnya, dan kunci pun dipegang oleh anak
cucunya." Ayat di atas, meskipun turunnya berkenaan dengan sebab tertentu, namun
berlaku umum berdasarkan qarinah (tanda) jama' (yang diperuntukkan untuk semua).

Amanat artinya setiap yang dibebankan kepada manusia dan mereka diperintahkan
melakukannya. Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan hamba-hamba-Nya
menunaikan amanat, yakni secara sempurna; tidak dikurangi dan tidak ditunda-tunda.
Termasuk ke dalam amanat adalah amanat untuk beribadah (seperti shalat, zakat, puasa
dsb), amanat jabatan, harta dan rahasia serta perkara-perkara yang hanya diketahui oleh
Allah. Contoh menunaikan amanat dalam jabatan adalah dengan memenuhi
kewajibannya, memenuhi amanat dalam harta adalah dengan menjaganya dan
mengembalikan kepada pemiliknya secara utuh dan amanat dalam rahasia adalah
dengan menyembunyikannya.

Ayat ini menunjukkan bahwa amanat tersebut harus diserahkan kepada yang berhak
menerimanya atau wakilnya. Oleh karena itu, jika tidak diserahkan kepada yang berhak
menerimanya, maka sama saja belum menunaikan amanat.

Baik dalam masalah darah, harta, kehormatan; kecil maupun besar. Demikian juga
kepada kerabat maupun bukan, kawan maupun lawan dan orang baik maupun orang
jahat. Adapun yang dimaksud adil di sini adalah dengan mengikuti syari'at Allah
melalui lisan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam seperti dalam masalah ahkam
(hukum) maupun hudud, dan hal ini menghendaki agar kita mengetahui kedilan itu agar
dapat memutuskan dengannya.

Q.S Al-An’am : 152


Surat Al-An’am ayat 152: Yakni memakannya atau menukarnya dengan maksud
memperoleh keuntungan pribadi atau mengambil tanpa sebab.

Yang memberikan maslahat baginya. Ayat ini menunjukkan tidak bolehnya mendekati
harta aak yatim atau mengolahnya dengan pengolahan yang merugikan anak yatim. Dan
menjadi cerdas.

Ayat ini menunjukkan bahwa anak yatim sebelum dewasa dicegah melakukan tindakan
terhadap hartanya, dan walinyalah yang mengelola hartanya dengan pengelolaan yang
menguntungkan, dan bahwa pencegahan tindakan anak yatim terhadap hartanya berlaku
sampai dewasa. Dan dengan tidak mengurangi.

Oleh karena itu, jika seseorang berusaha memenuhi takaran dan timbangan, namun
terjadi kekurangan tanpa ada sikap remeh darinya, maka sesungguhnya Allah Maha
Pemaaf lagi Maha Pengampun. Maksudnya tetap mengatakan yang sebenarnya
meskipun merugikan kerabat sendiri.

Maksudnya penuhilah segala janji yang diadakan antara kamu dengan-Nya berupa
mengerjakan hak-haknya dan memenuhinya, demikian juga perjanjian yang diadakan
antara kamu dengan orang lain. Semua perjanjian wajib dipenuhi dan haram dibatalkan
atau diremehkan.

Janganlah mendekati} berurusan dengan {harta anak yatim, kecuali dengan cara yang
lebih baik} dengan cara yang dapat memperbaiki dan mengembangkannya {sampai dia
mencapai dewasa} masa balighnya {Sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan
adil} dengan adil {Kami tidak membebani seseorang melainkan sesuai
kesanggupannya} kemampuannya {Ketika kalian berbicara, maka adillah} maka
jujurlah {sekalipun dia kerabat. Penuhilah janji Allah. Demikian itu Dia memerintahkan
kepada kalian agar kalian mengambil pelajaran.”} mengambil pelajaran

3. Menjauhi Suap dan Penerimaan Hadiyah:


Q.S AL-Baqarah : 188

Isi Tafsiran Ayat:

Ayat tersebut mengidhafatkan (menghubungkan) harta orang lain kepada kita


"amwaalkum" (hartamu), karena sepatutnya seorang muslim mencintai agar orang lain
memperoleh apa yang ingin diperolehnya dan menjaga harta orang lain sebagaimana
dirinya menjaga hartanya sendiri. Di samping itu, memakan harta orang lain akan
menjadikan orang lain akan memakan harta kita ketika mampu.

Yakni dengan sebab yang batil, misalnya dengan sumpah yang dusta, merampas,
mencuri, risywah (suap), riba, khianat ketika dititipi barang atau diberi pinjaman dsb.
Termasuk ke dalam ayat ini adalah mu'amalah yang haram, seperti riba, judi dengan
semua bentuknya, melakukan penipuan (ghisy) dalam jual beli dan sewa-menyewa, jual
beli gharar, mengangkat karyawan namun dimakan gajinya, mengambil upah dari
pekerjaan yang mereka tidak melakukannya. Bahkan termasuk pula orang-orang yang
melakukan ibadah dengan niat memperoleh dunia, di mana asas penggeraknya adalah
dunia, mereka tidak mau menjadi muazzin kecuali jika mendapatkan imbalan, dsb.
Demikian pula mengambil zakat, sedekah, waqf maupun wasiat padahal mereka tidak
berhak atau melebihi haknya. Ini semua merupakan pengambilan harta dengan jalan
yang batil, meskipun sampai terjadi pertengkaran yang kemudian dibawa kepada hakim,
kemudian orang yang hendak memakan harta orang lain dengan jalan yang batil
mengemukakan hujjah-hujjah yang batil untuk mengalahkan orang yang sebenarnya
berhak, lalu hakim memutuskan demikian, maka ketetapan hakim tersebut bagaimana
pun juga tidaklah menghalalkan yang haram, dan hakim hanyalah memutuskan sesuai
yang ia dengar. Jika ia sampai memakan harta itu, maka sesungguhnya ia telah
memakannya dengan jalan yang batil dan berbuat dosa dalam keadaan mengetahui,
sehingga hukumannya di akhirat lebih berat lagi.

Oleh karena itu, seorang wakil jika telah mengetahui bahwa yang mengangkatnya batil
dalam dakwaannya, maka tidak halal baginya menjadi pengacara baginya, sebagaimana
firman Allah Ta'ala, "Wa laa takul lil khaa'iniina khashiimaa" (janganlah kamu menjadi
pembela bagi orang-orang yang berkhianat), surat An Nisaa: 105.

Pelajaran dari ayat :

• Keharaman memakan harta muslim dengan jalan yang tidak benar, baik dengan
mencuri, merampas, menipu, berlaku curang ataupun pemalsuan.

• Keharaman suap (rasuah) yang dibayarkan kepada hakim agar memberikan putusan
yang tidak sesuai dengan kebenaran.

• Harta orang kafir yang tidak memerangi umat Islam, seperti harta orang muslim dari
segi keharamannya. Kecuali harta muslim lebih haram untuk diambil berdasarkan
hadits,”Setiap muslim atas muslim lainnya haram darah, jiwa, dan hartanya.” (HR
Muslim) dan berdasarkan firman Allah Ta’ala,”Dan janganlah kalian memakan harta
sebahagian kalian..” Allah Ta’ala menujukan pembicaraan kepada orang muslim.

Q.S Al-Naml : 36

Surat An-Naml ayat 36: Ketika datang para utusan dengan membawa hadiah kepada
Sulaiman; Sulaiman marah kepada mereka, dan atas kecongkakan kaumnya, berkata
Sulaiman dengan sangat murka : Apakah kalian menyangkan bahwasanya aku akan
ridha dengan harta dan terlena dengannya ?? Yang memberiku harta dan kenabian
adalah Allah, hartaku lebih afdhal daripada apa yang kalian berikan, semisal dengan
hadiah ini, tiada kesenangan padaku sedikitpun; Bahkan kalianlah dan yang semisal
dengan kalian dari pecinta dunia yang bersenang-senang (dari harta semisal ini).

1. Jika saja sebagian dari para ulama menyikapi hadiah-hadiah yang di berikan kepada
mereka sama seperti sikap Sulaiman 'alaihissalam, niscaya kehormatan mereka akan
lebih kuat dan akan tercetus melalui tangan-tangan mereka kebaikan negeri dan
penduduknya, sebagaimana membaiknya kerajaan Saba', coba perhatikan ayat ini :
( َ‫ٱَللُ َخيأر ِم َّما َءات َٰى ُكم بَ أل أَنتُم بِ َه ِد َّيتِ ُك أم تَ أف َر ُحون‬
َّ ‫) أَتُمِ دُّون َِن ِب َمال فَ َما َءات َ ٰىۦ َِن‬

"Apakah (patut) kamu menolong aku dengan harta? maka apa yang diberikan Allah
kepadaku lebih baik daripada apa yang diberikan-Nya kepadamu; tetapi kamu merasa
bangga dengan hadiahmu."

2. Seorang pegawai yang beriman kepada yang ghaib adalah ketika melihat kawan-
kawannya yang menjulurkan tangan mereka kepada harta haram, lalu dengannya dia
menjadi bagian orang-orang yang memiliki kekayaan dan kelapangan, dan dia merasa
puas dengan sesuatu yang sedikit dari hartanya dan bersabar menghadapi kehimpitan;
berharap kekayaan dan kelapangan di akhirat .

4. Larangan Tergesa-gesa Dalam Mengambil Keputusan:

Q.S Al-A’raf : 150

Isi Tafsiran Ayat:

Ayat ini juga sama menerangkan adab yang harus diperhatikan oleh orang-orang yang
berakal, yaitu apabila ada orang fasik yang memberitahukan kepada mereka suatu
berita, maka hendaknya mereka menelitinya dan tidak langsung menerima beritanya,
karena jika demikian terdapat bahaya yang besar dan terjatuh ke dalam dosa. Hal itu
karena jika berita orang fasik menempati posisi berita orang yang yang benar lagi adil
sehingga dibenarkan dan dilanjutkan konsekwensinya tentu akan menimbulkan bahaya,
seperti binasanya jiwa dan harta tanpa alasan yang benar sehingga membuat seseorang
menyesal. Oleh karena itu, yang wajib dalam menerima berita orang fasik adalah
tatsabbut (meneliti), jika ada dalil dan qarinah (tanda) yang menunjukkan kebenarannya,
maka diberlakukan dan dibenarkan. Tetapi jika dalil dan qarinah menunjukkan
kedustaannya, maka didustakan dan tidak diberlakukan. Dalam ayat ini terdapat dalil
bahwa berita orang yang jujur adalah diterima dan bahwa berita orang yang berdusta
adalah ditolak, sedangkan berita orang fasik, maka tergantung dalil dan qarinah. Oleh
karena itulah, kaum salaf sampai menerima banyak riwayat dari orang-orang Khawarij
yang terkenal kejujurannya meskipun fasik, demikianlah yang diterangkan oleh Syaikh
As Sa’diy.

Referensi : https://tafsirweb.com/9776-surat-al-hujurat-ayat-6.htmlAyat yang lalu


menjelaskan penyesalan mereka, sedang ayat ini menjelaskan keadaan nabi musa ketika
menemukan kaumnya menyembah anak sapi. Dan ketika nabi musa telah kembali
kepada kaumnya, setelah bermunajat kepada Allah, dalam keadaan marah dan sedih hati
karena mengetahui kaumnya menyembah patung anak sapi, dia berkata, khususnya
kepada nabi harun dan para pemuka kaumnya, alangkah buruknya perbuatan yang kamu
kerjakan dalam melaksanakan tugas sebagai pengganti selama kepergianku! kalian lebih
mementingkan menyembah patung anak lembu ketimbang mematuhi perintah tuhan
untuk menunggu kedatanganku dan menepati janjiku untuk membawa taurat kepada
kalian! apakah kamu hendak mendahului janji tuhanmu untuk mempercepat jatuhnya
siksa' apakah kamu tidak sabar menanti kedatanganku kembali setelah munajat kepada
tuhan, sehingga kamu membuat patung anak sapi untuk disembah sebagaimana
menyembah Allah' nabi musa pun melemparkan lauh-lauh taurat yang diterima dari
Allah melalui malaikat ketika bermunajat itu dan memegang rambut kepala saudaranya
nabi harun sambil menarik ke arahnya.

Nabi harun berkata, wahai anak ibuku! kaum yang menyembah sapi ini telah
menganggapku lemah serta mengancamku dan hampir saja mereka membunuhku
karena aku telah berusaha keras untuk mencegah mereka, sebab itu janganlah engkau
menjadikan musuh-Musuh menyoraki melihat kemalanganku dengan kecamanmu yang
keras ini, karena itu berarti engkau dan mereka sama mengecamku, dan janganlah
engkau jadikan aku dengan kemarahanmu itu sebagai bersama orang-orang yang zalim
yang melanggar perintahmu dan menyembah patung anak sapi. Setelah mengetahui
alasan saudaranya, nabi harun, dan memahami bahwa dia tidak melalaikan tugasnya,
dia, nabi musa berdoa, ya tuhanku, yang selalu memelihara, membimbing dan berbuat
baik padaku, ampunilah aku atas kemarahanku ini yang membuatku bertindak tidak
wajar, dan ampuni juga saudaraku atas apa yang terjadi antara dia dan kaumku, atau
kelalaiannya'jika ada'dalam menjalankan tugas, dan masukkanlah kami berdua ke dalam
rahmat engkau yang amat luas, dan engkau adalah maha penyayang dari semua
penyayang. Engkau memberi tanpa batas, bahkan kepada mereka yang mendurhakai-
Mu.

Surat Al-A’raf ayat 150: Maksudnya, “Apakah kamu tidak sabar menanti kedatanganku
kembali setelah bermunajat dengan Allah sehingga kamu membuat patung untuk
disembah sebagaimanas menyembah Allah?”

Dalam Surah Thaha ayat 92 dan 93 disebutkan, bahwa Musa berkata kepada Harun,
"Wahai Harun! Apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka telah sesat,--
(sehingga) kamu tidak mengikutiku? Apakah kamu telah (sengaja) mendurhakai
perintahku?"

Ketika Harun berkata kepada mereka, “Wahai kaumku! Sesungguhnya kamu hanya
diberi cobaan dengan anak sapi itu dan sesungguhnya Tuhanmu ialah (Tuhan) yang
Maha Pemurah, maka ikutilah aku dan taatilah perintahku.” (lihat Thaha: 90)

Yakni “Maka janganlah engkau menyangka bahwa diriku meremehkan dalam


memimpin.” Karena mereka ingin sekali melihatku disalahkan. Sehingga engkau
bermu’amalah denganku seperti bermu’amalah dengan orang zalim.

Q.S Al-Hujurat : 6

Surat Al-Hujurat ayat 6: Kemudian Allah menegur kabar-kabar yang tidak benar dengan
berkata: Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasulnya, jika telah datang
kepada kalian orang-orang fasik yang mereka tidak pernah kalian anggap sebagai
pembohong akan kabar yang dibawanya, maka benarkanlah atas apa yang telah kalian
dengar dari mereka. Periksalah oleh kalian akan kebenaran apa yang mereka katakan
khususnya bagi kabar-kabar yang penting agar supaya tidak menjadikan kaummu
permusuhan dan kejahatan sehingga berakibat penyesalan.

Ayat ini juga sama menerangkan adab yang harus diperhatikan oleh orang-orang yang
berakal, yaitu apabila ada orang fasik yang memberitahukan kepada mereka suatu
berita, maka hendaknya mereka menelitinya dan tidak langsung menerima beritanya,
karena jika demikian terdapat bahaya yang besar dan terjatuh ke dalam dosa. Hal itu
karena jika berita orang fasik menempati posisi berita orang yang yang benar lagi adil
sehingga dibenarkan dan dilanjutkan konsekwensinya tentu akan menimbulkan bahaya,
seperti binasanya jiwa dan harta tanpa alasan yang benar sehingga membuat seseorang
menyesal. Oleh karena itu, yang wajib dalam menerima berita orang fasik adalah
tatsabbut (meneliti), jika ada dalil dan qarinah (tanda) yang menunjukkan kebenarannya,
maka diberlakukan dan dibenarkan. Tetapi jika dalil dan qarinah menunjukkan
kedustaannya, maka didustakan dan tidak diberlakukan. Dalam ayat ini terdapat dalil
bahwa berita orang yang jujur adalah diterima dan bahwa berita orang yang berdusta
adalah ditolak, sedangkan berita orang fasik, maka tergantung dalil dan qarinah. Oleh
karena itulah, kaum salaf sampai menerima banyak riwayat dari orang-orang Khawarij
yang terkenal kejujurannya meskipun fasik, demikianlah yang diterangkan oleh Syaikh
As Sa’diy.

5. Keputusan Hakim Bersandar Kepada Apa Yang Nampak dan Pada


Pengakuan:

Q.S Yusuf : 78-79

Isi Tafsiran Ayat:


Surat Yusuf ayat 78: Di mana ia lebih dicintai daripada kami dan merasa terhibur
dengannya karena anaknya yang binasa serta merasa sedih jika berpisah dengannya.

Jawaban saudara-saudara nabi yusuf itu sedikit pun tidak membantu untuk
membebaskan bunyamin, padahal mereka sudah bersumpah akan menjaga bunyamin
dalam perjalanan ini. Untuk itulah mereka berkata dan memohon kepada nabi yusuf,
wahai al-aziz!'panggilan kehormatan'dia, bunyamin, mempunyai ayah yang juga ayah
kami. Ayah kami itu sudah lanjut usia, dan kami sudah bersumpah kepadanya untuk
membawa pulang bunyamin. Karena itu, ambillah salah seorang di antara kami sebagai
gantinya. Sesungguhnya kami melihat engkau termasuk orang-orang yang berbuat baik.
Mendengar permohonan mereka, dia (nabi yusuf ) berkata, kami selalu memohon
perlindungan kepada Allah dari menahan seseorang yang tidak bersalah. Kami tidak
menahan kecuali orang yang kami temukan harta kami padanya. Jika kami berbuat
demikian, yakni menahan seseorang di antara kamu sebagai ganti bunyamin, berarti
kami orang yang zalim karena menahan orang yang tidak bersalah.

Surat Yusuf ayat 79: Nabi Yusuf ‘alaihis salam tidak menggunakan kata-kata “yang
mencuri harta kami” agar tidak terjatuh ke dalam dusta.

1 ). Perhatikan bagaimana al-qur'an menggambarkan kepada kita agar menetapkan satu


hukuman kepada orang yang bersalah, bukan sekedar bahwa dia melanggar syar'iat!
namun juga cara selain itu tidak sesuai dengan akal fikiran manusia tentang keadilan.

2 ). Yusuf begitu teliti dalam berbicara tatkala berhadap dengan saudara-saudaranya : {

َ ‫َللا أ َ أن نَأأ ُخذَ ِإ َّل َم أن َو َجدأنَا َمتَا‬


ُ‫عنَا ِع أندَه‬ ِ َّ َ‫" } قَا َل َم َعاذ‬erkata Yusuf: "Aku mohon perlindungan
kepada Allah daripada menahan seorang, kecuali orang yang kami ketemukan harta
benda kami padanya" Ia tidak mengatakan "orang yang mencuri barang kami" karena ia
tahu bahwa saudara kandungknya tidak melakukan hal itu, cara ini sebagai contoh agar
kita teliti dalam menentukan kalimat yang tepat.
6. Kewajiban Hakim Mendengarkan Semua Tuduhan:

Q.S Yusuf : 51-52

Surat Yusuf ayat 51: Yang dimaksud dengan keadaanmu di sini adalah pendapat
wanita-wanita itu tentang Yusuf ‘alaihis salam apakah dia terpengaruh oleh godaan itu
atau tidak.

Makna ayat :

Lalu raja pun mengumpulkan para wanita tersebut dan bertanya kepada mereka, (‫َما‬
‫عن نَّ ۡف ِسۦ ِه‬
َ ‫ف‬
َ ‫س‬ ۡ ‫“ )خ‬Bagaimana keadaan kalian ketika kalian menggoda
ُ ‫َطبُ ُك َّن ِإ ۡذ ٰ َر َودت ُّ َّن يُو‬
ُ ‫علَ ۡي ِه مِ ن‬
Yusuf?” mereka menjawab (‫سوء‬ َ ‫عل ِۡمنَا‬
َ ‫َلل َما‬ َ ‫“ ) ٰ َح‬Maha Suci Allah, tidak mungkin
ِ َّ ِ ‫ش‬
Dia tidak bisa menciptakan manusia yang begitu menjaga dirinya seperti dia. (‫عل ِۡمنَا‬
َ ‫َما‬
ُ ‫علَ ۡي ِه مِ ن‬
‫سوء‬ َ ) kami tidak melihat ia punya suatu keburukan pun.

Pada kala itu istri Al-‘Aziz Zulaikha berkata—sebagaimana yang Allah kabarkan—(
‫ص ۡٱل َح ُّق‬
َ ‫ ) ۡٱل ٰـنَ َحصۡ َح‬sekarang kebenaran telah tampak dan jelas, (‫عن نَّ ۡف ِسۦ ِه‬
َ ُ‫ )أَنَا ٰ َر َودتُّۥه‬aku
َّ ٰ ‫ ) َوإِنَّۥهُ لَمِ نَ ٱل‬dan ia termasuk orang-orang yang jujur.
yang menggodanya bukan ia, ( َ‫ص ِدقِين‬

Surat Yusuf ayat 52: Ada yang berpendapat, bahwa kata-kata di atas adalah ucapan istri
Al ‘Aziz (alasannya karena ketika itu Yusuf belum hadir dan masih dalam penjara)
sebagai lanjutan kata-kata sebelumnya, sehingga maksudnya bahwa pengakuannya itu
agar dia (suaminya) tahu bahwa aku hanya sekedar merayu dan tidak merusak
ranjangnya, atau bisa juga maksudnya bahwa pengakuannya itu agar dia (Yusuf) tahu
bahwa dia adalah benar dan aku tidak berkhianat (dengan mengatakan yang tidak-tidak
terhadapnya) ketika ia tidak berada di dekatku, wallahu a’lam. Karena setiap orang yang
berkhianat, khianat dan makarnya kembalinya kepada dirinya dan urusan sebenarnya
akan diketahui dengan jelas.

7. Mencari Bukti/Alat Bukti Dalam Persidangan:

Q.S Yusuf : 25-28


Surat Yusuf ayat 25: Kemudian Yusuf pergi ke pintu untuk melarikan diri dari wanita
itu. Untuk membersihkan dirinya.

Makna ayat :

َ َ‫ ) َوٱسۡ تَبَقَا ۡٱلب‬Yusuf ingin keluar dan wanita itu ingin mengembalikan Yusuf kedalam
(‫اب‬
rumah, khawatir akan tersebarnya kejadian tersebut, lalu ia menarik baju Yusuf dari
belakang, (‫ )مِ ن دُبُر‬dari belakang, karena posisi Yusuf berada di depan wanita itu. (‫َوأ َ ۡلفَيَا‬

ِ ‫سيِدَهَا لَدَا ۡٱلبَا‬


‫ب‬ َ ) mereka berdua mendapati suami wanita itu duduk di dekat pintu, tatkala
mereka berdua lari menuju pintu, maka ia pun khawatir akan tertimpa bencana,
kemudian bersegera membuat alasan, ( َ‫سو ًءا ِإ َّل أَن يُسۡ َجن‬
ُ َ‫“ ) َما َجزَ ا ُء َم ۡن أ َ َرادَ ِبأ َ ۡهلِك‬Tidak
balasan bagi orang yang ingin berbuat buruk kepada keluargamu kecuali dipenjara
(selama satu atau dua hari), (‫عذَاب أَلِيم‬
َ ‫ ) أ َ ۡو‬hukuman yang pedih seperti, dipukul dengan
keras.

Surat Yusuf ayat 28: Yani ucapan istrinya, “Apakah balasan terhadap orang yang
bermaksud buruk terhadap istrimu, selain dipenjarakan atau (dihukum) dengan siksa
yang pedih?”

Makna ayat :

Firman Allah (ُ‫صۥهُ قُدَّ مِ ن دُبُر قَا َل ِإنَّۥه‬


َ ‫ )فَلَ َّما َر َءا قَمِ ي‬Ketika ia melihat baju itu robek dari belakang
ia berkata, “Sungguh itu (perkataan, ‫عذَاب أ َ ِليأم‬
َ ‫سو ًءا ِإ َّل أَن يُسۡ َجنَ أ َ ۡو‬
ُ َ‫) َما َجزَ ا ُء َم ۡن أ َ َرادَ ِبأ َ ۡهلِك‬,
Apakah balasan bagi orang yang ingin berbuat buruk kepada keluargamu kecuali
dipenjara atau hukuman yang pedih) (‫ )مِ ن ك َۡي ِد ُك َّن‬adalah tipu daya kalian, wahai para

َ ‫ ) إِ َّن ك َۡيدَ ُك َّن‬Sungguh, tipu daya kalian sangatlah besar.


wanita, (‫عظِ يم‬

8. Saksi dan Kewajiban Berlaku Adil:

Q.S An-Nisa : 135

Surat An-Nisa ayat 135: Hai orang-orang yang beriman! Jadilah manusia yang
mendirikan keadilan, yang jadi saksi karena Allah, walaupun atas diri-diri kamu atau
dua ibu-bapa (kamu) dan keluarga (kamu) yang hampir-hampir jika ia kaya atau fakir,
maka Allah lebih berikan kepada mereka berdua. Lantaran itu, janganlah kamu turut
hawa, sebab dikhawatiri kamu akan berpaling (dari kebenaran), karena jika kamu putar
persaksian atau kamu berpaling, maka sesungguhnya adalah Allah itu amat Mengetahui

Keadilan di sini mencakup keadilan terhadap hak Allah, demikian juga keadilan
terhadap hak hamba-hamba Allah. Berbuat adil terhadap hak Allah adalah dengan tidak
menggunakan nikmat-Nya untuk bermaksiat kepada-Nya, bahkan menggunakannya
untuk ketaaan kepada-Nya. Sedangkan keadilan terhadap hak hamba-hamba Allah
adalah dengan memenuhi kewajibanmu terhadap orang lain, sebagaimana kamu
menuntut hakmu. Oleh karena itu, kamu harus memberikan nafkah yang wajib kamu
keluarkan, membayarkan hutang yang kamu tanggung, serta bermu'amalah dengan
manusia dengan cara yang kamu suka jika kamu dimu'amalahkan seperti itu, seperti
akhlak mulia, membalas jasa dsb. Di antara bentuk menegakkkan keadilan adalah
bersikap adil dalam berbicara, oleh karena itu, dia tidak boleh menghukumi salah satu
dari dua perkataan atau salah satu dari dua orang yang bersengketa karena ada
hubungan nasab dengannya atau karena lebih cenderung kepadanya, bahkan sikapnya
harus adil. Termasuk adil pula menunaikan persaksian yang diketahuinya bagaimana
pun bentuknya, meskipun mengena kepada orang yang dicintainya atau bahkan
mengenai dirinya sendiri.

9. Syarat-syarat Saksi:

Q.S Al-Baqarah : 282

Surat Al-Baqarah ayat 282: Bermuamalah ialah seperti berjual beli, salam (jual beli
yang barangnya ditunda dan bayaran disegerakan), qardh (utang-piutang), atau sewa
menyewa dan sebagainya.

Makna ayat:
Pada ayat sebelumnya, Allah Ta’ala menganjurkan hamba-hambaNya untuk
bersedekah, kemudian mengharamkan riba dan mengajak untuk memaafkan dan
mengikhlaskan utang bagi orang yang kesulitan mengembalikannya, seakan-akan yang
terlintas dalam pikiran kita bahwa harta tidak ada harganya sama sekali dalam
kehidupan manusia, namun turunlah ayat ini, ayat tentang utang piutang. Untuk
menjelaskan bahwa harta benda memiliki hak dan untuk mengangkat derajat harta itu
sendiri sebagai penopang kebutuhan hidup manusia. Maka ayat ini menetapkan
wajibnya menjaga harta benda, di antaranya dengan mencatatkan transaksi ketika terjadi
utang piutang, serta mendatangkan saksi berupa orang yang tidak diragukan
kredibilitasnya (‘adil, pent), yaitu dua orang laki-laki muslim yang merdeka. Ketika
tidak ada satu dari dua laki-laki yang dipersyaratkan, maka dapat digantikan
kedudukannya oleh dua orang perempuan. Dan Allah ta’ala menganjurkan kepada orang
yang dapat menulis untuk mencatat transaksi tersebut apabila keadaan memungkinkan.
Diharamkan bagi para saksi untuk menghindar ketika dipanggil untuk memberikan
kesaksian, begitu juga diharamkan bagi pihak yang melakukan utang piutang, tidak
mencatat utang piutangnya walaupun nilainya kecil. Allah Ta’ala berfirman;

“Dan janganlah kamu jemu untuk menulisnya baik utang itu kecil ataupun besar sampai
batas waktu membayarnya.”

Allah Ta’ala memberikan keringanan sebagai bentuk kasih sayangNya untuk tidak
menuliskan transaksi perdagangan yang pembayarannya secara tunai. Allah Ta’ala
berfirman,”Kecuali bila muamalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara
kamu, maka tidak ada dosa bagimu jika kamu tidak menulisnya.”

10. Ketentuan Jumlah Saksi Terkait Kasus Perdata dan Pidana:

Q.S Al-Maidah : 106


Surat Al-Ma’idah ayat 106: Allah memberi petunjuk kepada hamba-hamba-Nya yang
beriman menuju apa yang dapat membawa kebahagiaan kehidupan di dunia, terlebih
lagi dalam perkara wasiat ketika ajal akan menjemput.

Jika seseorang dalam keadaan safar, kemudian merasa ajalnya telah dekat; maka
hendaklah dia mencari dua saksi yang memiliki agama yang kuat untuk menyampaikan
amanah wasiat kepada mereka. Namun jika dia tidak dapat menemukan dua muslim
yang dikenal sebagai orang yang amanah, maka tidak mengapa dia mencari dua orang
yang bukan muslim ketika benar-benar harus menulis wasiat.

Jika kalian ragu terhadap kejujuran dan kesaksian mereka berdua maka mintalah mereka
berdua untuk berdiri di depan kaum muslimin setelah shalat ashar untuk bersumpah
dengan nama Allah bahwa mereka menjadi saksi tanpa mendapat balasan duniawi dan
bukan karena ada hubungan kekerabatan, dan bersumpah bahwa mereka berdua tidak
akan menyembunyikan sedikitpun dari kesaksian itu.

11. Perselisihan Antar Saksi:

Q.S Al-Maidah : 107-108

Surat Al-Ma’idah ayat 107: Yakni diketahui berdasarkan qarinah (tanda) yang
menunjukkan keduanya berdusta dan berkhianat.

Maksudnya melakukan khianat (kecurangan) dalam persaksiannya atau berdusta,


misalnya mengaku bahwa keduanya telah melakukan transaksi jual beli dengan si mati
sebelum matinya atau mengaku bahwa si mati telah berwasiat untuk mereka berdua.

Yakni hendaknya dua orang dari wali yang terdekat dengan si mati bangkit lalu
bersumpah bahwa kedua saksi itu telah berdusta, telah merubah wasiat (pesan si mati)
dan berkhianat.

Jika terbukti} terbukti setelah bersumpah {kedua saksi itu berbuat} memperkenankan
{perbuatan dosa} pengkhianatan {maka dua orang yang lain menggantikan
kedudukannya, di antara orang-orang yang berhak yaitu ahli waris} maka dua laki-laki
lain dari kerabat orang yang mati yang berhak atas wasiat berdiri menggantikan
kedudukan dua orang yang saksi itu {lalu keduanya bersumpah dengan nama Allah,
“Sungguh kesaksian kami lebih layak} lebih benar dan lebih pasti {daripada kesaksian
kedua saksi itu, dan kami tidak melanggar batas} Kami tidak melanggar batas
kebenaran dalam sumpah kami {Sesungguhnya jika demikian, tentu kami termasuk
orang-orang yang zalim.”

Surat Al-Ma’idah ayat 108: Mengembalikan sumpah kepada wali si mati (ahli waris)
ketika nampak sikap khianat dari kedua saksi.

Yakni para saksi. Tanpa memutarbalikan dan berkhianat. Maksud "sumpah itu
dikembalikan" adalah saksi-saksi yang berlainan agama itu ditolak, dan sumpah yang
dipegang adalah sumpah saksi-saksi yang terdiri dari karib kerabat, atau berarti orang-
orang yang bersumpah itu akan mendapat balasan di dunia (seperti terbuka aibnya) dan
akhirat, karena melakukan sumpah palsu, akhirnya mereka tidak jadi bersumpah palsu.

Kesimpulan:

Jika seseorang bersafar, lalu ia merasakan akan meninggal di perjalanan itu, maka
hendaknya ia berwasiat kepada dua orang saksi yang muslim dan adil. Jika tidak ada
orang muslim, maka tidak mengapa dua orang non muslim. Akan tetapi, karena keadaan
mereka yang kafir, maka para ahli waris jika meragukan keduanya menyuruh dua saksi
itu bersumpah setelah shalat Ashar, bahwa keduanya tidak akan berkhianat, tidak akan
berdusta dan merubah apa yang dipesankan si mati. Dengan sumpah ini, mereka
dibebaskan dari hak yang ditujukan kepada keduanya. Jika ahli waris tidak
membenarkan keduanya dan mengetahui berdasarkan qarinah, bahwa keduanya
berdusta, maka jika ahli waris menghendaki, mereka angkat dua orang dari mereka
untuk bersumpah dengan nama Allah yang isinya menyatakan bahwa sumpah mereka
lebih berhak diikuti daripada sumpah kedua orang tadi.
12. Pengundian Pada Saat Sulit:

Q.S Al-Imran : 44

Surat Ali ‘Imran ayat 44: Yang demikian itu sebagian dari pada khabar-khabar ghaib
yang Kami wahyukan dia kepada-Mu dan engkau tidak ada dekat mereka, ketika
mereka membuang undi mereka (buat mengetahui) siapakah dari antara mereka akan
memelihara Maryam, dan engkau tidak ada dekat mereka, ketika merekaberbantahan.

Beberapa kisah yang dikisahkan di dalam Al-Qur'an itulah sebagian dari berita-berita
gaib yang besar dan agung yang kami wahyukan kepadamu, nabi Muhammad, padahal
engkau tidak bersama mereka ketika mereka melemparkan pena, suatu alat untuk
mengundi. Dengan alat itu, mereka mengundi siapa di antara mereka yang akan
memelihara maryam. Dan engkau pun tidak bersama mereka ketika mereka bertengkar
untuk memperoleh kemuliaan tersebut yaitu pengasuhan maryam. Selanjutnya Allah
memberi kabar gembira kepada maryam akan lahirnya seorang putra sekaligus
gambaran sosok tersebut. Ingat-lah, ketika para malaikat, yakni malaikat jibril, berkata,
wahai maryam! sesungguhnya Allah menyampaikan kabar gembira kepadamu tentang
kelahiran seorang anak yang diciptakan melalui sebuah kalimat, firman, dari-Nya yaitu
seorang putra, yang nama dan gelar-Nya adalah al-masih isa putra maryam, yang kelak
menjadi seorang terkemuka di dunia dengan gelar kenabian dan tersucikan dari dosa,
dan di akhirat dengan derajat yang tinggi, dan termasuk orang-orang yang didekatkan
kepada Allah.

Anda mungkin juga menyukai